Anda di halaman 1dari 48

Informed Consent dan

Komunikasi di Rumah Sakit

APRIN R,M.Kep
DAFTAR PUSTAKA
• Albert R. Jonsen, Mark Siegler, dan William J. Winslade. 2002. Clinical
Ethics. A Practical Approach to Ethical Decisions in Clinical Medicine.
McGraw-Hill Companies. Inc
• Carolyn Faulder. 1985. Whose Body Is It ? The Troubling Issue of
Informed Consent. Virago Press. London
• Deryck Beyleveld and Roger Brownsword. 2007. Consent in the Law. Hart
Publishing. Oxford and Portland, Oregon
• Jessica W. Berg, J.D., Paul S. Appelbaum, Charles W. Lidz and Lisa S.
Parker. 2001. Informed Consent, Legal Theory and Clinical Practice. 2nd
Ed. Oxford University Press
• J. Guwandi. 2004. Informed Consent. Bunga Rampai. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta
• ________ . 2006. Informed Consent & Informed Refusal. 4th ed. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta
• ________ . 1992. Trilogi Rahasia Kedokteran. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
• Paul S Appelbaum, Charles W. Lidz,dan Alan Meisel. 1987. Informed
Consent, Legal Theory and Clinical Practice. Oxford University Press
• Puteri Nemie Jahn Kassim. 2003. Medical Negligence Law in Malaysia.
International Law Book Services
• Ruth R. Faden dan Tom L. Beauchamp. 1986. A History and Theory of
Informed Consent. Oxford University Press. New York
Asal Kata dan Arti
• Informed  berarti sudah diberikan informasi,
sudah dijelaskan, diuraikan
• Consent  berarti persetujuan, ijin,memberi
ijin, menyetujui kepada seseorang untuk
melakukan sesuatu
• Informed Consent ijin atau pernyataan
setuju dari pasien yang diberikan dengan
bebas dan rasional, sesudah mendapatkan
informasi dari dokter dan dimengertinya
(persetujuan berdasarkan informasi).
J. Guwandi, 1995
DASAR HUKUM Informed Consent
• UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
• UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
• UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
• UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
• Permenkes No. 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
• Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor : HK.00.06.3.5.
1866 Tanggal 21 April 1999 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan
Medik (Informed Consent).
• Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor:
YH.02.04.3.5.2504 Tanggal 10 Juni 1997 Tentang Pedoman Hak dan
Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
• KODERSI Ps. 10, 11
• KODE ETIK KEP
PRODUK UU YANG MENGATUR INFORMED CONSENT
• Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan (Pasal 8, Pasal 56)
• Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit (Ps.
32, 37)
• Undang–Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran (Ps. 45)
• Permenkes No.290/Menkes/Per/III/2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
• Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor :
HK.00.06.3.5. 1866 Tanggal 21 April 1999 Tentang Pedoman
Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).
• Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik
Nomor: YH.02.04.3.5.2504 Tanggal 10 Juni 1997 Tentang
Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit
• KODERSI Ps. 10, 11
LANDASAN ETIKA
1. Tindakan berbuat baik (beneficence)
2. Tidak merugikan atau nonmaleficence
/primum non nocere
3. Keadilan (justice)
4. Otonomi (self determination, menghormati
hak pasien untuk membuat keputusan)
Jadi informed consent bukan hanya
merupakan masalah hukum saja,
tetapi juga masalah etika sebab sesuai
dengan prinsip autonomy.
Immanuel Kant
(1724–1804)

• “Do unto others as you


would have them do unto
you”.
LANDASAN FILOSOFIS
Doktrin “A man is the master of his own body ”, yang
bersumber pada Hak Asasi Manusia, yaitu “the right to
self determination” (hak menentukan nasibnya sendiri).
Berdasarkan doktrin tersebut maka tindakan apapun yang
bersifat offensive touching terhadap tubuh seseorang (termasuk
tindakan medik), harus mendapat persetujuan lebih dahulu dari
pemilik tubuh tersebut.
Konsekuensinya, tindakan medik yang dilakukan tanpa
persetujuan pasien secara filosofis dianggap melanggar hak,
meskipun tujuannya baik dan demi kepentingan pasien.
SEJARAH INFORMED CONSENT
• Peradaban Latin, Romawi dan Mesir, belum
dikenal istilah informed consent untuk tindakan
medik.
• Munculnya informed consent di Amerika dapat
ditelusuri dari keputusan hakim Benyamin
Cardozo dalam kasus Schloendorff v. New
York Hospital, New York, 1914.
• Dalam kasus ini seorang pasien wanita menyetujui
dilakukan pemeriksaan perut dengan anestesi
(pembiusan), tetapi tidak menyetujui dilakukannya
operasi. Ternyata dokter juga melakukan
pengangkatan tumor dan pasien menuntut dokter
• Tahun 1940, informed consent mulai
dipandang sebagai masalah etik, pada
waktu itu dokter-dokter Nazi di Jerman
menggunakan tawanan perang sebagai
obyek percobaan.
• Hal ini memunculkan Nuremberg Code
yang merupakan dokumen internasional
pertama tentang etika penelitian
Benyamin Cardozo

• Every human being of adult years and


sound mind has a right to determine
what shall be done with his own body;
and a surgeon who performs an
operation without his patient's consent
commits an assault, for which he is
liable in damages
5 (lima) prinsip dasar moral yang
berhubungan dengan informed consent
• autonomi, kebebasan individu, pemenuhan
hak atas informasi dan hak untuk
menentukan nasib sendiri. Appelbaum
menekankan autonomi sebagai ‘the core of
the idea of informed consent’
• veracity (truthfulness) : keadaan yg
sebenarnya
• Justice (keadilan)
• beneficence (tindakan berbuat baik)
• non maleficence (tidak merugikan)
Autonomi diwujudkan bila dipenuhi 5 elemen
• Competence yaitu suatu kemampuan untuk
mengambil keputusan bagi dirinya sendiri.
• Disclosure of information, dokter memberikan
penjelasan kepada pasien dan melakukan
diskusi tentang tindakan yang akan dilakukan
terhadap dirinya
• Understanding (pemahaman), pasien atau
keluarganya (dalam hal pasien tidak kompeten)
• Voluntariness (sukarela, dengan kemauan
sendiri)
• Authorization (otorisasi), yaitu kewenangan
untuk memberikan consent (persetujuan)
KOMUNIKASI DR – PASIEN
di RUMAH SAKIT
AKTIF MOTIVASI
MENDENGARKAN

SALURAN
DOKTER KOMUNIKASI PASIEN

EMPATI PERCAYA
Djauzi, Samsuridjal dan Supartondo, 2004
ASPEK ETIK, HUKUM dan HAM
DALAM INFORMED CONSENT

• KODEKI: SEORANG DOKTER HARUS


MENGHORMATI HAK-HAK PASIEN . . .
Dst.
• HUKUM PERDATA, HUKUM PIDANA
dan HUKUM ADMINISTRATIF
• HAM: HAK ATAS INFORMASI, HAK
UNTUK MENENTUKAN NASIB SENDIRI
• Universal Declaration of Human Rights (article 19) dan
• Undang-undang RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia; bab II pasal 14 menyebutkan bahwa
setiap orang berhak untuk memperoleh informasi.
• The Declaration of Lisbon dimuat tentang hak-hak
pasien, diantaranya hak untuk menentukan nasibnya
sendiri dengan menerima atau menolak pengobatan
yang akan diberikan setelah mendapatkan informasi
yang cukup dan dapat dimengerti
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
Pasal 8

Setiap orang berhak memperoleh


informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun
yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima
atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan
diberikan kepadanya setelah
menerima dan memahami informasi
mengenai tindakan tersebut secara
lengkap.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit
Hak Pasien
Pasal 32
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis
dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
k. memberikan persetujuan atau menolak atas
tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
UU 29/2004 Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-
kurangnya mencakup :
• a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
• b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
• c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
• d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
• e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit
Ps 37

(1) Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di


Rumah Sakit harus mendapat persetujuan
pasien atau keluarganya.
(2) Ketentuan mengenai persetujuan tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Ps. 32 UU 44/2009

Setiap pasien mempunyai hak:

• mendapat informasi yang meliputi


diagnosis dan tata cara tindakan medis,
tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
KODERSI
Kewajiban Rumah Sakit Terhadap Pasien

Pasal 10
Rumah sakit harus memberikan penjelasan
apa yang diderita pasien, dan tindakan apa
yang hendak dilakukan.

Pasal 11
Rumah sakit harus meminta persetujuan
pasien (informed consent) sebelum
melakukan tindakan medik.
Informed consent sebagai proses komunikasi
mengandung 4(empat) komponen:
➪Pasien harus mempunyai kemampuan untuk
mengambil keputusan
➪Dokter harus memberi informasi mengenai
tindakan yang hendak dilakukan, beserta
manfaat dan risikonya
➪Pasien harus dapat memahami informasi yang
diberikan
➪Pasien harus secara sukarela memberikan
ijinnya, tanpa adanya paksaan atau tekanan.
Guwandi (2004)
IC  HAK PASIEN vs KEWAJIBAN DOKTER

HAK PASIEN KEWAJIBAN DOKTER

• Hak untuk memperoleh • Kewajiban untuk


INFORMASI memberikan informasi
• Hak untuk memperoleh • Kewajiban untuk
jawaban memperoleh
• Hak untuk memilih persetujuan sebelum
alternatif lain tindakan
• Hak untuk menolak
INFORMED CONSENT

• HAK menentukan nasib sendiri


• PERLINDUNGAN HUKUM bagi pasien,
dokter dan RS
• Mencegah penipuan dan pemaksaan
• Mendorong pelaksanaan STANDAR
PROFESI
• KEWAJIBAN dokter untuk memberi informasi
medik
Hutapea, Fresley. 2001
Kode Etik Kedokteran

ETIKA
Kewajiban dokter
DOKTER
INFORMED
TRANSAKSI
Komunikasi CONSENT
TERAPEUTIK

-Pemberian informasi
PASIEN
-Mengerti & memahami
-Mengambil keputusan
Hak-hak pasien
HUKUM -Penandatanganan

Perdata, Pidana, Administratif


Implementasi IC dalam hubungan dokter-pasien di RS
FUNGSI INFORMED CONSENT
• Promosi dari hak otonomi  the right to
self-determination
• Proteksi pasien dan subyek penelitian
• Mencegah terjadinya penipuan atau
paksaan
• Introspeksi profesi medis
• Promosi dari keputusan
yang rasional
• Keterlibatan masyarakat
BENTUK INFORMED CONSENT

• DINYATAKAN dengan jelas (EXPRESS),


secara LISAN (oral) atau
secara TERTULIS (written)

• Dianggap diberikan (implied or tacit consent)


dalam keadaan biasa (normal)
dalam keadaan gawat darurat (emergency)

J.Guwandi, 2004
PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI
NO. 290/MENKES/PER/III/2008
Tentang

PERSETUJUAN TINDAKAN
KEDOKTERAN
PTK
• Persetujuan tindakan kedokteran
adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarga terdekat
setelah mendapat penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan terhadap pasien
• Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah
atau ibu kandung, anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung atau pengampunya

• Setiap tindakan kedokteran yang mengandung


risiko tinggi harus memperoleh persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan

• Dalam keadaan gawat darurat, untuk


menyelamatkan jiwa pasien dan/atau
mencegah kecacatan tidak diperlukan
persetujuan tindakan kedokteran.
• Pemberian persetujuan tindakan
kedokteran tidak menghapuskan
tanggung gugat hukum dalam hal
terbukti adanya kelalaian dalam
melakukan tindakan kedokteran yang
mengakibatkan kerugian pada pasien
Penjelasan Tentang Tindakan
Kedokteran mencakup:

a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;


b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
dan
e.Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f. Perkiraan pembiayaan.
KOMUNIKASI dalam IC
• Pada dasarnya informed consent merupakan
proses komunikasi, bukan sekedar
penandatanganan formulir belaka
• Komunikasi yang baik antara dokter dengan
pasien  memberikan informasi pada pasien
dg cara yang dimengertinya, menghargai hak
pasien untuk ikut serta dalam pengambilan
keputusan
• Aktif-pasif, petunjuk, peran bersama
CARE
• Comfort (Nyaman)
• Acceptance (Penerimaan)
• Responsiveness (Tanggap)
• Empathy (empati)

• Tulus dan dapat dipercaya

Samsuridjal Djauzi dan Supartondo, 2004


SIAPA YANG BERHAK
MENERIMA INFORMASI ?
• PASIEN, usia > 21 tahun atau telah menikah,
kompeten
• Bila pasien < 21 tahun  AYAH/IBU
kandung, saudara-saudara kandung
• Bila pasien < 21 tahun, tak punya orang tua
 AYAH/IBU adopsi, saudara-saudara
kandung, induk semang
• Pasien dewasa dg gangguan mental 
AYAH/IBU kandung, wali yang sah, saudara-
saudara kandung
SIAPA YANG BERHAK
MENERIMA INFORMASI ?
• Pasien dewasa, di bawah pengampuan
(curatelle)  WALI, curator
• Pasien dewasa telah menikah, orang
tua (lanjut usia)  menurut urutan
berikut: SUAMI/ISTERI,
ayah/ibu kandung,
anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung
SK Dirjen YanMed Nomor HK.00.06.3.5.1866, tahun 1999
Syarat-syarat untuk gugatan berdasar
perbuatan melawan hukum

• Harus ada perbuatan


• Yang melawan hukum
• Harus ada kesalahan
• Harus ada hubungan sebab dan
akibat antara perbuatan dan
kerugian
• Harus ada kerugian
IC dan HUKUM PERDATA
• Pasal 1320 KUH Perdata (Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata),
yang mengatur syarat-syarat
sahnya perjanjian, yaitu
a). sepakat mereka yang
mengikatkan diri, b). kecakapan
untuk membat suatu perikatan,
c). suatu hal tertentu,
d). suatu sebab yang halal.
IC dan HUKUM PIDANA
• Keadaan batin orang yang melakukan itu
• Dolus (kesengajaan) atau culpa
(kelalaian, kealpaan)
• Tidak adanya alasan pemaaf

• Tanpa IC  Pasal 351 KUHP –


penganiayaan
IC dan HUKUM ADMINISTRATIF

• . . . . . terhadap dokter yang


melakukan tindakan medik tanpa
adanya persetujuan dari pasien
atau keluarganya dapat
dikenakan sanksi administratif
berupa pencabutan surat ijin
praktek.
INFORMED CONSENT
di berbagai Negara
• INGGRIS  tindakan medik tanpa IC  dapat dituntut
di pengadilan
• AMERIKA  IC dan isu HAM
• BELANDA  info sebelum, selama dan sesudah
tindakan, ijin atau persetujuan yang diberikan setelah
memperoleh informasi
• JEPANG  pengambilan keputusan diserahkan
dokter dan keluarga pasien
• JERMAN, kewajiban dr.untuk memberikan
penerangan
• INDONESIA ????
KESIMPULAN
• IC merupakan proses KOMUNIKASI dokter – pasien,
dilanjutkan dengan PENANDA-TANGANAN oleh
YANG BERHAK
• DOKTER yang akan melakukan tindakan medik
diagnostik/terapetik invasif WAJIB memberikan
penjelasan dengan BAHASA yang dimengerti pasien
• Tindakan TANPA IC dapat dikenai SANKSI HUKUM
• Dalam keadaan EMERGENCY tak harus menunggu
IC  life saving
• Walau sudah ada IC  tindakan tak sesuai Standar
Pelayanan Medik  dokter tetap dapat dipersalahkan
KASUS YG. BERHUB. DG. IC
• Th. ’98 –Pasien mengadukan dr – komplikasi pasca bedah THT
• Th. ’98 –Pasien mengadukan dr – buta pasca bedah mata
• Th. ’99 –Pasien mengadukan RS – komplikasi pasca operasi
usus buntu
• Th. ’99 –Pasien mengadukan dr – komplikasi amnesia pasca
laparaskopi
• Th. 2001 –Operasi pengangkatan ginjal – tak diberi informasi
• Th. 2002 –komplikasi Pasca operasi prostat
• Th. 2003 – muncul keloid pasca operasi wajah
• Th. 2003 – Meninggal pasca operasi tumor di belakang kepala,
tak dijelaskan hasil obs.pre-op dan risiko op
• Th. 2004 – Pasca operasi kanker payudara – tangan
membengkak
• Kelumpuhan pasca laminectomy, tak diberi tahu risiko operasi
Malette v. Shulman Canada, Dokter melakukan transfusi dalam
1990 keadaan emergency pada pasien
penganut Jehovah
Rogers v. Whitaker Australia, Dokter tidak menjelaskan risiko
1992 operasi
Castell v. de Greef Afrika Dokter tidak menjelaskan risiko
Selatan, operasi
1994
Liew Sin Kiong v. Malaysia, Dokter tidak menjelaskan risiko
Sheron M. Paulraj 1997 operasi

Tokyo High Court Jepang, 1997 Dokter melakukan transfusi pada


pasien penganut Jehovah, tanpa
memberikan informasi
Perry v. Shaw California, Informed consent dianggap tidak
2001 sah karena pasien
menandatanganinya saat akan
masuk kamar operasi
Chester v. Afshar Inggris, 2002 Dr tidak menjelaskan risiko operasi
• Sama sekali tidak diberikan informasi
• Informasi yang diberikan tidak cukup
• Informasi yang tidak benar
• Informasi yang berlebihan

• Tindakan medik tak sesuai IC

Anda mungkin juga menyukai