Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH FARMASI

OLEH:
APT. ISMA OKTADIANA, S. FARM., M. FARM.
Definisi
Farmasi  PHARMACON (Yunani) Arti : obat atau racun
Farmasi : profesi kesehatan yang meliputi kegiatan di bidang penemuan, pengembangan,
produksi, pengolahan, peracikan, informasi obat dan distribusi obat.
Perkembangan Ilmu Farmasi
Ilmu pengobatan tradisional berkembang di Cina, Yunani,
Timur-Tengah dan wilayah Asia.
Dimiliki turun temurun dalam keluarga Cina tabib dan
Yunani pendeta.
Asclepius (Dewa Pengobatan) menugaskan Hygieia untuk
meracik campuran obat yang ia buat. Hygieiaapoteker
(Inggris : apothecary)
Perkembangan Farmasi
Tahun 2735 SM  Buku pengobatan pertama ditulis (Cina)
Tahun 400 SM  Sekolah kedokteran (Yunani)Hipocrates
Tahun 1240  Maklumat Kaisar Frederick II (Roma) perbedaan peran herbalist dan kedokteran.
Masing-masing ahli ilmu mempunyai keinsyafan, standar etik, pengetahuan, dan keterampilan
sendiri-sendiri yang berbeda dengan ilmu lainnya. Sejarah baru perkembangan ilmu farmasi
sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
B. Sejarah Farmasi dalam Islam
”Setiap penyakit pasti ada obatnya.” Sabda Rasulullah SAW yang begitu populer di kalangan
umat Islam itu tampaknya telah memicu para ilmuwan dan sarjana di era kekhalifahan untuk
berlomba meracik dan menciptakan beragam obat-obatan. Pencapaian umat Islam yang begitu
gemilang dalam bidang kedokteran dan kesehatan di masa keemasan tak lepas dari keberhasilan
di bidang farmasi.
Di masa itu para dokter dan ahli kimia Muslim sudah berhasil melakukan penelitian ilmiah
mengenai komposisi, dosis, penggunaan, dan efek dari obat-obat sederhana serta campuran.
Menurut Howard R Turner dalam bukunya Science in Medievel Islam, umat Islam mulai
menguasai farmasi setelah melakukan gerakan penerjemahan secara besar-besaran di era
Kekhalifahan Abbasiyah. Salah satu karya penting yang diterjemahkan adalah “De Materia
Medica” karya Dioscorides. Selain itu para ilmuwan Muslim juga melakukan transfer
pengetahuan tentang obat-obatan dari berbagai naskah yang berasal dari Suriah, Persia, India,
serta Timur. Karya-karya terdahulu itu telah membuat para ilmuwan Islam terinspirasi untuk
melahirkan berbagai inovasi dalam bidang farmasi. ”Kaum Muslimin telah menyumbang banyak
hal dalam bidang farmasi dan pengaruhnya sangat luar biasa terhadap Barat,” papar Tuner.
Betapa tidak, para sarjana Muslim di zaman kejayaan telah memperkenalkan adas manis, kayu manis, cengkeh,
kamper, sulfur, serta merkuri sebagai unsur atau bahan racikan obat-obatan. Menurut Turner umat Islam-lah yang
mendirikan warung pengobatan pertama. Para ahli farmasi Islam juga termasuk yang pertama dalam mengembangkan
dan menyempurnakan pembuatan sediaan sirup dan salep.
Pada mulanya, ilmu farmasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ilmu kedokteran. Dunia farmasi
profesional secara resmi terpisah dari ilmu kedokteran di era kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah. Terpisahnya farmasi
dari kedokteran pada abad ke-8 M, membuat profesi farmasis menjadi profesi yang independen dan farmasi sebagai
ilmu yang berdiri sendiri.
Dalam praktiknya, farmasi melibatkan banyak praktisi seperti herbalis, kolektor, penjual tumbuhan & rempah-
rempah untuk obat-obatan, penjual dan pembuat sirup, kosmetik, air aromatik, serta apoteker yang berpengalaman.
Merekalah yang kemudian turut mengembangkan farmasi di era kejayaan Islam.

Setelah dinyatakan terpisah dari ilmu kedokteran, beragam penelitian dan pengembangan dalam bidang farmasi atau
saydalah (bahasa Arab) kian gencar dilakukan. Pada abad itu, para ilmuwan Muslim secara khusus memberi perhatian
untuk melakukan investigasi atau pencarian terhadap beragam produk alam yang bisa digunakan sebagai obat-obatan
di seluruh pelosok dunia Islam.
