Anda di halaman 1dari 4

Materi Peneguhan

Tahun Liturgi dan Perlengkapan Liturgi


Babarsari, 7 Mei 2023

Liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara
keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.

 “Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala
Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat
beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa.(Paus Pius XII)

Konstitusi Liturgi Suci - Sacrosanctum Concilium (SC.102) merumuskan: Bunda Gereja


Kudus percaya bahwa Tahun Liturgi bagi Gereja adalah merayakan karya penyelamatan
Kristus (Mempelai ilahi Gereja) dalam kenangan suci pada hari-hari tertentu
sepanjang tahun. Sekali seminggu, pada hari yang disebut Hari Tuhan, Gereja
mengenangkan Kebangkitan Tuhan. Gereja juga mengenangkan kebangkitan Tuhan ini
sekali setahun, bersama dengan sengsara suci Kristus pada hari raya Paskah yang adalah
pesta dari segala pesta.
Selama kurun waktu setahun Gereja mengungkapkan seluruh Misteri Kristus, dari
Penjelmaan serta kelahiran-Nya hingga Kenaikan-Nya, sampai hari Pentekosta dan sampai
penantian kedatangan Tuhan yang bahagia penuh harapan. Dengan mengenangkan misteri-
misteri Penebusan Kristus, Gereja membuka bagi umat beriman kekayaan-kekayaan
kekuatan dan perbuatan-perbuatan Tuhan, sehingga misteri-misteri ini senantiasa
dihadirkan untuk setiap saat. Sehingga umat beriman terus setia terhadap misteri-misteri
Tuhan dan dipenuhi dengan rahmat keselamatan.

Katekismus Gereja Katolik (KGK.1168) mengajarkan bahwa zaman baru kebangkitan Kristus
menerangi seluruh Tahun Liturgi dengan Trihari Paskah: penderitaan, kematian, dan
kebangkitan sebagai sumber terangnya.
Tahun Liturgi adalah penghayatan tahunan Gereja atas peristiwa-peristiwa mulai dari hidup,
wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus.� Tahun itu dibagi ke dalam 2 masa besar:
Adven/Natal dan Puasa/Paskah/Pentakosta, dengan Masa Biasa di antara kedua masa itu.�
Masing-masing masa mempunyai waktu persiapan dan pelaksanaan perayaannya.
Makna yang terkandung dalam Tahun Liturgi:
Pesta-pesta Yesus disusun menurut urutan historis, memberi kita kesempatan untuk
menghayati kembali peristiwa-peristiwa besar dari hidupNya melalui sikap doa dan
meditasi.� Yesus adalah PENEBUS sejak inkarnasiNya.� Maka dari itu, kita merayakan dan
mengalami kuasa penebusanNya dalam setiap peristiwa yang disajikan tahun liturgi Gereja
kepada kita.

Apa itu Tahun Liturgi


Tahun liturgi adalah perayaan Karya Penyelamatan kita dalam Kristus dalam kurun waktu
satu tahun.
Tahun liturgi terdiri dari dua lingkaran kehidupan Yesus, yaitu :
 lingkaran kelahiran (4 minggu masa Adven dan 2 minggu masa Natal)
 lingkaran kebangkitan (6 minggu masa Prapaskah dan 7 minggu Masa Paskah)

serta 32 atau 33 hari Minggu yang merupakan masa biasa di antara kedua lingkaran
tersebut.
Tahun liturgi dimulai dari Minggu Pertama Adven dan berakhir pada Hari Raya Kristus Raja
Semesta Alam.

Mengapa kita perlu Penanggalan Liturgi dan bagaimanakah sejarahnya

Pertanyaan diskusi oleh fasilitator:

Menurut kalian, mengapa umat Katolik memerlukan Penanggalan Liturgi?


