Anda di halaman 1dari 32

INFORMED CONSENT

1
A. DEFINISI

Peraturan Menteri Kesehatan :

Informed consent adalah persetujuan yang


diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.

2
Sofwan Dahlan :
Informed Consent adalah pernyataan sepihak oleh pasien,
atau dalam hal pasien tidak berkompeten oleh orang yang
berhak mewakilinya, yang isinya berupa persetujuan kepada
dokter untuk melakukan suatu tindakan medis sesudah orang
tersebut diberi informasi secukupnya mengenai tindakan medis
yang akan dilakukan.
Keluarga pasien boleh mewakili pasien memberikan
persetujuan tindakan medis (informed consent) hanya apabila
terdapat syarat khusus, yaitu pasien tidak berkompeten.
Berkompeten maknanya memiliki kemampuan untuk
melakukan perbuatan hukum (dalam hal ini membuat pernyataan
yang berakibat hukum); yang pada intinya mampu memahami
problem kesehatan yang dialami, memahami berbagai aspek yang
berkaitan dengan upaya medis untuk mengatasi problem tersebut.
3
Menurut hukum perdata, dikatakan kompeten apabila memenuhi
2 (dua) syarat, yaitu :
a. Telah dewasa (yakni berumur 21 tahun atau lebih, atau belum
21 tahun tetapi sudah pernah menikah); dan
b. Sehat akalnya.

4
Informed consent merupakan konsekuensi logis akibat adanya
hubungan kontraktual antara health care provider sehingga
kemudian terjadilah perikatan (verbintenis atau tepatnya
inspaning-verbintenis).

Masing-masing pihak selain mendapatkan hak, juga dibebani


kewajiban. Salah satu kewajiban health care provider adalah
melakukan upaya medis (berupa trilogy of clinical case
management); yang terdiri atas diagnosis, prognosis dan treatment.
Tiap-tiap tindakan medis tersebut diatas yang memiliki risiko atau
akibat ikutan yang bakal tidak menyenangkan pasien memerlukan
informed consent sendiri-sendiri.

5
B. LATAR BELAKANG PERLUNYA INFORMED CONSENT
1. Tindakan medis merupakan upaya yang penuh ketidak-pastian
(uncertainty) dan hasilnyapun tidak dapat diperhitungkan
secara matematik.
2. Hampir semua tindakan medis mempunyai risiko (possiibility of
loss or bad consequence), yang bisa terjadi bisa tidak.
3. Tindakan medis tertentu sering diikuti oleh akibat ikutan yang
tidak menyenangkan pasien (seperti operasi uterectomi pasti
akan diikuti kemandulan).

4. Semua risiko (jika benar-benar terjadi) atau semua akibat ikutan


yang tidak menyenangkan itu akan ditanggung dan dirasakan
sendiri oleh pasien sehingga oleh karena itu amat logis jika
pasien sendirilah yang seharusnya dimintai persetujuan.

6
5. Risiko yang terjadi maupun akibat ikutan biasanya sulit atau
bahkan mustahil untuk diperbaiki.

6. Semakin kuatnya pengaruh pola hidup konsumerisme yang


mengandalkan pada prinsip “He who pays the piper calss the
tune” (siapa membayar pengamen suling, dialah yang
menentukan lagunya). Namun harus diingat bahwa otonomi
pasien dibatasi oleh otonomi profesi.

7
C. LANDASAN FILOSOFIS

Doktrin Cardozo “A man is the master of his own body” yang


bersumber pada Hak Azasi Manusia (yaitu “the right to
self-determination” atau hak menentukan nasibnya sendiri)
merupakan landasan filosofi dari informed consent.

Maka tindakan apapun yang bersifat offnsive touching atas


tubuh seseorang (termasuk tindakan medis), harus mendapat
persetujuan dari si empunya tubuh.

Tindakan medis tanpa informed consent secara filosofis


dianggap melanggar hak, meskipun tujuannya baik serta
demi kepentingan pasien.

8
D. LANDASAN ETIKA

• Meski IC lebih sering dikaitkan dg hukum, pada dasarnya IC lebih


mempunyai landasan etis (IC adalah suatu prinsip di bidang etika
yang direfleksikan ke dalam peraturan Hukum)

• Landasan Etis; terkait dengan keharusan bagi tiap dokter


untuk menghormati ke mandirian (otonomi pasien)

9
E. LANDASAN HUKUM

1. UUD’ 45

• Pasal 28 a “bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta


mempertahankan hidup & kehidupannya”

• Pasal 28 ayat (1) “tiap orang berhak hidup sejahtera lahir


dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik & sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”

10
2. UU 39/99 TENTANG HAM
 Hak dasar manusia
 Hak menentukan nasib sendiri
 Hak memperoleh pelayanan kesehatan

(Pasal 1 butir 1)

 Hak azasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat


pada hakekatnya dan keberadaan manusia sebagai makluk
Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi oleh negara, hukum,
pemerintahan dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

11
3. UU Kesehatan No. 36 th 2009
Pada pasal 56 dinyatakan bahwa
pasien memiliki berbagai hak antara lain:
a. Hak atas informasi
b. Hak memberikan persetujuan tindakan medis

4. UU Praktik Kedokteran No. 29 Th 2004


Pasal 45 dinyatakan bahwa setiap tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.

5. Permenkes No. 290 th 2008 tentang Persetujuan


Tindakan Medik

12
Menurut Mancini M.R, Gale A.T, tindakan medis yang memerlukan
informed consent meliputi :

1. Operasi besar maupun kecil yang menggunakan irisan atau


memanfaatkan liang-liang tubuh (the natural body opening).
2. Semua tindakan medis yang menggunakan anestesia.
3. Tindakan medis non-bedah yang memiliki risiko lebih besar atau
yang dapat merubah struktur tubuh.
4. Tindakan medis yang menggunakan Cobalt atau sinar Roentgen.
5. Terapi kejang listrik (Electroshock therapy).
6. Tindakan medis eksperimental.
7. Semua tindakan medis yang mengharuskan dokter untuk
memberikan penjelasan spesifik.

13
6. Permenkes No. 290/2008 tentang PTM
PERMENKES 290/2008 TTG
PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN
 Pasal 1 butir 1
“PTM adalah persetujuan yg diberikan oleh pasien/
keluarga terdekat stlh mendapat penjelasan scr lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran atau
kedokteran gigi yg akan dilakukan thd pasien”

Subjek Hk subtitusi
 Pasal 2 butir 2
“Keluarga terdekat adl suami atau istri, ayah atau
ibu kandung, anak2 kandung, sdr2 kandung atau
pengampunya”

14
F. TINDAKAN MEDIK YANG MEMERLUKAN
INFORMED CONSENT
Berdasarkan kajian akademik maka tidak semua tindakan
medis memerlukan informed consent.
Menurut Roach, Chernoff dan Esley, (2000), tindakan medis
yang memerlukan informed consent adalah :
1. Operasi besar maupun kecil
2. Semua tindakan medis yang memiliki risiko lebih besar
3. Semua bentuk terapi radiologi
4. Terapi kejang listrik (Electro-convulsive therapy)
5. Semua tindakan medis eksperimental
6. Semua tindakan medis yang menurut peratturan
perundang-undangan mensyaratkan adanya
informed consent.

15
Sedangkan menurut UU Praktik Kedokteran :

Semua tindakan medis, termasuk tindakan medis beresiko


tinggi (bedah atau invasive lainnya) harus mendapat
persetujuan pasien.

Dengan demikian maka konsep yang dianut oleh UU Praktik


Kedokteran adalah bersifat non-selective.

16
G. EMERGENCY CARE

1. Dalam keadaan emergensi, informed consent tetap penting,


tetapi bukan prioritas.
Artinya, kalau masih memungkinkan dimintai persetujuan
prosedur informed consent tetap harus di laksanakan.
Namun prioritas utama adalah menyelamatkan nyawa
dan mencegah kecacatan tetap.
Atas dasar itu maka informed consent tidak boleh menjadi
penghambat ataupun penghalang bagi dilakukannya
emergency care.

17
H. TINDAKAN MEDIS PADA PASIEN ANAK-ANAK YANG
TIDAK DISETUJUI ORANGTUANYA

Goldtein, Freud dan Solnit dalam bukunya “Before the Best


Interest of the Child” menyatakan bahwa jika orangtua tidak
setuju maka tindak medis pada pasien anak-anak tetap dapat
dilakukan dengan syarat-syarat sebagai sebagai berikut :

a. Tindakan medis yang berhak dilakukan harus merupakan


tindakan medik terapik (bukan eksperimental);
b. Tanpa tindakan medis anak akan mati; dan
c. Tindakan medis tersebut dapat memberikan harapan
atau peluang pada anak untuk hidup normal, sehat
dan bermanfaat.

18
I. MATERI INFORMASI YANG HARUS DISAMPAIKAN
Materi yang harus diberikan meliputi:
1. Alasan perlunya tindakan medis (misalnya diagnosis penyakit).
2. Sifat tindakan medis tersebut (eksperimen atau non eksperimen).
3. Tujuan tindakan medis (diagnostik, terapetik, promotif atau
rehabilitatif).
4. Risiko tindakan medis tersebut.
5. Akibat ikutan yang bakal tidak menyenangkan.
6. Ada tidaknya tindakan medis lain sebagai alternatif.
7. Prognosis yang bisa terjadi jika menolak tindakan medis.
Jika pasien memberikan persetujuan tetapi tanpa didahului
informasi yang cukup atau tanpa didahului informasi yang sama
sekali maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah demi hukum.
Untuk tindakan medis eksperimental, materi informasi harus lebih
rinci lagi mengingat efektifitas penelitian belum dapat diandalkan.
19
J. TANGGUNG JAWAB MEMBERIKAN INFORMASI

1. Tanggung jawab memberikan informasi sebenarnya berada


di tangan dokter yang hendak melakukan tindakan medis
karena hanya ia sendiri yang tahu persis tentang problem
kesehatan pasien serta hal-hal yang berkaitan dengan
tindakan medis yang direncanakan.

2. Tanggung jawab tersebut memang dapat didelegasikan kepada


dokter lain, perawat, bidan; hanya saja, bila terjadi kesalahan
dalam memberikan informasi orang yang diberi delegasi maka
tanggung jawabnya tetap pada dokter yang memberikan
delegasi.

20
Karena itu hendaknya para dokter hanya mendelegasikan jika
sangat terpaksa sekali dan itupun hanya kepada tenaga
kesehatan yang tahu betul tentang problem kesehatan pasien
yang bersangkutan serta memahami hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan medis yang akan dilakukan.

Di beberapa negara maju, tanggungjawab memberikan


informasi merupakan tanggung jawab yang tidak boleh
didelegasikan (non-delegable duty).

21
K. HAK MEMBERIKAN CONSENT

1. Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang


bersangkutan.
2. Untuk pasien anak-anak (minor) adalah keluarga atau walinya.
3. Untuk pasien tidak sehat akal adalah keluarga, atau wali.
4. Untuk pasien nikah adalah pasien yang bersangkutan, bukan
suami atau isteri kecuali untuk tindakan medis tertentu
(seperti vasectomi atau tubectomi) harus disertai
persetujuan pasangannya.

22
Tindakan medis lain yang juga memerlukan persetujuan
(consent) dari pasangannya adalah:
a. Tindakan medis yang punya pengaruh bukan saja kepada
pasien yang bersangkutan, tetapi juga kepada pasangannya
sebagai satu kesatuan;
b. Tindakan medis tersebut bersifat non terapik
(misalnya untuk kepeentingan KB), bukan terapik; dan
c. Pengaruh dari tindakan medis tersebut bersifat irreversible.
d. Oleh sebab itu untuk KB suntik tidak memerlukan
informed consent dari suami sebab metode tersebut
bersifat reversible.

Kesimpulannya, sterilisasi untuk tujuan KB memerlukan


informed consent dari pasangannya, tetapi sterilisasi untuk
tujuan terapik (misalnya uterectomi karena kanker rahim)
tidak memerlukan persetujuan suaminya, meski suami
tersebut bakal terkena imbasnya.
23
L. CARA MEMBERIKAN CONSENT

1. Terucap (oral consent).


2. Tertulis (written consent).
3. Tersirat (implied consent).
Semua cara tersebut sah, termasuk untuk tindakan medis yang
beresiko tinggi, hanya saja paling aman adalah written consent.

Jika diberikan secara terucap (lisan) atau tersirat tetap sah,


tetapi demi keamanannya perlu :
a. Dibatasi hanya pada tindakan medik yang risikonya kecil;
b. Ada saksi yang melihat bahwa pasien memberikan
persetujuan secara terucap atau tersirat dengan disaksikan
oleh misalnya perawat atau bidan.

24
M. WRITTEN CONSENT

Untuk written consent sebetulnya redaksinya dapat dibuat


secara bebas oleh health care provider sepanjang
kebutuhan hukumnya dapat dipenuhi. Substansinya harus
berisi pengakuan atau pernyataan oleh pasien sendiri atau
walinya bahwa :

a. Ia telah diberi informasi secukupnya oleh


dokter .............. ;
b. Ia telah mamahami sepenuhnya informasi tersebut;
c. Ia, setelah memperoleh informasi dan memahami,
kemudian memberikan persetujuannya kepada dokter
................ Untuk melakukan tindakan medis.

25
Hal-hal lain yang perlu diingat adalah :

1. Tanda tangan dokter sebetulnya tidak perlu mengingat


informed consent merupakan pernyataan sepihak (yaitu
pasien), bukan perjanjian yang memerlukan tandatangan
para pihak.
2. Saksi mestinya juga tidak perlu, tetapi untuk tindakan medis
tertentu kalau ingin ada saksi lebih baik diambil dari tenaga
kesehatan.
3. Materai juga tidak perlu mengingat fungsi materai hanyalah
merupakan tannda pelunasan pajak atas dokumen. Dengan
atau tanpa materai, informed consent tetap sah.

26
N. SAHNYA INFORMED CONSENT

a. Voluntary (suka rela atau tanpa paksaan);


b. Unequivocal (jelas dan tegas);
c. Conscious (dengan kesadaran);
d. Naturally (sesuai kewajaran).

Sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang menyatakan


bahwa “pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika
terjadi sesuatu yang merugikannya”.

27
O. PEMBATALAN INFORMED CONSENT

Informed consent yang telah diberikan tetap berlaku sampai


ada pencabutan atau pembatalan dari orang yang telah
memberikan informed consent tersebut.

Pencabutan atau pembatalan oleh pasien yang bersangkutan


memang sangat dimungkinkan sepanjang tindakan medis
tersebut belum sampai pada tahapan yang secara medis
tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.

28
P. HAKEKAT INFORMED CONSENT

1. Bagi pasien, merupakan media untuk menentukan sikap


atas tindakan medis yang mengandung risiko atau akibat
ikutan.
2. Bagi dokter, merupakan sarana mendapatkan legitimasi
(pembenaran atau pengesahan) atas tindakan medis yang
bersifat offensive touching atas tubuh pasien. Tanpa
informed consent, tindakakn medis dapat berubah menjadi
tindakan melanggar hukum (assault).
3. Merupakan syarat agar dokter bebas dari tanggung jawab
hukum atas terjadinya risiko atau akibat ikutan yang tak
menyenangkan pasien. Tanpa informed consent maka
risiko yang terjadi menjadi tanggungjawab dokter.

29
4. Bukan merupakan sarana yang dapat membebaskan dokter
dari tanggung jawab hukum atas terjadinya MALPRAKTEK,
sebab masalah malpraktek merupakan masalah lain yang erat
kaitannya dengan mutu tindakan medis yang tidak sesuai
standard of care.
walaupun dokter sudah mengantongi informed consent dari
pasien, tetapi jika dalam melakukan tindakan medis tidak
betul atau tidak sesuai dengan standard of care sehingga
menimbulkan kerugian maka dokter tetap dapat digugat
dipengadilan.
(Standard Of Care = tingkat mutu layanan medis yang
menggambarkan telah diterapkannya ilmu, ketrampilan,
pertimbangan dan perhatian yang layak sebagaimana
dilakukan kebanyakan dokter dalam mengghadapi situasi dan
kondisi yang sama).
30
Q. FUNGSI INFORMED CONSENT

1. Sebagai bentuk penghormatan terhadap harkat & martabat


pasien selaku manusia
2. Promo terhadap hak untuk menentukan nasib sendiri
3. Untuk mendorong dr lakukan kehati-hatian dalam obati
pasien
4. Menghindari penipuan & misleading dr dokter
5. Mendorong diambilnya keputusan yang lebih rasional
6. Mendorong keterlibatan publik dalam masalah
yankes(pngws)
7. Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang
yankes

31
R. MANFAAT INFORMED CONSENT
Bagi Pasien :
 Mendapatkan yankes yg lebih adekuat
 Perlindungan hukum preventif
 Implementasi Hak atas diri sendiri
 Pasien dapat memilih dan memutuskan dengan benar apa
yang akan dilakukan terhadap dirinya
Bagi Dokter :
 Sebagai legalitas untuk dapat melakukan tindakan medik
 Sebagai perlindungan Hak preventif
 Untuk dapat bertindak lebih hati-hati.
Bagi Sarana Yankes :
 Sebagai bagian dari dokumen REKAM MEDIS
 Sebagai bukti administratif & bukti yuridis
 Sarana yang terkait dengan akreditasi (bagi RS)
32

Anda mungkin juga menyukai