2. Lingkaran Paskah
2.1. Prapaskah (Pintu masuk Minggu Septuagesima) warna liturgi ungu, dan 6
lilin advent
2.2. Paskah (Minggu antara 21 Maret-25 April) warnanya Putih, dan lilin
menyala satu
2.3. Pasca Paskah (sampai dengan Minggu Pentakosta), warna tetap putih,
dan Pentakosta warnyanya Merah (simbol martir, api dan roh kudus)
3. Masa Biasa (warna hijau sebagai pergerakan umat Allah dalam kehidupan)
3.1. Minggu-minggu setelah epiphania (minggu sebelum septuagesima),
3.2. Minggu-minggu setelah Pentakosta
1. Lingkaran Natal
Kapan mulai dirayakan?
Baru pada abad ke-4 umat Kristen merayakan Natal, dan hari
penampakan Tuhan, yang kemudian dilengkapi dengan masa Advent, dan tahun
baru. Dengan demikian, masa advent sejajar dengan masa Prapaskah, dan
Natal sejajar dengan Paskah.
Natal ditandai dengan pintu masuk advent. Dalam masa ini (sesuai dengan
tradisi gereja tua) diwarnai dengan warna ungu. Warna ini dijadikan sebagai
warna liturgi sebagi simbol penantian yang menggambarkan pertobatan dan
penyesalan. Dan warna ini juga turut dihiasi dengan lilin yang menyala sesuai
dengan jumlah minggunya (berbanding terbalik dengan lilin Paskah). Selain itu,
biasanya juga disematkan lingkaran daun pinus (sesuai dengan tradisi Barat
ketika itu bahwa Desember adalah musim dingin, sehingga simbol ini
mengungkapkan harapan semoga masa depan jauh lebih hangat, dan matahari
lebih bersinar di musim semi). Lalu masuklah Natal (malam 24 Desember), dan
warna liturgi juga sudah berganti menjadi Putih. Warna ini bertahan sampai
dengan Epiphania. Setelah epiphania warna berganti menjadi hijau (masa-masa
biasa).
2. Lingkaran Paskah
Kapan dirayakan?
Sejak abad pertama. Paskah ini merupakan perayaan yang pertama kali
dirayakan oleh murid-murid Yesus. Sebelumnya mereka tidak merayakan natal.
Paskah merupakan kenangan akan kebangkitan Kristus. Mula-mula dirayakan
satu hari, namun kemudian dikembangkan dengan tri hari suci (sesuai dengan
berita Injil: diawali dengan peristiwa di Getsemane, penangkapan, pengadilan,
dan penyaliban) dan diawali dengan masa Prapaskah selama 40 hari,dan
dilanjutkan dengan masa Paskah selama 50 hari ke depan (sampai pentakosta).
Dengan demikian lingkaran Paskah berakhir pada hari yang ke 50. Pra Paskah
(passion ini) diwarnai dengan warna Ungu, dan nyala lilin 6 buah (seperti telah
dijelaskan). Sesuai dengan tradisi PL, perayaan ini selalu dirayakan pada hari
Minggu pertama musim semi (sekitar tgl 21 Maret) bertepatan dengan bulan
purnama, itu berarti bisa diantara tgl 22 Maret dan tgl 25 April.
Jadi yang dikatakan perayaan liturgi adalah umat Allah mengenang dan
merayakan peristiwa keselamatan itu senantiasa sepanjang tahun. Dua peristiwa
yang mendasar dalam perayaan itu adalah Natal dan Paskah. Perayaan itu
dirayakan sepanjang tahun dan akan selalu memuncak (jadi bukan perayaan
yang berulang-ulang saja, ini harus dipahami dalam dimensi kehidupan yang
berjalan terus, sampai pada kesudahan zaman). Perayaan tahunan ini kemudian
dimeriahkan melalui perayaan Minggu, dimana kebangkitan Kristus menjadi
dasarnya. Secara tematis, bahwa perayaan-perayaan ini dipilah dalam minggu-
minggu sebagaimana Gereja mengaturnya. Seperti di HKBP misalnya setiap
minggu dicantumkan namanya. Bila dari sudut perayaan iman tadi, maka seluruh
peristiwa keselamatan itu, dari kelahiran, kematian dan kebangkitan Kristus
sampai pada penantian akan kedatanganNya kembali, itu dibagi-bagi dalam
kurun waktu 1 tahun. Dan kita juga perlu menyadari bila itu dirayakan maka
haruslah dirayakan secara iman.
Daftar Pustaka
Lumbantobing, Bonar. “Kehidupan Menjadi Calon Pelayan” (makalah yang disajikan dalam
persiapan calon pelayan HKBP di Jetun, Silangit, Maret 2004).
Manullang, JM. “Suatu Pemahaman Tentang Tata Ibadah (Liturgi) HKBP” dalam Midian Sirait
(ed.), Menjadi Kristen yang Taat dan Beriman. Jakarta: CV Marintan Jaya, 2001.
Biro Informasi HKBP. HKBP dan Tahun 2004 Sebagai Tahun Kesembuhan Keluarga.
Pematangsiantar: HKBP, 2004.
Rachman, Rasid. Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003.
Siagian, Riris Johanna. Satu Visi Menuju HKBP Yang Baru: Penelitian dan Analisis Historis-
Kritis, Naratif dari Perspektif Perempuan. Tarutung: HKBP, 2001.
[1
[3 Tidak banyak keterangan yang bisa diberikan mengenai perbedaan tata ibadah-
tata ibadah ini. Mungkin yang paling jelas adalah perbedaan letak persembahan.
Persembahan tadinya diberikan sesudah kotbah namun kemudian ditambahkan dengan
sebelum kotbah karena alasan kepraktisan. Persembahan yang diberikan tiga kali akan
terlihat merepotkan apabila diberikan pada satu kesempatan saja. Akhirnya kesempatan
untuk memberikan persembahan ditambahkan juga pada waktu sebelum kotbah.