Anda di halaman 1dari 53

OBAT-OBAT SISTEM SARAF

PUSAT
Obat-obat SSP Berdasarkan
Farmakodinamikanya dibagi 2 gol. Besar :
1. Merangsang atau menstimulasi yang secara
langsung maupun tidak langsung
merangsang aktivitas otak, sumsum tulang
belakang beserta syarafnya.
2. Menghambat atau mendepresi, yang secara
langsung maupun tidak langsung memblokir
 proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum
tulang belakang dan saraf- sarafnya
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat dibagi dalam
beberapa golongan besar, yaitu:
1. Psikofarmaka (psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan
atau menghambat fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika,
sedativa dan tranquillizers, dan antipsikotika);Psiko-analeptika
(menstimulasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan psikostimulansia.
2. Untuk gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple
sclerosis), dan penyakitParkinson.
3. Jenis yang memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan
lokal
4. Jenis obat vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002).

Umumnya semua obat yang bekerja pada SSP menimbulkan efeknya


dengan mengubah sejumlah tahapan dalam hantaran kimia sinap
(tergantung kerja transmitter)
Golongan Obat sistem Saraf Pusat
1. Analgetik
2. Anti Inflamasi Non Steroid
3. Hipnotik-Sedatif
4. Anastesi Umum dan Lokal
5. Psikotropik
ANALGETIK
Analgetika atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-
zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan
anastetika umum)
Berdasarkan efek farmakologinya Analgetik dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu :
1. Analgetik Narkotik
2. Analgetik Perifer ( Non-narkotik)
Apa itu Nyeri ?
Sensasi tidak menyenangkan yang terjadi bila kita
mengalami cedera atau kerusakan pada tubuh kita yang
disebabkan baik oleh gangguan Fisik ataupun
kimia. Nyeri dapat terasa sakit, panas, gemetar,
kesemutan.
Nosisepsi adalah mekanisme dimana stimuli perifer yg
dianggap berbahaya ditransmisikan ke sistem saraf pusat.
Nociceptors polimodal (PMN) adalah tipe neuron sensorik
perifer utama yang merespon terhadap rangsangan
berbahaya. Sebagian besar adalah Serat-serat yang
menanggapi rangsangan termal, mekanik dan kimia.
Cedera Jaringan

Pelepasan mediator kimia Vasokostriksi


Hist, Kinin, PG (sementara)

vasodilatasi permeabilitas nyeri demam


kapiler ↑

eritema edema nyeri (uj. panas


(kongesti (penimbunan Syaraf & (vasodilatas
i)
darah) car&sel) bengkak)

hilangnya fungsi
Mekanisme Umum Penghambatan Nyeri
 Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor
nyeri perifer dengan analgetik perifer
 Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf
sensoris, misal dengan anastetik lokal
 Blokade pusat nyeri di susunan saraf pusat dengan
analgetik sentral (narkotik) atau dengan anastetik
umum
1. Analgetik Opioid/Narkotik

Disebut juga OPIOIDA (=mirip opiat) adalah zat yang


bekerja terrhadap reseptor opioid khas di susunan saraf
pusat (SSP) hingga persepsi nyeri dan respon emosional
terhadap nyeri berubah (dikurangi).

Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, yakni


zat endorfin (adalah kelompok polipeptida endogen yang
terdapat di cairan cerebrospinal (CCS) dan dapat
menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin).
Berdasarkan Kerjanya dapat digolongkan :
 Agonis Opiat
 Alkaloid candu : morfin, kodein, heroin, nicomorfin
 Zat sintesis : metadon dan derivat-derivatnya
(propoksifen), petidin dan derivatnya serta tramadol
Cara kerja obat ini sama dengan morfin, hanya berbeda
mengenai potensi dan lama kerjanya, efek samping serta
resiko habituasi dan adiksi.
 Antagonis Opiat : Nalokson, nalorfin, pentazosin
Bila digunakan sebagai analgetik, obat ini dapat
menduduki reseptor
 Kombinasi
Zat ini juga dapat mengikat pada reseptor opioid, tetapi
tidak mengaktivasi kerjanya dengan sempurna
Reseptor Opioid
μ-reseptor yang dianggap bertanggung jawab untuk
sebagian besar efek analgesik opioid, dan untuk beberapa
efek yang tidak diinginkan yang besar (misalnya depresi
pernafasan, euforia, sedasi dan ketergantungan). Sebagian
besar opioid analgesik adalah agonis reseptor μ-.

δ-reseptor berperan pada saraf perifer, tetapi dapat


menyebabkan analgesia.

κ-reseptor berkontribusi terhadap analgesia pada tingkat


spinal, dan dapat menimbulkan sedasi dan dysphoria, tapi
menghasilkan sedikit efek yang tidak diinginkan, dan
tidak berkontribusi terhadap ketergantungan.
Semua reseptor opioid dihubungkan melalui G-protein
dan melakukan penghambatan adenilat siklase .
Mereka juga memfasilitasi pembukaan kanal K +
(menyebabkan Hyperpolarisation ) , dan menghambat
pembukaan chanel Ca2 + ( menghambat pelepasan
transmitter ) .
Morphine
Efek terhadap SSP
Analgesia : Meningkatkan toleransi terhadap rasa
sakit. Oleh karena itu, membantu pasien untuk
menghilangkan dysphoria, kecemasan. Tetapi tidak
menghilangkan kesadaran.
Depresi pernapasan dan penekanan batuk:
mengurangi respon dari pusat pernafasan di batang
otak dan menghambat kadar karbon dioksida
langsung pd pusat pernapasan.
Farmakokinetik Morphine
Baik diserap pd saluran pencernaan. Namun, efek
analgesik yang lebih besar pd pemberian secara I.M
atau I.V.
Morfin dimetabolisme menjadi morfin-6-glukuronida,
yang lebih kuat sebagai analgesik.
Sembilan puluh persen dari dosis yang diberikan
diekskresikan dalam urin; 10% sisanya diekskresikan
dalam feses
Codein
Efek farmakologis yang diberikan oleh codein mirip
dg Morphine.
Digunakan untuk pengobatan batuk dan nyeri ringan
Efek samping yg ditimbulkan sedasi, depresi
pernafasan, efek terhadap GI, kecanduan. (walaupun
tidak sebesar morphine)
Petidin
Efek mirip dg morphine, bekerja pd agonis μ-reseptor
Digunakan untuk terapi : analgesik, asma jantung,
sedasi (mengurangi dosis anestesi) dan hibernasi
buatan.
Efek samping: menyebabkan depresi pernapasan dan
kecanduan.
Metadon
digunakan untuk mengobati kecanduan morfin dan
diamorfin karena kecanduan kronis dan signifikan nya
Antagonis Opioid
Antagonis murni termasuk nalokson (short-acting) dan
naltrexone (long-acting). Mereka memblokir μ-,
reseptor κ-dan-δ .
Nalokson tidak mempengaruhi ambang nyeri, tapi
memblok stres akibat analgesia, dan dapat
memperburuk nyeri klinis.
digunakan untuk mengobati overdosis opioid atau
untuk meningkatkan pernapasan pada bayi baru lahir
yg dipengaruhi oleh efek opioid yang diberikan kepada
ibu.
2. Obat Analgesik Perifer (Non Narkotik)
 Parasetamol
 Salisilat : Asetosal, salisilamid, dan benorilat
 Penghambat prostaglandin (NSAID’S) ; ibupropen
 Derivat-derivat Pirazolinon : aminofenazon
 Derivat-derivat antranilat : mefenaminat
 Lainnya : benzidamin
Penggunaan
 Efek Analgetik
Meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi susunan
saraf pusat atau menurunkan kesadaran, juga tidak menimbulkan ketagihan
(intensitas nyeri ringan sampai sedang)
 Efek antipiretik
Obat-obat ini akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam.
Daya antipiretiknya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor
di hipotalamus yang mengakibatkan vasodilatasi perifer (di kulit) dan
bertambahnya pengeluaran kalor dan disertai keluar keringat yang banyak.
 Efek anti radang atau anti inflamasi
Analgetik juga memiliki daya anti radang, khususnya kelompok NSAID’S
(Non-Steroid Anti Inflamasi Drugs) termasuk asetosal
Zat-zat ini digunakan untuk rasa nyeri yang disertai peradangan
Efek Samping

Efek samping yang paling umum adalah gangguan


lambung-usus (salisilat, penghambat
prostaglandin=NSAID’S, derivat-derivat
pirazolinon), kerusakan darah (parasetamol,
salisilat, derivat antranilat, derivat pirazolinon),
kerusakan hati dan ginjal (parasetamol,
penghambat prostaglandin), dan juga reaksi alergi
pada kulit.
Efek samping ini terutama terjadi pada
penggunaan lama atau dalam dosis tinggi.
ANALGETIK ANTI RADANG (NSAID’S)
 NSAID’S (Non Steroid Anti InflamasiDrugs) berkhasiat
analgetik, antipiretik dan anti radang dan sering digunakan
untuk menghalau gejala penyakit rema, seperti arthritis
rheumatica, artrosis.

 Obat ini juga efektif untuk peradangan lain akkibat trauma


(pukulan, benturan, kecelakaan). Juga pada setelah
pembedahan atau memar akibat olah raga. Intinya obat ini
mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin
dalam dosis yang cukup tinggi.
Stim u lu s

Ga ngg uan p d m em bran s el

Ph o sph olip ase inh ib itors Ph o s ph o lip ids


Co rcotico ste ro id s
Ph os po lip ase

Fa tty a cid su bstitutio n (diet) A ra chido n ic acid


NS AID. A SA
L ip o xyg en ase inh ib ito rs Cy c lo-ox yge na se
Lipo xy g en ase

Le uko trie ne s
Rece ptor lev el an tag onists

LT B 4 L TC 4 / D 4 / E 4 Prostag lan d in s T hro m b ox an e Prostacyc lin

A lte ration of v a scu lar


Pha g oc yte p erm eab ility, b ro n ch ia l Le uko cy te
attractio n, c on stric tio n , in c re as ed m o d ula tio n
a ctiv atio n se cre tio n
C olc hic ine

Bro nc ho sp asm ,
Inflam a si c on ge s tion , In flam as i
m uc u s p lugg in g
Penggolongan
 Salisilat : asetosal, benorilat dan diflunisal
Dosis anti radang 2-3 kali lebih tinggi dari pada
dosis analgetik. Tetapi karena resiko efek samping
sehingga jarang digunakan dalam obat rematik.
 Asetat : diklofenak, alklofenak, indometasin,
sulindac
Alklofenak jarang digunakan lagi karena
menimbulkan reaksi kulit.
Indometasin termasuk obat yang terkuat daya anti
radangnya. Tetapi lebih sering menyebabkan
keluhan lambung.
 Propionat: Ibupropen, ketopropen, naproksen
 Oxicam : piroksikam, tenoxicam, meloxicam
 Antranilat: mefenaminat, nifluminat dan
meclofenamic acid
 Pirazolon : (oxy) fenilbutazon, azapropazon
 Lainnya : Nabumeton, benzidamin kream 3%,
bufexamac kream 5%
Benzidamin berkhasiat anti radang tetapi kurang
efektif pada gangguan rematik
Mekanisme Kerja
Cara kerja NSAID’S sebagian besar berdasarkan
hambatan sintesa prostaglandin dimana kedua jenis
ciklo-oksigenase diblokir
NSAID’S idealnya hanya menghambat ciklo-
oksigenase II/COX-II (peradangan) dan tidak COX-I
(perlindungan mukosa lambung)
Efek Samping secara Umum
 Efek ulcerogan : mual, muntah, nyeri lambung, gastritis
 Obat yang banyak menimbulkan keluhan lambung serius
adalah indometasin, piroksikam.
 Gangguan fungsi ginjal: insufisiensi, kelainan pada regulasi
elektrolit dan air (udem, hiperkalemia). Prostaglandin (PG)
memelihara volume darah yang mengalir melalui ginjal
(perfusi) karena terhambatnya sintesa PG maka perfusi dan
laju filtrasi glomeruler berkurang dengan efek-efek tersebut.
 Agregasi trombosit dikurangi, sehingga masa perdarahan
dapat diperpanjang. Efek ini reversible kecuali asetosal.
 Reaksi kulit : ruam dan urtikaria (diklofenak dan sulindac)
 Lain-lain : bronkokontriksi, efek sentral, gangguan fungsi
hati (diklofenak)
Enzim Siklo-Oksigenase
Siklo – oksigenase 1 (COX-1) : Lambung ,
Usus, Ginjal, Platelet

Siklo – oksigenase 2 (COX-2) : inflamasi


Nonselective COX Inhibitors
Salicylic acid derivates : aspirin, sodium salicylates,
salsalate, diflunisal, sulfasalazine, olsalazine
Para-aminophenol derivatives : acetaminophen
Indole & indene acetic acids : indomethacin, sulindac
Heteroaryl acetic acids : tolmetin, diclofenac, ketorolac
Arylpropionic acids : ibuprofen, naproxen, flurbiprofen,
ketoprofen, fenoprofen, oxaprozin
Anthranilic acids (fenamates) : mefenamic acid,
meclofenamic acid
Enolic acids : oxicams (piroxicam, meloxicam)
Alkanones : nabumetone
Selective COX-2 Inhibitors
Diaryl-substituted furanones : rofecoxib
Diaryl-substituted pyrazoles : celecoxib
Indole acetic acids : etodolac
Sulfonanilides : nimesulide
ASPIRIN
Asam Asetil Salisilat = Asetosal
Batang pohon willow (Leroux; 1829)
 Antipiretik
Prototipe dari NSAID
Penghambat non-selektif
COX-1 & COX-2
Farmakodinamik

Efek Analgesik :
menghambat sintesis PGE&PGI

Efek Antipiretik :
memperbaiki fungsi termostat di hypothalamus,
hambatan sintesis Prostaglandin E2
Meningkatkan pengeluaran keringat, vasodilatasi perifer

Efek Antiinflamasi :
hambatan sintesis Prostaglandin E2 & Prostasiklin
tidak menghambat migrasi sel
Efek pada darah :
waktu perdarahan meningkat
hipoprotrombinemia
platelet disfungsi  menghambat agregasi

Efek pada metabolisme :


dosis >  hiperglikemia  glukosuria
Efek pada kelenjar endokrin :
dosis berlebih  hiperglikemia
rangsangan hypothalamus  steroid bebas
darah berlebih

Efek pada SSP :


dosis >  intoksikasi
salisilismus  pusing, bingung, tinitus,
vertigo
Efek anti Gout :
dosis > (5 gr)  hambt reabs  urikosurik
dosis < (1-2gr)  hambt sekresi  eks <

Efek pada G.I. tract :


iritasi lokal: difusi kembali asam lambung ke
mukosa  kerusakan jaringan
sistemik: hambatan sints PGE 2 & PGI 2
(hambatan sekresi asm lambung & merangsang
sekresi mukus bersifat sitoprotektif)
Efek pada pernapasan :
dosis  respirasi alkalosis terkompensasi
dosis > → depresi pernafasan

Efek pd hepar & ginjal :


hambatan PGE2  gangguan hemostasis ginjal
SGOT & SGPT ↑  hepatomegali, ikterus
Farmakokinetik
Topikal : Asam salisilat; Metil salisilat
Distribusi :
Seluruh jaringan tubuh & cairan transelular
Cairan sinovial, spinal, peritoneal, liur, ASI
Menembus sawar otak & uri
Metabolisme : di hepar
Ekskresi :
- Urine >>>> - Keringat > - Empedu >
Efek samping :
Iritasi lambung
Allergi
Kemungkinan peningkatan perdarahan
Penggunaan klinis :
Analgesik - Antipiretik
Demam reumatik akut
Reumatoid artritis
Mencegah trombus
Kontra Indikasi :
Ulkus peptikum
Haemophylia
Allergi
PARA AMINO FENOL
Fenasetin; Asetaminofen; Asetanilid

Parasetamol
Digunakan pertama tahun 1893
Menghambat sintesis PG di sentral
Efek analgesik & antipiretik serupa Aspirin
Antiinflamasi <<<
Parasetamol vs Aspirin
Tidak  antiinflamasi
Tidak  anti gout
Tidak  iritasi lambung
Tidak  gangguan pernafasan
Tidak  gangguan keseimbangan asam basa
Tidak  efek metabolisme karbohidrat
Hambatan sintesis PG  peroksid ↓
Efek Samping
Jarang terjadi alergi
Anemia hemolitik , Methemoglobinemia
Nefropati
Hepatotoksik
PIRAZOLON
Fenilbutazon; Dipiron ; Antipirin & Aminopirin

Fenilbutazon & Oksifenbutazon


Efek analgesik <
Efek antiinflamasi, efek urikosurik
Retensi Na, Cl & air  edema  payah jantung
Iritasi lambung >>, alergi
Dipiron
Analgesik-antipiretik
Antiinflamasi lemah
Penggunaan klinis :
menurunkan demam  penyakit hodgkin
ASAM MEFENAMAT
Analgesik
Antiinflamasi <
ESO: iritasi lambung, diare pada px tua, hipersensitivitas,
gangguan fungsi ginjal
 jangan > 7 hari
KI: bumil, < 14 tahun
AS. PROPIONAT
Ibuprofen, Naproksen  kurang toksik
Ketoprofen, As. Tiaprofenat
Analgesik, Anti inflamasi <<
Gangguan fngs ginjal: diuresis & natridiuresis <  Furosemid &
Tiazid; mengurangi efek antihipertensi
KI: bumil, busu
Ketoprofen: antiinflamasi sedang
INDOMETASIN
Analgesik-Antipiretik & antiinflamasi
Hambatan migrasi leukosit (=kolkisin)
ESO: gangguan GIT, agranulositosis, aplastik anemia,
trombositopenia, alergi
Gangguan funsi ginjal:
hiperkalemia
diuresis & natridiuresis <  Furosemid & Tiazid; mengurangi efek
antihipertensi
KI: bumil, busu, < 14 tahun
DIKLOFENAK

Derivat asam fenil asetat


KI: Bumil
Penggunaan Klinis :
Reumatoid Artritis
Osteoartritis
PIROKSIKAM
NSAID unsur baru  Oksikam
T 1/2 > 45 jm  1/hari
Penggunaan klinis
reumatoid artritis
osteo artritis
spondilitis ankilosa
KI: bumil
NABUMETON

Pro-drug  metabolitnya aktif hambat enzim COX


Tidak bersifat asam
Tidak menghambat prostasiklin yang bersifat sitoprotektif
ESO relatif lebih rendah
Penggunaan klinis:
Reumatoid Artritis
Osteoartritis
MELOXICAM (MOVI - COX)

Selektif menghambat COX-2


Efek saluran cerna & ginjal (-)
Penggunaan Klinis:
Reumatoid Artritis
Osteoartritis
CELECOXIB (CELEBREX)

Hambat PG terutama COX-2


Antiinflamasi, analgesik & antipiretik
Pengaruh agregasi platelet; edema (-)
Penggunaan klinis:
Reumatoid Artritis, Osteoartritis
Hati–hati: asma, hipertensi, gangguan jantung & ginjal,
bumil, busu, < 18 tahun
NIMESULIDE
Golongan Sulfonanilide
Antiinflamasi, analgesik & antipiretik
Hambat PG terutama COX-2
Iritasi lambung <

Anda mungkin juga menyukai