FACILITATION / PNF
SEJARAH
Overflow principle
motoris impuls dpt diperkuat oleh motoris impuls yg lain dari group otot yg lebih kuat dlm waktu bersamaan
berkontraksi,dimana otot2 tsb mpy fx yg sama (otot sinergis)
Innervatie reciprocal
aktifitas reflek otot agonis akan membuat relaks antagonisnya
Inductie succesive
agonis akan terfasilitasi saat antagonisnya berkontraksi---agonis akan lebih mudah berkontraksi saat sebelumnya
dilakukan kontraksi pada antagonis
1.OPTIMAL RESISTANCE
2.MANUAL CONTACT
3.VERBAL STIMULATION (COMMANDS)
4.VISUAL FEEDBACK
5.BODY POSITION & BODY MECHANICS
6.TRACTION & APPROXIMATION
7.IRRADATION & REINFORCEMENT
8.PATTERN /POLA GERAK
1.Optimum Resistance
Agar gerakan yg terjadi dpt berlangsung dg baik dan terkoordinasi
Agar didapat efek “overflow reaction”
Diberikan scr bertahap: relatif kecil pd inner range – optimal pd midle range – mengecil
pd outer range
Saat memberikan, FT’s berdiri pd lintasan gerak, menggunakan berat badan FT’s
2.Manual Contact
Untuk stimulasi pd kulit & propioseptor
Dilaksanakan dg pegangan “lumbrical”
Reinforcement
Merupk penguatan bag ektremitas (body segment) yg lemah menggunakan
bagian lain yg lebih kuat
Reinforcement dpt melalui:
a. Irradiation: (1) dlm satu pola, (2) dlm pola masal & (3) pola bilateral
b. Pusat refleks
POLA GERAK
FILOSOFI
Symphony of movement” : gerakan yg baik merupk resultan dr aktifitas otot yg
terukur & terkoordinir dg baik
Hughlin Jackson: “Pusat syaraf tidak mengenal otot, yg dikenal hanya gerakan”
Duchenne: “kontraksi otot scr individu scr alamiah tidak mungkin terjadi”
John Hunter: “ Tak mungkin otot bekerja scr individu tanpa berefek pd otot yg
lain”
Pola Gerak Lengan
Fleksi – Adduksi – Exorotasi dan Extensi – abduksi – endorotasi
Fleksi – Abduksi – Exorotasi dan Extensi – adduksi - endorotasi
Cara
Terapis menggerakkan secara pasif.
- Diikuti dengan perintah kepada pasien untuk mengikuti gerakan tersebut.
- Pasien mengikuti gerakkan tersebut secara aktif.
- Kemudian dilakukan gerakan melawan tahanan ringan.
- Gerakan dapat dilakukan pada pola agonis maupun pola antagonis, tetapi tidak dilakukan dalam waktu
bersamaan.
Tujuan
- Normalisasi kecepatan gerak.
- Sebagai permulaan gerak / mengarahkan gerak.
- Perbaikan koordinasi gerak dan rasa gerak.
- Rileksasi.
- Belajar tentang gerak.
Indikasi
- Kesulitan memulai gerak akibat, spastis berat atarigiditasu ataxia.
- Irama gerak yang lemah/lesu.
- Menurunkan rasa gerak.
- Keterbatasan gerak.
2. REPEATED CONTRACTION
Adalah suatu tehnik kontraksi isotonik yang ditujukan pada agonis , yang mana pada lingkup gerak tertentu dilakukan restretch untuk
meningkatkan kontraksi.
Cara
- Pasien menggerakkan dengan arah diagonal.
- Pada lingkup gerak tertentu dimana kekuatan kontraksi pada arah diagonal tersebut melemah, terapis memberi/melakukan restretch .
- Pasien menjawab restretch tersebut dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksinya.
- Terapis mengikuti gerakan tersebut dengan memberikan tahanan.
- Tidak ada rileksasi saat dilakukan restretch .
- Saat dilakukan restretch harus disertai aba-aba agar pasien bereaksi, misalnya …dorong lebih kuat!.
- Dalam satu gerak diagonal hanya boleh dilakukan restretch maksimal 4 kali pengulangan.
Tujuan
- Perbaikan kekuatan otot dan daya tahan.
- Menyamaratakan kekuatan otot yang tidak seimbang.
- Perbaikan lingkup gerak sendi secara aktif.
- Menurunkan ketegangan atau penguluran antagonis.
- Meningkatkan tonus otot. Kontra Indikasi
- Kondisi orthopaedik yang masih akut.
- Neo operasi.
3. STRETCH REFLEX
Adalah suatu bentuk gerakan yang ditujukan untuk merangsang reflek monosynaptis sehingga mempunyai efek fasilitasi pada otot yang
diulur secara adequat.
Caranya
- Posisikan anggota gerak pada elongated state (pada satu pola gerak saja).
- lakukan stretching secara cepat dengan kekuatan ringan dalam tiga arah gerak.
- Setelah dilakukan stretching, langsung berikan tahanan pada gerakan yang terjadi.
- Biarkan gerakan terjadi dengan baik (di bawah pengaruh optimal resisted).
- Aba-aba dan pemberian stretching upayakan dalam timing yang bagus.
Aba-aba dapat berupa…. Gerakkan! Atau… dorong tangan saya!
Tujuan
- membuka/mengawali gerakan.
- Mempercepat gerakan.
- Belajar gerakan.
- Perbaikan kekuatan otot.
- Meningkatkan mobilitas.
- Menghindari kelelahan.
- Meningkatkan rileksasi.
4. COMBINATION OF ISOTONIC
(Tehnik Gregg Johnson dan Vicky Saliba)
Adalah suatu bentuk gerakan yang ditujukan pada agonis untuk mengendalikan/mengontrol gerakan yang sulit.
Merupakan gerakan dengan kontraksi isotonik (konsentrik, eksentrik dan maintained ) dari pola gerak agonis
tanpa diikuti fase rilek yang dikombinasikan dengan ketenangan, terkoordinasi untuk mendapatkan gerak yang
fungsional.
Contoh Dari posisi duduk ke berdiri.
- Konsentrik: Dengan melawan tahanan pada crista iliaca, pasien mengangkat pantatnya.
- Maintained: diam bertahan untuk beberapa saat pada posisi pantat terangkat (setengah berdiri/antara duduk dan berdiri).
- Eksentrik: Melalui crista iliaca, terapis mendorong kembali agar pasien duduk. Pasien secara perlahan menurunkan pantatnya
hingga duduk (dengan melawan tahanan yang diberikan terapis).
- Urutan gerak dapat divariasi.
- Untuk meningkatkan kekuatan pasien, dapat diberikan restretch .
Tujuan
- Belajar pola gerak.
- Belajar gerak fungsional.
- Perbaikan kekuatan otot pada pasien yang mempunyai fase kelemahan pada suatu gerakan.
- Belajar kontraksi eksentrik dan isometrik.
5. TIMING FOR EMPHASIS (PIVOTING)
Adalah suatu bentuk gerakan di mana bagian gerakan yang lemah diberi ekstra stimulasi melalui bagian yang
kuat.
Dibagi menjadi:
1) bagian yang stabil/lebih stabil (bagian yang kuat)
2) bagian yang bergerak (bagian yang lemah)
Cara
3) Bagian yang kuat ditahan pada posisi tertentu.
4) Kemudian bagian yang lemah melakukan gerakkan.
Titik gerak disebut sebagai pivot.
Tujuan
- Penguatan otot bagian dari suatu pola gerak.
- Mobilisasi.
6. HOLD - RELAX
adalah suatu tehnik yang menggunakan kontraksi isometris yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek,
dilanjutkan dengan rileksasi otot tersebut (prinsip reciproke inhibition).
Cara
- Gerakan pasif atau aktif pada pola gerak agonis hingga batas keterbatasan gerak atau hingga LGS dimana nyeri mulai timbul.
- Terapis memberi tahanan meningkat secara perlahan pada pola antagonisnya, pasien mesti melwan tahanan tersebut tanpa
disertai adanya gerakkan. (dengan abaaba…. Pertahankan disini!) .
- Diikuti rileksasi dari pola antagonis tersebut, tunggu hingga benar-benar rileks.
- Gerakkan secara aktif atau pasif ke arah pola agonis.
- Ulangi prosedur tersebut di atas.
- Penguatan pola gerak agonis dengan cara menambah LGS-nya.
Selama fase rileksasi, manual kontak tetap dipertahankan untuk mendeteksi bahwa pasien mampu benar-benar rileks.
Tujuan
- Perbaikan rileksasi pola antagonis.
- Perbaikan mobilisasi.
- Penurunan nyeri. Kapan
- Bila ada nyeri/pasien lebih kuat dibanding terapis.
7. CONTRACT - RELAX
adalah suatu tehnik yang menggunakan kontraksi isotonik yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek,
dilanjutkan dengan rileksasi otot tersebut (prinsip reciproke inhibition).
Cara
- Gerakan pasif atau aktif pada pola gerak agonis hingga batas keterbatasan gerak atau hingga LGS dimana nyeri mulai timbul.
- Pasien diminta menggerakkan ke arah antagonis dengan kontraksi isotonik (dengan aba-aba…. Dorong tangan saya!) .
- Biarkan terjadi gerakan ke 3 arah gerak dengan LGS sedikit (dekat dengan batas gerak).
- Diikuti rileksasi dari pola antagonis tersebut, tunggu hingga benar-benar rileks.
- Gerakkan secara aktif atau pasif ke arah pola agonis.
- Ulangi prosedur tersebut di atas.
- Penguatan pola gerak agonis dengan cara menambah LGS-nya.
- Selama fase rileksasi, manual kontak tetap dipertahankan untuk mendeteksi bahwa pasien mampu benar-benar rileks.
Tujuan
- Perbaikan rileksasi/penguluran pola antagonis.
Kontra indikasi
- Bila ada nyeri (maka gunakan hold-relax).
Perbedaan Hold-relax dan Contract-relax:
adalah suatu tehnik yang menggunakan kontraksi isotonik bergantian antara agonis dan antagonis, tanpa diikuti dengan fase rileks. Fenomena ini
indikasi untuk fungsi normal (misalnya berjalan, memanjat pohon, berolahraga, dll).
Cara
- Gerakan dimulai pada pola gerak yang lebih kuat dan diawali dengan pemberian initiation stretch.
- Tanpa rileksasi, ganti dengan gerakan pada pola gerak yang lebih lemah.
Tanpa rileksasi, ganti dengan gerakan pada pola gerak yang lebih kuat dengan diberi/melawan tahanan atau menambah LGS-nya.
- Tehnik ini selalu diakhiri pada pola gerak yang lebih lemah.
- Gerakan pada pola agonis dan antagonis tidak harus dengan LGS penuh.
- Aba-aba sangat penting, misalnya…. Tarik tangan saya!, … Dorong tangan saya! - Tehnik ini dapat dilakukan dengan gerakan cepat.
Tujuan
- Perbaikan mobilisasi - Menaikkan tingkat rileksasi.
- Memperbesar kekuatan kontraksi.
- Belajar gerakan - Perbaikan koordinasi.
- Meningkatkan daya tahan Perhatian -Tonus/ketegangan otot tidak boleh sampai hilang.
-Tahanan perlahan ditingkatkan saat pergantian, demikian pula dengan LGS-nya.
Kontra indikasi
- Bila gerak aktif terasa nyeri.
Catatan
- Pada Tungkai: Pegangan proksimal tetap/tidak berpindah, pegangan distal berpindah tempat.
- Pada Lengan: Pegangan proksimal berpindah tempat diikuti oleh pegangan distal.
9. STABILIZATION
Tehnik stabilisasi sangat cocok diberikan pada sendi yang mengalami penurunan kemampuan
stabilisasinya.
Tehnik ini tidak hanya dapat diberikan pada berbagai sendi, tetapi juga dapat dilakukan pada
berbagai posisi.
Tehnik ini menggunakan tekanan pada sendi atau ke arah gerak diagonal.
Pemberian tahanan dibangun secara perlahan hingga maksimum dan secara perlahan pula
dikuranginya hingga nol.
Tahanan sekuat mungkin hingga stabilitas tidak tergoyahkan.
Tehnik ini menggunakan quick approximation maupun maintained aproximation.
09/1. STABILIZING REVERZAL
adalah suatu tehnik yang menggunakan kontraksi isotonik bergantian antara agonis dan antagonis, tanpa diikuti dengan fase
rileks,
Cara
- Aktivitas dimulai dengan pemberian aproksimasi pada pola gerak yang kuat.
- Terapis memberi tahanan pada lintas gerak tersebut.
- Aba-aba: … pertahankan disini!
Saat perpindahan letak pegangan, dilakukan bergantian (satu tangan masih memegang saat tangan satunya berpindah pegangan
- Saat pergantian tanpa rileksasi.
- Sertiap pengulangan, tahanan selalu ditambah.
- Tahanan ke arah rotasi sangat penting.
- Awali pada arah yang kuat.
tujuan
untuk meningkatkan stabilitas.
10. RHYTMICHAL STABILIZATION
adalah suatu tehnik stabilisasi yang ritmis, terasa nyaman, menggunakan kontraksi isometrik dari kelompok agonis dan
antagonis.
Cara
- Dimulai pada tempat dimana pasien belum memiliki stabilitas yang bagus.
- Aproksimasi diberikan terus menerus (melalui tangan Terapis atau berat badan pasien).
- Kesempatan pertama diberikan pada pola gerak yang lebih kuat.
- Aba-aba: … pertahankan disini! , tidak boleh terjadi pergerakan maupun rotasi.
- Mulai pada arah gerak yang kuat, tahanan secara perlahan dipindahkan.
- Tahanan secara perlahan ditingkatkan.
- Saat perpindahan, tidak boleh ada aproksimasi yang baru.
- Penahanan oleh pasien tidak boleh dihentikan/diputus.
Tujuan
- Perbaikan stabilitas sendi.
- Perbaikan mobilitas sendi.
- Peningkatan tingkat rileks.
Kontra indikasi
- Keadaan NWB.
POLA GERAK SCAPULA
a. Anterior Elevasi
1. Posisi awal: Pasien berbaring miring membelakangi terapis dengan bahu pada posisi
posterior depresi. Terapis berdiri tepat pada groove dengan satu tungkai di depan, kedua lutut
fleksi.
2. Pegangan: Kedua tangan saling tindih memegang acromion dengan jari-jari lurus.
3. Elongated state: Scapula ditarik ke posterior depresi. Bila kepala pasien ikut ketarik, berarti
arah tarikan benar.
4. Body mechanics: Terapis memberi tahanan terhadap gerakan anterior elevasi pelvis dengan
cara siku lurus dan pembebanan oleh berat badan terapis.
5. Posisi akhir: Pasien menggerakkan bahunya ke arah anterior elevasi, bahu pasien menuju
hidung.
b. Posterior Depresi
1. Posisi awal: Pasien berbaring miring membelakangi terapis dengan bahu pada
posisi anterior elevasi. Terapis berdiri tepat pada groove dengan satu tungkai di
depan dan kedua lutut fleksi.
2. Pegangan: Kedua tangan saling tindih diletakkan pada bagian bawah tepi
lateral scapula, jarijari di bawah spina scapula.
3. Elongated state: Bahu didorong menuju hidung pasien, bila bahu pasien
bergerak berguling, berarti arah gerak adalah benar
4. Body mechanics: Terapis menekuk sikunya saat terjadi gerakan scapula (untuk
memberi tahanan), berat badan difokuskan pada tungkai yang dibelakang.
5. Gerakan : Psien mengerakan scapulanya ke arah dorsal medial. 6. Posisi
akhir: Bahu ke arah dorsal medial menuju punggung bawah.
c. Anterior Depresi
1. Posisi awal: Pasien berbaring miring membelakangi terapis dengan scapula pada posisi
posterior elevasi. Terapis berdiri tepat pada groove dengan satu tungkai di depan dan
kedua lutut fleksi.
2. Pegangan: Kedua siku ditekuk, kedua tangan saling tindih diletakkan pada
m.pectoralis se arah dengan lintasan gerak.
3. Elongated state: Terapis menarik bahu pasien ke arah posterior elevasi tanpa diikuti
rotasi badan.
4. Body mechanics: Saat terjadi gerakan scapula, Terapis mempertahankan kedua
lengannya tetap lurus, berat badan difokuskan pada tungkai yang di depan.
5. Posisi akhir: Bahu bergerak menuju pusar.
d. Posterior Elevasi
1. Posisi awal: Pasien berbaring miring membelakangi terapis dengan bahu pada
posisi anterior depresi. Terapis berdiri tepat pada groove dengan satu tungkai di
depan, kedua lutut fleksi.
2. Pegangan: Kedua tangan saling tindih diletakkan pada tepi trapezius middle.
3. Elongated state: Terapis mendorong bahu pasien ke arah anterior depresi
tanpa diikuti rotasi badan pasien.
4. Body mechanics: Saat terjadi gerakan bahu, Terapis memberi tahanan dengan
kedua lengannya lurus dan berat badan difokuskan pada tungkai yang di
belakang
5. Posisi akhir: Pasien menggerakkan bahunya ke arah posterior elevasi sehingga
dada menjadi lurus.
POLA GERAK PELVIC
a. Anterior Elevasi
1. Posisi awal: Pasien berbaring miring membelakangi terapis. Terapis berdiri tepat
pada groove dengan satu tungkai di depan dan kedua lutut fleksi.
2. Pegangan: Kedua tangan saling tindih dengan sisi ulnar pada spina iliaca anterior
superior (SIAS).
3. Elongated state: Terapis menarik pelvis ke arah posterior depresi tanpa disertai
peningkatan lordosis lumbal pasien karena adanya rotasi badan ke posterior.
4. Body mechanics: Terapis memberi tahanan terhadap gerakan anterior elevasi pelvis
dengan cara siku lurus dan berat badan terapis di fokuskan pada tungkai yang di depan.
5. Posisi akhir: Pasien menggerakkan pelvisnya ke arah anterior elevasi. Badan pasien
menjadi mengkerut tanpa disertai lordosis lumbal.
b. Posterior Depresi
1. Posisi awal: Pasien berbaring miring membelakangi terapis. Terapis berdiri
tepat pada groove dengan satu tungkai di depan dan kedua lutut fleksi.
2. Pegangan: Kedua tangan saling tindih diletakkan pada bawah tuber
ischiadicum.