Lingkaran tahun liturgi dan pesta-pesta besarnya merupakan patokan waktu dalam
kehidupan doa umat Kristiani. Pesta-pesta besar itu “mengenang” dan “memaklumkan
(proclaim)” misteri-misteri Kristus. Semuanya ini merupakan undangan untuk berdoa
bersama secara teratur, dengan maksud untuk menumbuhkan kehidupan doa para jemaat.
Sebagai manusia, secara natural kita “menghitung hari”. Contohnya, kita merayakan
anniversary seperti ulang tahun, pernikahan, dan kematian. Kita juga merayakan hal-hal
penting seperti graduation, sweet 17, baby shower, gaji pertama, dll. Selain itu, kita
mengungkapkan siapa diri kita berdasarkan berapa lama kita berada di suatu keadaan,
misalnya, saya sudah tinggal di Jakata selama 4 tahun, saya sudah bekerja selama 2 tahun,
dll. Berbagai macam profesi pun memiliki tonggak-tonggak waktu (setiap perusahaan
mempunyai financial year, sekolah memiliki 2 semester dalam 1 tahun, petani memiliki
musim tanam dan musim panen, dll.)
Tak seorang pun mengetahui kodrat manusia lebih daripada Allah yang menciptakannya.
Itulah sebabnya Ia membentuk dunia untuk mengikuti suatu irama waktu. Di dalam Kitab
Kejadian, Allah menciptakan dunia dalam 6 hari dan beristirahat pada hari ke-7. Ia
beristirahat bukan karena Ia letih – Allah yang Mahakuasa tidak pernah letih – tetapi karena
Ia ingin memberikan contoh bagaimana manusia harus bekerja dan beristirahat. Ketika
manusia gagal mengikuti irama ini, Allah menetapkannya sebagai hukum, agar mereka
selalu “mengingat hari Sabat dan menguduskannya” (Kel 20:8).
Jadi, konsep penanggalan liturgi sebenarnya berasal dari bangsa Israel dalam Perjanjian
Lama. Dalam Imamat bab 23, Allah memberitahukan tanggal-tanggal perayaan yang sudah
ditentukan-Nya dan dengan cara apa bangsa Israel harus merayakannya. Hal ini kemudian
diumumkan oleh Musa kepada bangsa Israel. Dalam penanggalan tersebut, terdapat 7 hari:
6 hari untuk bekerja, dan hari ke-7 (hari Sabat/Sabtu) untuk beristirahat dan hari itu disebut
sebagai hari yang dikuduskan.
Yesus sungguh-sungguh menyadari arti penanggalan dan makna hari-hari besar tersebut,
dan hal ini juga diikuti oleh murid-murid-Nya. Ingatkah kalian akan besarnya kerinduan
Yesus untuk makan Paskah bersama 12 murid-Nya? Perhatikan juga betapa setianya Ia dan
keluarga-Nya (serta murid-murid-Nya di kemudian hari) untuk berziarah ke Yerusalem pada
waktu-waktu yang telah ditentukan.
Setelah Yesus wafat dan bangkit, gereja perdana tidak lagi menekankan hari Sabat sebagai
puncak dari satu minggu, melainkan hari Minggu yang merupakan Hari Tuhan, untuk
menghormati hari kebangkitan Yesus. Tahun liturgi masih tetap berpuncak pada Paskah,
tetapi kini Paskah kristiani, yang menjadi pesta keselamatan berkat sengsara, wafat dan
kebangkitan Yesus. Hari Tuhan (Minggu) dan Paskah merupakan hari-hari pesta utama bagi
gereja perdana.
Secara berangsur-angsur, Gereja menambahkan hari-hari raya yang dikuduskan: hari
kelahiran Yesus, hari pembabtisan-Nya, kenaikan-Nya, dll. Selain hari-hari dalam kehidupan
Yesus, Gereja juga merayakan hari-hari raya santo-santa: mulai dari Santa Perawan Maria,
para rasul, martir, dan santo-santa lainnya.

Warna Liturgi

Warna Putih atau Kuning : warna putih atau kuning melambangkan tentang warna
kesucian, kemulian, kesempurnaan, kemurnian, keabadian, dan kemenangan. Warna ini bisa
dipakai pada waktu Natal, Paskah, Kamis putih, dan Hari Raya Orang Kudus atau Hari Raya
Khusus yang diperingati oleh gereja.
Warna Merah : warna merah melambangkan pengorbanan dan keberanian. Biasanya
warna ini dahulu dipakai oleh para martir. Warna ini biasa dipakai pada waktu hari raya
Jumat Agung, Minggu Palma.
Warna Merah Muda Pink : warna ini melambangkan sukacita atau kegembiraan. Biasanya
digunakan pada waktu minggu adven ketiga (minggu gaudete) dan minggu prapaskah ke-4.
Warna Hijau : warna hijau melambangkan kesuburan dan kehidupan. Warna liturgi ini
dipakai pada hari minggu biasa
Warna Ungu : warna ungu melambangkan tentang pertobatan. Warna ungu biasa dipakai
pada masa prapaskah atau juga masa adven. Selain itu juga dapat dipakai pada waktu misa
arwah (misa requiem) ketika ada umat yang meninggal.
Warna hitam : dahulu warna ini pernah digunakan untuk misa kematian. Karena dianggap
bahwa kematian adalah hal yang gelap. Tetapi sekarang warna ini sudah tidak digunakan
lagi oleh gereja dan diganti dengan warna ungu.
Dalam perayaan Liturgi Warna sudah diatur dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Tidaklah baik jika warna perayaan liturgi gereja kita ganti sesuka hati. Karena gereja sudah
menetapkan warna yang digunakan liturgi sesuai dengan maknanya.

Gereja Katolik menggunakan warna liturgi merah muda (pink/rose) pada kasula imam,
maksudnya untuk menandai bahwa saat hari Minggu itu kita telah berada di pertengahan
masa Adven dan Prapaskah. Selain digunakan pada Hari Minggu Adven III, warna pink/rose
ini juga dipakai pada Hari Minggu Prapaskah IV (hari Minggu setelah hari Kamis yang
merupakan pertengahan masa Prapaskah). Namun jika di paroki/STASI tidak ada kasula
imam warna merah muda (pink/rose) tersebut, warna liturgi ungu tetap dapat digunakan.
Warna liturgi ini hanya digunakan pada Hari Minggu Adven III dan Hari Minggu Prapaskah
IV saja. Sementara pada hari-hari biasa pekan III Adven maupun hari-hari biasa pekan IV
Prapaskah tetap menggunakan warna liturgi ungu.
Pada Minggu Adven ketiga ini juga disebut Minggu Gaudete, yaitu minggu yang memiliki
suasana kegembiraan dan sukacita. Nama “sukacita” ini diambil dari antifon pembuka pada
Minggu Adven Ketiga: “Gaudete in Domino semper: iterum dico, gaudete: ….” Dalam bahasa
Indonesia: “Bersukacitalah selalu dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan bersukacitalah! Sebab
Tuhan sudah dekat.” yang diambil dari Filipi 4:4-5. Pada gereja-gereja atau kapel yang
memiliki lilin warna merah muda (rose/pink) pada Minggu Adven III ini juga ditandai dengan
penyalaan lilin warna merah muda (rose/pink).
Minggu prapaskah IV disebut juga dengan Minggu Laetare. Nama ini diambil dari antifon
pembukaan pada perayaan hari Minggu Prapaskah IV: Laetare Ierusalem (Bersukacitalah
Yerusalem). Antifon ini diambil dari Yesaya 166:10,11 dengan ayat dari Mazmur 121. Karena
nuansa kegembiraan ini di tengah Prapaskah, dan bahwa setengah masa puasa sudah
dilewati, kesuraman Liturgis prapaskah sedikit berkurang.

------------I-----------------------------------------------------------I----------------------------I----------

Puasa/Paskah/Pentakosta ------------ (masa biasa) Hr. Raya Kris Raja Adven/Natal


->Akhir Tahun Liturgi ->Awal Tahun
Liturgi

Anda mungkin juga menyukai