Anda di halaman 1dari 35

Dampak Negatif PWH

dan Pemanenan Kayu


Terhadap Lingkungan
BAB 14
Kegiatan PWH dan pemanenan kayu yang potensial menyebabkan
kerusakan lingkungan dengan sistem silvikultur tebang habis

1. Kegiatan pembukaan lahan (land clearing) untuk persiapan


penanaman
2. Kegiatan PWH (pembuatan dan pemakaian jalan hutan, jalan rel,
kanal, TPN, TPK, base camp dan log pond)
3. Kegiatan penebangan (terutama tebang habis dengan petak
tebang terkonsentrasi) dan pembagian batang
4. Kegiatan pembuatan jalan sarad dan peyaradan
5. Kegiatan pengangkutan
6. Kegiatan memuat-bongkar
Kerusakan lingkungan pada hutan alam dengan
sistem silvikultur tebang pilih
1. Kegiatan PWH (terutama pada pembuatan jaringan jalan
hutan, jalan rel, dan kanal
2. Kegiatan pengangkutan
3. Kegiatan penyaradan
4. Kegiatan penebangan
Jenis alat berat yang dipakai dalam PWH
1. Buldozer/crawler 9. Vibrator
2. Skidder/wheel skider 10.Compactor
3. Wheel loader 11.Dump truck
4. Tuck semi-trailer 12.Harvester
5. Truck trailer 13.Feller buncher
6. Skyline 14.Forwarder
7. Excavator 15.Gergaji mesin (shain saw
8. Grader 16.Dll.
Faktor besarnya dampak PWH dan
pemanenan kayu terhadap lingkungan
1. Jumlah tajuk (kanopi) pohon yang berkurang
2. Jumlah volume/biomassa vegetasi yang hilang
3. Sistem PWH dan sistem permanenan kayu yang dipergunakan
4. Waku pelaksanaan kegiatan pada musim kemarau atau penghujan
5. Keadaan tanah, geologi dan topografi
6. Jumlah, kualitas dan intensitas penggunaan jalan angkutan, jalan sarad, TPN dan TPK
7. Metode pembuangan sampah dan penyiapan lahan tanam
8. Kecepatan pelaksanaan reboisasi dan kecepatan regenerasi hutan
9. Ada tidaknya usaha pencegahan dampak lanjutan
10. Keadaan iklim yang mendukung terjadinya kerusakan lingkungan
Penurunan kualitas ekosistem akibat PWH dan
pemanenan kayu dengan sistem tebang pilih
yang intensif
1. Kerusakan pada tegakan
2. Kerusakan struktur dan komposisi tegakan
3. Pengurangan kekayaan jenis-jenis pohon
4. Perubahan kelimpahan sumberdaya hutan
5. Penurunan stabilitas iklim mikro
6. Erosi tanah, tanah longsor, dan sedimentasi di sungai
7. Kerusakan terhadap habitat satwa liar
8. Invasi jenis-jenis pioneer
14.1 Dampak PWH dan Pemanenan
Kayu Terhadap Vegetasi
Kerusakan vegetasi dapat dilihat pada:
1. Kerusakan pada pohon-pohonnya
2. Perubahan komposisi tegakan
3. Perubahan struktur tegakan
4. Penyebaran jenis-jenis pohon yang tidak merata
5. Kesamaan komunitas tegakan
6. Kergaamn jenis tegakan
7. Kesehatan dan pertumbuhan tegakan tinggal
Cara mengukur kerusakan vegetasi:
1. Analisis vegtasi sebelum dan sesudah pemanenan
2. Pengamatan terhadap kerusakan-kerusakan pada tegakan tinggal dengan anaslisi kerusakan
tegakan
a) Tingkat kerusakan tegakan tinggal berdasakan jumlah populasi
b) Tipe-tipe kerusakan pohon
Tipe kerusakan tajuk
Tipe kerusakan batang dan kulit
Tipe kerusakan banir dan akar
Tipe kerusakan batang utama patah
Tipe kerusakan pohon roboh
c) Tingkat keruskan tegakan tinggal berdasarkan besarnya luka
 Tingkat kerusakan berat apabila:
oBatang pohon patah
oPecah batang
oRoboh/tumbang atau miring dengan sudut <45° dari permukaan tanah
oRusak tajuk >50%
oLuka batang >1/2 keliling batang
oRusak banir >1/2 banir rusak atau perakaran rusak (terpotong)
Tingkat kerusakan sedang apabila:
oRusak tajuk 30-50%
oLuka batang ¼ - ½ keliling batang
oRusak banir ¼ - ½ banir rusak/terpotong
oBatang pohon condong/miring >45° dari permukaan tanah
Tingkat kerusakam ringan apabila:
oRusak tajuk <30%
oLuka batang/rusak kulit <1/4 keliling batang, panjang luka
<1 ½ m
oRusak banir (<1/4 banir atau akar rusak)
•Apabila pada pohon yang rusak terdapat lebih dari satu tipe
kerusakan, maka tingkat kerusakan dinilai sebagai berikut:
o1 rusak ringan + 1 rusak berat = rusak sedang
o1 rusak ringan + 1 rusak sedang = rusak sedang
o1 rusak sedang + 1 rusak sedang = rusak berat
o1 rusak sedang + 1 rusak berat = rusak berat
14.1.1 Kerusakan Tegakan Tinggal
Kerusakan tegakan tinggal terjadi pada tiap lapisan struktur
tegakan yang ditunjukkan pada kerusakan pada fase
perkembangan vegetasi yang terdiri dari fase anakan, fase
pancang, fase tiang, dan fase pohon. Intensitas pemanenan
kayu yang semakin tinggi akan mengakibatkan kerusakan
tegakan tinggal yang semakin tinggi pula
14.1.2 Tipe Kerusakan Pohon
Tipe kerusakan pohon pada tegakan tinggal yang paling sering
ditemui adalah tipe kerusakan roboh dan batang utama patah
yang diikuti kerusakan tajuk pohon dan luka batang. Menurut
Elias et al (1993), tipe kerusakan pohon paling umum yang
disebabkan oleh penebangan adalah rusak tajuk dan patah
batang yang terjadi karena tertimpa pohon yang roboh.
Sedangkan tipe kerusakan pohon yang paling umum yang
disebabkan penyaradan adalah tipe pohon roboh yang terjadi
karena penyingkiran pohon untuk pembuatan jalan sarad.
Tipe kerusakan pohon menurut penelitian Elias et al
(1993)

1. Akibat penebangan:
•Rusak tajuk : 49,45%
•Rusak batang : 23,08%
•Roboh : 19,23%
•Luka batang/kulit dan pecah batang : 8,24%
2. Akibat penyaradan:
•Roboh : 88,32%
•Condong : 4,47%
•Luka batang/kulit : 4,47%
•Rusak tajuk, banir dan patah batang : 2,74%
14.1.3 Perubahan Struktur dan
Komposisi Tegakan serta Jumlah Jenis
Salah satu dampak PWH dan pemanenan kayu terhdap tegakan
adalah kemungkinan terjadinya perubahan struktur dan
komposisi tegakan. Hal ini terjadi apabila:
1. Terjadi kerusakan yang cukup berat pada tegakan tinggal
2. Intensitas pemanenan kayu cukup tinggi
3. Hanya jenis-jenis pohon komersial tertentu saja yang dipanen
secara intensif
4. Penyebaran jenis-jenis komersial tertentu yang tidak merata.
Untuk mempelajari ada tidaknya perubahan struktur tegakan
setelah pemanenan kayu dapat dilihat dari perkembangan
mortalitas pohon, dinamika struktur dan komposisi tegakan.
Kegiatan PWH dan pemanenan kayu dengan system
silvikultur tebang pilih di hutan alam dapat menyebabkan
kehilangan/kepunahan jenis pohon tertentu dan perubahan
komunitas tegakan. Hal ini dapat terjadi karena penebangan
intensif hanya dilakukan pada beberapa jenis pohon
komersial tertentu saja.
14. 2 Dampak Terhadap Tanah
1. Pemadatan tanah yang disebabkan oleh penggunaan alat-alat
berat dalam kegiatan PWH dan pemanenan kayu
2. Keterbukaan tanah yang disebabkan oleh kegiatan pembangunan
prasarana PWH dan keterbukaan areal yang diakibatkan kegiatan
penebangan, pembuatan jalan sarad, pembuatan TPN, TPK, base
camp, dan kegiatan penyaradan.
14.2.1 Pemadatan Tanah
Kelas kepadatan tanah menurut Hovland et. Al dalam Solihin (1995):

1. Tanah longgar, kerapatan massa tanah = 0,9 – 1,3 gr/cm³


2. Tanah normal, kerapatan massa tanah = 1,3 – 1,5 gr/cm³
3. Tanah padat, kerapatan massa tanah = 1,5 – 1,8 gr/cm³
Pengurangan pori-
Pemadatan Tanah pori tanah

Penurunan infiltrasi
Mempersulit perakaran
pohon/tumbuhan
menembus tanah dan Peningkatan aliran air
mencari unsur hara di permukaan
dalamnya

Pertumbuhan/riap Peningkatan erosi


hutan berkurang
14.2.2 Keterbukaan Tanah
Luas keterbukaan areal akibat kegiatan PWH sangat dipengaruhi
kerapatan jalan (m/ha) dan standar jalan hutan (terutama lebar badan
jalan dan lebar terbang bayang di kedua sisi kiri dan kanan jalan
hutan). Semakin tinggi kerapatan dan lebar badan jalan hutan, maka
makin besar keterbukaan tanah yang terjadi.
Pada pemanenan kayu dengan system silvikultur tebang pilih,
keterbukaan tanah/areal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan
sangat tergantung dari intensitas penebangan (jumlah batang pohon
yang ditebang per hektar). Semakin tinggi intensitas penebangan,
maka semakin lus juga keterbukaan areal/tanahnya
14.3 Dampak Terhadap Hidrologi dan
Erosi
1. Mengurangi perlindungan terhadap permukaan tanah, karena hilangnya tajuk
pohon dan serasah. Hal ini mengakibatkan energi tetesan air hujan yang
besar dan menyebabkan permuakaan tanah mudah tererosi.
2. Mengubah sifat-sifat tanah yang meliputi pemadatan, lepasnya butir-butir
tanah, kehilangan bahan organic dan penolakan air. Hal ini menyebabkan
berkurangnya peresapan air dan semakin mudahnya pengikisan tanah.
3. Mengurangi transpirasi, meningkatkan gerakan udara dan mengubah suhu.
Hal ini mengubah evapotranspirasi yang biasanya berkurang
4. Mengurangi massa perakaran yang dapat menurunkan daya rekat tanah
5. Kehilangan fungsi menangkap air dalam keadaan “hutan kabut”
Secara umum, factor dominan yang berpengaruh terhadap hidrologi
dan erosi akibat pemanenan kayu adalah:
1. Perbedaan tapak termasuk geologi, bentuk lapangan, tanah, dan
vegetasi
2. Sistem pemanenan kayu, system silvikultur, pembuatan jalan,
metode penyaradan, tindakan/usaha-usaha perbaikan selama dan
sesudah pemanenan kayu dan ada tidaknya jalur penyangga di
tepi sungai yang memadai
1. Dampak pemanenan kayu terhadap air tanah
Pemanenan kayu pada umumnya menyebabkan kenaikan permukaan air
tanah, kenaikan tersebut bersifat sementara dan akan turun kembali dengan
tumbuhnya hutan baru atau tegakan tinggal kembali mencapai keadaan
seperti sebelum pemanenan kayu
2. Dampak pemanenan kayu terhadap debit air sungai
Hampir semua penelitian yang telah dilakukan menunjukkan kenaikan hasil
air sebagai reaksi terhadap pemanenan kayu dan pafa umumnya kenaikan
tersebut sebanding dengan jumlah tajuk [yang dihilangkan. Kenaikan tersebut
akan berkurang sejalan dengan pertumbuhan hutan tersebut menjadi
keadaan seperti semula sebelum pemanenan
3. Dampak pemanenan kayu terhadap erosi setempat dan longsor
Gangguan yang ditimbulkan kegiatan pemanenan kayu terhadap strata tajuk
tegakan, tumbuhan bawah, tumbuhan memanjat, serasah yang memberikan
perlindungan tanah terhadap dampak tetesan hujan, berpotensi besar
meningkatkan erosi, apalagi limpasan air yang cukup besar di daerah hutan
hujan tropis.
Prasarana PWH seperti jaringan jalan hutan hampir selalu diperlukan dalam
semua operasi pemanenan kayu dan merupakan suatu factor penting yang
mempengaruhi besarnya erosi. Kecepatan erosi per unit areal yang terganggu
pada kegiatan PWH jauh lebih besar dari pada di areal yang terganggu pada
kegiatan pemanenan kayu.
United State Departement of Agriculture (USDA) dalam Arsyad (1983) memberikan satu
pegangan umum untuk mentapkan besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan seperti dalam
table berikut:
Metode pengamatan dan pengukuran erosi dan aliran permukaan dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
1. Pengukuran erosi dengan Plot Erosi dan Aliran Air Permukaan
Pengukuran erosi dan aliran air permukaan untuk suatu kejadian hujan atau masa tertentu
dengan cara pengamatan sistem petak kecil
2. Pengukuran erosi dengan Metoda Peninjauan Lapangan
Metoda peninjauan lapangan dalam pengukuran erosi ini dilakukan dengan memperkirakan
perubahan permukaan tanah terhadap suatu titik penunjuk tetap di lapangan (petak ukur).
Berdasarkan perubahan permukaan tanah tersebut, dihitung jumlah tanah yang hilang
karena erosi tersebut
14.4 Dampak Terhadap Zat Hara
Siklus hara yang terjadi dalam hutan merupakan siklus tertutup, dimana akar pohon dan
tumbuhan lain akan menyerap zat hara dari dalam tanah dengan bantuan jamur pembentuk
mikoriza dan melalui proses fotosintesa dan berbagai proses metabolism akan membangun
biomassa berupa daun, ranting, batang, akar, bunga, buah, dan sebagainya, bahan organic yang
mati akan berjatuhan membentuk serasah dan menjadi humus akibat proses pembusukan
dengan bantuan mikroorganisme.
Selama hutan dalam keadaan utuh dan gangguan bersifat ringan, maka siklus hara dalam
ekosistem hutan akan berlangsung lebih tertutup, sehingga kesuburan tanah di bawah vegetasi
hutan dapat dipertahankan dan berlangsung lama. Siklus hara dalam hutan akan terputus jika
hutannya mengalami penebangan dan pemanenan terus-menerus dan keseluruhan pohon
ditebang habis.

Anda mungkin juga menyukai