Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LINTASAN SEJARAH KEFARMASIAN di INDONESIA

PENDAHULUAN
Sejarah kefarmasian di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sejarah
tradisi pengobatan di dunia. Tradisi ini telah berjalan ribuan tahun
bahkan diperkirakan telah bersamaan dengan keberadaan manusia di
alam semesta. Pengetahuan tabib dan pengobatan berkembang di
Yunani, Mesir, Cina, India dan berbagai wilayah di Asia (1).

Pada awalnya kemampuan mengobati dan meracik obat dipegang oleh


satu orang dan praktiknya tidak didasarkan atas pengetahuan anatomi,
farmakologi dan ilmu farmasi lainnya. Ilmu Pengobatan dijalankan
secara spekulatif, dipengaruhi oleh tahyul dan perdukunan (occultism).
Di Yunani pada saat itu, pendeta dianggap orang yang mampu menjaga
kesejahteraan rohani da jasmani rakyat. Lambat laun peran ini diambil
tabib, yang memperoleh ilmu pengobatan secara intuitif dan empiris(1).

Pada tahun 400 SM berdiri sekolah kedokteran dengan alumninya yang


terkenal, Hippocrates. Hippocrates merasionalisasikan ilmu pengobatan
dan meningkatkan profesi tabib pada taraf etik yang tinggi. Kemuduian
muncul tokoh Yuinani lain bernama Galenus, seorang ahli meracik obat
dari sari pati tumbuhan, sehingga keterampilan meraci obat dari sari
pati tumbuhan ini kemudian dikenal dengamn istilah Galenika (1).

Pada tahun 1240 Kaisar Frederick II mengeluarkan maklumat untuk


memisahkan ilmu farmasi dan kedokteran, sehingga masing-masing ahli
mempunyai kesadaan, standar etik, pengetahuan dan keterampilan
sendiri. Denagan makluimat ini maka keahlian farmasi menjadi profesi
resmi yang terpisah dari kedokteran, namun tetap mempunyai tujuan
yang sama menolong orang sakit dan meningatkan kesehatan manusia
(1).

Sejarah Farmasi modern dimulaii tahun 1897, saat Felix Hoffmann


menemukan cara menambahkan dua atom ekstra carbon dan lima atom
ekstra hidrofen ke dalam ekstrak (sari pati) kulit kayu Willow sehingga
menghasilkan Acetylsalicylic acid (astosal) yang selanjutnya dikenal
dengan aspirin. Untuk mengembangkan profuk ini didirikan perusahaan
farmasi modern pertama di dunia, yaitu Bayer (The economist, Februari
1988, diambil dari Format Industri Farmasi Indonesia, Amir Hamzah
Apne)

Pengaruh Arab dan Islam

FARMASI Arab ataupun lebih khusus lagi dikenali sebagai saydanah


merupakan satu bentuk profesi yang agak asing dibanding kedokteran
sejak awal abad ke-19 lagi. Ini adalah pertama kali dalam sejarah,
farmasi laksanakan secara terpisah dari profesi kesehatan yang lain.

9
Aspek dan pengaruh Arab ini selalunya tidak dinyatakan dalam
kebanyakan penulisan barat tentang sejarah kedokteran dan farmasi.
Sedangkan pada hakikatnya pencapaian sains dan budaya dunia Arab
begitu banyak mempengaruhi profesi serta sumbangan pustaka farmasi
di barat yang wujud sehingga hari ini (4).

Dalam abad yang ke-19 kedai-kedai farmasi mulai dibangun dan


jumlahnya mulai meningkat di kota-kota seperti Baghdad serta
sekitarnya. Kebanyakan kedai ini adalah kepunyaan perseorangan dan
banyak pula di antara mereka yang mempunyai ilmu tentang farmasi
baik dari segi mencuci, menyimpan ataupun mengawetkan obat-obatan.
Rumah sakit-rumah sakit di negara ini bukan saja mempunyai
farmasinya sendiri, tetapi juga obat-obatan jenis sirup, salep dan bentuk
sediaan farmasi lain dapat dihasilkan secara agak besar-besaran.
Tempat-tempat ini juga sering dikunjungi oleh pegawai-pegawai yang
dilantik oleh kerajaan (Muhtasib) ataupun pembantunya untuk
menentukan bahwa obat-obatan yang dikeluarkan adalah suci, baik dan
tepat dari segi kandungan dan ukurannya. Ini bertujuan untuk
memastikan produk tersebut dapat dicegah dari berbagai penipuan dan
melindungi orang banyak apabila menggunakannya (4).

Perkembangan yang berlaku pada ketika itu bolehlah dianggap sebagai


satu fasa sejarah Islam yang paling kaya dengan perkembangan
intelektual. Keadaan ini berlarutan hingga empat abad lamanya. Garis
panduan tentang meteria medika serta arahan untuk farmasi bekerja
dan mengurus kedainya berkembang dengan pesat. Ini dapat dilihat
dengan adanya beberapa cendiakiawan yang berperanan membentuk
asosiasi farmasi ketika itu.

Beberapa tokoh Farmasi dalam dunia Islam

YUHANNA B. MASAWAYAH (777-857)


Penulisan termasyhur:al-Mushajjar al-Kabir menguraikan
tentang penyakit serta pengobatannya.
Mengenalkan penggunaan tumbuhan untuk
meningkatkan pertahanan tubuh.

Pada zamannya lahir istilah seperti al-Saydanani dan al-


Saydalani yang berkaitan dengan sandalwood.
ABU HASAN ALI B. SAHL RABBAN AL-TABARI (808)
Penulisan termasyhur: Syurga Hikmah- mengupas
tentang prilaku manusia, kosmologi, embriologi dan
psikoterapi, kebersihan, pemakanan dan penyakit serta
pengobatannya.

Beliau memperkenalkan terapeutik setiap obat yang


digunakan mengikut kasus-kasus tertentu.
SABUR B. SAHL

10
Penulisan termasyhur: al-Agradadhin meliputi resep
kedokteran tentang kaedah dan teknik meracik obat,
tindakan farmakologi dan dosis-dosis serta cara
penggunaannya.

Menulis formula pertama dalam sejarah Islam yang


terdapat dalam al-Agradadhin di mana hampir 200
tahun formula ini dijadikan panduan oleh ahli-ahli
farmasi di seluruh dunia Islam.

PERKEMBANGAN BIDANG FARMASI DI EROPA

SELEPAS runtuhnya kekaisaran Romawi, perkembangan kedokteran dan


farmasi masih agak gelap. Tidak banyak kemajuan dibandingkan
dengan apa yang telah dipelajari di dunia Arab dan Islam sebelumnya.
Malah Eropa kembali kepada cara-cara pengobatan lama yang
berasaskan kepada tahyul dan kepercayaan kuno. Perkembangan sains
baru seperti mana yang telah berlaku dalam dunia Arab dan Islam tidak
langsung kentara dan agak terpencil. Namun terdapat satu golongan
pendeta yang agak berminat untuk menggali khazanah ilmu lama yang
tersimpan dalam gereja-gereja. Salah seorang dalam golongan ini
dikenali sebagai Cassiodarus. Di dalam satu dari gereja yang
didirikannya, pendeta tersebut mengkaji dan menyalin manuskrip lama.
Disinilah mereka mulai berkenalan dengan penulisan kedokteran
terdahulu. Kemudian muncul beberapa gereja yang turut menjalani
aktivitas yang sama, baik dalam bahasa Latin, Yunani maupun Arab.
Melalui ini, terbitlah kesusteraan dalam bahasa lain seperti Inggeris
kuno, Perancis dan Jerman di samping memberi sumbangan kepada
farmasi melalui penanaman taman-taman herba.

Walau bagaimanapun, sikap orang-orang barat tentang farmasi dan


terapi obat-obatan berubah dengan begitu kentara sekali ketika
penulisan-penulisan orang Arab dan Yunani mulai tersebar luas di Eropa
Barat secara menyeluruh.

Di Kota Montpellier, Perancis sekitar tahun 1180 terdapat satu ikrar


yang dikenakan kepada sekumpulan ahli-ahli farmasi pada ketika itu.
Ikrarnya berkaitan dengan aktivitas ahli farmasi dalam mengawasi obat-
obatan. Di Itali juga antara tahun 1231 dan 1240, Kaisar Frederick II
mengeluarkan suatu maklumat (Contitutiones) yang dikenal sebagai
Magna Carta Farmasi. Ini semua menampakkan susunan serta aturan
yang mulai timbul dalam mengarahkan bidang farmasi pada masa itu.

Dalam konstisusi itu juga menetapkan fungsi ahli farmasi, kaitannya


dengan ahli kedokteran serta tanggungjawab moral mereka.
Contitutiones itu akhirnya meliputi keseluruhan Eropa dalam usaha
melindungi orang awam, di mana kedai dan bidang farmasi dikenakan

11
pengawasan resmi seperti yang dilakukan di dunia Arab-Islam. Kedai-
kedai farmasi di Eropa pada masa itu telah menampakkan pengaruh
Arab walaupun nama panggilannya berlainan. Bahan-bahan yang dijual
terdiri dari berbagai jenis, tidak tergantung kepada materia medika
Yunani, Roman atau Arab saja. Terdapat juga beberapa jenis racikan lain
yang dikembangkan dari dongeng maupun sihir barat pada zaman itu.

Pada ketika itu, tumbuh juga persatuan-persatuan farmasi di mana ahli


kedokteran dan ahli farmasi bergabung secara bersama. Ada juga
kesatuan yang ahli farmasi dengan pedagang rempah. Mereka lebih
lebih dikenal dengan nama panggilan yang berbeda seperti
apothecarius, especiador, especier, speziale, spicer maupun pepper.

Di Inggris mereka bergabung dengan penjual lada hitam dan rempah-


rempah dan dikenali sebnagai "Company of Grocers". Tujuannya adalah
supaya masing- masing dapat mewujudkan monopoli di sebuah bandar
sekaligus melindungi perniagaan mereka dari segi pemantauan harga
serta mutu barang yang dijual. Ia juga bertujuan mengawasi pelatihan
serta menetapkan peraturan bagi siapa yang ingin melibatkan diri di
dalam bidang tersebut. Di Itali misalnya pada pertengahan abad ke-14,
kesatuan farmasi dimonopoli untuk lebih kurang 200 barang termasuk
buku dan lilin. Ini menunjukkan betapa sukarnya mencari nafkah melalui
urusan perniagaan obat-obatan.

Pada tahun 1617 terbentuklah Persatuan Ahli Apoteker atau Society of


Apothecaries. Dalam dua abad yang kemudian, pemisahan di antara
kedokteran dan farmasi pula berlaku. Serentak dengan itu golongan
yang dikenali sebagai druggist dan chemist mulai berperanan aktif
sebagai ahli obat-obatan. Mereka ini kemudiannya menjadi pemborong
dan akhirnya pedagang obat-obatan. Pada pertengahan abad yang ke-
18, satu organisasi baru di bawah naungan Pharmaceutical Society pula
diwujudkan. Dengan itu wujudlah farmasi sebagai satu disiplin khasnya
di Inggris dan Eropa.

Pemisahan farmasi dengan kedokteran dan menjadikannya satu bidang


disiplin tersendiri memang telah diduga. Satu-satunya peristiwa yang
mangarah kepada perkembangan tersebut adalah karya seorang yang
bernama Paracelsus. Beliau merupakan seorang ahli kedokteran, ahli
falsafah, ahli kimia dan ahli nujum Swiss pada abad yang ke-16.
Sumbangan terbesarnya adalah mengutarakan beberapa prinsip baru
tentang jasad manusia yang jauh lebih tepat dibanding dengan teori
sebelumnya. Paracelsus memberi pengertian baru kepada pemahaman
penyakit dan terapi menggunakan obat-obatan.

Berbagai racikan mengeni obat mulai berkembang, seperti tingtur dan


ekstrak. Paracelsus juga memperkenalkan logam-logam seperti logam
berat: raksa, plumbum, kuprum emas dan besi sebagai bahan obat
melalui pendekatan serta teknik ekstraksi yang berlainan. Ia juga

12
mempunyai hubungan yang dekat dengan Budaya Arab-Islam melalui
pendalaman beliau dalam bidang kimia.

Walaupun Paracelsus telah meninggal dunia (1541 M), namun


pengaruhnya tetap kuat dan menggeser pengaruh Galen(ik).

Perkembangan lain yang perlu diketahui adalah terbitnya buku panduan


farmasi (sekarang dikenal dengan monogram Farmakope). Salah
satunya didasarkan atas hasil tulisan Saladin (Ilmuwan Arab),
misalnya Lumen apothercariocum (`Cahaya Kedai Apoteker') yang
dicetak di Itali pada tahun 1492. Buku ini kemudiannya diperluaskan
menjadi Luminare majus oleh seorang ahli farmasi bernama Jacobus
Manliis de Bosco.

Luminare majus ini lebih banyak digunakan dan sekarang lebih dikenal
sebagai `farmakopia,' (Farmakope), kadangkala dipanggil dengan nama
dispensatorium (tetapi ia tidak popular lagi). Ini merupakan hasil kerja
baik individu maupun sekelompok penulis ataupun organisasi farmasi
serta kedokteran.

Farmakopia pertama adalah Dispensorium pharmacopolarium.


Penggunaan farmakopia hingga hari ini menjadi suatu yang dibutuhkan
dalam bidang farmasi, khususnya untuk formulasi obat.

Mulai abad ke-19, yang disertai dengan kepesatan pencapaian sains


dan teknologi secara umum, bidang farmasi terus berkembang. Malah
berbagai bidang keahlian mulai diperkenalkan seperti bidang kimia
farmasi, farmakognosi, farmakologi dan mikrobiologi. Berikutnya
timbulnya revolusi industri di Eropa juga memunculkan bidang baru
seperti teknologi farmasi atau farmasi industri.

Bidang-bidang keahlian di atas salaing berkaitan dan bersama-sama


dengan pengetahuan sains serta kedokteran terus menyokong farmasi
sebangai satu bidang profesial. Semua bidang keahlian ini hingga
sekarang merupakan keahlian inti yang dikembangkan oleh setiap
Perguiruan Tnggi Farmasi, termasuk di Indonesia.

SEJARAH KEFARMASIAN INDONESIA.

Untuk mengetahui perkembangan kefarmasian di Indonesia, berikut ini


kami kutip (tanpa edit) artikel dari Mantan Dirjen POM Indonesia, DR.
Midian Sirait.

Pengetahuan Farmasi sebagai profesi di Indonesia sebenarnya relatif


masih "muda" dan baru dapat berkembang secara berarti setelah masa
kemerdekaan. Pada zaman penjajahan, baik pada masa pemerintahan
Hindia Belanda maupaun masa pendudukan Jepang, kefarmasian di

13
Indonesia pertumbuhannya sangat lambat dan profesi farmasi masih
belum dikenal secara luas oleh masyarakat.

Sampai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, tenaga-tenaga


farmasi Indonesia pada umumnya terdiri dari asisten apoteker dengan
jumlah relatif sangat sedikit. Tenaga-tenaga apoteker pada masa
penjajahan umumnya berasal dari Denmark, Austria, Jerman dan
Belanda.

Disekitar perang kemerdekaan, kefarmasian di Indonesia mencatat


sejarah yang sangat berarti yakni dengan didirikannya Perguruan Tinggi
Farmasi di Klaten pada tahun 1946 dan di Bandung pada tahun 1947.

Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang


kemerdekaan ini pada kenyataannya mempunyai andil yang besar bagi
perkembangan sejarah kefarmasian pada masa-masa berikutnya.

Dewasa ini, kefarmasian di Indonesia telah tumbuh dan berkembang


dengan dimensi yang cukup luas dan mantap. Industri farmasi di
Indonesia dengan dukungan teknologi yang cukup modern, telah
mampu memproduksi obat dalam jumlah yang besar dengan jaringan
distribusi yang cukup luas. Sebagian besar (90%) kebutuhan obat
nasional, telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi dalam negeri.
Demikian pula peranan profesi farmasi dalam pelayanan kesehatan
telah semakin berkembang dan sejajar dengan profesi-profesi kesehatan
lainnya.

1. Pada zaman penjajahan sampai perang kemerdekaan.


Tonggak sejarah kefarmasian di Indonesia pada dasarnya diawali
dengan pendidikan asisten apoteker pada masa pemerintahan
Hindia Belanda. Pendidikan asisten apoteker semulai dilakukan
ditempat kerjanya yaitu di apotek oleh apoteker yang mengelola
dan memimpin sebuah apotek. Setelah calon asisten apoteker telah
bekerja dalam jangka waktu tertentu di apotek dan dianggap
memenuhi syarat, maka diadakan ujian pengakuan yang
diselenggarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Menurut catatan yang ada, asisten apoteker Warga Negara Belanda
lulusan Indonesia yang pertama adalah pada tahun 1906 yang diuji
di Surabaya. Warga Negara Indonesia asli tercatat sebagai lulusan
pertama pada tahun 1908 yang diuji di Surabaya dan lulusan kedua
terjadi pada tahun 1919 yang diuji di Semarang.

Dari buku Verzameling Voorschriften tahun 1936 yang dikelurkan


oleh DVG dapat diketahui bahwa Sekolah Asisten Apoteker didirikan
dengan Surat Keputusan Pemerintah tanggal 7 Oktober 1918 nomor
38, yang kemudian diubah dengan surat keputusan tanggal 28
Januari 1923 nomor 15 (Stb. no.50) dan 28 Juni 1934 nomor 45 (Stb
392) dengan nama "Leergang voor de opleiding van apotheker-
bedienden onder den naam van apothekers-assistenschool".

14
Peraturan ujian asisten apoteker dan persyaratan izin kerja diatur
dalam surat keputusan Kepala DVG tanggal 16 Maret 1933 nomor
8512/F yang kemudian diubah lagi dengan surat keputusan tanggal
8 September 1936 nomor 27817/F dan tanggal 6 April1939 nomor
11161/F.
Dalam peraturan tersebut antara lain dinyatakan bahwa
persyaratan untuk menempuh ujian asisten apoteker ialah harus
berijazah Mulo Bagian B, surat keterangan bahwa calon telah
melakukan pekerjaan kefarmasian secara terus menerus selama 20
bulan dibawah pengawasan seorang apoteker di Nederland atau di
Indonesia yang memimpin sebuah apotek atau telah mengikuti
pendidikan asisten apoteker di Jakarta. Dengan adanya peraturan
itu pula maka ujian hanya diselenggarakan di Jakarta, tidak lagi di
Surabaya dan Semarang. Setelah didirikan Sekolah Asisten
Apoteker tersebut, lulusan asisten apoteker sedikit meningkat rata-
rata 15 orang setahun bahkan pada tahun 1941 tercatat lulusan
asisten apoteker sebanyak 23 orang. Sebelum dibentuk sekolah
tersebut setahun rata-rata hanya 5 orang yang kesemuanya berasal
dari pendidikan praktek di apotek.

Disekitar tahun 1930-an ditetapkan beberapa peraturan perundang-


undangan kefarmasian yang cukup penting antara lain :

1. Undang Undang Obat Bius tanggal 12 Mei 1927 (ST 1927 No.
278) diubah dengan St 1949 No. 335.
2. Ordonansi Loodwit tanggal 21 Desember 1931 nomor 28 (Stb.
509).

3. Ordonansi Pemeriksaan Bahan Bahan Farmasi tanggal 12


Desember 1936 No. 19 (Stb No. 660).

Pada masa penjajahan Hindia Belanda sampai perang kemerdekaan


jumlah pabrik farmasi maupun apotek sangat sedikit sekali.

Pabrik farmasi yang tercatat pada periode itu antara lain ialah
Pabrik Kina dan Instituut Pasteur yang memproduksi sera dan
vaksin, keduanya di Bandung serta Pabrik Obat Manggarai di
Jakarta. Sedangkan apotek pada umumnya hanya terdapat di Jawa
dan beberapa kota besar di Sumatera. Pada tahun 1937 jumlah
apotek di seluruh Indonesia tercatat 76 apotek. Fungsi apotek pada
periode itu disamping melakukan peracikan dan penyerahan obat
melakukan pula produksi dan distribusi obat.

Pada sekitar perang Dunia Ke II terutama ketika invasi Jepang sudah


mendekati Indonesia, tenaga-tenaga apoteker banyak yang
melarikan diri ke Australia sehingga mengakibatkan banyak apotek
kehilangan pimpinan.

15
Adanya kenyataan ini maka pada tahun 1944 Gubernur Jenderal
Hindia Belanda mengeluarkan suatu peraturan yang memberikan
hak kepada seorang dokter untuk memimpin sebuah apotek yang
ditinggalkan apotekernya, disamping peraturan apotek - dokter
yang telah ada yang memperbolehkan seorang dokter untuk
membuka apotek - dokter di daerah yang belum mempunyai
apotek.

Pada zaman pendudukan Jepang mulaii dirintis pendidikan tinggi


farmasi di Indonesia dan dapat diresmikan pada tanggal 1 April
1943 dengan nama Yakugaku sebagai bagian dari Jakarta Ika
Daigaku. Pada tahun 1944 Yakugaku diubah menjadi Yaku Daigaku.
Setelah Jepang kalah perang dengan sekutu dan
diproklamasikannya kemerdekaan Negara Republik Indonesia,
pendidikan tinggi farmasi ini bubar dan segenap mahasiswanya
berjuang untuk menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan negara
yang baru diproklamasikannya. Sementara itu pada tahun 1944,
pemerintah pendudukan Jepang melakukan pendidikan asisten
apoteker dengan masa pendidikan selama 8 bulan dan siswa
berasal dari lulusan SMP. Sampai waktu pemerintahan Jepang jatuh
telah dihasilkan dua angkatan dengan jumlah yang sangat sedikit.

Disekitar perang kemerdekaan yakni pada tanggal 27 September


1946 dibuka Perguruan Tinggi Ahli Obat di Klaten yang kemudian
menjadi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada yang ada
dewasa ini. Satu tahun kemudian yakni pada tanggal 1 Agustus
1947 di Bandung diresmikan jurusan Farmasi dari Fakultas Ilmu
Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia yang kemudian menjadi
Departemen Farmasi ITB sekarang ini. Kedua Lembaga Pendidikan
Tinggi Farmasi yang didirikan pada masa perang kemerdekaan ini
dalam perkembangan kefarmasian di Indonesia selanjutnya
mempunyai peranan yang penting.

Pada masa perang kemerdekaan ini terutama menjelang


penyerahan kedaulatan ada beberapa peraturan perundang-
undangan kefarmasian yang penting antara lain ialah:

Reglement DVG Stb No. 228 (merupakan perubahan


Reglement DVG Stb 1882 No. 97).
Ordonansi Bahan Bahan Berbahaya tanggal 9 Desember
1949 No. 377.

Undang Undang Obat Keras tanggal 22 Desember 1949 (Stb


No. 419).

2. Periode setelah perang kemerdekaan sampai dengan


tahun 1958.

16
Pada periode ini jumlah tenaga farmasi terutama tenaga asisten
apoteker mulaii bertambah dalam jumlah relatif lebih besar. Pada
tahun 1950 di Jakarta dibuka SAA Negeri (Republik) yang pertama,
dengan jangka waktu pendidikan selama 2 tahun. Lulusan angkatan
pertama dari SAA ini tercatat sekitar 30 orang. Sementara itu
jumlah apoteker juga mengalami peningkatan baik yang berasal
dari pendidikan di luar negeri maupun lulusan dari dalam negeri.
Pada tanggal 5 September 1953 Bagian Farmasi Fakultas
Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi UGM untuk pertama kali
menghasilkan 2 orang apoteker. Sekitar satu setengah tahun
kemudian Bagian Farmasi Institut Teknologi Bandung menghasilkan
apoteker pertama yakni pada tanggal 2 April 1955.

Dikarenakan kekurangan tenaga Apoteker, pada tahun Pmerintah


mengeluarkan Undang Undang nomor 3 tentang Pembukaan
Apotek. Sebelum dikeluarkannya Undang Undang nomor 3 tersebut
untuk membuka apotek boleh dilakukan dimana saja dan tidak
diperlukan izin dari Pemerintah. Dengan adanya Undang Undang
nomor 3 maka Pemerintah dapat menutup kota kota tertentu untuk
mendirikan apotek baru karena jumlahnya sudah dianggap cukup
memadai. Izin pembukaan apotek hanya diberikan untuk daerah-
daerah yang belum ada atau belum memadai jumlah apoteknya.
Undang Undang nomor 3 tersebut kemudian diikuti keluarnya
Undang Undang nomor 4 tahun 1953 tentang Apotek Darurat yang
membenarkan seorang asisten apoteker untuk memimpin sebuah
apotek.

Undang Undang tentang Apotek Darurat ini sebenarnya harus


berakhir pada tahun 1958 karena ada klausul yang termaktub
dalam Undang Undang tersebut yang menyebutkan bahwa Undang
Undang tersebut tidak berlaku lagi 5 tahun setelah apoteker
pertama dihasilkan oleh Perguruan Tinggi Farmasi di Indonesia.
Tetapi karena lulusan apoteker ternyata sangat sedikit, Undang
Undang Apotek Darurat tersebut diperpanjang sampai tahun 1963
dan perpanjangan tersebut berdasarkan surat keputusan Menteri
Kesehatan tanggal 29 Oktober 1983 nomor 770/Ph/63/b.

Pada periode ini, terutama sekitar tahun 1955 tercatat beberapa


sejarah kefarmasian yang cukup penting yakni lahirnya Ikatan
Apoteker Indonesia sebagai hail Muktamar ke I yang diselenggarkan
pada tanggal 17-18 Juni 1955 di Jakarta. Pada tahun itu pula
tepatnya pada tanggal 19-23 Desember 1955 di Kaliurang
Yogyakarta diselenggarakan Konferensi Antar Mahasiswa Farmasi
seluruh Indonesia yang pertama dan melahirkan MAFARSI.
Perkembangan lain dalam dunia pendidikan farmasi ialah berdirinya
Jurusan Farmasi UNPAD pada tahun 1957.

Menurut data yang ada pada tahun 1955 jumlah apoteker tercatat
108 orang, asisten apoteker 1218 orang, apotek 131 dan Pabrik

17
Obat sebanyak 7 pabrik, Pada tahun 1958 jumlah tersebut
bertambah menjadi : apoteker 132 orang, asisten apoteker 1613
orang, apotek 146 dan pabrik obat sebanyak 18 pabrik.

3. Periode tahun 1958 sampai dengan 1967.

Pada periode ini meskipun upaya untuk memproduksi obat telah


banyak dirintis, pada kenyataannya industi-industri farmasi
menghadapai hambatan dan kesulitan yang cukup berat antara lain
kekurangan devisa dan terjadinya sistem penjatahan bahan baku
obat sehingga industri yang dapat bertahan hanyalah industri yang
memperoleh bagian jatah atau mereka yang mempunyai relasi
dengan luar negeri. Pada periode ini terutama antara tahun 1960-
1965 karena kesulitan devisa dan keadaan ekonomi yang suram,
industri farmai di dalam negeri hanya dapat berproduksi sekitar
30% dari kapasitas produksinya. Oleh karena itu penyediaan obat
menjadi sangat terbatas dan sebagian besar berasal dari impor.
Sementara itu karena pengawasan belum dapat dilakukan dengan
baik maka banyak terjadi kasus kasus bahan baku maupun obat
jadi yang tidak memenuhi persyartan standar.

Di sekitar tahun 1960-1965 beberapa peraturan perundang


undangan yang penting dan berkaitan dengan kefarmasian yang
dikeluarkan oleh Pemerintah antara lain ialah :

1. Undang Undang nomor 9 tahun 1960 tentang Pokok Pokok


Kesehatan.
2. Undang Undang nomor 10 tahun 1961 tentang Barang.
3. Undang Undang nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi.
4. Undang Undang nomor 6 tahun 1963 tentang Tenaga
Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1965 tentang
Apotek.

Pada periode ini pula ada hal penting yang patut dicatat dalam
sejarah kefarmasian di Indonesia yakni berakhirnya Apotek Dokter
dan Apotek Darurat. Dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
tanggal 8 Juni 1962 nomor 33148/Kab/176 antara lain ditetapkan :

a. Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek


dokter.
b. Semua izin Apotek Dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak
tanggal 1 Januari 1963.

Sedangkan berakhirnya Apotek Darurat ditetapkan dengan Surat


Keputusan Menteri tgl 29 Oktober 1963 nomor 770/Ph/63/b yang
isinya antara lain:

18
a. Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan Apotek
Darurat.
b. Semua izin Apotek Darurat di ibukota Daerah Tingkat I
dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Februari 1964.

c. Semua izin Apotek Darurat di Ibukota Daerah Tingkat II dan


kota kota lainnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1
Mei 1964.

Pada tahun 1963, sebagai realisasi Undang Undang Pokok


Kesehatan telah dibentuk Lembaga Farmasi Nasional (SK Menkes
tanggal 11 Juli 1963 nomor 39521/Kab/199).
Dengan demikian pada waktu itu ada dua instansi Pemerintah
dibidang kefarmasian yakni Direktorat Urusan Farmasi dan LFN.
Direktorat Urusan Farmasi (semula Inspektorat Farmasi) pada
tahun 1967 mengalami pemekaran organisasi menjadi Direktorat
Jenderal Farmasi.

Pada periode 1958-1967 tenaga farmasi baik apoteker maupun


asisten apoteker semakin meningkat jumlahnya. Pada periode ini
telah didirikan lagi 5 jurusan / Fakultas Farmasi Negeri dan
bebearpa Fakultas Farmasi Swasta. Pada tahun 1966 setelah
pecah pemberontakan G.30.S PKI jumlah apoteker diseluruh
Indonesia tercatat 1011 orang, AA sebanyak 5180 orang, apotek
585 dan Industri Farmasi 109 pabrik.

4. Periode Orde Baru.

Pada masa pemerintahan Orde Baru ini Stabilitas politik, ekonomi


dan keamanan yang telah semakin mantap sehingga pembangunan
di segala bidang telah dapat dilaksanakan dengan lebih terarah dan
terencana. Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral
pembangunan Nasional, secara bertahap telah dapat ditingkatkan
sejak Repelita I hingga Repelita III ini dengan hasil hasil yang cukup
menggembirakan.

Keberhasilan pembangunan ekonomi dan pembangunan kesehatan


pada sisi lain mempunyai dampak positif terhadap perkembangan
kefarmasian di Indonesia. Industri farmasi secara bertahap sejak
Repelita I sampai dewasa ini telah dapat tumbuh dan berkembang
secara mantap dengan jaringan distibusi yang cukup luas. Pada
periode Orde Baru pula, pengaturan, pengendalian dan pengawasan
dibidang kefarmasian telah dapat ditata dan dilaksanakan dengan
lebih baik.

Sampai tahun pertama Repelita I, sebagian besar (80%) kebutuhan


obat nasional kita masih sangat tergantung pada impor. Keadaan ini
jelas tidak menguntungkan dan mempunyai dampak negatif
terhadaap upaya peningkatan derajat kesehatan rakyat. Oleh karena

19
itu kebijaksanaan obat pada pelita I dititikberatkan pada produksi
obat jadi dalam negeri dengan membuka kesempatan investasi, baik
modal dalam negeri maupun modal asing. Dengan adanya
kebijaksanaan ini maka pada akhir Repelita I industri farmasi dalam
negeri dapat tumbuh dengan peningkatan produksi yang cukup besar
sehingga ketergantungan akan impor dapat dikurangi.

5. Farmasi di era Reformasi (versi penulis)


Untuk mengetahui kondisi dunia farmasi di era REFORMASI, khususnya
perkembangan di sektor Industri Farmasi, mahasiswa dapat
membacanya lebih dalam dalam buku: Format Industri Farmasi
Indonesia yang ditulis oleh Amir Hamzah Pane.

Sumber Pustaka:

1. Amir Hamzah Pane, Format Industri Farmasi


Indonesia, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia, 2000
2. DR, Midian Sirait, diambil dari Pengantar Buku Gema
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang apotek, Dirjen POM

3. Kutipan tulisan Prof. Dzulkifli Abdul Razak,


Perkembangan Farmasi di Eropah dan Barat, Pusat Racun
Negara, USM, Malaysia

4. Kutipan tulisan Prof. Dzulkifli Abdul Razak,


PerkembanganSejarah Awal Farmasi Pengaruh Arab dan
Islam, Pusat Racun Negara, USM, Malaysia

20

Anda mungkin juga menyukai