MERUPAKAN SIKAP INDIVIDU DAN KOMPONEN- KOMPONENNYA, JUGA SIKAP INDIVIDU TERHADAP PERANAN YANG DAPAT DIMAINKAN DALAM SISTEM POLITK (1963,H.13). BUDAYA POLTIK TIDAK LAIN DARI PADA ORIENTASI PSIKOLOGIS TERHADAP OBJEK SOSIAL, DALAM HAL INI SISTEM POLITIK KEMUDIAN MENGALAMI PROSES INTERNALISASI KE DALAM BENTUK ORIENTASI YANG BERSIFAT KOGNITIF, AFFECTIVE DAN EVALUATIF. BUDAYA POLITIK DEMOKRATIK Budaya politik yang partisipatif, akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang democratic dan stabil Budaya politik ini menyangkut suatu kumpulan sistem keyakina, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang terwujudnya partisipasi Hasil survey penelitian Negara-Negara yang mempunyai civic culture yang tinggi akan menopang demokrasi yang stabil. SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WAHANA PEMBENTUKAN BUDAYA POLITIK
Sosialisasi politik adalah proses penerusan atau
pewarisan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem nilai, norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh sebuah generasi dapat dirutunakn kepada generasi berikutnya melalui berbagai media, seperti: keluarga, sanak saudara, kelompok bermain, sekolah (mulai dari TK sampai perguruan tinggi) BUDAYA POLITIK INDONESIA Hierarki yang tegar Claire Holt, Benedic Anderson, dan James Siegel menulis Political Culture in Indonesia, isinya menyangkut konsep kekuasaan dalam masyarakat Jawa yang bersifat konkret, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak berkaitan dengan persoalan legitimasi. Lanjutan.. Masyarakat jawa dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hierarkis. Stratifikasi sosial bukan didasarkan atas atribut sosial yang bersifat materialistic, tetapi lebih pada askes kekuasaan. 2. Kecenderungan Patronage Dalam James Scott disebut dengan patron-client. Si Patron memlliki sumber daya yang berupa kekuasaan, kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian dan rasa sayang, dan tidak jarang pula sumber daya yang berupa materi (harta kekayaan, tanah garapan, dan uang. Lanjutan… Client memiliki sumber daya berupa tenaga, dukungan, dan loyalitas. Pola hubungan tersebut akan tetap terpelihara selama masing-masing pihak tetap memliki sumber daya tersebut. Kalau tidak demikian, masing-masing pihak akan mencari orang lain, apakah itu sebagai patron atau sebagai client. Clientilistic tumbuh berkembang pada zaman kolonian, orba dan masa sekarang merupakan kelanjutran dari apa yang dilakukan oleh pendahulu mereka pada masa colonial. 3. Kecenderungan Neo-Patrimonialistik
Dalam Negara yang patrimonialistik penyelenggaraan
pemerintahan dan kekuatan militer berada di bawah control langsung pimpinan Negara, yang mempersipsikan segala sesuatunya mempribadi. Max Weber karakteristik Negara patrimodial Kecenderungan untuk mempetukarkan sumber daya yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-temannya. Kebijaksanaan sering kali lebih bersifat partikulastik dari pada bersifat universalistic. Rule of law merupakan sesuatu yang sifatnya sekunder bila dibandingkan dengan kekuasaan dari penguasa (rule of man) Kalangan penguasa politik sering kali mengaburkan antara mana yang menyangkut kepentingan umum dan mana yang menyangkut kepentingan public. Sosialisasi Politik: Tidak Memunculkan Civil Society Civil Sosiety: Suatu masyarakat yang mandiri, yang mampu mengisi ruang public, sehingga mampu membatasi kekuasaan Negara yang berlebih-lebihan. Ada 3 alas an utama mengapa pendidikan politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk memunculkan civil society: 1. Dalam masyarakat anak-anal tidak didik untuk menjadi insan yang mandiri, anak-anak bahkan mengalami alenasi dalam politik keluarga. 2. Tingkat politisasisi sebagian tersebar masyarakat kita sangat rendah 3. Setiap individu yang berhubungan secara langsung dengan Negara tidak mempunyai alternative kecuali mengikuti kehendak Negara, termasuk dalam hal pendidikan politik. SEKIAN TERIMA KASIH