Anda di halaman 1dari 10

INFORMED CHOICE DAN CONSENT

PEREMPUAN NIFAS DENGAN


DISABILITAS FISIK DAN MENTAL
KELOMPOK 3
Ari prasetya NIM : 110321018
Martuti NIM : 110321019
Melita Rahayu NIM : 110321020
Mia R NIM : 110321021
Hastri Setyaningsih NIM : 110321022
Nurul Fatimah NIM : 110321023
Desei Galih Puspo P NIM : 110321024
Septya Nurhidayah NIM : 110321025
LATAR BELAKANG
Informed Consent berasal dari bahasa Inggris yang apabila dijabarkan maka terdiri
atas kata “Informed” yang memiliki arti “telah mendapat dan penjelasan” dan “Consent”
yang memiliki arti “persetujuan atau izin”.
Definisi Informed Consent dapat dilihat di dalam Permenkes No. 290 Tahun 2008
yang pada intinya menyatakan bahwa Informed Consent adalah persetujuan seorang pasien
atau keluarganya pasca memperoleh informasi tentang tindakan penyembuhan oleh dokter
atau dokter gigi yang akan dilakukan kepada pasien.
Disabilitias atau dalam Bahasa asing “different ability”, memiliki makna yakni
keterampilan berbeda yang dimiliki oleh seorang manusia.
Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas, penyandang disabilitas pada intinya ialah mereka yang dalam status memiliki
raga, akal, mental, dan/ atau indra yang terbatas dengan kurun waktu lama yang di mana
dalam interaksinya dengan sekitar terhambat dan mengalami kesulitan untuk ikut serta
secara efektif dengan warga lainnya.
TABLE OF CONTENTS
01 02
Arti Penting Informed Consent Penyampaian Informed
Dalam Upaya Penanganan Consent Dalam Penanganan
Pasien Penyandang Disabilitas Pasien Penyandang Disabilitas
Mental Mental

03
Pelayanan Kesehatan Masa
Sesudah Melahirkan (Nifas)
Arti Penting Informed Consent Dalam Upaya Penanganan
Pasien Penyandang Disabilitas Mental
Dalam penerapannya, seorang dokter memiliki beberapa kendala dalam
menyampaikan Informed Consent kepada pasien, seperti bahasa
penyampaian informasi yang di mana pasien sendiri tidak banyak yang
tahu tentang istilah-istilah dalam ilmu kedokteran, jumlah pertanyaan yang
ditentukan kepada pasien sehingga mengulur waktu proses pengoperasian,
dan ketidakpastian hasil yang dikerjakan oleh dokter karena keselamatan
pasien bukan seratus persen ditangan dokter sehingga membuat pasien
merasa cemas sebelum melakukan pengobatan medis.5 Di samping itu
pula, tidak semua pasien dapat dimintai persetujuan tindakan medis,
seperti hal nya penyandang disabilitas mental.
Penyampaian Informed Consent Dalam Penanganan Pasien
Penyandang Disabilitas Mental
Dalam menyampaikan informasi terhadap pasien penyandang disabilitas mental,
timbul suatu kendala di mana dokter merasa kebingungan dalam menyampaikan
informasi kepada pasien tersebut dikarenakan ketidakcakapan pasien dalam
memberikan suatu persetujuan.
Informed Consent ini sebetulnya harus diberikan kepada pasien yang bersangkutan,
namun ada pengecualian yaitu dalam hal pasien belum cukup umur, lanjut usia
(lansia), mengidap gangguan jiwa, serta pasien yang dalam keadaan tidak sadarkan
diri.
dalam Pasal 4 Permenkes No.290 Tahun 2008. Dan seperti yang dikatakan
sebelumnya, teruntuk pasien yang belum cukup umur, lansia, dan mengidap
gangguan jiwa, informed consent dapat dilaksanakan dengan persetujuan
keluarganya (orang tua, suami/istri, anak, saudara kandung dsb) atau ahli waris yang
terdekat.
Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah
Melahirkan (Nifas)
Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan (nifas) pada penyandang disabilitas meliputi:

Promotif Preventif Tata laksana


PROMOTIF
• Pelayanan masa nifas pada penyandang disabilitas
dilaksanakan dengan melibatkan keluarga/pendamping
atau care giver, setelah sebelumnya dilaksanakan
konseling oleh petugas kesehatan.
• Peningkatan pemahaman bagi penyandang disabilitas
dan pendamping mengenai pentingnya ASI Eksklusif
bagi bayi dan anjuran untuk menyusui sampai usia 2
tahun (dapat dilakukan sejak ANC).
• Pengenalan dan pemanfaatan buku Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA).
PREVENTIF

• Fasilitasi manajemen laktasi bagi penyandang disabilitas


untuk memerah, penyimpanan, dan pengiriman ASI
(apabila bayi dititipkan ke keluarga), melalui penyediaan
fasilitas alat perah (breast pump), botol ASI,
kulkas/lemari pendingin, dan lain sebagainya.
• Konseling kesehatan ibu dan anak.
TATA LAKSANA

• Pelayanan pasca persalinan dilakukan oleh tenaga


kesehatan (dokter, bidan, perawat) yang kompeten dan
memiliki STR.
• Pelayanan masa nifas dilaksanakan minimal 4 kali
dengan waktu kunjungan ibu dan bayi baru lahir
bersamaan
TERIMAKASI
H

Anda mungkin juga menyukai