Di zaman itu, toko-toko obat bermunculan bak jamur di musim hujan. Toko obat yang banyak
jumlahnya tak cuma hadir di kota Baghdad – kota metropolis dunia di era kejayaan Abbasiyah –
namun juga di kota-kota Islam lainnya. Para ahli farmasi ketika itu sudah mulai mendirikan apotek
sendiri. Mereka menggunakan keahlian yang dimilikinya untuk meracik, menyimpan, serta
menjaga aneka obat-obatan. Pemerintah Muslim pun turun mendukung pembangunan di bidang
farmasi. Rumah sakit milik pemerintah yang ketika itu memberikan perawatan kesehatan secara
cuma-cuma bagi rakyatnya juga mendirikan laboratorium untuk meracik dan memproduksi aneka
obat-obatan dalam skala besar.
Keamanan obat-obatan yang dijual di apotek swasta dan pemerintah diawasi secara ketat. Secara
periodik, pemerintah melalui pejabat dari Al-Muhtasib – semacam badan pengawas obat-obatan –
mengawasi dan memeriksa seluruh toko obat dan apotek. Para pengawas dari Al-Muhtasib secara
teliti mengukur akurasi berat dan ukuran kemurnian dari obat yang digunakan.
Pengawasan yang amat ketat itu dilakukan untuk mencegah penggunaan bahan-bahan yang
berbahaya dalam obat. Semua itu dilakukan semata-mata untuk melindungi masyarakat dari bahaya
obat-obatan yang tak sesuai dengan aturan. Pengawasan obat-obatan yang dilakukan secara ketat
dan teliti yang telah diterapkan di era kekhalifahan Islam mestinya menjadi contoh bagi negara-
negara Muslim, khususnya Indonesia.
Seperti halnya di bidang kedokteran, dunia farmasi profesional Islam telah lebih unggul lebih dulu dibandingkan
Barat. Ilmu farmasi baru berkembang di Eropa mulai abad ke-12 M atau empat abad setelah Islam menguasainya.
Karena itulah, Barat banyak meniru dan mengadopsi ilmu farmasi yang berkembang terlebih dahulu di dunia Islam.
Umat Islam mendominasi bidang farmasi hingga abad ke-17 M. Setelah era keemasan perlahan memudar, ilmu
meracik dan membuat obat-obatan kemudian dikuasai oleh Barat. Negara-negara Eropa menguasai farmasi dari aneka
Risalah Arab dan Persia tentang obat dan senyawa obat yang ditulis para sarjana Islam. Tak heran, bila kini industri
farmasi dunia berada dalam genggaman Barat.
Jadi pengaruh kaum Muslim pada zaman itu dalam bidang kefarmasian di dunia Barat begitu besar. Hal itu
tercermin dalam kembalinya minat terhadap pengobatan natural yang begitu populer dalam pendidikan kesehatan saat
ini.
C. Tokoh Islam Utama Bidang Farmasi
1. Yuhanna bin Masawayh (777 - 857)
Beliau adalah anak seorang ahli farmasi (dikenal sebagai apoteker). Beliau terkenal melalui tulisannya
dalam bahasa Arab tentang meteria medica dan rawatan. Salah satu daripadanya berjudul al-Mushajjar al-
Kabir yang menyusun daftar penyakit serta obat-obatnya dan juga pola makanan yang berkaitan. Malah
beliau menyatakan bahwa para dokter yang boleh menyembuhkan penyakit dengan hanya melalui
pengaturan pola makan tanpa penggunaan obat adalah yang paling berjaya dan beruntung. Masawayh juga
mengusulkan penggunaan beberapa tumbuhan terkenal untuk meningkatkan sistem pertahanan tubuh
terhadap penyakit. Beliau menyeru para dokter agar menggunakan hanya satu obat untuk satu penyakit
berdasarkan prinsip empiriks dan analogi.
