By Republika Newsroom
(heri ruslan)
Rabu, 06 Mei 2009 pukul 12:40:00
"Abu'l-Wafa mungkin menemukan hukum ini pertama dan Abu Nasr Mansur mungkin belajar dari
dia. Pastinya keduanya memiliki prioritas kuat untuk menentukan dan akan hampir pasti tidak
pernah diketahui dengan kepastian," ungkap O'Cornor dan Robertson.
O'Cornor dan Robertson juga menyebutkan satu nama lain, yang disebut sebagai orang ketiga yang
kadang-kadang disebut sebagai penemu hukum yang sama, seorang astronom dan ahli matematika
Muslim dari Persia, al-Khujandi (940 M - 1000 M).
Namun, kurang beralasan jika al-Khujandi dsebut sebagai penemu hukum sinus, seperti yang ditulis
Samso dalam bukunya Biography in Dictionary of Scientific Biography (New York 1970-1990).
"Dia adalah seorang ahli astronomi praktis yang paling utama, yang tidak peduli dengan masalah
teoritis," katanya.
Risalah Abu Nasr membahas lima fungsi trigonometri yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah dalam bentuk astronomi. Artikel menunjukkan perbaikan yang diperoleh Abu Nasr Mansur
dalam penggunan pertama sebagai nilai radius. Karya lain Abu Nasr Mansur dalam bidang
astronomi meliputi empat karya dalam menyusun dan mengaplikasi astrolab.
Al-Biruni, Saksi Kehebatan Abu Nasr
Sejatinya, dia adalah murid sekaligus kawan bagi Abu Nasr Mansur. Namun, dia lebih terkenal
dibandingkan sang guru.
Meski begitu, al-Biruni tak pernah melupakan jasa Abu Nasr dalam mendidiknya. Kolaborasi kedua
ilmuwan dari abad ke-11 M itu sangat dihormati dan dikagumi.
Abu Nasr telah 'melahirkan' seorang ilmuwan yang sangat hebat. Sejarawan Sains Barat, George
Sarton begitu mengagumi kiprah dan pencapaian al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. ”Semua
pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang
zaman,” cetus Sarton.
Bukan tanpa alasan bila Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung.
Sejatinya, al-Biruni memang seorang saintis yang sangat fenomenal. Sejarah mencatat, al-Biruni
sebagai sarjana Muslim pertama yang mengkaji dan mempelajari tentang seluk beluk India dan
tradisi Brahminical. Dia sangat intens mempelajari bahasa, teks, sejarah, dan kebudayaan India.
Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek tentang India,
al-Biruni pun dinobatkan sebagai ‘Bapak Indologi’ — studi tentang India. Tak cuma itu, ilmuwan
dari Khawarizm, Persia itu juga dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’.
Di era keemasan Islam, al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan tertua
yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi. Selain itu, al-Biruni juga dinobatkan sebagai
‘antropolog pertama’ di seantero jagad. Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, al-Biruni
juga menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains.
Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup di era kekuasaan Dinasti Samaniyah itu merupakan
salah satu pencetus metode saintifik eksperimental. Al-Biruni pun tak hanya menguasai beragam
ilmu seperti; fisika, antropologi, psikologi, kimia, astrologi, sejarah, geografi, geodesi, matematika,
farmasi, kedokteran, serta filsafat. Dia juga turun memberikan kontrbusi yang begitu besar bagi
setiap ilmu yang dikuasainya itu.
Peralatan Laboratorium Warisan Peradaban Islam
By Republika Newsroom
(hri/des)
Kamis, 14 Mei 2009 pukul 13:59:00
Alembic
Merupakan alat penyulingan yang terdiri dari dua tabung yang terhubung. Tabung kimia ini
pertama kali ditemukan Jabir Ibnu Hayyan (721 M - 815 M). Sejarawan sains memperkirakan,
Jabir menemukan alat iitu pada abad ke-8 M. "Ini merupakan alat penyulingan pertama," papar
Durant. Ensiklopedia Hutchinson, menyebut alembic sebagai alat penyulingan pertama yang
digunakan untuk memurnikan seluruh zat kimia.
Laboratory Flask
Menurut Robert E Hall Laboratory Flask atau Botol Laboratorium pertama kali diperkenalkan al-
Biruni. Botol atau termos laboratorium itu biasanya terbuat dari kaca bening. Botol itu digunakan
untuk menampung cairan yang akan digunakan atau diuji di laboratorium. Selain itu, alat ini juga
digunakan untuk mengukur isi bahan kimia, mencampur, memanaskan, mendinginkan,
menghancurkan, mengendapkan, serta mendidihkan (dalam penyulingan) zat-zat kimia.
Pycnometer
Pycnometer merupakan peralatan laboratorium yang digunakan untuk mengukur berat jenis atau
volume caiaran secara akurat. Alat ini juga ditemukan al-Biruni. Hingga kini, peralatan
laboratorium yang diwariskan peradaban Islam itu masih digunakan.
Termometer
Robert Briffault dalam bukunya The Making of Humanity, menjelaskan bahwa termometer
ditemukan oleh Ibn Sina (980 M - 1037 M) pada abad ke-11 M.. Termometer adalah sebuah alat
untuk mengukur temperatur/suhu dengan berbagai jenis prinsip yang berbeda.
Karya-karya yang mereka ciptakan mampu mengubah dunia. Tanpa kontribusi dan jasa mereka,
barangkali dunia tak akan maju seperti sekarang ini. Berkat peralatan laboratorium itu, peradaban
manusia mampu melakukan revolusi di bidang kimia, fisika dan farmasi.
Sang Penemu Peralatan Laboratorium
* Al-Razi
Terlahir di Rayy, Provinsi Khurasan dekat Teheran tahun 864 M, al-Razi dikenal sebagai seorang
dokter dan ahli kimia yang hebat. Sejatinya, ilmuwan Muslim yang dikenal Barat sebagai Rhazes
itu bernama lengkap Abu Bakar Muhammad ibnu Zakariya. Al-Razi muda yang dikenal amat gemar
memainkan harpa sudah mulai jatuh hati pada ilmu kimia.
Ia menimba ilmu dari Ali ibnu Rabban al-Tabari (808 M) — seorang dokter sekaligus filosof. Sang
gurulah yang telah melecut minat Rhazes untuk menekuni dua bidang ilmu yakni kedokteran dan
filsafat. Hingga kelak, dia menjadi seorang filosof, dokter dan ahli kimia yang amat populer di
zamannya.
Al-Razi merupakan ilmuwan yang sangat produktif. Tak kurang dari 200 buku berhasil
dituliskannya. Kitabnya yang paling terkenal dan fenomenal adalah Kitab Al Mansur, Kitab Al
Hawi, Kitab Al Asrar atau ‘Kitab Rahasia’.
Misteri Lokasi Thursina
By Republika Newsroom
(sya/taq)
Senin, 04 Mei 2009 pukul 10:41:00
Versi Pertama
Sejumlah ahli tafsir meyakini bahwa Bukit Thursina sebagaimana
disebutkan dalam surah Attin berada di wilayah Mesir yang
lokasinya berada di Gunung Munajah, di sisi Gunung Musa.
Lokasi ini dikaitkan dengan keberadaan Semenanjung Sinai.
Pendapat ini didukung oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi
Zhilal al-Qur'an. Menurut Quthb, Thursina atau Sinai itu adalah
gunung tempat Musa dipanggil berdialog dengan Allah SWT.
Dalam versi ini pula, banyak pihak yang meyakini bahwa daerah
Mesir adalah tempat yang disebutkan sebagai Thursina. Sebab, di daerah ini, terdapat sebuah patung
anak lembu. Peristiwa ini dikaitkan dengan perbuatan Samiri, salah seorang pengikut Nabi Musa
yang berkhianat.
Dalam surah Al-A'raf ayat 148, disebutkan bahwa ''Kaum Musa, setelah kepergian (Musa ke
Gunung Sinai), mereka membuat patung anak sapi yang bertubuh dan dapat melenguh (bersuara)
dari perhiasan (emas). Apakah mereka tidak mengetahui bahwa (patung) anak sapi itu tidak dapat
berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka
menjadikannya (sebagai sembahan). Mereka adalah orang-orang yang zalim.''
Ketika kaum Bani Israil keluar dari tanah Mesir, mereka banyak membawa perhiasan masyarakat
Mesir (berupa emas dan perak). Para wanita Bani Israil telah meminjamnya dari mereka untuk
dipakai sebagai hiasan. Perhiasan tersebut dibawa ketika Allah memerintahkan mereka keluar dari
Mesir. Mereka kemudian melepaskan perhiasan tersebut karena diharamkan. Setelah Musa pergi ke
tempat perjumpaan dengan Rabb-nya, Samiri mengambil perhiasan itu dan menjadikannya sebagai
patung anak lembu yang bisa mengeluarkan suara melenguh jika angin masuk ke dalamnya.
Mungkin, segenggam tanah yang dia ambil dari jejak utusan (Jibril) membuat patung anak lembu
tersebut dapat melenguh.
Sementara itu, dalam Kitab Perjanjian Lama, disebutkan bahwa ''Ketika bangsa itu melihat Musa
sangat lambat saat turun dari gunung, mereka lalu berkumpul mengelilingi Harun dan berkata,
'Buatkanlah tuhan yang dapat berjalan di hadapan kami. Sebab, Musa ini orang yang telah
memimpin kami keluar dari Mesir. Kami tidak tahu apa yang terjadi dengannya.' Harun kemudian
berkata kepada mereka, 'Lepaskan dan serahkanlah kepadaku anting-anting emas yang ada pada
istri, putra, dan putri kalian.' Seluruh bangsa itu pun menanggalkan anting-anting emas dan
menyerahkannya kepada Harun. Harun menerima perhiasan-perhiasan itu. Dia lalu melelehkan dan
menuangkannya ke patung yang bergambar anak lembu. Mereka kemudian berkata, 'Hai Israil,
inilah tuhan-tuhanmu yang telah mengeluarkan kalian dari negeri Mesir.'' (Kitab Keluaran ayat 2-5).
Dalam kisah yang disebutkan pada Kitab Perjanjian Lama, tampak Harun telah berbuat salah.
Sebaliknya, Alquran justru membebaskan Harun dari perbuatan yang dituduhkan tersebut.
Karena itu, menurut sebagian ahli tafsir, Thursina terletak di Sinai. Inilah versi pertama. Menurut
Sami bin Abdullah al-Maghluts, dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, pendapat pertama
yang mengatakan Thursina berada di wilayah Mesir sangat lemah. Sebab, perkataan itu hanya
mengandung kekeliruan pemahaman yang diidentikkan dengan kata 'Sinai'.
''Siapa yang bisa memastikan bahwa yang dimaksud Allah SWT dengan Thursina itu adalah Sinai,
Mesir? Sekiranya memang benar demikian, tentunya Allah SWT tidak mengatakan Siniin jika
maksudnya Sinai.
Versi Kedua
Mengutip pendapat Muhammad bin Abdul Mun'im al-Himyari, dalam bukunya Al-Raudh al-
Mi'thar fi Khabari al-Aqthar, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas
Hadis, menyatakan bahwa Thursina adalah bukit yang terletak di
barat daya negeri Syam. Di sini, Allah SWT berbicara secara
langsung dengan Nabi Musa AS.
Sementara itu, dalam al-Qamus al-Islam, kata 'Thursina' adalah
gunung yang tandus atau gersang.
Nama bukit ThurSina disebutkan dalam Alquran sebagaimana
surah Attin ayat 1 dan surah Almu'minun ayat 20.
Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan, banyak dalil yang menguatkan pendapat bahwa yang
dimaksud Thuur Siniin adalah bukit di Baitul Maqdis.
Di antara pendapat yang disebutkan Ar-Razi adalah mufassir seperti Qatadah dan al-Kalibi yang
menyatakan kata Thuur Siniin (Sinai) adalah bukit yang berpepohonan dan berbuah-buahan.
Apakah ini adalah Sinai, Mesir? ''Kalau memang ya, tentu tak seorang pun yang membantahnya,''
kata Sami.
Menurut Sami, justru yang dimaksud dalam ayat itu adalah Thur Sina, bukit di Baitul Maqdis dan
Balad al-Amin adalah Makkah. Berikut argumentasinya.
Allah berfirman, ''Dan, pohon kayu yang keluar dari Thursina (pohon zaitun) yang menghasilkan
minyak dan menjadi makanan bagi orang-orang yang makan.'' (Almu'minun ayat 20).
Ayat ini, kata Sami, mengikat dan menghimpun dengan kuat antara 'Thursina' dan hasil bumi serta
tumbuh-tumbuhan penghasil minyak bagi orang yang makan. Sementara itu, lanjutnya, di Sinai
(Mesir) tidak ada pohon zaitun yang mampu menghasilkan buah, apalagi mengeluarkan minyak.
Menurut dia, ayat 20 surah Almu'minun dan ayat 1-3 surah Attin itu justru merujuk pada tanah suci
di Palestina. Di Palestina, jelas Sami, terdapat banyak pohon zaitun yang terus berproduksi di
sepanjang tahun sehingga penduduk di sekitar Baitul Maqdis menamakannya dengan ''Bukit Zaitun''
dan Allah SWT telah berseru kepada Musa di tempat yang diberkahi di sisi bukit.
''Maka, tatkala Musa sampai ke (tempat) api, diserulah Dia (arah) pinggir lembah yang sebelah
kanan(nya) pada tempat yang diberkahi dari sebatang pohon kayu." (Alqashash ayat 30).
Hal yang sama juga diungkapkan Ustaz Shalahuddin Ibrahim Abu 'Arafah, seorang ulama asal
Palestina. Menurutnya, Bukit Thursina adalah tempat yang diberkahi. Dan, tempat yang diberkahi
itu adalah Palestina sebagaimana surah Al-Isra ayat 1 yang menceritakan peristiwa Isra dan Mi'raj
Nabi Muhammad SAW.
Keterangan ini makin diperkuat lagi dengan ayat 6 surah Annaziat dan ayat 21 surah Almaidah.
''Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci, yaitu Lembah Thuwa.'' (Annaziat: 6). ''Hai
kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu.'' (Almaidah: 21).
Lembah suci itu, jelas Sami, hanya ada dua, yaitu Makkah dan Palestina. ''Karena itu, kita tidak
boleh memalingkan maknanya kepada yang lain tanpa bukti dan keterangan,'' jelasnya.
Merujuk pada hadis Rasulullah SAW yang menyatakan fitnah Dajjal dan Isa bin Maryam bahwa
Allah SWT akan memberi wahyu kepada Isa bin Maryam sesudah dia membunuh Dajjal di gerbang
Lod di Baitul Maqdis, ''Bawalah hamba-hamba-Ku berlindung ke bukit.''
Para ulama menyepakati bahwa konteks hadis itu adalah Baitul Maqdis, bukan Sinai, Mesir.
Apalagi, terdapat peristiwa Nabi Musa AS menerima wahyu saat keluar dari Mesir akibat kejaran
Firaun. Karena itu, pendapat ini menegaskan bahwa yang dimaksud Thursina itu sudah berada di
luar Mesir.
Seperti diketahui, Semenanjung Sinai merupakan wilayah
yang sangat luas, yaitu mencapai 9.400 km persegi dengan
panjang sekitar 130 km. Dan, sisi pertamanya adalah Teluk
Aqabah dengan panjang 100 km. Di sisi keduanya adalah
Teluk Suez dengan panjang 150 km. Sedangkan, gunung
tertinggi di semenanjung Sinai adalah Gunung Katrina (2.637
m).
Versi Ketiga
Selain kedua versi di atas, terdapat satu lagi tempat yang
diduga sebagai Bukit Thursina. Tempat itu adalah bukit sebelah selatan Nablus (Palestina) atau
yang dinamakan Jurzayem.
Pendapat ini merujuk pada Bangsa Kan'an yang membangun Kota Nablus dan menamakannya
Syukaim, yaitu nama yang diubah bangsa Ibrani pertama menjadi Syukhaim, tempat tersebarnya
kaum Yahudi dari sekte Samiri. Dan, mereka adalah sekte yang meyakini lima kitab dari Perjanjian
Lama serta memercayai bahwa tempat suci Yahudi terletak Bukit Thur, yaitu sebelah selatan
Nablus.
Dari ketiga versi tersebut, tampaknya ada dua pendapat yang sangat kuat, yaitu Sinai di Mesir dan
Baitul Maqdis di Palestina. Manakah Bukit Thursina yang sesungguhnya? Wa Allahu A'lam. sya
“Dengan bantuan kompasnya, ia juga berhasil menjelajahi daerah pantai Benua Afrika, mulai dari
Luat Merah ke arah selatanlalu ke Barat hingga Maroko dan Laut Tengah. Tak diragukan lagi,
ilmu kelautan adalah sesuatau hal yang sangat dikuasai dan dipahaminya, papar Muhammad Razi.
Seringnya ia melakukan penjelajahan di berbagai daerah, tentu saja membuatnya memiliki banyak
kenalan dan teman. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Vasco Da Gama, pelaut asal Purtugis itu.
Mungkin karena Vas co Da Gama sangat mengagumi kompas yang dibuatnya serta pengetahuan
yang dikuasai nya, Ibnu Majid pun diajakVasco da Gama untuk
turut serta dalam ekspedisi pelayaran yang akan dipimpinnya.
Saat itulah, namanya semakin terkenal, tak hanya di dunia Muslim,
tapi juga di dunia Barat. Pada saat membantu Vasco da Gama, ia
mengendalikan perjalanan laut dari benua Afrika ke India. "Untuk
mencapai Afrika Timur, orang Portugis mencari informasi secara
terus menerus (menyeberangi) Laut Arab sampai seorang pelaut
berbakat bernama Ahmad Ibnu Majid ikut terlibat dalam
pekerjaan mereka," papar Qutb al-Din al-Nah ra wali (1511-1582),
dalam karyanya bertajuk al-Barq al-yamani fil-fath al-Uthmani,
yang dipublikasikan tahun 1892.
Ibnu Majid yang tutup usia pada tahun 1500 M telah mewariskan
sederet karya yang sangat penting bagi dunia pelayaran dan kelautan. GR Tibbetts dalam bukunya
berjudul Arab Navigation in the Indian Ocean Before the Co ming of the Portuguese,
mengungkapkan, karya terpenting dari Ibnu Majid adalah Kitab al-Fawaid fi Usul Ilm al-Bahr wal-
Qawaid atau (Buku Pedoman tentang Prinsip dan Per aturan Navigasi), yang ditulisnya pada 1490
M. Buku ini tentu saja sangat bermanfaat, terutama untuk membantu orang teluk Persia menjangkau
pantai In dia, Afrika Timur, dan tujuan lainnnya.
Kitab itu merupakan salah satu rujukan terpen ting dalam bidang kelautan pada zamannya. Buku itu
merupakan ensiklopedia navigasi yang menjelaskan sejarah dan prinsip da sar navigasi, letak bulan,
macam-macam kom pas, perbedaan cara berlayar di berbagai per air an, posisi bintang, jumlah
angin musim, dan angin musim laut lainnya, topan, dan be be rapa topik lainya untuk navigator
profesional.
Ibnu Majid menulis buku itu berdasarkan pengalaman pribadinya dan juga pengalaman ayahnya
yang juga merupakan keluarga navigator terkenal, dan merupakan pengetahuan bagi generasi
pelayaran Sa mu dra India. Selain dida sar kan pada pengalamannya, se mua karya Ibnu Majid juga
di padukan dengan teori-teori navigasi yang diperoleh dari buku-buku yang ditulis pendahulunya.
Salah satu ilmuwan Muslim yang menjadi rujukan pemikir annya adalah Yaqut Al Hamawi. "Saya
memposisikan Ahmad Ibnu Majid diatas Yaqut, karena penyebaran pandangan Ahmad Ibnu Majid
begitu meluas dari dari dunia Islam hingga ke Barat, dan turut serta memajukan dasar-dasar ilmu
kelautan yang mendukung munculnya pelayaran besar-besaran yang dilakukan Eropa ke seluruh
penjuru dunia pada saat itu," tutur GR Tibbetts.
Sedangkan, kata dia, pengaruh karya Yaqut sangat kuat dalam pengkajian daerahdae rah Islam pada
masa itu. Namun pada saat yang sama pandangannya relatif tidak berpengaruh secara langsung
terhadap dunia Barat. Begitulah peran dan jasa Ibnu Majid dalam mengembangkan ilmu navigasi
dan pelayaran.
Ibnu Majid dan Keunggulan Dunia Islam
Kita menguasai 32 arah mata angin, tirfa, zam, serta pengukuran
tinggi bintang, yang tak mereka miliki (Eropa). Mereka tidak
menge tahui cara kita melakukan navigasi, tapi kita bisa
mengetahui apa yang mereka lakukan dalam navigasi. Kita dapat
menggunakan sistem navigasi mereka dan pelayaran de ngan
kapal mereka, tutur Ibnu Majid dalam kitab yang ditu lisnya.
Ibnu Majid juga mengungkapkan keunggulan dunia pelayar an
Islam lainnya. Menurut dia, Pelaut Muslim telah mengetahui
bahwa Samudera Hindia terhubung dengan semua Samudera, dan
kita bisa menguasai buku-buku ilmu pengetahuan yang
memberikan penjelasan cara mengukur ketinggian bintang, tapi
mereka tidak memiliki pengetahuan keting gian bintang.
Mereka tidak punya ilmu pengetahuan dan juga tidak punya buku-
buku, hanya kompas dan perhitungan mati. Kita dapat dengan mudah berlayar di kapal mereka dan
di atas laut mereka, sehingga mereka menghormati kita. Mereka mengakui kita memiliki ilmu
pengetahuan yang lebih baik tentang laut dan navigasi dan hikmah bintang-bintang, tuturnya.
Karya-karya Ibnu Majid memberi pengaruh luas dalam dunia pelayaran baik di dunia Islam maupun
dunia Barat. Karyanya telah memberi inspirasi dan semangat bagi para pelaut di zamannya untuk
mela kukan penjelajahan. Padahal, sebelumnya sangat sedikit pelaut Arab yang berani mengarungi
wilayah yang lebih jauh dari kawasan Laut Merah, Pantai Timur Afrika, hingga Pantai Tenggara
Afrika atau Sofala, wilayah dekat Madagaskar.
Sebelum Ibnu Majid menulis buku tentang navigasi dan pelayaran, para pelaut pernah mencoba
jalur berdasarkan peta yang dibuat Claudius Ptolemaeus. Dalam peta itu dijelaskan, di selatan
Sofala terdapat daratan yang membentang hingga ke Cina di sebelah timur. Hanya celah sempit
yang menghu bungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Peta itu lalu dikoreksi Abu Raihan al-Biruni. Ilmuwan Muslim itu menjelaskan ada lautan, bukan
hanya selat, yang menghubungkan dua samudra besar tersebut. Ibnu Majid pun membenarkan teori
al-Biruni. Ia membenarkan terori al-Biruni berdasarkan pengalamannya menjelajahi lautan.
Menurut Ibnu Majid, di selatan Sofala terdapat selat yang menghubungkan Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Ia telah mengoreksi kesalahan peta yang dibuat Ptolemaeus. Semua itu berkat rasa
keingintahuannya yang begitu besar tentang wilayah pantai Afrika secara keseluruhan. Saat itu, ia
melakukan ekspedisi keliling benua Afrika mulai dari Laut Merah ke arah selatan lalu ke barat
hingga Maroko dan Laut Tengah. Inilah yang mengantarkannya pada suatu kebenaran.
Ibnu Majid pun dikenal sebagai pembuat kompas dengan 32 arah mata angin. Tentu saja kompas ini
jauh lebih detil dengan kompas buatan ahli masa itu, terutama orang Mesir dan Maroko. Kreasi itu
akhirnya dikenal sebagai bentuk awal kompas modern.
Ketika Ibnu Majid bertemu dengan para pelaut Portugis yang terkenal dalam penjelajahannya,
termasuk Vasco Da Gama, ia menunjukkan kompas buatannya itu. Kala itu, para pelaut Portugis
sangat terkesima melihat kompas dengan 32 arah mata angin itu. Mereka juga mengaku belum
pernah melihat kompas seperti itu sebelumnya.
Sejarah Penanggalan Islam
By Republika Newsroom
(dia/taq/berbagai sumber)
Selasa, 05 Mei 2009 pukul 10:07:00
Rotasi bulan
Bila tahun masehi terdapat sekitar 365-366 hari dalam setahun, tahun hijriyah hanya berjumlah
sekitar 354-355 hari. Menurut Izzudin, perbedaan ini disebabkan adanya konsistensi penghitungan
hari dalam kalender hijriyah.
''Rata-rata, jumlah hari dalam tahun hijriyah antara 29-30 hari. Sedangkan, tahun masehi berjumlah
28-31 hari. Inilah yang membedakan jumlah hari antara tahun masehi dan tahun hijriyah,'' jelas
anggota Badan Hisab dan Rukyah PWNU Jawa Tengah ini.
Pada sistem kalender hijriyah, sebuah hari atau tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di
tempat tersebut. Kalender hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan yang
memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam
satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan hitungan
satu tahun kalender hijriyah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan penghitungan satu tahun
dalam kalender masehi.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam kalender hijriyah
bergantung pada posisi bulan, bumi, dan matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian
dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi;
kemudian pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari
(perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di
perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dan bumi berada di titik terjauhnya dari matahari
(aphelion). Dari sini, terlihat bahwa usia bulan tidak tetap, melainkan berubah-ubah (antara 29
hingga 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (bulan, bumi, dan matahari).
Penentuan awal bulan ditandai dengan munculnya penampakan bulan sabit pertama kali (hilal)
setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, bulan terbenam sesaat setelah
terbenamnya matahari sehingga posisi hilal berada di ufuk barat.
Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30
hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari dan mana yang
memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal. sya/dia/berbagai sumber
Kalender masehi
Kata 'masehi' (disingkat M) dan sebelum masehi (disingkat SM)
biasanya merujuk kepada tarikh atau tahun menurut kalender
gregorian. Awal tahun masehi merujuk pada tahun yang dianggap
sebagai tahun kelahiran Nabi Isa al-Masih. Karena itu, kalender
ini dinamakan masihiyah. Sebaliknya, istilah sebelum masehi
(SM) merujuk pada masa sebelum tahun tersebut.
Sebagian besar orang non-Kristen biasanya mempergunakan
singkatan M dan SM ini tanpa merujuk kepada konotasi Kristen
tersebut. Sementara itu, penggunaan istilah masehi secara
internasional dalam bahasa Inggris menggunakan bahasa Latin,
yaitu anno domini (AD) yang berarti Tahun Tuhan kita dan
sebelum masehi disebut sebagai before Christ (BC) yang bermakna Sebelum Kristus.
Selain itu, dalam bahasa Inggris juga dikenal sebutan common era (CE) yang berarti 'Era Umum'
dan before common era (BCE) yang bermakna 'Sebelum Era Umum.' Kedua istilah ini biasanya
digunakan ketika ada penulis yang tidak ingin menggunakan nama tahun Kristen.
Sistem penanggalan yang merujuk pada awal tahun Masehi ini mulai diadopsi di Eropa Barat pada
abad ke-8. Sistem ini mulai dirancang tahun 525. Namun, pada abad ke-11 hingga ke-14, sistem ini
tidak begitu luas digunakan. Tahun 1422, Portugis menjadi negara Eropa terakhir yang menerapkan
sistem penanggalan ini. Setelah itu, seluruh negara di dunia mengakui dan menggunakan konvensi
ini untuk mempermudah komunikasi.
Meskipun tahun 1 M dianggap sebagai tahun kelahiran Yesus, bukti-bukti historis terlalu sedikit
untuk mendukung hal tersebut. Para ahli menanggali kelahiran Yesus secara bermacam-macam, dari
18 SM hingga 7 SM.
Sejarawan tidak mengenal tahun 0-1 M adalah tahun pertama sistem masehi dan tepat setahun
sebelumnya adalah tahun 1 SM. Dalam perhitungan sains, khususnya dalam penanggalan tahun
astronomis, hal ini menimbulkan masalah karena tahun sebelum masehi dihitung dengan
menggunakan angka 0. Maka dari itu, terdapat selisih satu tahun di antara kedua sistem.
Tahun saka
Kalender saka adalah sebuah kalender yang berasal dari India.
Kalender ini merupakan sebuah penanggalan syamsiyah
qomariyah (candra surya) atau kalender luni solar. Tidak hanya
digunakan oleh masyarakat Hindu di India, kalender saka juga
masih digunakan oleh masyarakat Hindu di Bali, Indonesia,
terutama untuk menentukan hari-hari besar keagamaan mereka.
Sistem penanggalan saka sering juga disebut sebagai penanggalan
Saliwahana. Sebutan ini mengacu kepada nama seorang ternama
dari India bagian selatan, Saliwahana, yang berhasil mengalahkan
kaum Saka. Tetapi, sumber lain menyebutkan bahwa justru kaum Saka di bawah pimpinan Raja
Kaniskha I yang memenangkan pertempuran tersebut. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan Maret
tahun 78 M.
Sejak tahun 78 M itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun saka, yang satu tahunnya
juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut caitramasa, bersamaan dengan
bulan Maret tahun masehi. Sejak itu pula, kehidupan bernegara, bermasyarakat, dan beragama di
India ditata ulang. Oleh karena itu, peringatan Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan,
hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, dan hari kedamaian
sekaligus hari kerukunan nasional.
Mengenai kaum Saka, ada yang menyebut bahwa mereka termasuk suku bangsa Turki atau Tatar.
Namun, ada pula yang menyebut bahwa mereka termasuk kaum Arya dari suku Scythia. Sumber
lain lagi menyebutkan bahwa mereka sebenarnya orang Yunani (dalam bahasa Sansekerta disebut
Yavana) yang berkuasa di Baktria (sekarang Afghanistan).
Kalender Cina
Seperti halnya kalender saka, kalendar Cina juga menggunakan
sistem penanggalan luni solar. Menurut legenda, kalendar Cina
berkembang sejak tahun ketiga sebelum masehi. Para ahli
menyepakati bahwa kalendar Cina sebagai patokan penanggalan
yang paling lama digunakan di dunia. Kalendar ini adalah ciptaan
pemerintah Huang Di atau Maharaja Kuning yang memerintah
sekitar 2698-2599 SM.
Bukti arkeologi terawal mengenai kalendar Cina ditemukan pada
selembar naskah kuno yang diyakini berasal dari tahun kedua sebelum masehi atau pada masa
Dinasti Shang berkuasa. Pada masanya, dipaparkan tahun luni solar yang lazimnya 12 bulan,
namun kadang-kadang ada pula bulan ke-13, bahkan bulan ke-14. Penambahan bilangan bulan
dalam tahun kalendar memastikan peristiwa tahun baru tetap dilangsungkan dalam satu musim saja,
sebagaimana kalender masehi meletakkan satu hari tambahan pada bulan Februari setiap empat
tahun.
Di negara Cina sekarang, kalendar Cina hanya digunakan untuk menandai perayaan orang Cina,
seperti Tahun Baru Cina, perayaan Duan Wu, dan Perayaan Kuih Bulan. Begitu juga dalam bidang
astrologi, seperti memilih tahun yang sesuai untuk melangsungkan perkawinan atau meresmikan
pembukaan bangunan baru. Sementara itu, untuk kegiatan harian, masyarakat Cina mengacu kepada
hitungan kalender masehi.
Rahasia di Balik Penemuan Kacamata
By Republika Newsroom
(she/taq)
Kamis, 30 April 2009 pukul 11:43:00
''Benda bening menunjukkan tulisan dalam sebuah buku untuk mata, benda bening seperti air, tapi
benda ini merupakan batu. Benda itu meninggalkan bekas kebasahan di pipi, basah seperti sebuah
gambar sungai yang terbentuk dari keringatnya,'' tutur al-Hamdis.
Al-Hamdis melanjutkan, ''Ini seperti seorang yang manusia yang pintar, yang menerjemahkan
sebuah sandi-sandi kamera yang sulit diterjemahkan. Ini juga sebuah pengobatan yang baik bagi
orang tua yang lemah penglihatannya, dan orang tua menulis kecil dalam mata mereka.''
Syair al-Hamids itu telah mematahkan klaim peradaban Barat sebagai penemu kacamata pertama.
Pada puisi ketiga, penyair Muslim legendaris itu mengatakan, "Benda ini tembus cahaya (kaca)
untuk mata dan menunjukkan tulisan dalam buku, tapi ini batang tubuhnya terbuat dari batu
(rock)".
Selanjutnya dalam dua puisi, al-Hamids menyebutkan bahwa kacamata merupakan alat pengobatan
yang terbaik bagi orang tua yang menderita cacat/memiliki penglihatan yang lemah. Dengan
menggunakan kacamata, papar al-Hamdis, seseorang akan melihat garis pembesaran.
Dalam puisi keempatnya, al-Hamdis mencoba menjelaskan dan menggambarkan kacamata sebagai
berikut: "Ini akan meninggalkan tanda di pipi, seperti sebuah sungai". Menurut penelitian
Lutfallah, penggunaan kacamata mulai meluas di dunia Islam pada abad ke-13 M. Fakta itu
terungkap dalam lukisan, buku sejarah, kaligrafi dan syair.
Dalam salah satu syairnya, Ahmad al-Attar al-Masri telah menyebutkan kacamata. "Usia tua
datang setelah muda, saya pernah mempunyai penglihatan yang kuat, dan sekarang mata saya
terbuat dari kaca." Sementara itu,sSejarawan al-Sakhawi, mengungkapkan, tentang seorang
kaligrafer Sharaf Ibnu Amir al-Mardini (wafat tahun 1447 M). "Dia meninggal pada usia melewati
100 tahun; dia pernah memiliki pikiran sehat dan dia melanjutkan menulis tanpa cermin/kaca.
"Sebuah cermin disini rupanya seperti lensa,'' papar al-Sakhawi.
Fakta lain yang mampu membuktikan bahwa peradaban Islam telah lebih dulu menemukan
kacamata adalah pencapaian dokter Muslim dalam ophtalmologi, ilmu tentang mata. Dalam
karanya tentang ophtalmologi, Julius Hirschberg , menyebutkan, dokter spesialis mata Muslim tak
menyebutkan kacamata. ''Namun itu tak berarti bahwa peradaban Islam tak mengenal kacamata,''
tegas Lutfallah. desy susilawati
Sejarah
Karya sastra sejarah Melayu ada berbagai macam, di antaranya Misa Melayu, Salasilah Melayu dan
Bugis, Hikayat Patanu, Sejarah Melayu, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Banjar, Silsilan Kutai,
Tambo Minangkabau, dan Hikayat Merong Mahawangsa. Karya-karya ini kaya akan pengetahuan
tentang pikiran dan keadaan susunan masyarakat Melayu pada zaman itu. Dalam Sejarah Melayu,
tergambarkan adat raja-raja, pantang larang, dan hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang untuk rakyat.
Dalam Sejarah Melayu, juga digambarkan adanya penaklukan oleh Malaka dan hubungan negeri
Malaka dengan Majapahit, Siam, dan Cina.
Sastra kitab
Sastra kitab pada zaman kegemilangan Islam di Nusantara umumnya berisi ajaran agama Islam. Sastra
kitab dapat menjadi rujukan mengenai Islam bagi orangorang Melayu. Karena, pada waktu itu,
masyarakat Melayu masih sedikit yang memahami bahasa Arab. Kebanyakan sastra kitab ini
merupakan terjemahan atau hasil transformasi karya-karya Arab. Bidang pengetahuan yang terdapat
dalam sastra kitab adalah ilmu tauhid, fikih, hadis, dan tasawuf. Contoh sastra kitab adalah Shifa’ al-
Qulubkarya Nuruddin Arraniri bertanggal 2 Ramadhan 1225 H (Senin, 1 Oktober 1810 M). Karya ini
menerangkan pengertian kalimat syahadat dan kepercayaan kepada Allah.
Ilmu tradisional
Karya sastra Melayu juga berisi ilmu tradisional yang berupa pengajaran, pemahaman, dan amalan
secara formal, misalnya ilmu bintang, ilmu ramal, tabir mimpi, dan firasat. Pembahasannya berkisar
tentang kedudukan bintang dan pengaruhnya terhadap kejadian alam dan kehidupan manusia,
kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan benda-benda lain yang dihubungkan dengan penyakit dan
amalan hidup, kepercayaan terha dap tabir mimpi, dan firasat. Kepercayaan-kepercayaan ini diamalkan
oleh masyarakat Melayu masa lampau da lam kehidupan sehari-hari dan memengaruhi hidup mereka.
Contoh karya sastra Melayu yang berisi ilmu tradisional adalah Tabir Mimpi. Isinya tentang tafsir
mimpi dan fatwa orang Melayu masa lampau tentang alamat pergerakan bagian tubuh tertentu, waktu
yang sesuai untuk bepergian, dan tanda apabila ada binatang masuk ke rumah atau kampung pada hari
tertentu.
Obat-obatan
Selain disiplin ilmu di atas, karya Melayu juga ada yang membahas masalah obat-obatan Melayu
tradisonal. Naskah seperti ini dikenal dengan nama Kitab Tib(obat, penyembuh), yang biasa digunakan
sebagai panduan untuk mengobati berbagai penyakit. Bahan dasar obat-obatan itu berasal dari sumber
daya alam, seperti flora dan fauna. Karya sastra dalam Kitab Tibtersebut antara lain tentang obat
masuk angin, demam, pilek, sakit kepala, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.
Kitab undang-undang
Kitab undang-undang dalam karya sastra Melayu ini berupa tata tertib dan adat istiadat Melayu yang
diwariskan secara turun-temurun. Karena itu, tak heran bila ada daerah-daerah tertentu yang
mengedapan hukum daerah (adat) dibandingkan hukum positif. Dan, bagi sekelompok masyarakat,
bila sudah mematuhi (menjalankan) hukum adat, tak perlu lagi menjalani hukum lainnya. rid
Intelektual perempuan
Yang menarik di antara karya-karya tersebut terdapat sejumlah penulis dari kaum perempuan. Raja
Safiah mengarang Syair Kumbang Menginderadan saudaranya Raja Kalsum menulis Syair Saudagar
Bo doh. Kedua penulis perempuan itu adalah putri Raja Ali Haji, seorang intelektual Melayu tersohor
yang kita kenal dengan karya besarnya Gurindam Dua Belas.
Pengarang perempuan yang juga sangat terkenal waktu itu adalah Aisyah Sulaiman. Cucu Raja Ali
Haji itu menulis Syair khadamuddin, Syair Seligi Tajam Bertimbal, Syamsul Anwar, dan Hikayat
Shariful Akhtar.
Selain nama-nama tersebut, masih terdapat beberapa nama intelektual perempuan yang memiliki
kepedulian dalam pengembangan kesusastraan Melayu. Di antaranya adalah Salamah binti Ambar
yang menulis dua buku dengan judul Nilam Permatadan Syair Nasihat untuk Penjagaan Anggota
Tubuh. Ada pula Khadijah Terung yang menulis buku Perhimpunan Gunawan bagi Laki-laki dan
Perempuan.
Kebudayaan Islam dalam Tradisi Kepenulisan Melayu
By Republika Newsroom
(sya/rid)
Senin, 20 April 2009 pukul 17:20:00
Tersebar luas
Sampai sekarang, penulisan naskah dalam teks Arab-Melayu telah menyebar di Nusantara hingga ke
berbagai penjuru dunia. Naskah-naskah itu tersebar hingga ke Afrika dan Eropa.
Di Nusantara, naskah-naskah Melayu kuno itu menyebar ke berbagai daerah, seperti Aceh,
Minangkabau, Riau, Siak, Bengkulu, Sambas, Kutai, Ternate, Ambon, Bima, Palembang, Banjarmasin,
dan daerah-daerah yang kini masuk kawasan Malaysia dan Singapura.
Naskah-naskah tersebut saat ini disimpan di lembaga-lembaga dalam dan luar negeri. Di Indonesia,
naskah-naskah itu disimpan di museum daerah, Perpustakaan Nasional, yayasan-yayasan, pesantren,
masjid, dan keluarga-keluarga atau pemilik naskah.
Ketika itu, aktivitas penulisan berkembang sangat marak. Hal ini didukung dengan hadirnya beberapa
percetakan di sejumlah kawasan, seperti Rumah Cap Kerajaan di Lingga, Mathba'at al-Riauwiyah di
Panyengat, dan Al-Ahmadiyah Press di Singapura. Munculnya ketiga percetakan itu memungkinkan
karya para intelektual Muslim dapat dicetak dengan baik. Akhirnya, beberapa karya itu pun menyebar
hingga ke berbagai daerah.
Hingga saat ini, belum dapat dipastikan berapa jumlah karya sastra yang berhasil dicetak. Apalagi,
hampir setiap saat, karya itu semakin bertambah. Namun demikian, ada beberapa penelitian yang
mencoba mendatanya. Chambert-Loir (1980), ahli perpustakaan dari Prancis, memperkirakan sekitar
4.000 buah naskah berdasarkan berbagai katalogus dan jumlah ini tersebar di 28 negara.
Ismail Husain (1974) memperkirakan ada sekitar 5.000 naskah Melayu dan lebih kurang
seperempatnya berada di Indonesia dan terbanyak berada di Jakarta. Sedangkan, Russel Jones
memperkirakan jumlahnya sampai pada angka 10 ribu.
Adapun 28 negara tempat penyebaran naskah-naskah Melayu yang diutarakan Chambert-Loir (1999)
adalah Afrika Selatan, Amerika, Austria, Australia, Belanda, Belgia, Brunei, Ceko-Slovakia, Denmark,
Hongaria, India, Indonesia, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman, Malaysia, Mesir, Norwegia, Polandia,
Prancis, Rusia, Singapura, Spanyol, Srilanka, Swedia, Swiss, dan Thailand.
Seluk-beluk Hadis Nabi, Dari Penulisan Hingga Pemalsuan Hadis
By Republika Newsroom
(sya/taq)
Selasa, 07 April 2009 pukul 12:16:00
Kelompok yang paling dominan dalam membuat hadis-hadis palsu adalah kalangan politisi dan ahli
sufi.
Alquran, selain berisi ayat-ayat yang qath'i (jelas), juga berisi ayat-ayat yang zhanni (samar). Ayat-ayat
yang samar dan bersifat umum memerlukan penjelasan dan keterangan lebih lanjut. Biasanya,
penjelasan dan keterangan itu didapatkan dari hadis Nabi Muhammad SAW. Apa yang tidak dijelaskan
secara terperinci dalam Alquran maka hal itu akan diuraikan dengan gamblang dalam sebuah hadis.
Karena fungsinya itu, hadis merupakan sumber hukum Islam setelah Alquran.
Berbeda dengan Alquran yang telah ditulis sejak Rasulullah menerima wahyu meski pada daun lontar,
pelepah kurma, dan kulit binatang; hadis atau perkataan-perkataan Nabi Muhammad SAW lebih
banyak dihafal oleh para sahabat daripada ditulis. Sebab, Rasulullah pernah melarang para sahabat
untuk mencatat hadis-hadis, sebagaimana riwayat yang diterima dari Abu Sa'id al-Khudri, Abu
Hurairah, dan Zaid bin Tsabit yang tercantum dalam Taqyid al-Ilm karya Ibnu Abdul Barr. Larangan ini
dimaksudkan agar sahabat fokus pada Alquran.
Namun, larangan ini, menurut sebagian ulama, tidak ditujukan kepada semua sahabat, tetapi khusus
kepada para penulis wahyu karena kekhawatiran bercampurnya ayat-ayat Alquran dan hadis. Karena
itu, pada keterangan lain, disebutkan bahwa Nabi SAW mengizinkan menulis hadis, sebagaimana
riwayat dari Abdullah bin Amr, Abu Syah, dan Ali bin Abi Thalib.
Kendati pada masa awal Islam sudah ada catatan-catatan hadis yang ditulis beberapa sahabat,
penulisan hadis secara khusus baru dimulai pada awal abad ke-2 H saat Umar bin Abdul Aziz dari Bani
Umayyah menduduki jabatan khalifah (717-720 M).
Sebab, menurut Khalifah Umar bin Abdul Aziz, bila tidak dikumpulkan dan dibukukan secara sendiri,
hadis itu berangsur-angsur akan hilang. Apalagi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat banyak
sahabat dan para penghafal hadis semakin berkurang, baik karena meninggal dunia maupun berpindah
tempat sesuai dengan perkembangan wilayah kekuasaan Islam. Dan, hal ini juga dimaksudkan untuk
terpeliharanya hadis dari ungkapan-ungkapan orang lain yang dikira bersumber dari Rasulullah (hadis
palsu).
Sebab, setelah wafatnya khalifah Utsman bin Affan, timbul pergolakan politik antara pendukung Ali
bin Abi Thalib dan lainnya. Akibatnya, di masa itu, banyak muncul hadis-hadis palsu. Hadis-hadis
palsu ini dilontarkan oleh pihak-pihak yang bertikai untuk menguatkan pendapatnya yang seolah-olah
pendapat itu sesuai dengan pendapat Rasulullah.
Menurut guru besar Ilmu Hadis dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah SAW, Prof
DR KH Ali Mustafa Ya'kub MA, kelompok yang paling dominan dalam membuat hadis-hadis palsu
adalah kalangan politisi dan ahli sufi. Bila kalangan politisi banyak membuat hadis palsu untuk
mendukung pendapatnya, kalangan ahli sufi membuat hadis palsu karena melihat bobroknya akhlak
umat yang mulai enggan beramal saleh. Karena itu, hadis palsu dibuat oleh kalangan ahli sufi untuk
merangsang umat beramal saleh.
Tingkatan hadis
Sepanjang hidup Rasulullah SAW, ratusan ribu hadis, baik berupa perkataan maupun perbuatan beliau,
telah diriwayatkan para sahabat dan ahli hadis. Awalnya, dari satu sumber (Rasulullah), namun
akhirnya disampaikan secara berbeda-beda. Karena itulah kemudian muncul berbagai istilah hadis
Nabi. Ada yang hadisnya mutawatir, ahad, sahih, hasan, dan daif.
Bila dilihat dari kuantitas (jumlah) perawinya, dikenal dengan hadis mutawatir dan ahad. Mutawatir
artinya hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi yang kedudukannya diakui banyak ulama dan
ahli hadis lainnya. Sedangkan, hadis ahad diriwayatkan oleh sedikit perawi.
Begitu pula bila dilihat dari kualitas para perawinya, hadis terbagi bermacam-macam. Ada hadis yang
sahih (benar), hasan (baik), dan daif (lemah). Namun, ada pula hadis yang diterima (maqbul) dan
tertolak (mardud). Karena itu, ada hadis yang diakui sebagai hadis dan ada pula yang tidak diakui
sebagai hadis (palsu). Wa Allahu A'lam.
Imam Bukhari: Pemimpin dalam Ilmu Hadis
By Republika Newsroom
(dia/berbagai sumber)
Senin, 06 April 2009 pukul 09:41:00
USNA.EDU
Sebelum menetapkan sebuah hadis menjadi
sahih, Bukhari senantiasa menelitinya, mulai dari
kualitas hadis, jumlah periwayat (perawi),
keadilan dan tingkat hafalan periwayat, hingga
mutawatir (bersambung) ke Rasulullah.
Imam Bukhari dikenal sebagai seorang ulama dan
ahli dalam ilmu hadis. Ketelitian dan
kecermatannya untuk mengumpulkan hadis-hadis
sahih telah diakui para ulama. Bahkan, kitab
hadis yang disusunnya (Sahih Bukhari) menjadi
rujukan hampir semua ulama di dunia. Nama besarnya sejajar dengan para ahli hadis yang pernah ada
sepanjang zaman. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-
Mugirah bin Bardizbah al-Bukhari.
Dilahirkan di Bukhara, Samarkand (sekarang), Uzbekistan, Asia Tengah, pada 13 Syawal 194 H atau
bertepatan pada 21 Juli 810 M. Tak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya. Kemudian,
dalam sebuah riwayat, dikisahkan bahwa pada suatu malam, ibunda Imam Bukhari bermimpi melihat
Nabi Ibrahim AS yang mengatakan, ''Hai Fulanah, sesungguhnya Allah telah mengembalikan
penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa.'' Ternyata, pada pagi harinya sang
ibu menyaksikan bahwa kedua mata putranya telah bisa melihat kembali.
Iman Bukhari kecil dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab Ast-Tsiqat, Ibnu
Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-
hal yang bersifat syubhat (samar) hukumnya, terlebih lagi terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah
seorang ulama bermazhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, yaitu seorang ulama besar
dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Sejak kecil, Imam Bukhari memang telah menunjukkan bakatnya yang cemerlang dan luar biasa. Dia
mempunyai ketajaman ingatan dan hafalan yang melebihi orang lain. Ketika berusia 10 tahun, Bukhari
selalu datang dan mempelajari ilmu hadis kepada ad-Dakhili, salah seorang ulama yang ahli dalam
bidang tersebut. Setahun kemudian, ia mulai menghafal hadis Nabi SAW dan sudah mulai berani
mengoreksi kesalahan dari guru yang keliru menyebutkan periwayatan hadis. Pada usia 16 tahun, dia
telah menghafal hadis-hadis yang terdapat dalam kitab karangan Ibnu Mubarak dan karangan Waki' al-
Jarrah.
Penelitian hadis
Guru-guru Imam Bukhari dalam bidang hadis sangat banyak. Ada yang
menyebutkannya hingga mencapai lebih dari seribu orang. Imam
Bukhari sendiri pernah mengatakan bahwa kitab al-Jami' as-Sahih atau
yang terkenal dengan nama Sahih al-Bukhari disusun sebagai hasil dari
menemui 1.080 orang guru ahli (sarjana) dalam bidang ilmu hadis.
Dalam mengambil sebuah hadis, Bukhari sangat hati-hati. Ia tidak mau
asal mengambil sebuah hadis sebelum diteliti tingkat kesahihannya.
Bagaimana kualitasnya, siapa perawinya, adil atau tidak perawi
tersebut, dan apakah hadis itu bersambung ke Rasulullah SAW atau
tidak? Jika hadis-hadis yang diterimanya tidak sampai bersambung
(mutawatir), ia akan meninggalkannya walaupun dalam periwayatannya
terdapat imam atau sahabat terkenal.
Karena itulah, ketelitiannya dalam menempatkan sebuah hadis
menjadikan dirinya sebagai orang yang hati-hati. Hadis yang diakui oleh imam hadis lainnya, seperti
Imam Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, Nasai, dan Ahmad, belum tentu sahih menurut Bukhari. Dan,
karena itu pula, kitab Sahih Bukhari yang ditulisnya menjadi rujukan pertama banyak ulama sebelum
mengambil hadis sahih dari imam yang lain.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis sahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun
lamanya. Ia mengunjungi berbagai kota guna mendapatkan keterangan yang lengkap tentang suatu
hadis, baik mengenai hadis itu sendiri maupun mengenai orang yang meriwayatkannya. Di antaranya,
ia melawat dua kali ke daerah Syam (Suriah), Mesir, hingga Aljazair. Kemudian, ia melawat ke Basra
empat kali. Lalu, menetap di Hijaz (Makkah dan Madinah) selama enam tahun dan berulang kali ke
Kufah dan Baghdad.
Dari pertemuannya dengan para ahli hadis tersebut, Bukhari berhasil memperoleh hadis sebanyak 600
ribu buah. Dan, 300 ribu di antaranya telah dihafal oleh Bukhari. Hadis-hadis yang dihafalnya itu
terdiri atas 200 ribu hadis yang tidak sahih dan 100 ribu hadis yang sahih. Karena itu, dalam kitab-
kitab fikih dan hadis, hadis-hadis beliau memiliki derajat yang tinggi.
Maka, tak mengherankan jika Imam Bukhari menjadi ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli
hadis sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai, dan
Ibnu Majah. Bahkan, sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fi al-Hadits (pemimpin
kaum Mukmin dalam ilmu hadis). Banyak ahli hadis yang berguru kepadanya, seperti Syekh Abu
Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr, dan Imam Muslim.
Sering difitnah
Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan dikagumi sampai ke seluruh dunia Islam. Di Naisabur,
tempat asal Imam Muslim--seorang ahli hadis yang juga murid Imam Bukhari--kedatangan Bukhari
pada tahun 250 H disambut meriah. Bahkan, juga oleh guru Imam Bukhari sendiri, Muhammad bin
Yahya Az-Zihli.
Dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim menggambarkan, ketika Imam Bukhari datang ke
Naisabur, dirinya tidak melihat kepala daerah, para ulama, dan warga kota memberikan sambutan luar
biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam Bukhari. Kemudian, terjadi fitnah yang menyebabkan
Imam Bukhari meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.
Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara beliau disambut secara meriah. Namun, ternyata, fitnah
kembali melanda. Kali ini, datang dari Gubernur Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad Az-Zihli, yang
akhirnya gubernur ini menerima hukuman dari Sultan Samarkand (Uzbekistan) yang memerintah saat
itu, yaitu Ibn Tahir.
Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand, Imam Bukhari akhirnya menetap di
Samarkand. Sebelum ke Samarkand, ia singgah di sebuah desa kecil bernama Khartand untuk
mengunjungi beberapa familinya. Namun, di sana, beliau jatuh sakit hingga akhirnya wafat pada 30
Ramadhan 256 H atau bertepatan dengan 31 Agustus 870 M. dia/sya/berbagai sumber
DAYLIFE.COM
Tidak ada pemenang selain Allah . Demikian
frase dalam bahasa Arab yang kerap ditemui pada
ukiran dinding bangunan bersejarah peninggalan
Islam di Andalusia atau Spanyol.
Setidaknya, lebih dari 100 kali tulisan tersebut ter-
cantum sebagai hiasan dinding berbagai bangunan
yang ada. Ini bukan tanpa sebab, mengingat frase
tadi adalah motto dari Dinasti Nasrid yang pernah
berkuasa di Granada, Andalusia, sejak tahun 1238
hingga pengambilalihan oleh Spanyol pada 1492.
Selain itu, tulisan kebahagiaan abadi , juga turut mendominasi corak ukiran dinding. Ini adalah
semacam ungkapan harapan kepada Allah SWT bagi segenap penguasa Granada ketika itu.
Lainnya yakni pesan atau kalimat bijak mengenai esensi kehidupan dan hubungan dengan Sang Pen-
cipta. Semisal, Berhematlah dalam berkata-kala maka engkau akan menemukan kedamaian atau ber-
sukacitalah dalam kesenangan karena Allah akan menolongmu.
Demikian sekelumit gambaran keindahan kata, ukiran dan kaligrafi yang terdapat pada bangunan-ban-
gunan Islam di Spanyol. Sayangnya, sebagian besar belum sepenuhnya didalami maknanya, lantaran
masih sedikit dilakukan kajian.
Memang, hal tersebutlah yang selama berabad-abad lamanya, membuat para ilmuwan dan peneliti dari
seluruh dunia takjub. Kedalaman makna di balik ukiran-ukiran (kaligrafi) di dinding dan di langit-
langit Istana Alhambra, benar-benar memesona.
Oleh karenanya, sejumlah peneliti pun berinisiatif untuk membuat katalog sekaligus berusaha men-
guraikan maksud dari ukiran-ukiran tadi. Dari penjelasan seorang penyidik kajian Arab di Dewan
Peneliti Ilmiah di Spanyol, Juan Castilla, amatlah janggal bila di abad 21 ini, belum ada katalog yang
komprehensif yang menguak makna di balik ukiran maupun kaligrafi Islam itu.
Para peneliti lantas memakai berbagai perangkat teknologi canggih, antara lain kamera digital serta pe-
mindai laser tiga dimensi. Dengan teknologi ini, memungkinkan para peneliti membaca ukiran itu
tanpa perlu menyentuhnya.
Upaya itu tak lepas dari kendala. Banyak kaligrafi di Istana Alhambra yang terdapat di pilar tiang
penyangga sehingga menyulitkan untuk dapat dibaca dari bawah. Selain itu, banyak tulisan yang tak
sulit dibaca karena para pengukir masa lalu memakai huruf kursif.
Diharapkan, paling tidak katalog nanti dapat merangkum sekitar 65 persen dari ukiran dan tulisan kali-
grafi ini. Kemudian, para peneliti akan mencoba menerjemahkannya ke dalam bahasa Spanyol pada
akhir tahun ini, untuk kemudian dialihbahasakan ke bahasa Prancis dan Inggris.
Proyek tersebut direncanakan rampung tahun 2011, setelah mulai dikerjakan sejak tahun 2002 lalu.
Selama kurun waktu itu, sudah sebanyak 3.116 dari 10 ribu tulisan dan ukiran kaligrafi yang diketahui
maknanya.
Istana Alhambra dibangun pada abad ke-13 dan berada di wilayah selatan Granada. Istana tersebut
merupakan 'permata bagi Eropa' dari arsitektur Islam. Kini, istana tersebut dijadikan pusat pariwisata
yang paling menyedot perhatian dengan jumlah pengunjung 3,1 juta per tahun.
Sejak tahun 1236 M, kekuasaan Islam di Spanyol kian melemah. Wilayah Muslim yang semula meli-
puti hampir seluruh semenanjung Iberia, hanya tersisa wilayah Granada yang dipimpin Muhammad
ibn Alhamar.
Pada tahun 1497 Kerajaan Islam Granada jatuh ke tangan tentara gabungan kerajaan Aragon dan
Castilla (Isabella-Ferdinand). Mereka lantas mengusir orang-orang Islam untuk keluar dari tanah
Spanyol.
Al-Zarqali: Astronom Legendaris dari Andalusia
By Republika Newsroom
(hri)
Selasa, 07 April 2009 pukul 16:22:00
MUSLIMHERITAGE.COM
Arzachel. Begitulah masyarakat Barat biasa
menyebut al-Zarqali, seorang astronom Muslim
legendaris dari Andalusia. Kontribusinya bagi
pengembangan astronomi modern sungguh sangat
besar. Ia tak hanya menciptakan peralatan astro-
nomi berteknologi, namun juga sederet terori
penting.
Tak heran jika kemudian, masyarakat astronomi
modern mengabadikan namanya di salah satu
kawah bulan. Ia tercatat sebagai satu dari 24
ilmuwan Muslim yang diakui dunia sains mod-
ern. Al-Zarqali merupakan salah satu ilmuwan
yang lahir dari era kejayaan Islam di Spanyol Muslim alias Andalusia.
Sejatinya, ia bernama lengkap Abu Ishaq Ibrahim Ibnu Yahya al-Zarqali. Di dunia Islam, ia juga diken-
al dengan nama al-Zarqalluh atau al-Zarqallah. Dia terlahir di Toledo, Andalusia pada tahun 1029 M.
Al-Zarqali tumbuh besar ketika kejayaam peradaban Islam di Andalusia berada di tubir kehancuran.
Saat itu, Andalusia diserang pasukan Kristen dari berbagai penjuru. Pada akhir abad ke-11 M, pusat
peradaban Islam di Eropa itu nyaris jatuh dikuasai pasukan Kristen. Untunglah, pasukan tentara
Dinasti Murabbitun dari Maroko berhasil mematahkan serangan pasukan musuh.
Setelah kekuasaan Dinasti Murabbitun berakhir, peradaban Islam di Andalusia masih sempat bersinar
selama dua abad hingga pertengahan abad ke-13 M. Jauh sebelum al-Zarqali menjelma menjadi seor-
ang ilmuwan terpandang di Andalusia, peradaban Islam di wilayah itu telah memiliki sederet saintis
fenomenal seperti: Ibnu Firnas (wafat 887), penemu presawat terbang; al-Zahrawi (936-1013 M), seor-
ang dokter bedah; al-Dinawari seorang ahli botani; serta al-Majriti (wafat 1007 M) yang juga seorang
ilmuwan serbabisa.
Ilmu pengetahuan berkembang pesat di Andalusia, karena mendapat dukungan dari para penguasa.
Pada masa kekuasaan Khalifah al-Hakam II, Andalusia memiliki sekitar 70 perpustakaan umum. Tak
hanya sains yang berkembang, kota-kota di Andalusia pun menjelma menjadi metropolitan terkemuka.
''Saat itu, Andalusia merupakan kota yang paling berperadaban di Eropa.'' ujar T Burckhardt (1972)
dalam bukunya Moorish Culture in Spain. Perkembangan ilmu astronomi di era Kekhalifahan
Umayyah Spanyol mencapai puncaknya pada abad ke-11 dan 12 M. Ibnu Haitham menjadi salah seor-
ang astronom asal Andalusia yang pertama kali mengubah konfigurasi Ptolemeus.
Pada akhir abad ke-11 M, al-Zarqali alias Arzachel menjadi astronom kebanggaan peradaban Muslim
di Andalusia. Ia menemukan bahwa orbit planet itu adalah edaran eliptik bukan edaran sirkular. Selain
itu, ada pula astronom lainnya seperti Ibnu Bajjah serta Nur Ed-Din Al Betrugi alias Alpetragius yang
mengusulkan model-model planet baru.
Kehidupan al-Zarqali
Barron Carra de Vaux (1921) dalam bukunya bertajuk Les Penseurs de l'Islam menyebut al-Zarqali
dengan panggilan 'al-Nekkach' – pemahat logam. Sebelum dikenal sebagai seorang astronom, al-Zar-
qali memulai karirnya sebagai seorang mekanik dan pembuat kerajinan dari logam. Kemahirannya se-
bagai seorang mekanik membuatnya dipercaya untuk menjadi pegawai Ibnu Said di Toledo.
Pada 1060 M, al-Zarqali membuat peralatan observatorium astronomi yang didedikasikan untuk Yahya
Ibnu Abi Mansur. Awalnya, al-Zarqali memang menciptakan peralatan untuk para ilmuwan lain. Karya
ciptanya yang luar biasa akhirnya mengundang ketertarikan dari ilmuwan lain.
''Para ilmuwan lain akhirnya mengakui kehebatan intelektualitas al-Zarqali,'' papar Barron carra de
Vaux. Al-Zarqali terbilang unik. Dia adalah seorang saintis Muslim legendaris yang tak pernah belajar
secara formal. Bahkan, pada awalnya, al-Zarqali nyaris tak pernah membaca bahkan memegang buku
sekalipun.
Kalangan ilmuwan yang kagum dengan karya-karya al-Zarqali kemudian mendorongnya untuk belajar.
Mereka memberinya banyak buku. Al-Zarqali pun kemudian belajar secara otodidak. '' Dua tahun
kemudian, tepatnya pada 1062 M, dia menjadi anggota kumpulan para ilmuwan di Andalusia,'' Juan
Vernet dalam “Dictionary of Scientific Biography”
Setelah mensejajarkan dirinya dengan para ilmuwan lainnya, al-Zarqali tak lagi menciptakan peralatan
untuk saintis lain. Sang saintis mulai menciptakan penemuannya sendiri. Bahkan, al-Zarqali pun
mengajarkan ilmu otoddak yang dikuasainya. Sejak saat itulah, dia dikenal sebagai ilmuwan ter-
kemuka di Andalusia.
Salah satu penemuan al-Zarqali yang paling fenomenal adalah pembuatan jam di Toledo. Jam yang di-
ciptakannya itu masih bisa digunakan hingga tahun 1135 M. Penemuannya itu menarik perhatian Raja
Alphonso IV. Secara khusus Raja Alphonso mencari tahu bagaiama jam yang diciptakan al-Zarqali itu
bekerja.
Selain berhasil menciptakan jam air yang sangat mengagumkan, al-
Zarqali juga mampu membuat astrolab paling canggih dan akurat.
Atrolab yang ciptakannya tergolong paling bagus di antara astrolab
lain yang dibuat sebelumnya serta pada masa itu. Astrolab itu bisa di-
gunakan untuk beragam keperluan.
Astrolab ciptaannya bisa digunakan untuk mengamati siklus zodiak.
Selain itu juga bisa didesain secara khusus untuk mengukur garis
lintang dan memproyeksikan letak ekuator. Teknologi astrolab yang
dibuatnya juga bisa menentukan jam atau waktu.
Al-Zarqali begitu populer di dunia Barat. Selama berabad-abad, kary-
anya yang fenomenal, yakni Tabel Toledo begitu dikagumi
Masyarakat Kristen Barat. Hasil buha pikirnya itu begitu berpengaruh
bagi masyarakat Barat. Karyanya itu kemudian diterjemhakan ke
dalam bahasa Latin oleh Gerard of Cremona. Karyanya al-Zarqali
itu mampu bertahan selama lebih dari dua abad.
Pengaruh al-Zarqali yang begitu kuat itu membuat table-table astronomi lainnya di Eropa didasarkan
pada hasil pengukuran al-Zarqali. Tabel Marseilles yang didasarkan pada Tabel Toledan buatan al-Zar-
qali juga diadaptasi ke meridian London, Paris dan Pisa.
Raymond dari Marseilles merupakan salah seorang yang pertama kali mengadaptasi tabel al-Zarqali di
Eropa yakni kota Marseilles. Leopold dari Austria, juga tercatat sebagai astronom Austria yang juga
terpengaruh dengan pemikiran al-Zarqali. Tak cuma itu, Tablas Alfonsinas yang dibuat Alfonso juga
didasarkan pada hasil kerja al-Zarqali.
Al-Zarqali tutup usia pada tahun 1087 M. Meski begitu, buah pikir dan karya-karyanya telah memberi
inspirasi bagi ilmuwan lain terutama di Eropa. Peradaban Islam masa kini sudah seharusnya menum-
buhkan kembali semangat dan perjuangan hidup seorang al-Zarqali. N heri ruslan