Anda di halaman 1dari 25

KERUGIAN EKONOMI DAN BIAYA

PENANGGULANGAN AKIBAT MASALAH


ANEMIA GIZI BESI PADA ANAK SEKOLAH

OLEH:
PRIMADHA SEPTRI ANUGERAH
P17110171011
LATAR BELAKANG

• Menurut World Health Organization (WHO) mencatat bahwa prevalensi anemia defisiensi besi di
dunia yang terdapat pada anak usia sekolah mencapai 25,4% .
• Anemia defisiensi besi pada anak usia sekolah dasar menjadi masalah kesehatan yang belum
terselesaikan karena prevalensinya lebih dari standar nasional yaitu ≥ 20%.
• Angka prevalensi anemia pada anak usia 5-14 tahun yang mencapai 26,8 % pada tahun 2018 menurut
Riset Kesehatan Dasar.
.
• Anemia Gizi Besi akan berdampak terhadap penurunan kemampuan motorik anak, penurunan
skor IQ, penurunan kemampuan kognitif, penurunan kemampuan mental anak serta terjadi
penurunan produktivitas kerja pada orang dewasa.
• Setiap US$1.00 yang diinvestasikan untuk pencegahan AGB dan program pengobatan, dengan
asumsi cakupan 90% dari wanita yang berpenghasilan rendah, akan mencegah kerugian ekonomi
yang akan dihasilkan dari kondisi AGB sebesar US US$33.40. Intervensi yang diberikan tidak
hanya secara signifikan meningkatkan status kesehatan penduduk, tetapi juga merupakan suatu
investasi bagi suatu Negara.
• Penanggulangan AGB dilakukan agar kerugian ekonomi akibat penurunan produktivitas yang
terkait dengan upah kerja yang hilang akibat kekurangan gizi sejak usia anak-anak dapat
diminimalisir
Anemia Gizi Besi pada Anak Sekolah

Faktor Penyebab Anemia Gizi Besi Pada Anak Sekolah

Kerugian Ekonomi akibat AGB di Indonesia

Biaya Penanggulangan AGB di Indonesia

Perbandingan Kerugian Ekonomi dan Biaya Intervensi Akibat


AGB
ANEMIA GIZI BESI PADA ANAK SEKOLAH
• AGB pada masa anak-anak merupakan masalah kesehatan masyarakat
di seluruh dunia. Hal ini berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan
oleh AGB yaitu gangguan pertumbuhan, gangguan motorik, gangguan
kognitif dan terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas.
• Kekurangan zat besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak,
terutama pada fungsi sistem neurotransmitter yang berdampak
terhadap kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat
berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya konsentrasi, daya
ingat dan kemapuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit
meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu
tubuh menurun
FAKTOR PENYEBAB ANEMIA GIZI BESI PADA ANAK
SEKOLAH

• Faktor-faktor penyebab anemia gizi besi adalah status gizi yang dipengaruhi oleh pola
makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status kesehatan.
• faktor yang melatar belakangi tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara berkembang
adalah keadaan sosial ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan penghasilan yang
rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk.
• dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh dunia secara langsung disebabkan oleh
kurangnya masukan zat gizi besi
• kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit kronis dan kehilangan darah
karena menstruasi dan infeksi parasit (cacing).
Upaya Dalam Penanganan Masalah Anemia Gizi Besi

Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2015 – 2019 menyebutkan beberapa cakupan yang
berhubungan dengan intervensi gizi spesifik terbukti efektif harus 90% pada masalah anemia ,
diantaranya adalah :
• Suplementasi vitamin A, cakupannya mencapai 75,5% (Riskesdas 2013)
• Fortifikasi zat besi pada makanan
• Besi-folat bagi ibu hamil
Ada lima pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi menurut Arisman tahun 2004
terdiri atas pemberian tablet, pendidikan, modifikasi makanan, pengawasan penyakit infeksi dan
fortifikasi makanan
Sedangkan intervensi gizi sensitif yang dilakukan oleh sektor non kesehatan antara lain
• intervensi kesehatan lingkungan (program Jumat dan Minggu bersih, pembuatan lubang
biopori, pembuatan septictank komunal)
• intervensi mengatasi kemiskinan (pemberian bantuan langsung tunai/ BLT, keluarga harapan,
dana program nasional pemberdayaan nasional/PNPM)
• intervensi pemberdayaan perempuan (penyuluhan dan pelatihan kesehatan dan gizi, pemberian
tanaman bibit untuk pemanfaatan lingkungan)Integrasi antara intervensi spesifik dan sensitif
dalam upaya perbaikan balita sebaiknya dilakukan agar penanganan masalah gizi dapat
sustainable atau berkelanjutan.
KERUGIAN EKONOMI AKIBAT AGB DI INDONESIA

