Anda di halaman 1dari 10

III.

PEMBAHASAN

1. Transfusi darah menurut kepercayaan saksi-saksi Yehuwa.


Pada kasus Adam, keluarga Adam merupakan penganut kepercayaan saksi-
saksi Yehuwa. Diceritakan bahwa Adam menderita Leukimia dan membutuhkan
transfusi darah. Namun, dalam keyakinan agamanya transfusi darah merupakan hal
yang tidak dibenarkan. Saksi yehuwa adalah aliran agama yang sering mengaku
sebagai kristen padahal banyak ajarannya yang bertentangan dengan kekristenan.
Saksi adalah orang yang menyatakan pandangan atau kebenaran yang ia yakini.
Nama Yehuwa menurut saksi dipakai untuk menunjukkan bahwa mereka adalah
sekelompok orang Kristen yang menyatakan kebenaran tentang Yehuwa, yaitu
pencipta segala sesuatu. Kebanyakan doktrin saksi-saksi Yehuwa berbeda dari
Kekristenan arus utama, dan dianggap sebagai ajaran sesat oleh kebanyakan pakar
kristen arus utama. Di Indonesia, saksi-saksi Yehuwa secara resmi pernah dilarang
melalui Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 129 Tahun 1976, karena dianggap
memuat hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, seperti
menolak salut bendera dan menolak ikut berpolitik (Ismail, 2017).
Dalam ajaran saksi-saksi Yehuwa, bahwa transfusi darah dilarang. Darah
dianggap sesuatu yang suci dan jiwa atau kehidupan ada dalam darah. Dalam ajaran
alkitab tidak boleh memakan makanan yang berdarah, baik itu darah manusia atau
darah hewan dan harus menjauhi diri dari darah. Menurut alkitab dalam Ulangan
12:23 berbunyi “Tetapi jagalah baik-baik, supaya jangan engkau memakan darahnya,
sebab darah ialah nyawa, maka janganlah engkau memakan nyawa bersama-sama
dengan daging. Namun, pastikanlah bahwa kamu tidak makan darahnya, karena
nyawa ada di dalam darahnya. Janganlah memakan daging yang masih ada
nyawanya”. Dalam ayat Imamat 17:14 juga disebutkan bahwa nyawa setiap makhluk
adarah darahnya, karena nyawa ada dalam darah. Karena itulah aku berkata kepada
orang Israel, “kalian tidak boleh makan darah makhluk apapun karena nyawa setiap
makhluk adalah darahnya. Siapapun yang makan darah harus dibunuh” (Alkitab,
2006). Hal inilah yang menyebabkan seseorang saksi tidak boleh melakukan
transfusi darah. Walaupun saksi-saksi Yehuwa melarang untuk melakukan transfusi
darah, mereka masih toleran dalam penggunaan fraksi dari komponen darah utama.
Namun hal tersebut tetap dikembalikan kepada hati nurani masing-masing saksi
Yehuwa dalam mengambil keputusan sehubungan dengan darah. Jika keputusan
saksi untuk menerima darah menganggu hati nurani maka hendaknya ditinggalkan
(International Bible Student Association, 2004).
2. Autonomy Adam dalam menentukan tindakan medis
Pada kasus, Adam adalah seorang anak berusia 17 tahun. Berdasarkan
Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak pasal 1 yang
berbunyi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan (Rochmawati, 2018). Sebagai pasien,
Adam memiliki hak untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan medis yang
akan diberikan. Berdasarkan hak, maka setiap pasien mempunyai hak untuk
mengetahui prosedur perawatan bagaimana yang akan dialaminya, termasuk risiko
yang harus ditanggungnya sebagai akibat metode perawatan tertentu.Pasien juga
mempunyai hak untuk mengetahui apakah ada alternatif-alternatif lain, termasuk
pula resikonya. Ada pula yang berpendapat bahwa pasien berhak mengetahui
hal-hal yang berada di luar ruang lingkup kesehatan, namun yang berkaitan,
seperti misalnya, faktor sosial. Itulah yang biasa disebut “informed consent”,
yakni persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informasi selengkapnya.
Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan
kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk
lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses
komunikasi antara dokter dengan pasien mengenai kesepakatan tindakan medis yang
akan dilakukan dokter terhadap pasien. Tujuannya adalah agar pasien
menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan dia sendiri (informed
decision). Oleh karena itu, pasien juga berhak untuk menolak tindakan medis
yang dianjurkan (Busro, 2018).

Namun, Adam belum cukup dewasa untuk memutuskan tindakan medis tersebut.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran pada bab III
pasal 1 disebutkan bahwa persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau
keluarga terdekat. Sedangkan pada pasal 7 bab I disebutkan pasien yang kompeten
adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau
telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi
secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan
tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.
Sehingga informed consent Adam dilakukan oleh orang tua sebagai wali dari anak,
karena Adam dinilai belum sah untuk memberikan inform consent. Menurut
pendapat lain, pengecualian atas dasar asumsi bahwa remaja telah kompeten (mature
minor): remaja berusia 14 tahun atau lebih dapat dipertimbangkan layak memberikan
consent sepanjang dokter meyakni bahwa yang bersangkutan dapat memahami jenis,
manfaat, risiko tindakan dan lain-lain yang akan dilakukan terhadap dirinya. Dalam
hal ini yang harus amat dipertimbangkan adalah risiko tindakan yang akan dilakukan
serta kemampuan pasien. Bila terdapat keraguan hendaknya dimintakan izin kepada
orangtua (Sastroasmoro, 2005).

3. Apakah dokter berhak memutuskan suatu tindakan ?


Informed consent atau persetujuan Medik adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien sesuai dengan pasal 1 (a) Permenkes RI Nomor
585/MEN.KES/PER/X/1989. Di mana pasal 1 (a) menyatakan bahwa persetujuan
tindakan medik (informed consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut. Informed consent mencakup peraturan yang
mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien. Interaksi tersebut
melahirkan suatu hubungan yang disebut hubungan dokter-pasien.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang
persetujuan tindakan Kedokteran dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu :
Pasal 1
1. Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedoketran gigi yang dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga tedekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak
kandung , saudara kandung atau pengampunya.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi selanjutnya disebut tindakan
kedokteran adalah suatu tidakan medis berupa preventif, diagnostik,
terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien.
4. Tindakan infasif adalah tindakan medis yang lansung yang mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian
dan kecacatan
6. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi sepesialis lulusan kedokteran atau kedokteran gigi baik didalam maupun
diluar negeri yang diakui oleh pemerintah republik indonesia dengan
peraturan perundangundangan.
7. Pasien kompetan adalah pasien dewasa atau bukan anak-anak menurut
peraturan perundang-undangan atau telah pernah menikah,tidak kesadaran
fisiknya, maupun berkomunukasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran
perkembangan (reterdasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental
sehingga mampu membuat keputusan secara bebas[ CITATION Pur16 \l 1057 ]
Menurut pasal diatas dokter berhak memutuskan tetapi prioritas utama yaitu
seperti point 2 keluarga terdekat.
4. Apakah dokter perlu waspada ?
Dokter terkadang tidak menyadari bahwa persetujuan tindakan medik
memiliki nilai etik dan hukum kedokteran. Hal ini terjadi karena kurang sadarnya
bahkan yang lebih parah lagi dikarenakan sikap acuh dokter terhadap persetujuan
tindakan medik. Terkadang sikap ini diakibatkan karena tidak ada ataupun kurangnya
waktu untuk berkomunikasi antara dokter dan pasiennya, padahal dengan adanya
komunikasi yang baik antara dokter dengan pasiennya maka salah pengertian bahkan
gugat medis dari pasien dapat dihindarkan.
Sikap kewaspadaan dokter erat hubunganya dengan empati. Empati
berhubungan langsung dengan terapi, dengan cara mengurangi kecemasan pada
pasien. Saat pasien merasa dokter tersebut mengerti kondisi dan kekhawatirannya,
dia akan lebih nyaman dalam mempercayai sang dokter. Empati dokter memiliki
kontribusi yang unik terhadap perbaikan klinis sehingga empati dokter merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan kompetensi klinis dan hasil pasien. Respon
empati yang dapat diaplikasikan dalam praktik kedokteran, antara lain menyatakan
emosi, memahami emosi, memuji pasien, mendukung pasien, serta mendalami emosi
pasien. Kemampuan empati adalah pendekatan dimana dokter dapat menimbulkan
dunia batin pasien dan mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari pasien,
sementara pada saat yang sama mengakui masalah pasien. Kemampuan komunikasi
digunakan untuk memeriksa, mengklarifikasi, mendukung, mengerti dan
merefleksikan persepsi pikiran dan perasaan pasien. Kesimpulannya, empati
merupakan salah satu komponen penting dalam komunikasi efektif yang harus
dimiliki dokter untuk membina hubungan dokter-pasien yang efektif [ CITATION
Har18 \l 1057 ].
Dalam hal ini hal ini dokter perlu ada sikap kewaspadaan/empati terhadap
pasien jika seharusnya pasien mendapatkan tindakan yang seharusnya. Dan jika
tindakan ini tidak dilakukan akan membahayakan nyawa pasien. Dokter harus
mempertimbangkan prinsip etik seperti autonomy, beneficence, Non maleficence,
dan justice. Dokter memastikan yang terbaik untuk keadaan pasien.
Kembar siam adalah keadaan anak yang lahir secara bersamaan atau
disebut juga anak kembar yang mana pada bagian tubuh mereka bersatu. Kembar
siam adalah keadaan anak kembar yang tubuh keduanya bersatu. Hal ini terjadi
apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah secara sempurna. Kemunculan
kasus kembar siam diperkirakan adalah satu dalam 200.000 kelahiran. Yang bisa
bertahan hidup berkisar antara 5% dan 25%, dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin
perempuan (Asrinah, 2010). Faktor penyebab terjadinya kembar siam dapat dibagi
menjadi dua, yaitu (Ofset, 2011):
a. Faktor genetic
Faktor genetik yang diduga penyebab terjadinya kembar siam ini karena zigot dari
bayi kembar identik gagal terpisah sempurna
b. Faktor eksternal
Faktor external diperkirakan karena penggunaan obat-obatan seperti obat
penyubur dengan tujuan agar sel telur matang secara sempurna
5. Bagaimana hubungannya dengan HAM ketika terdapat kasus pemisahan bayi
kembar siam?
Menurut HAM setiap orang memiliki kesempatan untuk hidup dan
berkembang, namun pada kasus bayi kembar siam, kedua bayi kemungkinan akan
mati jika tidak dipisahkan akan tetapi prosedur pemisahannya dianggap pembunuhan
terencana pada salah satu bayi apabila memotong aortanya. Menurut agama hanya
Tuhan yang dapat mengambil nyawa seseorang bukan manusia.
Seiring dengan kemajuan teknologi, dokter sudah bisa memprediksi pola
organ bayi berdasarkan pemeriksaan eksternal, sehingga bayi sudah tidak perlu lagi
diperiksa menggunakan prosedur invasif yang malah bisa berbahaya dan
mengganggu kesehatan bayi.Waktu yang tepat untuk memisahkan adalah ketika si
kembar sudah berusia dua hingga tiga bulan atau ketika organ mereka sudah bisa
menerima syok atau trauma karena operasi. Sehingga dari sisi medis untuk
pemisahan bayi kembar siam boleh dilakukan engan mempertimbangkan keputusan
dari orang tua bayi.
Masalah yang lebih serius adalah menerima bahwa mengorbankan satu
nyawa merupakan keputusan yang benar. Namun ada waktu dimana kita akan
melakukan sesuatu yang sangat salah jika tidak menyelamatkan sebuah nyawa lain.
6. Apakah tindakan fiona mementingkan oranglain sampai hubungan keluarganya
dengan jack jadi berantakan sudah benar?
Alturisme diartikan sebagai paham/sifat lebih mementingkan kepentingan
orang lain/ naluri berupa dorongan untuk berbuat baik kepada orang lain (KBBI).
memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan
untuk melakukan kebaikan tanpa memerhatikan ganjaran, sementara kewajiban
memusatkan perhatian tuntutan moral dari individu tersebut seperti tuhan,
pemerintah, patriotisme (Lozada, 2010).
Alturisme merupakan suatu sifat mempertahankan juga mengutamakan
kepentingan orang lain, cinta kasih yang tidak terbatas pada sesame manusia, juga
merupakan sifat manusia yang berupa dorongan untuk berbuat jasa dan kebaikan
terhadap orang lain. Alturisme merupakan lawan dari egoism dan membela sikap
melayabi tanpa pamrih kepada orang lain, kesediaan berkorban demi kepentingan
orang lain atau masyarakat serta usaha mengekang keinginan diri demi cinta orang
lain.
Menurut teori Myers membagi perilaku alturisme ke dalam tiga aspek yaitu
(Sarwono,2014) :
a. Membeikan perhatian terhadap orang lain
Seseorang membantu orang lain karena adanya rasa kasih saying, pengabdian,
kesetiaan yang diberikan tanpa keinginan untuk memperoleh imbalan untuk
dirinya sendiri.
b. Membantu orang lain
Seseorang dalam membantu orang lain disadari oleh keinginan yang tulus dan
hati nurani dari orang tersebut, tanpa adanya pengaruh orang lain.
c. Meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri
Dalam membantu orang lain, kepentingan yang bersifat pribadi
dikesampingka dan lebih mementingkan kepentingan orang lain.
Selama Altruisme tidak menjadi suatu kondisi adiktif yang dapat membuat
pelakunya tidak berbahagia ketika terhalang dari upaya membahagiakan orang lain
ataupun jadi memaksakan diri/keadaan untuk selalu bisa membantu orang lain yang
bisa saja orang itu tengah belajar untuk membantu dirinya sendiri, maka semua ini
akan sangat berpotensi baik dalam membantu percepatan pengembangan diri
pelakunya ke tahap yang semakin welas-asih, dan bukan sebaliknya. Namun, jika
telah tergelincir pada Altruisme yang berlebih/memaksa, maka boleh jadi itu
hanyalah sisi lain dari mata uang Egoisme yang tengah beraksi.

7. Mengapa kasus adam dibawa ke pengadilan, apakah perihal transfusi darah tersebut
berhubungan dengan pelayanan RS ?

Undang-Undang No. 44 tahun 2009 pasal 29 ayat 1 huruf k tentang rumah


sakit menyatakan “setiap rumah sakit mempunyai kewajiban menolak keinginan
pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan
perundang-undangan”. Pada kasus adam, rumah sakit dapat melakukan 3 cara sesuai
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2018 pasal 15
tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien sebelum melaporkan
langsung ke pengadilan. Hal tersebut menyatakan kewajiban rumah sakit menolak
keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
dilakukan dengan cara :

a. Melakukan komunikasi, informasi, edukasi


b. Membuat peraturan internal RS
c. Memperdayakan unsur RS yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang
etik hukum RS
Undang-Undang No. 44 tahun 2009 pasal 29 ayat 1 huruf i tentang Rumah
Sakit menyatakan “ setiap rumah sakit mempunyai kewajiban menyediakan sarana
dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu,
sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia”. Kewajiban
rumah sakit yang berkaitan dengan fasilitas dan peralatan medik tersebut
dibedakan menjadi dua yaitu kewajiban rumah sakit atas sarana perhotelan dan
sarana perumahsakitan.

Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang


digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan, baik promotif,
perventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan/ atau masyarakat. Unit transfusi darah yang selanjutnya disingkat UTD,
adalah fasilitas pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan donor darah,
penyediaan darah, dan pedistribusian darah. Pemberian transfusi darah
mempunyai risiko penularan penyakit Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah
(IMLTD) dan reaksi transfusihemolitik sehingga transfusi darah harus dilakukan
dengan aman (Perpu, 2011). Keamanan pasien dalam menerima transfusi darah
perlu dijaga dalam hal proses penyediaan darah aman, penyimpanan yang baik
dengan suhu sesuai, distribusi dengan rantai dingin dingin serta indikasi yang
tepat, disamping pemantauan dan tindakan penanggulangan reaksi transfusi yang
mungkin terjadi. Keamanan merupakan salah satu hak pasien sebagaimana
disebutkan di dalam Pasal 32 huruf n Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit , yang berbunyi “ setiap pasien mempunyai hak memperoleh keamanan
dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.”

Peraturan Menteri Kesehatan Republic Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang persetujuan tindakan kedokteran

Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan

Alkitab. 2004. Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia

Sastroasmoro, A. 2005. Masalah Etis dalam Proses Pengambilan Keputusan pada


Praktik Pediatri. Sari Pediatri. Vol. 7(3): 125-131

Busro, A. 2018. Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Inform Consent) Dalam
Pelayanan Kesehatan. Law & Justice Journal. Vol 1(1) : 1-18.

Rochmawati, N. I. 2018. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Usia Dini di TK IT


Bintang Kecil Kota Semarang. Jurnal PAUD. Vol 1(1) : 104-111

Ismail, R. 2017. Kedudukan Yesus Dalam Ajaran Kristen Saksi Yehuwa. Jurnal.
Sosiologi Agama. Vol 11(2) : 281-300

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.

Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2011 Tentang Pelayanan Darah.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien

Asrinah. 2010. Konsep Kebidanan. Graha Ilmu: Yogyakarta.


Lozada, M. 2010. Rewarding Altruism. Journal of Theoretical Biology. Florida :
Sagepub online Journal Youth & Society. Vol 40 (3) : 336-352.
Ofset, Elstar. 2011. Obstetri Patologi. EGC: Jakarta
Sarwono, S. W. 2002 . Psikologi Sosial individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Balai Pustaka.
Harahap dan Grahati. (2018). Teknik dan Peran Empati dalam Praktik Kedokteran. Medula, Vol
8 (1) : 102-107.
Purnama. (2016). MODUL ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN Inform concern.
PURNAMA. Bali: Fakultas Kedokteran Udayana.

Harahap dan Grahati. 2018. Teknik dan Peran Empati dalam Praktik Kedokteran. Medula. 8(1) :
102-107.

Purnama. 2016. Modul Etika dan Hukum Kesehatan Inform Concern. Purnama, Bali. Fakultas
Kedokteran Udayana

Anda mungkin juga menyukai