Bahan yang banyak digunakan dalam terapi perobatan Arab adalah kamfora. Menurut Masawayh bahan ini
berasal dari China dan dibawa ke Arab melalui perdagangan dengan India dan Parsi. Menurutnya lagi,
sandalwood yaitu bahan yang digunakan untuk menghasilkan minyak wangi, baik yang jenis kuning, putih
atau merah juga datang dari India. Bahan-bahan seperti ini digunakan dalam sediaan farmasi Islam pada
abad ke-8 (atau lebih awal lagi) dan lewat ini istilah farmasi terbentuk dalam Islam. Pada masa itu,
Masawayh dikenal sebagai dokter dari beberapa khalifah, di ibukota Abbasiah selama hampir empat
dekade. Beliau juga merupakan dokter Islam yang pertama mendirikan sekolah tinggi farmasi swasta Arab.
2. Abu Hasan Ali bin Sahl Rabban al-Tabari
Beliau dilahirkan pada 808, sahabat dari Masawayh. Pada usia 30 tahun beliau
diperintahkan untuk ke kota Samarra oleh Khalifah Mu'tasim (833-842) untuk mengabdi
sebagai dokter. Tabari menulis banyak buku kedokteran, yang terkenal adalah Syurga
Hikmah yang membicarakan tentang tingkah laku manusia, kosmologi, embriologi,
psikoterapi, kebersihan, pola makan dan penyakit (akut dan kronik) serta cara
merawatnya. Buku ini juga memuat kisah-kisah kedokteran abstrak serta petikan dari
referens yang berbahasa India. Bukunya juga mengandung beberapa bab tentang meteria
medika, makanan biji-bijian, kegunaan terapeutik hewan serta organ-organ burung dan
juga campuran obat-obatan termasuk cara membuatnya.
Tabari juga menyarankan agar nilai terapeutik setiap obat digunakan berdasarkan tujuan-
tujuan tertentu dan dokter harus pandai membuat pilihan yang terbaik.Beliau pernah
menguraikan dengan terperinci penggunaan sesuatu bahan sebagai bahan terapeutik,
termasuk cara-cara menyimpannya sambil memperingatkan tentang bahaya yang ada
pada bahan tersebut. Contohnya peringatan terhadap penggunaan satu mithqal (lebih
kurang 4 gram) candu bisa menyebabkan tidur ataupun maut.
3. Sabur ibnu Sahl (wafat 869 M)
Beliau merupakan orang pertama menulis formula pertama dalam sejarah Islam.
Formula ini dikenali sebagai Agradadhin. Sabur meninggal dunia pada 869 M.
Dalam tulisannya, beliau memberikan resep kedokteran tentang kaedah dan
teknik meracik obat, tindakan farmakologinya, dosis-dosisnya untuk setiap
sekali pengunaan. Formula-formula obat ini disusun berdasarkan jenis sediaan:
tablet, serbuk, salap, sirup dan sebagainya. Banyak dari resep-resep ini
menunjukkan persamaan dengan dokumen dari Asia Barat dan Yunani-Roman.
Formula ini ditulis untuk ahli-ahli farmasi di apotik ataupun di rumah sakit.
Oleh karena itu, hampir selama 200 tahun formula ini digunakan sebagai
panduan ahli farmasi di seluruh dunia Islam. Tulisan Sabur ini merupakan satu
langkah penting dalam sejarah farmakope dan banyak disalin serta ditiru dalam
buku kedokteran Arab selanjutnya.
4. Zayd Hunayn b. Ishaq al-Ibadi (809-873)
Sumbangan beliau tidak kurang pentingnya kepada praktek farmasi dan kedokteran Arab.Beliau adalah
anak dari seorang apoteker. Hunayn diantar ke Baghdad, yang pada masa itu merupakan pusat pendidikan
Islam terpenting untuk mengikuti pendidikan dalam perawatan. Beliau kemudian ke Syria, Mesir dan
negara sekitarannya untuk mendalami lagi latihannya. Setelah beliau kembali ke Baghdad, beliau sudah
mahir tentang asal-usul perubatan Yunani khususnya yang diterjemahkan dalam Bahasa Syria.
Hunayn memainkan peranan yang penting dalam penterjemahan atau penentuan ketepatan terjemahan yang
dilakukan (termasuk penulis Hippocrate, Gelen dan penulis Yunani lain) di samping menulis buku-bukunya
sendiri. Sumbangannya menjadi lebih terasa pada tahun 830 M, Khalifah al-Ma'mun mendirikan satu
institusi sains (bait al-Hikmah) untuk tujuan penyelidikan dan penterjemahan bahan-bahan Yunani ke
dalam bahasa Arab. Hunayn menjadi pembimbing pusat kajian ini dan dalam masa 40 tahun, beliau
menterjemahkan dan mewujudkan istilah serta rangkaian kata yang digunakan untuk tujuan praktek
kedokteran dan pengajaran.
Antara buku dan tulisan Hunayn adalah tentang aspek kebersihan mulut, pecuci dan penggunaan bahan-
bahan pergigian. Beliau terkenal sebagai penulis Arab pertama yang melakukan hal ini. Beliau juga yang
menemukan bahan-bahan makanan dan minuman yang dianggap dapat merusak gigi. Hunayn juga
mengusulkan pembersihan gigi, khususnya selepas makan seperti yang dianjurkan dalam kedokteran
moderen. Tulisannya yang lain termasuklah tentang nilai gizi dan pemakanan, tentang mandi, terapi gizi
secara umum dan juga tentang bunga mawar serta obat-obatan tertentu.
5. Abu Ar-Rayhan Al-Biruni (973 M – 1051 M)
Al-Biruni mengenyam pendidikan di Khwarizm. Beragam ilmu pengetahuan dikuasainya,
seperti astronomi, matematika, filsafat dan ilmu alam. Ia memulai melakukan eksperimen
ilmiah sejak remaja. Ilmuwan Muslim yang hidup di zaman keemasan Dinasti Samaniyaah
dan Ghaznawiyyah itu turut memberi kontribusi yang sangat penting dalam farmasi.
Melalui kitab As-Sydanah fit-Tibb, Al-Biruni mengupas secara lugas dan jelas mengenai
seluk-beluk ilmu farmasi. Kitab penting bagi perkembangan farmasi itu diselesaikannya
pada tahun 1050 M – setahun sebelum Al-Biruni tutup usia. Dalam kitab itu, Al-Biruni tak
hanya mengupas dasar-dasar farmasi, namun juga meneguhkan peran farmasi serta tugas
dan fungsi yang diemban seorang ahli farmasi.
6. Abu Jafar Al-Ghafiqi (wafat 1165 M)
Ilmuwan Muslim yang satu ini juga turut memberi kontribusi dalam pengembangan
farmakologi dan farmasi. Sumbangan Al-Ghafiqi untuk memajukan ilmu tentang
komposisi, dosis, meracik dan menyimpan obat-obatan dituliskannya dalam kitab Al-Jami
Al-Adwiyyah Al-Mufradah. Risalah itu memaparkan tentang pendekatan dalam
metodelogi, eksperimen, serta observasi dalam farmakologi dan farmasi.
7. Al-Razi
Sarjana Muslim yang dikenal di Barat dengan nama Razes itu juga ikut andil dalam membesarkan bidang
farmasi. Ilmuwan Muslim serba bisa itu telah memperkenalkan penggunaaan bahan kimia dalam pembuatan
obat-obatan.
8. Ibnu Sina
Dalam kitabnya yang fenomenal, Canon of Medicine, Ibnu Sina juga mengupas tentang farmasi. Ia
menjelaskan lebih kurang  700 cara pembuatan obat dengan kegunaannya. Ibnu Sina menguraikan tentang
obat-obatan yang sederhana.
9. Al-Zahrawi
Bapak ilmu bedah modern ini juga ikut andil dalam membesarkan farmasi. Dia adalah perintis pembuatan
obat dengan cara sublimasi dan destilasi.
Perkembangan Obat Baru
Tahun 1897 Felix Hoffman menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan lima atom ekstra
karbon dan lima atom ekstra hidrogen ke dalam sari pati kulit kayu willow, asetosal. Industri obat (BAYER)
Pendrobakan sejati dicapai  penemuan dan penggunaan obat-obat kemoterapetik, sulfanilamid (1935)
dan penisilin. Pada (1940) Perang Dunia II  penemuan obat secara massal, obat TBC, hormaon steroid,
dan kontrasepsi serta antipsikotika.
Indonesia  Tahun 1896 berdiri industri Kina di Bandung, Terus berkembang tahun 1950, pemerintah
mengipor produk farmasi ke Indonesia, seperti industri farmasi seperti Kimia Farma, Indofarma, Biofarma,
dan lainnya.
Terima Kasih 

Anda mungkin juga menyukai