Anda di halaman 1dari 15

Dasar Pemikiran

Moneter Dalam Sistem


Keuangan Syariah
Dosen : Dr. Alvis Rozani, S.E.,M.Si
Disusun Oleh :

Silvoni 2010011111030

Maulia Irwanda P. 2010011111029

Nurhijjah Ade P. 2010011111027

Tika Fajri Yeni 2010011111031

Ridwan Juleo F. 2010011111028


Tujuan Sistem Moneter dalam Keuangan Syariah
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang
sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7.
Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah
adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju
inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata
uang negara lain.
Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, Indonesia
menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating).
Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting
Framework (ITF). Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek
kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan
sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan
berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan
tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya.
Urgensi Kebijakan Moneter

Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter Islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan
moneter secara umum, hanya saja ada perbedaan yang mendasar antara kedua jenis
instrumen tersebut yaitu prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai
nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target
pelaksanaan kebijakan moneter, maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter
berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/sasaran
operasionalnya.
Perbedaan Perspektif Sistem Ekonomi Syariah dengan Konvensional

01. Ekonomi Syariah 02. Ekonomi Konvensional


• Uang dan aset finansial lainnya sebagai
• Uang sebagai komoditas yang
fasilitas pendukung, bukan sebagai
bisa diperdagangkan.
komoditas yang bisa diperdagangkan
• Pasar keuangan sejajar dengan
tanpa transaksi barang dan jasa yang
pasar barang atau jasa
mendasarinya (underlying transaction).
 bisa jadi transaksi berlangsung
• Pasar keuangan terpisah (decoupling)
hanya di pasar keuangan tanpa
dengan pasar barang atau jasa
terkait sama sekali dengan
 transaksi yang terjadi di sektor riil
transaksi di sektor riil
diikuti oleh transaksi di sektor finansial
Urgensi, Tujuan dan Prinsip Sistem Moneter dalam Sistem Keuangan Syariah
1. Urgensi Sistem Moneter dalam Sistem Keuangan Syariah

● Karakteristik bunga adalah menjanjikan suatu keuntungan yang tetap atas sejumlah uang
pada masa mendatang (fixed and predetermined return), sehingga menciptkan sebuah
aktivitas yang khas dan sejumlah konsekuensi dalam perekonomian.
● Salah satu konsekuensi yang penting adalah munculnya pasar keuangan yang sejajar
dengan pasar barang dan jasa. Pasar keuangan tersebut meliputi pasar modal, pasar uang,
pasar obligasi dan pasar derivatif.
● Preferensi setiap orang cenderung memilih mendapatkan uang ‘saat ini’ daripada ‘nanti’.
Apabila kemampuan mendapatkan uang tertunda, maka ada kompensasi yang diminta
untuk ‘penantiannya’.
● Kecenderungan ini dikenal dengan istilah time value of money dan uang bisa menjadi
komoditas yang memiliki harga, yaitu bunga.
● Pasar keuangan memiliki tingkat permintaan (level of demand) dan tingkat penawaran
(level of supply) tersendiri yang menentukan tingkat bunga sebagai harga.
● Perekonomian terbagi menjadi dua aktivitas yang berlawanan (dikotomi), yaitu moneter
dan riil (classical dichotomy)
Klasik Konvensional Neo-klasik (moneteris)
Bahwa uang mempunyai pengaruh
pada sektor riil sepanjang kondisi
percaya bahwa arus uang (moneter) ekonomi belum mencapai full
tidak memiliki hubungan dengan sektor employment.
riil, dan penambahan uang beredar hanya
akan meningkatkan harga saja, tanpa
mempengaruhi jumlah transaksi sektor riil Keynessian konvensional
• Bahwa arus uang memiliki pengaruh pada
sektor riil
• Sektor keuangan punya “hubungan mesra”
dengan sektor riil melalui mekanisme
bunga sebagai perekat
• Ekonomi akan optimal ketika sektor riil dan
sektor keuangan memiliki keseimbangan
yang sama (general equilibrium)
Keseimbangan sektor riil direpresentasikan oleh kurva investment saving (IS) yang
mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran barang dan jasa.
Keseimbangan sektor keuangan direpresentasikan oleh kurva liquidity preference -
money supply (LM) yang mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran uang

Kelemahan :
Inkonsistensi definisi bunga yang
dijadikan “harga” keseimbangan.
Definisi bunga pada masing-masing
model; moneter dan riil tidak sama,
sehingga membuat konsep
keseimbangan sektor keuangan dan riil
menjadi relatif kontroversi
• Bunga kurva IS berasal dari persamaan investasi (I) yang memiliki hubungan negatif dengan
investasi. Disimpulkan bunga yang ada pada kurva IS adalah suku bunga pinjaman (credit rate) yang
berkorelasi nehgatif dengan investasiCUTE BUGS YEARLY PLANNER
• Bunga kurva LM berasal dari persamaan permintaan uang (money demand), memiliki
hubungan negatif dengan uang uang tunai yang ingin dipegang oleh seseorang. Bunga
yang memiliki korelasi negatif dengan jumlah uang tunai yang ingin dipegang oleh
seseorang adalah bunga simpanan (saving rate).
• Dari hubungan ini disimpulkan bahwa ketika kurva IS dan LM berpotongan, tingkat suku bunga
sebagai “harga” keseimbangan akan terbentuk. Suku bunga keseimbangan akan menunjukkan bahwa
bunga yang ada di kurva IS sama dengan kurva LM, atau bunga pinjman (credit rate) sama dengan
bunga simpanan (saving rate).
• Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, mungkinkah terjadi dalam satu waktu tingka suku bunga
penjaman sama dengan suku bunga simpanan? Keadaan umumnya adalah bunga pinjaman lebih besar
dari bunga simpanan.
• Jadi secara logika sebenarnya keseimbangan moneter dan riil konvensional tidak mungkin terjadi
akibat kondisi harga bunga yang tidak pernah sama atau kurva IS dan LM tidak pernah berpotongan.
2. Tujuan Kebijakan Moneter dalam Syariah

 Paradigma kebijakan konvensional:


 Paradigma kebijakan moneter syariah:
Kebijakan moneter konvensional
Menyediakan proyek-proyek investasi yang
berkeyakinan bahwa pencapaian stabilitas
menjadi chanel bagi akumulasi dana di masyarakat
harga dilakukan dengan pengaturan jumlah
agar mengalir ke sektor ekonomi produktif. Proses
uang beredar (money supply) melalui
ini diharapkan mempengaruhi harga umum barang
tingkat suku bunga.
dan jasa di pasar, yaitu menurunkan tingkat inflasi.
Dengan demikian, stabilitas harga; baik nilai tukar
maupun harga pasar dilakukan dengan cara
mempengaruhi sektor riil secara tidak langsung.
Tujuan kebijakan moneter dalam sistem ekonomi Islam (Umar Chapra)

 Tenaga kerja penuh dan pertumbuhan ekonomi (full


employment and economic growth).

 Keadilan sosia-ekonomi dan distribusi pendapatan dan


kekayaan yang merata (socio-economic justice and equitable
distribution income and wealth).
 Stabilitas nilai uang (stability in the value of money).
Sejarah Sistem Moneter Syariah :
1. Uang dalam Islam
Penyebutan “uang” dikenal dalam beberapa istilah :
Nuqud, Atsman, Fulus, Sikkah, ‘umlah. Pada umumnya ulama fiqih lebih banyak
menggunakan istilah nuqud dan atsman.

Pengertian Nuqud:
 Nuqud semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan
transaksi, baik dinar, emas, dirham, perak, ataupun fulus tembaga
 Nuqud adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai media
pertukaran dan mengukur nilai.
 Qil’ah Ji mengatakan: “nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman)
oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari
bahan lainnya, dan kemudian diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang
otoritas
Syarat sesuatu disebut uang :
• Substansi benda tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara langsung, melainkan hanya sebagai
media untuk memperoleh manfaat.
• Dikeluarkan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan uang seperti
bank sentral.
 Setelah Islam datang, kegiatan dan sistem transaksi ekonomi yang sudah berlaku di tengah-tengah
masyarakat dengan menggunakan uang-uang yang sudah beredar (dinar emas, dirham perak) diakui
oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau mengakui uang-uang itu sebagai uang yang sah.
 Bahwa uang yang digunakan oleh umat Islam pada masa Nabi adalah Dirham Perak Persia dan
Dinar Emas Romawi dalam bentuk aslinya, tanpa dilakukan pengubahan atau pemberian tanda
tertentu. Nabipun tidak pernah membuat uang khusus untuk umat Islam. Dengan kata lain, pada
masa itu, belum ada yang disebut dengan “uang Islam”
 Kebijakan Nabi Muhammad SAW untuk tidak menerbitkan mata uang tertentu, selain karena
kesibukannya dalam melakukan dakwah dan jihad, tampaknya hal ini merupakan siyasah
syari’iyyah (politik hukum Islam).
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Islam
Menurut Ascarya (2009), dalam kebijakan moneter Islam, variabel yang harus
dirumuskan adalah persediaan uang, bukan tingkat suku bunga. Ini berarti bahwa pendekatan
kuantitas lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan harga dengan jalur uang sebagai
mekanisme transmisi moneter utama

Maka dengan mengacu pada pendekatan kuantitas, mekanisme transmisi


kebijakan moneter Islam kontemporer dapat dilakukan melalui money channel dan atau
velocity channel. Selain itu, dengan mengacu pada pendekatan harga, mekanisme
transmisi kebijakan moneter Islam kontemporer dapat melalui profit channel, financing
channel, exchange rate channel, asset price channel, atau direct channel.
TERIMAKASIH!!!

Anda mungkin juga menyukai