0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan20 halaman
Tn. A mengalami cidera kepala berat setelah kecelakaan bermotor tanpa menggunakan helm. Ia mengalami pingsan lebih dari 15 menit, muntah berulang kali, dan menunjukkan gejala neurologis seperti fleksi abnormal dan kelumpuhan pada satu sisi. Derajat keparahan cidera kepala Tn. A mengindikasikan perawatan intensif dan evaluasi lebih lanjut untuk mencegah komplikasi.
Tn. A mengalami cidera kepala berat setelah kecelakaan bermotor tanpa menggunakan helm. Ia mengalami pingsan lebih dari 15 menit, muntah berulang kali, dan menunjukkan gejala neurologis seperti fleksi abnormal dan kelumpuhan pada satu sisi. Derajat keparahan cidera kepala Tn. A mengindikasikan perawatan intensif dan evaluasi lebih lanjut untuk mencegah komplikasi.
Tn. A mengalami cidera kepala berat setelah kecelakaan bermotor tanpa menggunakan helm. Ia mengalami pingsan lebih dari 15 menit, muntah berulang kali, dan menunjukkan gejala neurologis seperti fleksi abnormal dan kelumpuhan pada satu sisi. Derajat keparahan cidera kepala Tn. A mengindikasikan perawatan intensif dan evaluasi lebih lanjut untuk mencegah komplikasi.
Konsep Cidera Kepala • Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak • Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional Tanda dan gejala 1. Commotio Cerebri Tidak sadar selama kurang atau sama dengan 10 menit, Mual dan muntah, Nyeri kepala (pusing), Nadi, suhu, tekanan darah menurun atau normal 2. Contosio cerebri Tidak sadar lebih 10 menit, Amnesia anterograde, Mual dan muntah, Penurunan tingkat kesadaran, Gejala neurologi, seperti parese, Perdarahan 3. Laserasio Serebri Jaringan robek akibat fragmen patah, Pingsan maupun tidak sadar selama berhari-hari/berbulan-bulan, Kelumpuhan anggota gerak, Kelumpuhan saraf otak Manifestasi Klinis • Gejala klinis dari trauma kapitis ditentukan oleh derajat cedera dan lokasinya. Derajat cedera otak kurang lebih sesuai dengan tingkat gangguan kesadaran penderita 1. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah) 2. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang) 3. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat) Cidera Kepala Ringan • Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, alternative dan orientatif) • Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi) • Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang • Klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing • Pasien dapat mengeluh abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala • Tidak adanya kriteria cedera, sedang berat. Cidera Kepala Sedang • Skor skala koma Glasgow 9-14 (kontusi, latergi atau stupor) • Konfusi • Amnesia pasca trauma • Muntah • Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda battle, mata rabun, hemotimpanum, otore atau rinore cairan cerebrospinal • Kejang Cidera Kepala Berat • Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma) • Penurunan derajat kesadaran secara progersif • Tanda neurologis fokal • Cedera kepala penetrasi atau serba fraktur depresi cranium. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Polos 2. CT – Scan 3. Untuk pemeriksaan laboratorium, umumnya pemeriksaan darah lengkap, gula darah sewaktu, ureum-kreatinin, analisis gas darah dan elektrolit 4. Pemeriksaan neuropsikologis (sistem saraf kejiwaan) adalah komponen penting pada penilaian dan penatalaksanan cedera 5. MRI 6. EEG Penatalaksanaan 1. Keperawatan 2. Medis Keperawatan 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus dextrose 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi 4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring Medis 1. Terapi obat-obatan Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu mannitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 % Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol Pembedahan bila ada indikasi (hematom epidural besar, hematom sub dural, cedera kepala terbuka, fraktur impresi >1 diplo) Lakukan pemeriksaan angiografi serebral, lumbal fungsi, CT Scan dan MRI Penatalaksanaan Konservatif 1. Bedrest Total 2. Pemberian Obat-Obatan Pemberian obat obatan 1. Obat Anti Kejang Profilaksis anti kejang efektif diberikan pada 1 minggu pertama pasca trauma. Alternatif obat yang efektif adalah phenytoin dan levetiracetam. Pengobatan profilaksis anti kejang sebaiknya tidak rutin dilakukan setelah 7 hari pasca trauma karena tidak menurunkan risiko kejang fase lanjut pasca trauma. Pemberian profilaksis fenitoin efektif untuk mencegah kejang fase dini pasca trauma. 2. Manitol dan Sodium Laktat Hipertonis : Manitol membantu menurunkan TIK pada pasien COB. Pemberian secara bolus dengan dosis 0,25–1gr/kgBB lebih dianjurkan dibandingkan pemberian secara terus menerus 3. Antibiotika Profilaksispada Pemasangan Kateter Ventrikel Pemberian antibiotik pada pemasangan dan penggantian kateter ventrikel setiap 5 hari tidak mengurangi risiko infeksi. Penggunaan antibiotik lokal maupun sistemik tidak menurunkan risiko infeksi pada pemasangan kateter ventrikel. 4. Analgetik Ketorolac dan acetaminophen dapat digunakan pada pasien trauma kepala. Ketorolac hanya boleh diberikan maksimal 5 hari. Obat-obatan NSAID lainnya seperti ibuprofen dan naproxen bisa diberikan per- oral. Ketoprofen supp dan acetaminophen supp bermanfaat menguranginyeri pada COR. 5. Kortikosteroid Terapi dengan dan tanpa kortikosteroid pada pasien memar otak secara statistic hasil terapi tidak berbeda bermakna 6. Sedatif/Tranquilizer Midazolam mengurangi CBF sehingga cenderung aman dan efektif untuk anestesiadan sedasi pasien dengan peningkatan ICP. Propofol memberikan hasil yang baik dalam fungsi sedasi serta memudahkan dalam evaluasi fungsi neurologis secara awal. Dexmedetomidine merupakan sedasi tanpa efek neurologis dan memberikan efek proteksi pada otak Studi Kasus • Tn. A, 37 tahun dibawa ke UGD Rs. Raden Mataher setelah mengalami kecelakaan lalulintas saat mengendarai motornya. Lokasi kejadian berjarak 2 jam dari IGD. Tn. A tidak memakai helm saat dibawa dan Tn. A sempat pingsan > 15 menit ketika sadar ia kembali mengeluh kekepalanya terasa sakit dan muntah sebanyak 3 kali. Saat dilakukan periksaan fisik ditemukan Tn.A membuka mata saat dirangsang nyeri dan menunjukkan fleksi abnormal pada sisi kanan dan tidak dapat digerakkan pada sisi kiri. TD: 80/50 mmHg, pernafasan: cheynes stokes, Nadi: 52x/menit, T : 37,8 C tampak jejas dengan ukuran 5x10cm pada parietal kanan. Pupil mengalami dilatasi ipsilateral dan refleks cahaya pada kedua pupil menurun. Respon verbal hanya berupa erangan