Tabel 1. Potensi kerugian ekonomi per orang pada balita dan anak usia sekolah akibat AGB di
Indonesia
Kelompok Prevalensi (%) Total Potensi Total kerugian
Umur Penduduk Pendapatan individu per
(Rupiah) tahun (rupiah)
Balita 28.10 23 994 200 33 197 987 1 327 919
Anak usia 29.10 45 241 700 33 197 987 1 327 919
sekolah
• Potensi kerugian ekonomi akibat penurunan kognitif pada kelompok anak usia sekolah
ditunjukkan pada tabel 5 sebesar Rp 1 327 919 per orang per tahun. Anak-anak yang
mengalami AGB berada pada peningkatan risiko yang rendah pada skor tes mental dan sering
merasa takut, lalai disebabkan karena rendahnya tingkat inisiasi dan explorasi.
• Perubahan perilaku pada anak-anak yang mengalami AGB dapat diamati seperti perhatian
yang kurang, respon emosional yang rendah serta memiliki skor yang rendah pada tes
kecerdasan
• Beberapa penelitian klinis, biokimia dan neuropatologis menunjukkan bahwa kekurangan zat
besi dapat menimbulkan efek langsung yang mengganggu pada proses belajar dan juga pada
perkembangan otak dan ini dapat terjadi pada kondisi dengan tingkat hemoglobin yang normal
• AGB tidak hanya menurunkan kemampuan fisik dan mental tetapi juga berpengaruh terhadap
kemampuan intelektual.
• Penurunan produktivitas yang diakibatkan oleh AGB menyebabkan kerugian ekonomi.
BIAYA PENANGGULANGAN AGB DI INDONESIA

• Kebijakan serta program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi kekurangan
vitamin dan mineral seperti diversifikasi pangan, fortifikasi, suplementasi, dan pendidikan gizi.
• Fortifikasi dan suplementasi zat besi merupakan intervensi yang sering dilakukan untuk
mengurangi kejadian AGB
FORTIFIKASI ZAT BESI
Tabel 2. Biaya penanggulangan AGB melalui fortifikasi zat besi di Indonesia

Jenis Biaya Jumlah/ Biaya Biaya/ Sumber biaya


Intervensi /satuan volume bahan (miliar kapita/
(rupiah) intervensi rupiah) tahun
(rupiah)

Fortifikasi 768 2.8 juta ton 1.531 24.705 Pemerintah


Raskin/kg

Fortifikasi 26.24 5.351 MT 140.41 764 Sasaran


terigu/kg

Taburia/ 500 495 juta 202.27 30.000 Sasaran dan


bungkus bungkus pemerintah

Total 1 873.68
• Fortifikasi beras dapat menjadi strategi yang prospektif dalam mengatasi masalah kekurangan
gizi mikro. Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh lebih dari setengah dari
populasi dunia. Beras mengalami penyusutan sejumlah vitamin dan mineral selama proses
penggilingan. Oleh karena itu, perlu dilakukan fortifikasi beras dengan zat besi dan zat gizi
lainnya untuk meningkatkan kandungan gizinya.
• Ketika fortifikasi beras diimplementasikan dalam skala besar, maka lebih banyak populasi dapat
menerima manfaat kesehatan. Fortifikasi beras memiliki potensi untuk meningkatkan kesehatan
penduduk, meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pembangunan ekonomi
• Survey konsumsi makanan tahun 2014 mengumpulkan informasi tentang konsumsi pangan
penduduk Indonesia melalui metode recall 24 jam diketahui bahwa rata-rata konsumsi
tepung terigu penduduk Indonesia sebesar 41.2 gram per kapita per hari dengan konsumsi
lebih dari 60 gram per kapita per hari pada anak-anak usia 5-11 tahun dan remaja usia 12-
19 tahun.
• program fortifikasi tepung terigu di Indonesia dengan asumsi kadar zat besi dan asam folat
yang sesuai dengan rekomendasi WHO dihitung dengan melihat manfaat fortifikasi tepung
terigu pada penurunan kematian ibu dan perinatal, perbaikan perkembangan kognitif dan
pendidikan anak-anak, dan peningkatan produktivitas kerja orang dewasa karena AGB, dan
mengurangi prevalensi kelahiran cacat tabung saraf dan biaya pengobatan , perawatan dan
rehabilitasi akibat peningkatan status folat.
• Taburia adalah tambahan multivitamin dan mineral untuk memenuhi kebutuhan gizi dan
tumbuh kembang balita usia 6-59 bulan.
• Fortifikasi pangan merupakan intervensi gizi yang paling hemat biaya, terutama ketika
diproduksi oleh industri skala menengah sampai besar.
• Fortifikasi pangan untuk anak anak menunjukkan hasil yang signifikan dalam peningkatan
serum konsentrasi zat gizi mikro, yang dapat digunakan untuk melihat efek pada tingkat
populasi.
• Fortifikasi memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan status gizi populasi ketika
diimplementasikan dalam strategi intervensi gizi
SUPLEMENTASI TABLET BESI
Tabel 3. Biaya penanggulangan AGB melalui suplementasi tablet besi di Indonesia
Jenis Biaya Jumlah/vol Biaya ( Biaya/ Sumber
Intervensi /satuan ume miliar kapita/ biaya
(rupiah) bahan rupiah) tahun
intervensi
(juta
tablet)

Suplementasi 51.9 347 17.99 1 246 Pemerintah


tablet
Besi/tablet:
Anak usia
sekolah

Remaja 51.9 92 4.79 1 246 Pemerintah

Perempuan 51.9 715 37.09 2 803 Pemerintah

Laki-laki 51.9 220 11.42 1.246 Pemerintah

Ibu hamil 51.9 174 9.03 4.671 Pemerintah


80.32
Total
• Pada balita dan anak usia anak sekolah suplementasi besi dapat diberikan dengan dosis 2
mg/kgBB/hari selama 2 bulan.
•  Tabel 3 menunjukkan biaya suplementasi tablet besi pada kelompok anak usia sekolah sebesar
Rp 17.99 miliar per tahun
• Penelitian terbaru menunjukkan manfaat dari suplementasi zat besi pada bayi dan anak-anak
yang berusia di bawah 5 tahun, suplementasi zat besi dapat membawa perbaikan kognitif dan
perkembangan motorik pada anak-anak yang menderita AGB
• Pemberian TTD secara rutin selama jangka waktu tertentu bertujuan untuk meningkatkan
simpanan zat besi di dalam tubuh.
PERBANDINGAN KERUGIAN EKONOMI DAN BIAYA
INTERVENSI AKIBAT AGB

Meningkatkan status gizi pada suatu negara dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi. Bila masalah gizi tidak segera ditanggulangi maka dapat menyebabkan tingginya
anggaran pengeluaran serta menyebabkan kehilangan PDB di suatu negara.
TA B E L 4 . P E R B A N D I N G A N K E R U G I A N E K O N O M I D A N B I AYA I N T E R V E N S I A K I B AT A G B

Biaya /tahun Kerugian Penurunan Kerugian


Jenis intervensi (triliun rupiah ekonomi prevalensi ekonomi
/tahun (triliun (%) terkoreksi
rupiah) prevalensi
(triliun
rupiah)
1.53 61.97 13.4 8.30
Fortifikasi raskin
0.14 61.97 41 25.40
Fortifikasi terigu
0.20 5.50 37.6 2.07
Taburia (Balita)
Suplementasi
tablet
0.05 1.96 12 0.23
Suplementasi
tablet besi
(Remaja)
• Tabel 4 menunjukkan bahwa biaya intervensi untuk penanggulangan masalah AGB lebih
rendah dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh AGB. Fortifikasi Raskin
dapat menurunkan kerugian ekonomi sebesar Rp 8.30 triliun per tahun.
• Kerugian ekonomi total karena penurunan produktivitas maupun kognitif, berjumlah miliaran
setiap tahun dan cukup besar bila dibandingkan dengan biaya intervensi untuk penurunan AGB
Intervensi yang diberikan tidak hanya secara signifikan meningkatkan status kesehatan penduduk,
tetapi juga merupakan suatu investasi bagi suatu negara. Meskipun membutuhkan biaya dalam
pencegahannya namun strategi intervensi alternatif seperti fortifikasi dan suplementasi tetap lebih
menguntungkan dari segi penghematan biaya
KESIMPULAN
Anemia Gizi Besi pada anak sekolah memiliki prevalensi 26,81% yang masih di atas standart
yakni ≥ 20% . Kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh AGB sebesar Rp 62.02 triliun rupiah per
tahun (US$5.08 miliar) atau sebesar 0.711% PDB Indonesia. Biaya untuk penanggulangan AGB
melalui program fortifikasi zat besi pada beras Raskin, terigu dan taburia serta suplementasi
tablet besi sebesar Rp 1.95 triliun per tahun (US$150 juta). Biaya penanggulangan melalui
fortifikasi dan suplementasi zat besi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan kerugian
ekonomi yang ditimbulkan oleh AGB. Oleh karena itu pentingnya advokasi untuk para pembuat
kebijakan dalam melakukan investasi berupa alokasi anggaran untuk penanggulangan AGB agar
kerugian ekonomi akibat penurunan produktivitas yang terkait dengan upah kerja yang hilang
akibat kekurangan gizi sejak usia anak-anak dapat diminimalisir.
SARAN
Kerugian ekonomi akibat AGB di beberapa kelompok umur lebih besar dibandingkan dengan
biaya penanggulangannya. Peran pemerintah dan masyarakat dalam memperhatikan masalah
anemia gizi besi perlu ditingkatkan untuk penanggulangan AGB agar kerugian ekonomi akibat
penurunan produktivitas yang terkait dengan upah kerja yang hilang akibat kekurangan gizi sejak
usia anak-anak dapat diminimalisir dan dapat digunakan sebagai investasi bagi suatu Negara.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai