Anda di halaman 1dari 125

AKUT ABDOMEN

Pembimbing: dr. Posma Simanjuntak, Sp. OT

Disusun oleh:
Helen Anastasya 1915010
Herlina Sari Haloho 1915030
Enny Yuliana Indah 1915032
Silvia Saraswati Somya 1915038
ANATOMI
◦ Dinding abdomen terdiri dari jaringan musculomembranosum yang
mengelilingi suatu cavitas besar (cavitas abdominalis).
◦ Di bagian superior, rongga abdomen dibatasi oleh diafragma (setinggi sela iga
ke 4) dan bagian inferior oleh pintu atas panggul.
◦ Bagian abdomen sering dibagi menjadi 9 regio maupun 4 kuadran.
Pembagian berdasarkan 9 regio:
◦ Regio hipokondriak kanan, meliputi organ : lobus kanan hepar, kantung empedu, sebagian duodenum
dan fleksura hepatika kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
◦ Regio epigastrika, meliputi organ : pilorus gaster, duodenum, pankreas, dan sebagian hepar
◦ Regio hipokondriak kiri, meliputi organ : gaster, lien, bagian kaudal pankreas, fleksura lienalis kolon,
bagian proksimal ginjal kiri kelenjar suprarenal kiri.
◦ Regio lumbal kanan, meliputi organ : kolon asendens, bagian distal ginjal kanan, sebagian duodenum,
dan jejunum.
◦ Regio umbilicus, meliputi organ : omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum, jejunum, dan
ileum.
◦ Regio lumbal kiri, meliputi organ : kolon asendens,bagian distal ginjal kiri, sebagian jejunum dan ileum.
◦ Regio iliaka kanan, meliputi organ : caecum, apendiks, bagian distal ileum, ovarium kanan, dan ureter
kanan
◦ Regio hipogastrika, meliputi organ : ileum, vesica urinaria, dan uterus (pada kehamilan)
◦ Regio iliaka kiri, meliputi organ : kolon sigmoid, ureter kiri, dan ovarium kiri
Pembagian berdasarkan 4 kuadran:
◦ Kuadran kanan atas/ Right Upper Quadrant (RUQ)
◦ Kuadran kiri atas/ Left Upper Quadrant (LUQ)
◦ Kuadran kanan bawah/ Right Lower Quadrant (RLQ)
◦ Kuadran kiri bawah/ Left Upper Quadrant (LUQ)
Lapisan Dinding Abdomen
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang
kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang
belakang pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian
bawah melekat pada tulang panggul. Dinding perut terdiri atas
beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri dari:
1. Kutis
2. Subkutis
 Fascia superfisial (fascia camper)
 Fascia profunda (fascia scarpa)
3. Otot dinding perut
 Kelompok ventrolateral
Tiga otot pipih : Musculus obliquus abdominis eksternus , Musculus obliquus
abdominis internus, Musculus transversus abdominis
Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis
 Kelompok posterior : musculus psoas major, musculus psoas
minor, musculus iliacus, musculus quadratus lumborum
4. Fascia tranversalis
5. Peritonium
Vascularisasi dan Inervasi
Dinding Abdomen
Vaskularisasi abdomen berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal
diperoleh dari cabang aa.interkostales VI s.d XII dan a. Epigastrica superior
(cabang dari a.thoracica interna). Dari kaudal : a.iliaka sirkumfleksa superfisialis,
a.pudenda eksterna dan a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini
memungkinan sayatan perut horizontal dan vertikal tanpa menimbulkan
gangguan perdarahan.
Dinding abdomen dipersarafi secara segmental oleh n.torakalis VI-XII dan
n.Lumbalis I.
◦ Akut abdomen : suatu keadaan klinis akibat kegawatdaruratan di rongga perut
yang biasanya timbul mendadak, dengan nyeri hebat sebagai keluhan utama
dan memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah.
◦ Akut abdomen : kondisi intra-abdomen akut yang serius disertai nyeri, nyeri
tekan, dan kekakuan otot, dan biasanya memerlukan tindakan bedah segera.
Epidemiologi
◦ Kasus abdominal pain tercatat  5-10% dari semua kunjungan gawat darurat
atau 5-10 juta pasien di Amerika Serikat.
◦ Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke IGD mengeluh
nyeri perut.
◦ Diagnosis bervariasi sesuai untuk kelompok usia, yaitu anak dan geriatri.
Sebagai contoh nyeri perut pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh
apendisitis, sedangkan penyakit empedu, usus diverticulitis, dan infark usus
 lebih umum terjadi  pada elderly.
Etiologi ◦ Penyebab secara umum :
◦ 1. Infeksi – radang
◦ 2. Kelainan bawaan
◦ 3. Neoplasma – keganasan
◦ 4. Trauma
◦ 5. Lain-lain (miscellaneous)
◦ Gangguan metabolisme
◦ Kelainan vaskuler
◦ Kelainan letak akut
◦ Penyebab Khusus :
◦ 1. Infeksi – radang
◦ Appendisitis, kolesistitis, pankreatitis, divertikulitis
◦ 2. Perforasi – ruptur
◦ Gaster, ileum pada Typhoid, Vesica fellea, hepar, lien
◦ 3. Perdarahan
◦ Gaster, duodenum, usus halus (typhoid), kolon (angiodysplasia),
aneurysma Aorta Abdominalis
◦ 4. Gangguan passage usus
◦ Ileus, pseudoobstruksi kolon
◦ 5. Gangguan letak akut
◦ Volvulus, torsio testis / ovarium
◦ 6. Kelainan vaskuler
◦ Thrombosis / emboli a./v. mesenterica (infrak mesenterialis)
◦ 7. Gangguan metabolisme :
◦ Pseudoakut abdomen pada ketoasidosis, hypokalemia, uremia
PATOFISIOLOGI
AKUT ABDOMEN
Patofisiologi
◦ Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba – tiba atau sudah
berlangsung lama.
◦ Nyeri yang dirasakan dapat ditentukan atau tidak oleh pasien tergantung pada
nyeri itu sendiri.
◦ Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk nyeri
viseral, dari otot, dan lapisan dari dinding perut (nyeri somatic).
◦ Lokasi dari nyeri abdomen bisa mengarah pada lokasi organ yang menjadi
penyebab nyeri tersebut. Walaupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan
penjalaran dari tempat lain.
JENIS NYERI
AKUT ABDOMEN
Nyeri Viseral
◦ Rasa sakit visceral berasal dari abdomen viscera, yang dipersarafi oleh serabut saraf
otonom dan merespons terutama sensasi distensi dan kontraksi otot.
◦ Nyeri viseral biasanya tidak jelas, hal ini kurang terlokalisasi.
Nyeri Somatik
◦ Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf
tepi, misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding
perut.
◦ Nyeri dirasakan seperti disayat atau ditusuk, dan pasien dapat menunjuk
dengan tepat dengan jari lokasi nyeri.
Referred Pain
◦ Ini terjadi jika seseorang merasakan nyeri di bagian tubuh yang letaknya jauh
dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri.
◦ Biasanya nyeri ini mula-mula timbul didalam salah satu daerah di permukaan
tubuh.
◦ Dan nyeri ini dialihkan ke daerah dalam tubuh yang tidak tepat betul dengan
daerah organ yang menimbulkan nyeri.
◦ Hal ini terkait dengan innervasi organ oleh serabut nyeri aferen yang mengikuti
jalur serupa seperti sistem saraf simpatik
Nyeri Iskemik
◦ Iskemik menyebabkan nyeri viseral dengan cara yang tepat sama seperti
timbulnya rasa nyeri di jaringan lain,
◦ hal ini dikarenakan terbentuknya produk akhir metabolik yang asam atau
produk yang dihasilkan oleh jaringan degeneratif seperti bradikinin, enzim
proteolitik, atau bahan lain yang merangsang ujung serabut nyeri.
Nyeri Kolik
◦ Kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
◦ biasanya diakibatkan oleh hambatan pasase dalam organ tersebut (obstruksi
usus, batu ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intraluminer).
◦ Nyeri ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran.
Karena kontraksi berbeda maka kolik dirasakan hilang timbul.
Nyeri Kontiniu
◦ Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietal akan dirasakan terus
menerus karena berlangsung terus menerus, misalnya pada reaksi radang.
◦ Pada penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskuler secara refleks untuk melindungi bagian yang
meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
Penatalaksanaan
◦ Tujuan dari penatalaksanaan akut abdomen :
◦ Penyelamatan jiwa penderita
◦ Meminimalisasi kemungkinan terjadinya cacat dalam fungsi fisiologis alat pencernaan
penderita.
◦ Biasanya langkah-langkah itu terdiri dari :
◦ Tindakan penanggulangan darurat  resusitasi untuk memperbaiki sistem
pernapasan dan kardiovaskuler.
◦ Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
◦ Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
◦ Tindakan penanggulangan definitif
◦ Meminimalisasi cacat yang mungkin terjadi dengan cara :
• Menghilangkan sumber kontaminasi.
• Meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi  membersihkan rongga peritoneum.
• Mengembalikan kontinuitas passage usus dan menyelamatkan sebanyak mungkin usus
yang sehat  meminimalisasi cacat fisiologis.
◦ Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan membuka rongga
abdomen yang dinamakan laparotomi.
◦ Langkah-langkah pada laparotomi darurat adalah :
• Segera mengadakan eksplorasi  menemukan sumber perdarahan.
• Usaha menghentikan perdarahan secepat mungkin.
• Perdarahan dari organ padat  tampon abdomen untuk sementara.
• Perdarahan dari arteri besar  klem vaskuler.
• Perdarahan dari vena besar  penekanan langsung.
◦ Setelah perdarahan berhenti  kesempatan anestesi untuk memperbaiki volume
darah.
◦ Bila terdapat perforasi atau laserasi usus  penutupan lubang perforasi atau
reseksi usus dengan anastomosis.
◦ Diadakan pembersihan rongga peritoneum dengan irigasi larutan NaCl
fisiologik.
◦ Sebelum rongga peritoneum ditutup  eksplorasi sistematis dari seluruh organ
dalam abdomen mulai dari kanan atas sampai kiri bawah dengan
memperhatikan daerah retroperitoneal duodenum dan bursa omentalis.
◦ Bila sudah ada kontaminasi rongga peritoneum  drain dan subkutis serta kutis
dibiarkan terbuka.
◦ Laparotomi eksplorasi darurat
◦ Tindakan sebelum operasi
◦ Keadaan umum sebelum operasi setelah resusitasi sedapat mungkin harus stabil. Bila ini
tidak tercapai karena perdarahan yang sangat besar  operasi langsung untuk
menghentikan sumber perdarahan.
◦ Pemasangan NGT (nasogastric tube)
◦ Pemasangan dauer-katheter
◦ Pemberian antibiotika secara parenteral pada penderita dengan persangkaan perforasi usus,
shock berat, atau trauma multipel.
◦ Pemasangan thorax-drain pada penderita dengan fraktur iga, haemothoraks, atau
pneumothoraks.
◦ Insisi laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau para median panjang.
Komplikasi Post Operatif
◦ Ileus dan Post Operative Bowel Obstruction
Disebabkan oleh gangguan elektrolit, inflamasi intra abdominal atau infeksi,
pankreatitis, atau obat-obatan (opioid, antikolinergik, phenothiazine, dan
psikotropika)
Gejala klinik : mual, muntah, distensi abdomen, kram, dan obstipasi
◦ Adhesi
◦ Retensi Urin
Prognosis

◦ Tergantung dari etiologi dan keparahan dari gejala, umur, penyakit komorbid,
kecepatan diagnosis dan penanganan
◦ Perforasi meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
◦ Pada pasien usia lanjut, prognosis makin buruk
◦ Pasien obesitas memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi dan peningkatan
kemungkinan komplikasi post operatif.
◦ Pasien yang sedang hamil memiliki peningkatan risiko morbiditas dan
mortalitas pada ibu dan janinnya ( kelahiran premature / abortus)
HERNIA
DEFINISI
◦ Suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek)
yang diliputi oleh dinding.
◦ Protrusi / penonjolan isi suatu rongga (organ atau jaringan) melalui suatu defek atau
bagian lemah dari dinding rongga tersebut dimana isi tersebut seharusnya berada
dalam keadaan normal yang tertutup
Struktur yang berhubungan dengan
hernia
◦ Defek / bagian lemah dari dinding rongga
◦ Kantong hernia
◦ Isi hernia
◦ Cincin hernia
Cincin hernia merupakan bagian kantung hernia yang menyempit akibat
defek dinding suatu rongga
Bagian bagian dari hernia :

◦ Pintu hernia
Hernia dinamai berdasarkan dari pintunya

◦ Kantung hernia
peritoneum parietalis, bagiannya adalah kolum, korpus
dan basis

◦ Kanalis inguinalis
saluran yang berjalan oblik (miring) dengan panjang 4 cm
dan terletak 2-4 cm di atas ligamentum inguinale
Insidensi
 75% hernia dinding abdomen  hernia inguinal 
2/3 hernia indirek
 Pria 25 > sering dari wanita
 Hernia inguinal lebih sering terjadi di sebelah kanan
 Prevalensi hernia meningkat sesuai usia terutama
hernia inguinal, umbilikal dan femoralis
 Hernia inguinal dibagi menjadi 2 yaitu hernia
inguinalis lateralis dan hernia inguinalis medialis
Etiologi
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang.
◦ Overweight
◦ Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan
ukuran badan
◦ Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi
atau gangguan saluran kencing
◦ Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
◦ Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis,
asthma, emphysema, alergi
◦ Kehamilan
◦ Ascites
2. Adanya kelemahan jaringan /otot.
3. Tersedianya kantung.
KLASIFIKASI
Casten membagi hernia menjadi tiga stage, yaitu:
• Stage 1 : hernia indirek dengan cincin interna yang normal.
• Stage 2 : hernia direk dengan pembesaran atau distorsi cincin interna.
• Stage 3 : semua hernia direk atau hernia femoralis.

Menurut Halverson dan McVay, hernia terdapat terdapat 4 kelas:


• Kelas 1 : hernia indirek yang kecil.
• Kelas 2 : hernia indirek yang medium.
• Kelas 3 : hernia indirek yang besar atau hernia direk.
• Kelas 4 : hernia femoralis.
Sistem Ponka membagi hernia menjadi 2 tipe:
1. Hernia Indirek
◦ hernia inguinalis indirek yang tidak terkomplikasi.
◦ hernia inguinalis indirek sliding.
2. Hernia Direk
◦ suatu defek kecil di sebelah medial segitiga Hesselbach, dekat tuberculum pubicum.
◦ hernia divertikular di dinding posterior.
◦ hernia inguinalis direk dengan pembesaran difus di seluruh permukaan segitiga
Hesselbach
Gilbert membuat klasifikasi berdasarkan 3 faktor:
◦ 1. Ada atau tidak adanya kantung peritoneal.
◦ 2. Ukuran cincin interna.
◦ 3. Integritas dinding posterior dan kanal.
Berdasarkan lokalisasi / topografinya
- hernia inguinalis
- hernia femoralis
- hernia umbilikalis
- hernia paraumbilikalis,
- hernia epigastrika
- hernia diafragma
Menurut Isinya
- hernia usus halus
- hernia omentum

Terlihat atau tidaknya


- hernia eksternal
- hernia internal
Menurut Kausanya :
- hernia kongenital
- hernia traumatica

Menurut sifatnya :
- hernia reponibilis
- hernia ireponibilis
- hernia inkarserata
- hernia strangulata
Perbedaan HIL dan HIM
Hernia femoralis
Benjolan di lipat paha melalui anulus femoralis  hernia masuk ke dalam
kanalis femoralis  keluar pada fosa ovalis di lipat paha
Hernia umbilicalis / hernia
umbilikus
◦ kelainan kongenital
◦ tidak sempurnanya penutupan umbilikus (bekas tali pusar)
◦ isi rongga perut yang masuk melalui cincin umbilikus akibat peninggian
tekanan intra abdomen
◦ biasanya akan regresi spontan (6 bln – 1thn) bila cincin hernia < 2 cm
◦ Bila > 2 cm  operasi
Hernia eksternal
Bisa dilihat langsung secara kasat mata dari luar
- hernia inguinalis
- hernia scrotalis
- hernia umbilikalis
Hernia internal
◦ tidak bisa dilihat dari luar secara kasat mata

- Hernia diafragmatica  adanya celah di diafragma karena


pembentukan diafragma yang tidak sempurna
- Hernia foramen winslowi
- Hernia obturatoria
- Hernia hiatal esofagus  terjadi melalui celah masuknya esofagus yang
masuk dari rongga dada
Hernia reponible
◦ isi kantong hernia masih dapat keluar masuk dari dinding rongga
◦ tanpa ada keluhan nyeri dan tidak ada tanda obstruksi usus
Hernia irreponible
◦ isi kantong hernia tidak dapat lagi dimasukkan ke dalam
◦ Tonjolan sudah menetap
◦ isi kantong hernia melekat pada perineum kantong hernia/isi kantong
hernia terjepit pada cincin hernia
 Hernia akreta
◦ Hernia inkarserata  hernia irreponibilis akibat isi kantong hernia
terjepit pada cincin hernia, disertai gangguan pasase usus

◦ hernia strangulata  hernia irreponibilis akibat isi kantong hernia terjepit


pada cincin hernia, disertai gangguan vaskularisasi
GEJALA
◦ Bergantung pada keadaan isi hernia, ada tidaknya perlekatan, maupun
komplikasi yang telah terjadi
◦ Hernia inguinalis direk  benjolan di selangkangan / lipatan paha
◦ Hernia indirek  benjolan memanjang turun ke arah skrotum
◦ Hernia inguinalis reponibilis 
penderita berdiri, batuk, mengedan, membungkuk, mengangkat beban
berat atau bersin  benjolan di lipat paha bisa muncul atau membesar
jika penderita berbaring atau isi hernia didorong masuk,
benjolan di lipat paha akan menghilang atau mengecil
Pemeriksaan
Finger Test :
◦ Menggunakan jari ke 2 atau jari ke 5.
◦ Dimasukkan lewat skrortum melalui anulus eksternus ke kanal inguinal.
◦ Penderita disuruh batuk:
- Bila impuls diujung jari  Hernia Inguinalis Lateralis
- Bila impuls disamping jari  Hernia Inguinnalis Medialis
Ziemen Test :
◦ Posisi berbaring, bila ada benjolan masukkan dulu (biasanya oleh
penderita).
◦ Hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan
◦ Penderita disuruh batuk bila rangsangan pada:
- jari ke 2 : Hernia Inguinalis Lateralis
- jari ke 3 : hernia Ingunalis Medialis
- jari ke 4 : Hernia Femoralis
Thumb Test :
◦ Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh mengejan
◦ Bila keluar benjolan  Hernia Inguinalis medialis.
◦ Bila tidak keluar benjolan  Hernia Inguinalis Lateralis.
KOMPLIKASI
Hernia inkarserasi :
◦ Hernia yang membesar mengakibatkan nyeri dan tegang
◦ Tidak dapat direposisi
◦ Adanya mual ,muntah dan gejala obstruksi usus.
 

Hernia strangulasi :
◦ Gejala yang sama disertai adanya infeksi sistemik
◦ Adanya gangguan sistemik pada usus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

◦ Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:


◦ Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
◦ Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan
menjadi dehidrasi.
◦ Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha
Pemeriksaan radiologis
◦ Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi,
yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan
Spontaneous Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana
berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga
extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse :
◦ Retropubic
◦ Intra abdominal
◦ Pre peritoneal
◦ Pre peritoneal locule
PENATALAKSANAAN
Penanganan DI IGD
◦ Mengurangi hernia.
◦ Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri. Pasien harus
istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
◦ Menurunkan tegangan otot abdomen.
◦ Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah lutut.
◦ Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20° terhadap hernia
inguinalis.
◦ Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan dan
menimbulkan proses analgesia.
◦ Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi unilateral (seperti
kaki kodok)
◦ Posisikan dua jari di ujung cincin hernia untuk mencegah penonjolan yang
berlanjutselam proses reduksi penonjolan
◦ Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu mengembalikan
isis hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah apeks akan menyebabkan isis
hernia keluar dari pintu hernia.
◦ Konsul ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali percobaanm
◦ Teknik reduksi spontan memerlukan sedasi dam analgetik yang adekuat dan
posisikan Trendelenburg, dan kompres dingin selam a20-30 menit
Indikasi operasi
◦ Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif
tanpa penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama
inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus),
testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti
tindakan operatif.
◦ pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada keadaan
inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat (Robaeck-
Madsen, Gavrilenko) bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka
mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery.
Konservatif
◦ Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan lambat dan
menetap sampai terjadi reposisi
◦ Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg,
pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila berhasil, anak
boleh menjalani operasi pada hari berikutnya.
◦ Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus
dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena merusak kulit
dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam
Operatif
Anak-anak  Herniotomy :

Karena masalahnya pada kantong hernia,maka dilakukan pembebasan kantong


hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada
perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi
mungkin lalu dipotong.
Dewasa  Herniorrhaphy :
• Perawatan kantung hernia dan isi hernia
◦ Penguatan dinding belakang (secara Bassini, Marcy Ferguson, Halsted /
Kirchner, Lotheissen-Mc Vay (Cooper’s ligament repair), Shouldice, Tension
free herniorrhaphy)
Teknik – teknik operasi hernia
Tujuan operasi adalah menghilangkan hernia dengan cara membuang kantung dan
memperbaiki dinding abdomen.
Adapun teknik-teknik operasi hernia ada beberapa cara, yaitu
◦ Mercy dikenal dengan ligasi sederhana dengan diangkat tinggi kantungnya.melewati
ingunal yang dikombinasi dengan pengikatan cincin interna.
◦ Bassini, dahulu merupakan metode yang sering digunakan, dengan cara conjoint
tendon didekatkan dengan ligamentum Poupart’s dan spermatic cord diposisikan
seanatomis mungkin di bawah aponeurosis muskulus oblikuus eksterna.
◦ Halsted, menempatkan muskulus oblikuus eksterna diantara cord kebalikannya cara
Bassini.
◦ Mc Vay, dikenal dengan metode ligamentum Cooper, meletakkan conjoint tendon
lebih posterior dan inferior terhadap ligamentum Cooper
Shouldice
Lichtenstein Tension free
Tehnik pemasangan mesh pada Lichtenstein seperti berikut (Wexler, 1997) :
◦ Dilakukan terlebih dahulu herniotomi.
◦ Letakkan bahan mesh ukuran 10x5 cm diletakkan di atas
defek, disebelah bawah spermatik kord.
◦ Dilakukan penjahitan dengan benang non absorbsi 3-0 ke arah :
- Medial : perios tuberkulum pubikum.
- Lateral : melingkari spermatik kord.
- Superior : pada konjoin tendon.
- Inferior : pada ligamentum inguinal.
◦ Hernioplasty dengan polypropylene mesh mencegah terjadinya
peregangan sewaktu rekonstruksi dinding belakang kanalis inguinal
sehingga nyeri pasca operasi dapat berkurang dengan nyata
APPENDICITIS
Anatomi

◦ Appendiks memiliki struktur : seperti tabung,


lumen sempit di bagian proximal, dan melebar di
bagian distal, berongga, berujung buntu, dan
berhubungan dengan caecum di ujung lainnya.
◦ Ukuran appendiks pada dewasa 3-15cm (biasanya
±10 cm)
Surgical Anatomy - Position
Appendicitis
◦ Apendisitis akut : peradangan pada apendiks yang merupakan penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Etiologi

◦ Etiologi dan patofisiologi dari apendisitis tidak sepenuhnya dimengerti.


◦ Obstruksi lumen yang disebabkan fecalith atau hipertrofi jaringan limfoid
merupakan penyebab paling domina.
◦ Berkurangnya serat makanan dan peningkatan konsumsi karbohidrat olahan
mempunyai pengaruh yang penting.
◦ Apendisitis berhubungan dengan proliferasi bakteri dalam lumen apendiks, tidak
satupun organisme yang memegang peran utama.
◦ Umumnya disebabkan oleh pertumbuhan bakteri aerob dan anaerob.
Fecalith
Epidemiologi
◦ Apendisitis merupakan salah satu keadaan bedah emergensi yang tersering,
dengan kejadian pertahun mencapai 100 kasus per 100.000 penduduk.
◦ Persentase risiko apendisitis pada pria sebesar 8,6% dan pada wanita sebesar
6,7% , dengan insidensi puncak pada dekade kedua kehidupan.
Kriteria Diagnosis
Patogenesis

Appendisitis fokal akut

Radang

Peradangan meluas dan


mengenai peritoneum Gangren
parietalis setempat

Appendisitis gangrenosa

Appendisitis
supuratif akut
Tahap-tahap Appendisitis

◦ Early Stage: adanya obstruksi pada lumen appendix


menyebabkan terjadinya edema mukosa, ulserasi, invasi
bakteri, distensi, dan peningkatan tekanan intraluminal 
memicu stimulasi serabut saraf sehingga terdapat nyeri
periumbilikal atau epigastrium yang ringan dan berlangsung
selama 4 – 6 jam.
◦ Suppurative Appendicitis: peningkatan tekanan intaluminal lama-kelamaan
menyebabkan obstruksi limfatik dan drainase vena, sehingga bakteri dan
cairan menginvasi dinding appendix. Jika bagian yang terinflamasi
bersentuhan dengan peritoneum, penderita dapat merasakan nyeri yang
berpindah dari periumbilikus ke abdomen kanan bagian bawah.
◦ Gangrenous Appendicitis: terjadi apabila terdapat trombosis vena
dan arteri intramural yang menyebabkan nekrosis jaringan
◦ Perforated Appendicitis: iskemia yang terjadi terus menerus
menyebabkan infark dan perforasi, yang memicu terjadinya
peritonitis lokal atau general
Distention
causing
Ischemia

mucus
obstruction
Distention

Gangrene

Appendiceal Appendiceal distension Irritation of parietal Perforation,


obstruction/early peritoneum (localised) localised/generalised peritonitis,
appendicitis – visceral mass
peritoneal irritation
◦ Phlegmonous Appendicitis: appendix yang terinflamasi atau terdapat perforasi
mengalami wall-off* dengan omentum atau jaringan usus di sekitarnya
sehingga terbentuk abses atau flegmon
◦ Spontaneously Resolving Appendicitis: jika penyebab obstruksi seperti
hyperplasia limfoid atau fekalit tidak terdapat lagi pada lumen, appendisitis
dapat sembuh secara spontan
Diagnosis Banding
Pediatric Patient Eldery Patient Female Patient  Other

Acute mesenteric Gastroentritis 


Diverticulitis Ruptured graafian follicle
adenitis
Perforating  Limfadenitis
acute gastroenteritis twisted ovarian cys mesenterika
carsinoma
  typhlitis (also
known as  Pelvic inflamatory
 intussusception tumor disease
neutropenic
enterocolitis)

 Meckel’s diverticulitis   endometriosis  Urolithiasis

 inflammatory bowel
  ruptured ectopic pregnancy Nephrolithiasis and
disease 
urinary tract infection  
testicular torsion mittelschmerz
 
(Male)   
Gejala Klinis
◦ Nyeri awal di daerah epigastrium
◦ Berpindah ke titik McBurney
◦ Febris
◦ Nausea, Vomitus, Anorexia
◦ Obstipasi/Diare
Pemeriksaan fisik
◦ Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
◦ Nyeri lepas/Blumberg sign (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound
tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan
perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
◦ Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular
adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
◦ Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
pada sisi yang berlawanan.
◦ Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
◦ Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium.
◦ Peningkatan suhu
Pemeriksaan Penunjang
◦ Pemeriksaan Laboratorium
Pada sebagian besar penderita, jumlah leukosit meningkat dengan 75% atau lebih
neutrofil. Jumlah leukosit yang sangat tinggi (>20,000/mL) dapat menjadi tanda
suatu komplikasi dengan gangren dan perforasi. Selain pemeriksaan hematologi
rutin, pemeriksaan urinalisis juga berguna untuk membedakan appendisitis
dengan pielonefritis dan nefrolitiasis.
Pemeriksaan Radiografi
◦ CT (Computed tomography) Scan: pemeriksaan menggunakan CT Scan sering digunakan
untuk menunjang diagnosis appendisitis pada orang dewasa, CT Scan memiliki 90%
sensitivitas dan 80% spesifisitas dalam pemeriksaan tersebut. Diagnosis appendisitis dapat
dilihat dari adanya appendix yang menebal dan terinflamasi, dengan diameter lebih dari 7
mm dan gambaran target sign yang berlebih. Cairan periappendix dan adanya udara juga
dapat menunjang adanya appendisitis dan perforasi.
◦ USG (Ultrasonography): pada pemeriksaan menggunakan USG, inflamasi pada appendix biasanya
menunjukkan gambaran appendix yang menebal, immobile, dan tidak kompresibel. Salah satu
keuntungan menggunaan USG adalah tidak adanya radiasi ion, meskipun penggunaannya sangat
bergantung pada operator.
◦ MRI (Magnetic Resonance Image): biasanya digunakan untuk penderita yang sedang hamil,
dan menunjukkan gambaran pembesaran appendix (>7 mm), penebalan (>2 mm) dan
adanya tanda-tanda inflamasi.
Penatalaksanaan
Terapi untuk appendicitis acuta yaitu pembedahan
1. Persiapan Operasi
Pemberian antibiotik, pemberian cairan per intavenous, observasi rutin, puasa
2. Pembedahan
◦ Open appendectomy
◦ McBurney (oblique)
◦ Rocky Davis (transverse);
◦ right paramedian
◦ midline incision
◦ Laparoscopic appendectomy
Open appendectomy
Open Appendectomy:
Laparoscopy
2. Laparoscopy:
Perawatan pasca operasi:
1. Tanpa komplikasi
2. Dengan komplikasi : pemberian antibiotik, diet sesuai keadaan pasien,
observasi untuk ileus, drainase abses bila perlu
Komplikasi
◦ Surgical Site Infection
◦ Adhesi
◦ Fistula Enterocutaneous
APAKAH INJEKSI CORTICOSTEROID
DIANJURKAN PADA PASIEN YG TDK
RESPONSIF DGN MEDIKASI PER ORAL
DAN APAKAH ADA BATAS MAKSIMAL
UNTUK TERAPI INJEKSI
KORTIKOSTEROID?
Terapi Trigger Finger
◦ Mengistirahatkan dan menghindari gerakan yang menyebabkan cedera atau
penggunaan berlebihan
◦ Splinting untuk menjaga jari dalam posisi lurus dan membantu mengurangi
rasa sakit, ketidaknyamanan, dan keinginan untuk mengepal
◦ Latihan dgn peregangkan lembut dan meningkatkan rentang gerak
◦ Obat akan membantu meredakan nyeri dan peradangan untuk shg
meningkatkan pergerakan
◦ Suntikan kortikosteroid ke selubung tendon yang terletak di dasar jari yang
terkena  dicoba dua suntikan dan bila tidak membaik  pembedahan

◦ Umumnya, injeksi kortikosteroid tidak >3 kali/tahun


DEFINISI, GEJALA DAN
TERAPI FROZEN
SHOULDER
FROZEN SHOULDER

1. Apa definisinya?
 atau adhesive capsulitis adalah gangguan berupa rasa nyeri dan
kaku di area bahu  menyebabkan terbatasnya pergerakan bahu
hingga terkadang tidak dapat digerakkan sama sekali .
◦ Gejala frozen shoulder umumnya berkembang perlahan dalam tiga
tahapan, yang setiap tahapannya bisa berlangsung selama beberapa
bulan, yaitu:
• Tahap pertama atau freezing stage. Bahu mulai terasa nyeri tiap
digerakkan dan pergerakan bahu mulai terbatas. Periode ini biasanya
berlangsung 2-9 bulan.
• Tahap kedua atau frozen stage. Nyeri mulai berkurang, namun bahu
menjadi makin kaku atau tegang sehingga sulit digerakkan. Periode ini bisa
berlangsung selama 4 bulan hingga 1 tahun.
• Tahap ketiga atau thawing stage. Pada periode ini, kondisi dan gerakan
bahu mulai membaik. Tahap ini umumnya terjadi dalam 1 hingga 3 tahun.
◦ 3. Bagaimana terapinya?
Terapi konservatif :
• Fisioterapi : untuk meregangkan otot bahu dan mengembalikan
jangkauan gerakan lengan. Pasien butuh beberapa minggu hingga 9
bulan .
• TENS (transcutaneous electrical nerve stimulation). TENS adalah
terapi yang dilakukan dengan mengantarkan arus listrik kecil melalui
elektroda yang ditempelkan pada kulit. Arus listrik tersebut akan
merangsang pelepasan molekul penghambat nyeri (endorfin) sehingga
menghalangi timbulnya nyeri.
◦ obat pereda nyeri, seperti ibuprofen atau paracetamol, yang berguna untuk mengurangi
rasa sakit dan peradangan. Bila diperlukan, dokter akan memberi suntikan 
kortikosteroid langsung pada sendi bahu.

Jika terapi fisik dan obat-obatan tidak membantu, dokter dapat melakukan
beberapa pilihan prosedur, seperti:
• Manipulasi bahu. Prosedur ini dilakukan dengan memberikan bius total terlebih dahulu,
agar pasien tidak merasakan nyeri saat dokter menggerakkan bahu ke berbagai arah.
Prosedur ini dilakukan untuk melemaskan jaringan-jaringan yang tegang.
• Distensi bahu, adalah prosedur penyuntikan air steril ke dalam kapsul sendi, untuk
meregangkan jaringan pada bahu dan memudahkan pergerakan sendi.
• Artroskopi, ditujukan untuk membuang jaringan parut dan jaringan yang merekat di
dalam sendi bahu. Bedah dilakukan menggunakan sebuah alat kecil, yang dimasukkan
melalui irisan di sekitar sendi bahu .
OSTEOARTHRITIS GENU
DENGAN DEFORMITAS
PARAH
1. Apa itu deformitas?
◦ Adalah perubahan bentuk atau suatu kondisi kelainan bentuk secara
anatomi dimana struktur tulang berubah dari bentuk yang seharusnya.
◦ Pada osteoarthritis grade 3 : sudah terbentuk deformitas
2. Osteoarhtritis seperti apa yang
dilakukan total knee replacement?
◦ Berdasarkan pemeriksaan radiologi klasifikasi Kellgren and Lawrence grade 3 dan 4 :
permukaan sendi rusak  setiap pasien beraktivitas akan kesakitan
◦ Grade 1 dan 2 jangan di operasi : diberikan penghilang rasa nyeri NSAID, menghilangkan
beban pemberat keluhan (overweight/obesitas), latihan/olahraga rutin (jogging, berenang,
senam), dan berjemur di pagi hari

Klasifikasi Kellgren and Lawrence


SEORANG TERKENA OA PADA USIA MUDA 20
THN, SUDAH MENDAPAT SUNTIKAN SENDI
LUTUT.
APA SELALU MENDAPAT SUNTIKAN WALAU
USIA MUDA?
ISI OBAT SUNTIKAN?
◦ Ada 2 indikasi suntikan intra artikular  penanganan simtomatik
dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk
modifikasi perjalanan penyakit.
◦ Biasanya penyuntikan intra artikular dilakukan pada OA grade 2-3
Steroid:
triamsinolone hexacetonide dan metilprednisolone
◦ Hanya diberikan jika sendi yang terkena kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbid yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs.
◦ Menurunkan progresi penyakit serta mengatasi keluhan melalui efek antiinflamasi yang bersifat
sementara (<4 minggu). Penggunaan jangka panjang diduga dapat menyebabkan kerusakan kartilago
karena bersifat kondrotoksik. 
◦ Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul.
◦ Tidak dianjurkan penyuntikan >1x dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar
penyangga tubuh.
◦ Dosis untuk sendi besar seperti lutut  40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi kecil  dosis 10 mg.
Hyaluronan:
asam hyaluronat

◦ Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut


◦ Dapat meningkatkan viskositas cairan sinovial & mengurangi rasa sakit. Diindikasikan
pada pasien yg tidak responsif pada terapi nonfarmakologis dan NSAID
◦ Diberikan berturut-turut 5 -6x dengan interval 1 minggu masing-masing 2 - 2,5ml
Hyaluronan.
◦ Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Jika tidak, dapat timbul berbagai
penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai