Anda di halaman 1dari 177

MATERI INTI 6.

Gangguan Jiwa yang Sering


Ditemui di FKTP
Manajemen Kesehatan Jiwa Terpadu
Pokok Bahasan
01 Konsep Gangguan Jiwa 03 Penatalaksanaan gangguan jiwa
• Definisi
yang sering ditemukan di
• Macam dan dampak dari gangguan jiwa pelayanan primer

02 04
Diagnosis gangguan jiwa yang sering Rujukan Kasus Gangguan Jiwa
ditemukan di pelayanan primer
• Gangguan Psikotik
• Gangguan Depresi
• Gangguan Cemas
• Gangguan Demensia
Pendahuluan
• UU no. 18 tahun 2004 tentang Kesehatan Jiwa: Upaya kesehatan jiwa diselerenggarakan melalui
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu,
meneyeluruh, dan berkesinambungan bersama-sama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.
• “Sehat jiwa” = kondisi dimana seseorang dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial
sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja
secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
• “Orang dengan gangguan jiwa/ODGJ” = orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku,
dan perasaan yang termanifestasi dalam sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia.
01
Konsep
Gangguan Jiwa
Definisi
● Gangguan jiwa adalah gangguan dalam:
⮚ Pikiran
termanifestasi dalam bentuk
⮚ Perilaku sekumpulan gejala dan/atau
⮚ perasaan perubahan perilaku yang
bermakna

Menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam


menjalankan fungsi individu sebagai manusia
Berbagai Diagnosis dan Dampak dari Gangguan Jiwa

Gangguan
Gangguan Depresi Gangguan Psikotik Demensia
Cemas/Anxietas
Gangguan Cemas/Anxietas

● Setiap orang dapat mengalami kecemasan


yang normal jika menghadapi stimulus
lingkungan atau stres sehari-hari, agar
bergerak dan melakukan sesuatu.
● Jika tidak dapat beradaptasi dengan stres
→ muncul anxietas.
● Anxiets → rasa tidak nyaman, khawatir,
disertai dengan gejala-gejala otonom (sakit
kepala, berkeringat, palpitasi, rasa perut tidak
nyaman, atau kegelisahan motorik.
● Namun, jika anxietas menetap dalam waktu
lama, tidak mereda, atau intensitas yang kuat,
berulang dan mengganggu fungsi sehari-hari
→ Gangguan Anxietas.
Gangguan Cemas/Anxietas
●Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik
lainnya:
● Gangguan anxietas → sering ditemui. oGangguan anxietas sosial dengan depresi →
● Menurut National Comorbidity Study sekitar 34-70%.
melaporkan: 1 dari 4 orang memenuhi oGangguan stres pascatrauma dengan depresi →
keriteria diagnosis untuk paling tidak salah 48%.
satu gangguan anxietas → prevalensi rata- oGangguan panik dengan depresi → 60-65%
rata dalam 1 tahun: 17,7%
oGangguan cemas menyeluruh dengan depresi
● Prevalensi seumur hidup, pada wanita lebih
→ 8-39%
tinggi dibanding pria (30,5% vs 19,2%).
oGangguan obsesif kompulsif dengan depresi →
● Kelompok usia dengan prevalensi tertinggi
67%.
adalah 30-44 tahun, rata-rata onset gangguan
pertama kali pada usia 11 tahun.
● Riskesdas (2013): gangguan mental
emosional (gejala depresi dan cemas) dialami
oleh 6% penduduk usia ≥ 15 tahun atau lebih
(sekitar lebih dari 14 juta jiwa).
Gangguan Cemas/Anxietas ● Faktor internal:
○Genetik
○Hiperaktivitas sistem noradrenergik
● Penyebab: kombinasi multifaktorial (biologis,
psikologis, dan sosial) ○Penyakit medis (contoh: hipertiroid, stroke, tumor
intrakranial)
● Perhatian: beberapa obat seperti agonis ○Kepribadian (dependen, anankastik, cemas menghindar).
adrenergik, kortikosteroid, antihipertensi,
bronkoldilator; dapat memberi gejala
mirip gangguan anxietas (palpitasi, tremor,
dan gelisah) → perlu pemeriksaan klinis Gangguan
yang menyeluruh untuk benar-benar anxietas
mendiagnosis gangguan anxietas (kriteria
diagnosis).

● Faktor eksternal:
○ Stresor kehidupan
○ Penggunaan alkohol dan NAPZA
Gangguan Cemas/Anxietas
● Dampak faktor psikologik termasuk o Mempengaruhi persepsi akan keparahan gejala
anxietas terhadap faktor fisik, antara lain: o Menentukan apakah seseorang akan mencari
○ Sebagai penyebab atau pencetus penyakit pertolongan dokter atau mempengaruhi peran
fisik (asma, kolitis ulserativa). serta pasien dalam pengobatan.
○ Menyebabkan kebiasaan tidak sehat
(makan berlebihan, merokok, minum
alkohol berlebihan).
○ Mengakibatkan perubahan hormonal, Perlu dibedakan dengan istilah
imunologik, atau neurofisiologik yang “psikosomatik”: studi sistematik
berkontribusi dalam mencetuskan atau terhadap faktor psikologik pada
memengaruhi proses patologik fisik proses penyakit fisik

Apabila gangguan anxietas tidak dikenali dan tidak ditata laksana → menimbulkan angka morbiditas yang
besar, penggunaan layanan kesehatan yang tidak perlu, dan timbul hendaya fungsi sehari-hari.
Penelitian: gangguan anxietas kronik meningkatkan risiko gangguan fisik (contoh: meningkatnya risiko
kematian pada penderita gangguan jantung).
Gangguan Depresi

Depresi adalah gangguan suasana perasaan, terutama ditandai


dengan:
● Adanya perasaan sedih/murung
● Kehilangan minat
● Tidak bertenaga dan mudah lelah
Gejala tambahan:
● Konsentrasi dan perhatian berkurang
● Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
● Perasaan tidak berguna/rasa bersalah
● Pandangan masa depan suram dan pesimistis
● Ada gagasan atau perbuatan membahayakan diri/bunuh diri
● Gangguan tidur (makan berlebih atau berkurang)
● Gangguan pola makan (makan berlebih atau berkurang)
Gangguan Depresi

● Data Riskesdas 2018: gangguan mental emosional (gejala


depresi dan cemas) dialami oleh 9% penduduk usia ≥15 tahun
→ ≥14 juta jiwa.
● WHO → sekitar 20% pasien di layanan primer mengalami
depresi, baik sebagai diagnosis tunggal maupun komorbid
dengan diagnosis fisiknya.
● Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2004, terdapat
hubungan bermakna antara depresi dengan penyakit kronis,
seperti penyakit janutng, asma, artritis → hubungan terkuat
pada penyakit jantung.
● Di Indonesia, depresi menempati peringkat ke-8 penyebab
beban akibat penyakit berdasarkan DALYS (Disability
Adjusted Life Year), dengan usia terbanyak yang dipengaruhi
adalah usia produktif (15-45 tahun).
Gangguan Depresi ● Faktor risiko (faktor yang menyebabkan seseorang
rentan mengalami gangguan depresi):
○ Genetik, perubahan neurotransmitter/neuroendokrin,
Faktor pelindung terhadap gangguan depresi, antara lain: perubahan struktur otak, vascular risk factors,
● Memiliki support system (dukungan sosial): kekerabatan, penyakit/kelemahan fisik (kondisi medik
kronik&kondisi terminal).
kehidupan religius
● Mekanisme koping yang sehat: mudah beradaptasi dengan
lingkungan, kepribadian yang matur
● Pola hidup sehat: gizi seimbang, olahraga, hidup teratur. Gangguan
Dampak gangguan depresi jika tidak dikenali dan ditata depresi
laksana:
a. Mortalitas:
⮚ Depresi adalah faktor utama kematian akibat bunuh diri ● Faktor pencetus (faktor yang langsung menyebabkan
⮚ Kecelakaan fatal akibat konsentrasi dan perhatian terganggu seseorang mengalami gangguan depresi):
⮚ Kematian akibat enyakit yang terkait atau yang diakibatkan (misalnya ○ Peristiwa kehidupan (berduka, perpisahan,
penyalahgunaan alkohol) kehilangan orang yang dicintai, kesulitan ekonomi,
b. Morbiditas: perubahan situasi)
⮚ Percobaan bunuh diri, kecelakaan, menyebabkan penyakit/somatisasi, ○ Stres kronis (misal: disfungsi kehidupan
kehilangan pekerjaan, gagal di sekolah/karir dan penyalahgunaan berkeluarga)
alkohol/zat ○ Penggunaan obat-obatan tertentu: antihipertensi,
c. Biaya sosial pemblok H2, kontrasepsi oral, kortikosteroid
⮚ Disfungsi keluarga, mangkir kerja/sekolah, produktivitas berkurang, antireumatik
cedera terkait pekerjaan, kualitas pekerjaan buruk
Gangguan Depresi
● Depresi berhubungan dengan faktor-fakttor risiko penyakit • Prevalensi depresi dan komorbiditas:
kronis dan gaya hidup (merokok, pola makan, dll) yang 22.40% 37.50%
memperburuk kesehatan fisik. 22.70%

● Depresi juga memiliki beberapa efek biologis secara


langsung mempengaruhi fisik.
● Depresi yang timbul bersamaan dengan penyakit fisik akan
34
mempengaruhi upaya terapi dan hasil penatalaksanaan 25.30%
kesehatan (misal: mempengaruhi kepatuhan terapi dan
perubahan perilaku yang direkomendasikan dokter dan
memperlambat pencarian pertolongan medis). 30.30% 30.90%

Penyakit saraf Penyakit jantung Penyakit paru kronik Kanke

Artritis Diabetes Mellitus Hipertensi


Gangguan Psikotik
Definisi Awitan Gejala
Psikosis adalah kondisi mental/jiwa saat realitas • Psikosis seringkali mulai terjadi pada usia 15
menjadi sangat terdistorsi → menimbulkan -25 tahun → laki-laki sering mengalaminya
gejala seperti: lebih awal.
• Waham/Delusi: Keyakinan yang salah yang • Awitannya dapat mendadak ataupun perlahan-
dipertahankan lahan
• Halusinasi: Persepsi sensorik tanpa adanya
sumber rangsangan “Psikosis Akut”
• Gangguan pikiran
• Psikosis yang terjadi kurang dari 3 bulan atau
Penyebab perburukan gejala psikosis yang sudah ada,
• Dapat merupakan episode pertama atau
• Gangguan psikiatri (skizofrenia dan kekambuhan.
gangguan terkait) • Seringkali didapatkan fase pre-psikotik:
• Gangguan medik (trauma fisik, epilepsi muncul gejala negatif yang kemudian diikuti
lobus temporalis, demensia, penyakit gejala positif yang jelas.
neurologik dan endokrin, kelainan • Jika terjadi >3 bulan → “Psikosis kronis”
metabolik)
• Gangguan penyalahguunaan NAPZA
(terutama amfetamin dan halusinogen)
Gangguan Psikotik
Luaran Klinis Dampak Gangguan Psikotik
Terdapat tiga kemungkinan luaran klinis: Dampak gangguan psikotik sangat luas, mulai
a. Orang tersebut pulih sepenuhnya atau pulih dari:
sebagian dengan beberapa gejala tertinggal; 1. Beban ekonomi yang langsung → biaya
b. Orang tersebut pulih tetapi terdapat pengobatan dan biaya lain yang terkait
beberapa episode berikutnya (misal: biaya transport)
(relps/kambuh); dan 2. Biaya tidak langsung (misal: kehilangan
c. Gejala berlanjut sampai 3 bulan atau lebih pencaharian, menurunnya produktivitas)
(psikosis kronis). 3. Biaya yang tidak terlihat (misal: beban
psikologis dan sosial (akibat rasa malu,
stigma, dan diskriminasi).
Demensia
Demensia
Demensia:
Kondisi kemunduran mental yang BUKAN bagian dari proses penuaan normal
berlangsung terus menerus,
progresif (makin lama makin
buruk), meliputi: Demensia dapat terjadi pada usia lanjut karena penyakit Alzheimer,
• Penurunan daya ingat; Stroke berulang, trauma kepala, dan gangguan faal tubuh
• Kemunduran kemahiran (hormonal, nutrisi, defisiensi vitamin), alkohol, dan lain-lain.
berbahasa; Dua jenis demensia yang paling sering terjadi adalah:
• Kemunduran intelektual; demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskular (pasca stroke).
• Perubahan perilaku; dan
• Fungsi-fungsi otak lain
Sehingga, mengganggu aktivitas
sehari-hari.
Demensia pada Penyakit Alzheimer
• Penyebab tersering demensia adalah • Penyebab Alzheimer: Multifaktorial
penyakit Alzheimer → 50-60% dari ⮚ Faktor genetik
seluruh kasus demensia. Riwayat pada keluarga menunjukkan
genetik autosomal dominan
• Prevalensi penyakit Alzheimer meningkat ⮚ Faktor lingkungan
seiring dengan meningkatnya usia
• (>65 tahun = 3 – 5%; >85 tahun = 50%). • Faktor risiko: peningkatan usia, riwayat
keluarga, wanita, pendidikan yang
• Rasio wanita:pria adalah 2:1. rendah, riwayat cedera kepala.
Demensia Vaskular
• Prevalensi:
1,5% pada usia 70-75 tahun; dan
15% pada usia >80 tahun
• Demensia vascular lebih sering mengenai laki-laki.
• Faktor risiko: hipertensi, diabetes, riwayat TIA,
dan penyakit jantung.
• Gangguan kognitif dapat terjadi akibat dari infark
serebral, anoksia atau perdarahan
Gejala pada Hendaya Kognitif berupa:

Demensia Amnesia

SINDROM ABC Afasia


● Gangguan pada aktivitas hidup
sehari-hari (Activities of daily
Apraksia
living)
● Gangguan psikologis dan
perilaku (Behavioural and Agnosia
Psychological Symptoms of
Dementia (BPSD)) Gangguan fungsi eksekutif
● Hendaya fungsi kognitif
(Cognitive deficits)
Hendaya Kognitif ● Apraksia (hilang atau berkurangnya
kemampuan untuk melakukan gerakan
pada Demensia motorik terkoordinasi meskipun tidak ada
kerusakan saraf)
● Amnesia (Defisit memori)
○ Merupakan penyebab utama hilangnya
○ Manifestasi awal: kesulitan
kemandirian pasien.
mempelajari informasi baru.
● Agnosia (suatu kegagalan mengenali
○ Pada fase lebih lanjut → gangguan
stimulus sensori secara akurat walaupun
memori jangka panjang.
tidak ada defisit sensori).
● Afasia (gangguan atau hilangnya
○ Dapat berupa agnosia visual →
kemampuan menulis atau berbicara)
penyalahgunaan obyek sehari-hari.
○ Dapat bermanifestasi sebagai kesulitan
○ Atau prosopagnosia (ketidakmampuan
untuk mencari kata atau afasia nominal
mengenali wajah)
dan afasia reseptif atau kesulitan untuk
● Gangguan fungsi eksekutif (gangguan
mengerti pembicaraan.
kemampuan untuk merencanakan dan
melakukan pekerjaan yang kompleks)
Hendaya kognitif dapat diperiksa menggunakan ○ Terlihat pada kelainan yang
instrumen AMT & MMSE (untuk mendeteksi melibatkan lobus frontal.
gangguan pada fungsi eksekutif → clock drawing test )
Penurunan Aktivitas Harian
• Untuk menegakkan diagnosis: penurunan fungsi kognitif +
penurunan aktivitas harian yang mengganggu fungsi sosial
maupun pekerjaan.
• Instrumen yang dapat digunakan:
⮚ Instrumental ADL (Instrumental Activity of Daily Living Scale):
mengukur kemampuan pergi sendiri, berbelanja, memasak,
menggunakan telepon serta mengelola keuangan)
⮚ Basic ADL (Barthel Index): mengukur kemampuan yang lebih
mendasar, seperti naik turun tangga, makna, mandi, buang air
besar/kecil, dan berpakaian.
02
Diagnosis gangguan jiwa
yang sering ditemukan di
pelayanan primer
Diagnosis gangguan jiwa yang sering
ditemukan di pelayanan primer

Gangguan Psikotik Gangguan Cemas

Gangguan Depresi Gangguan Demensia


Gangguan Psikotik

• Gejala klinis:
Distorsi pikiran dan Emosi yang tidak patut dan
persepsi rentangnya sempit

Pembicaraan yang
Halusinasi
inkoheren atau irelevan

Kecurigaan berlebihan dan


Waham/delusi
tak berdasar
Gangguan Psikotik

Berbagai abnormalitas perilaku dapat dibagi menjadi gejala positif dan gejala negatif:
Gejala Negatif Gejala Positif

Emosi yang mendatar Halusinasi, distorsi persepsi

Tidak adanya motivasi dan energi Waham, distorsi pikiran

Keilangan minat dan kesenangan dalam aktivitas Pembicaraan yang terdisorganisasi

Interaksi sosial berkurang Kesulitan dalam mempertahankan percakapan dan/atau


tetap fokus pada suatu topik
Perilaku terdisorganisasi (perilaku yang tidak biasa dan
aneh serta kesulitan dalam merencanakan dan
menyelesaikan aktivitas

Pada umumnya, gejala positif akan berespon lebih baik terhadap pengobatan antipiskotik dibandingkan
gejala negatif.
Gangguan Psikotik

• Pasien dengan gangguan psikotik biasanya datang ke puskesmas dengan diantar oleh satu atau lebih
anggota keluarga atau masyarakat.
• Pasien dapat berperilaku kacau bahkan agresif → sering kali tidak mudah menjalin komunikasi
dengan pasien.
• Petugas kesehatan harus tetap tenang dan menerapkan metode wawancara psikiatrik (seperti
yang telah dibahas sebelumnya), dan selalu memerhatikan keselamatan semua pihak.
• Upayakan selalu tetap mengutamakan pasien, keterangan dari pengantar atau keluarga akan
memberi tambahan masukan yang berarti.
Gangguan Psikotik

• Dalam mendiagnosis gangguan psikosis, periksa apakah pasien datang dengan tanda-tanda
psikosis, misal:
⮚ Pembicaraan yang inkoheren atau irelevan
⮚ Delusi/waham (misal: keyakinan bahwa pikirannya dimasukkan dari luar atau tersiar).
⮚ Halusinasi: mendengar suara atau melihat sesuatu yang tidak yata
⮚ Perilaku menarik diri, agitasi atau disorganisasi (misal: diam saja tidak mau merespon, marah-
marah dan beringas, penampilan yang tidak lazim, tidak rapi, perawatan diri buruk)
⮚ Mengabaikan tanggung jawab yang biasa dikerjakan terkait dengan pekerjaan, sekolah, tumah
tangga, dan aktivitas sosial.
Gangguan Psikotik

• Setelah ditetapkan bahwa pasien tersebut mengalami psikosis, maka pemeriksaan selanjutnya
adalah untuk menjawab pertanyaan: “Apakah pasien menderita psikosis akut atau kronis?”,
“Apakah pasien mengalami episode manik akut?”; dan “Apakah ada kondisi penyerta yang
dialami pasien?”

Tanyakan kepada pasien atau pelaku


Jika episode saat ini merupakan:
rawat:
1. Episode yang pertama, atau
a. Kapan episode ini idimulai
2. Kekambuhan dari episode psikotik, atau
b. Adakah episode sebelumnya
3. Perburukan gejala psikosis sebelumnya maka,
c. Detil tata laksana seblumnya atau
Episode ini adalah Episode Psikotik Akut.
saat ini
Gangguan Psikotik

• Singkirkan kemungkinan lain penyebab gangguan psikosis, seperti:


1. Intoksikasi atau putus zat alkohol atau NAPZA
2. Delirium akibat kondisi medik akut, seperti malaria serebral, infeksi sistemik/sepsis, cedera kepala.
• Apabila gejala psikosis telah dialami selama lebih dari 3 bulan, maka ini adalah Psikosis Kronis.
• Selanjutnya perlu ditetapkan apakah episode psikosis ini bukan Episode Manik Akut dengan memeriksa
apakah didapatkan:

2. Riwayat sebelumnya pernah mengalami depresi,


1. Selama periode beberapa hari terjadi mood yang
atau penurunan tenaga dan aktivitas.
meningkat (gembira berlebihan) atau iritabel
Jika ini adalah Episode Manik Akut maka
(mudah marah); tenaga dan aktivitas yang
kemungkinan pasien tersebut menderita Gangguan
berlebihan; bicara berlebihan; dan kurang hati-hati
Bipolar dan harus dilakukan tatalaksana yang
atau sembrono.
sesuai.
Gangguan Psikotik
• Periksa juga apakah ada kondisi penyerta, seperti:
1. Gangguan penggunaan zat dan alkohol
2. Mencederai diri atau bunuh diri
3. Demensia
4. Penyakit fisik seperti strok, diabetes, hipertensi, HIV/AIDS, malaria, atau obat-obatan (misalnya steroid)
Jika ada kondisi penyerta, maka harus ditangani keduanya, baik psikosisnya maupun kondisi yang menyertai
tersebut.
Pada pasien perempuan usia subur:
1. Jika dalam keadaan hamil, bekerja sama dengan kesehatan ibu jika ada, untuk penatalaksanaan
bersama
2. Jelaskan risiko bagi ibu dan bayi, termasuk risiko komplikasi obstetrik dan kekambuhan psikosisnya,
apabila obat diganti atau dihentikan
3. Perempuan dengan psikosis yang berencana untuk mengandung, dalam keadaan hamil, atau menyusui,
sebaiknya diobati dengan dosis rendah haloperidol atau klorpromazin.
4. Hindari penggunaan antipsikotik depot.
Gangguan Depresi
• Menurut Mitchel PB (1998), depresi yang ditemui di praktik umum sering bersamaan dengan gangguan
fisik, atau mungkin datang dengan keluhan fisik dan bukan keluhan psikologik.
• Menurut Katon W et al (1982): Pasien medik yang juga menderita gangguan mental lazimnya datang
dengan keluhan:

Gejala somatik
Kelelahan Nyeri
lain

Gejala
Insomnia
gastrointestinal

Bukan dengan mengatakan, “saya depresi”, atau


“ada yang tidak beres dengan mental saya”
Gangguan Depresi
Pasien dicurigai mengalami depresi apabila:

• Gejala yang banyak dan kabur (misalnya gastro-intestinal,kardiovaskular, neurologis)


• Kelelahan atau gangguan tidur
• Nyeri kronik (misalnya nyeri punggung, nyeri kepala)
• Penyalahgunaan zat (alkohol atau obat-obatan)
• Dua atau lebih penyakit kronik
• Kehilangan minat terhadap aktivitas seksual
Gangguan Depresi

Gejala Utama depresi:


1. Sedih dan murung (hampir setiap waktu dalam sehari, hampir setiap hari).
2. Kehilangan minat dan kesenangan pada kegiatan yang sebelumnya dirasa menyenangkan.
3. Tidak bertenaga dan mudah lelah sehingga aktivitas menurun.

Gejala Tambahan depresi:


1. Menurunnya konsentrasi dan perhatian Kriteria diagnosis Depresi Sedang-
2. Menurunnya harga diri dan kepercayaan diri Berat, adalah:
1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala
3. Rasa bersalah dan rasa tidak berguna
utama
4. Pandangan terhadap masa depan yang suram dan pesimistis 2. Sekurangnya-kurangnya 3 dari 7 gejala
5. Gangguan tidur tambahan
6. Gangguan pola makan/nafsu makan 3. Berlangsung minimal selama 2 minggu
7. Berpikir tentang kematian, melukai diri atau bunuh diri 4. Adanya gangguan fungsi/kesulitan
nyata dalam melakukan aktivitas
sosial, sekolah/pekerjaan dan urusan
rumah tangga.
Ilustrasi Kasus Depresi

Ny. SB, 45 tahun. Mengeluhkan sakit kepala, kelelahan, dan nyeri otot serta punggung yang terjadi dalam 1
bulan terakhir.Ny. SB juga mengeluhkan rasa mual berulang.Tidur lebih banyak dari biasanya, mudah jatuh
tidur, terbangun diri hari dengan rasa lelah yang sangat.

Data/gejala apa sajakah yang ditemukan?


• Apa saja kemungkinan-kemungkinan penyebab/penyakit yang dialami?
✔ Keluhan fisik (contoh: sakit kepala) → gejala penyerta depresi sering menyulitkan pemeriksaan depresi, sebab
justru diutarakan pertama kali oleh pasien. Melalui wawancara psikiatrik, klinisi perlu menilai lebih dalam
keluhan fisik pasien, seperti: awitan, frekuensi (hilang timbul atau terus menerus), intensitas, lokasi serta
keluhan memberat/timbul dalam kondisi apa. Kemudian perlu ditanyakan apa saja yang dilakukan untuk
menghilangkan keluhan tersebut, diantaranya penggunaan obat-obatan, penggunaan napza, dan apakah
dengan konsumsi obat tersebut keluhan membaik atau tidak. Klinisi perlu menyingkirkan kemungkinan
adanya penyakit fisik/organik (melalui wawancara maupun pemeriksaan fisik dan penunjang).
Ilustrasi Kasus Depresi

Akhir-akhir ini Ny. SB semakin mengalami kesulitan untuk menjalankan aktivitas yang selama ini Ia lakukan
(membersihkan rumah, menyiapkan makanan, mencuci pakaian). Ia tidak mampu untuk bangun dan
menyiapkan kebutuhan anak-anak di pagi hari.Suami juga melaporkan bahwa Ny. SB seringkali mudah
tersinggung dan sangat mudah marah.

• Tambahan gejala apa saja yang ditemukan?


• Keterangan tambahan apalagi yang diperlukan?
• Gangguan jiwa apa yang mungkin dialami?

Setelah itu tanyakan keluhan lain yang dialami pasien, tanyakan gejala-gejala depresi, baik gejala utama maupun
gejala tambahan. Jika keluhan fisik diutarakan pertama kali, tanyakan gejala depresi dimulai dari keluhan yang
berhubungan dengan fisiknya, misalnya: mudah lelah dan aktivitas yang menurun. Setelah itu tanyakan gejala
lainnya. Jangan lupa untuk menilai adanya ide bunuh diri, kekuatan dari ide tersebut, kemampuan pasien
mengendalikan ide bunuh diri tersebut.
Ilustrasi Kasus Depresi

Ny. SB menyatakan bahwa ia merasa sedih terus menerus, menghindari aktivitas yang dulu Ia sukai dan
nikmati bersama teman-teman – “tidak ada yang membuat saya merasa senang sekarang”. Berhenti makan dan
kehilangan berat-badan yang bermakna. Selama proses wawancara, ia bergerak dan berbicara sangat lambat.Ia
sering menyatakan bahwa ia tidak berguna, ibu yang jahat karena tidak menjaga anak-anak dan suaminya
dengan baik. Berharap tidur dan tidak pernah bangun lagi.

• Gejala-gejala apa saja yang membuat kita berpikir bahwa Ny. SB mengalami Gangguan Depresi? Ingat kembali
gejala-gejala depresi.
Gangguan Depresi

Untuk menegakkan diagnosis


gangguan depresi: perlu
menyingkirkan adanya psikotik
dan mania.

Perlu dibedakan juga dengan pasien dalam


masa berkabung (2 bulan) → ada fase-fase
beradaptasi → cukup intervensi psikososial,
belum perlu diberikan antidepresan → jika
berlanjut dan intensitas gejala cukup berat:
perlu diberikan tata laksana yang sesuai.
Langkah-langkah menilai dan menegakkan diagnosis Gangguan Depresi Sedang-
Berat:

Langkah 7:
Langkah 1: menyingkirkan
menyingkirkan Langkah 3: menilai Langkah 6: adanya gejala
Langkah 2: menilai Langkah 4: Langkah 5: menilai
kemungkinan minimal 3 dari 7 menyingkirkan tambahan (seperti
2 dari 3 gejala utama berlangsung adanya gangguan
penyakit organik gejala tambahan adanya psikotik dan ide bunuh diri,
depresi minimal dua minggu fungsi
dan penyalahgunaan depresi mania penyakit fisik yang
zat menyertai/memperb
uruk)
Pengingat: Gangguan Bipolar

❖ Tanyakan riwayat sebelumnya, apakah ada gejala-gejala berikut dalam 1 minggu terakhir (atau
pernah dinyatakan mengalami gangguan manik):
Peningkatan suasana perasaan
(mood) yang meningkat,
Bicara sangat banyak dan aktif, Peningkatan aktivitas, gelisah,
ekspansif (meluap-luap), atau
ada flight of ideas sangat bersemangat
iritabel (mudah
marah/tersinggung)

Hilangnya kendali sosial yang Percaya diri berlebih, rasa


Peningkatan libido seksual
normal kebesaran (grandiosity)

Perhatian mudah teralih Penurunan kebutuhan tidur


Pengingat: Gangguan Bipolar

❖ Jika ada gangguan bipolar, maka:


1. Tatalaksana sesuai dengan tatalaksana Gangguan Bipolar (mulailah terapi dengan mood stabilizer)
2. Jika pasien Gangguan Bipolar tersebut saat ini sedang mengalami depresi – perlu
diperhatikan bahwa antidepresan dapat memicu timbulnya gejala manik, pertimbangkan
pemberian tambahan obat mood stabilizer dan monitor gejala. Segera rujuk.
Pengingat: Gangguan Psikotik

❖ Ditemukan gejala: Perhatian dalam pemberian


terapi jika ada gejala psikotik:
a) Halusinasi • Perlu dikombinasikan
b) Waham antara pemberian
antidepresan dan
c) Bicara kacau, tidak dimenegerti, irrelevant antipsikotik
• Konsultasikan dengan
d) Menarik diri, agitasi, disorganisasi perilaku, stupor spesialis
❖ Dapat berupa gejala utama (pada Gangguan Psikotik)
atau gejala tambahan (pada Gangguan Depresi dengan Ciri Psikotik).
Pengingat: Penyakit fisik yang Mungkin Menyertai

❖ Pasien depresi mungkin saja disertai oleh penyakit fisik seperti:


⮚ vaskular (stroke, hipertensi),
⮚ infeksi,
Perhatian dalam pemberian terapi jika
⮚ trauma, ada penyakit fisik yang menyertai:
• Berikan tatalaksana pada kedua
⮚ autoimun,
gangguan – fisik maupun mental
⮚ metabolik endokrin, • Gangguan Depresi dapat
memengaruhi kepatuhan dan
⮚ neoplasma,
ketaatan terhadap pengobatan
⮚ degeneratif,
⮚ kongenital dan herediter
Pengingat: Depresi pada Kehamilan atau Saat Menyusui

❖ Depresi pada perempuan usia produktif sering terjadi saat perinatal. Depresi pasca persalinan dialami
oleh lebih dari 10% perempuan. Depresi pasca persalinan berlangsung 1-4 bulan pasca melahirkan,
meskipun ada yang berlanjut hingga 1 tahun, sehingga berisiko untuk keselamatan ibu dan bayi.
Jika tidak ditatalaksana dengan baik akan berdampak negatif bagi tumbuh kembang bayi.
❖ Penggunaan antidepresan selama kehamilan dan menyusui sebaiknya dihindari. Jika memang dengan
intervensi psikososial dirasakan tidak cukup efektif, dapat diberikan antidepresan dosis kecil, ¼
hingga ½ dosis pada trimester ke 2 dan ke 3. Hindari penggunaan antidepresan yang bekerja
panjang (seperti golongan SSRI). Rujuk ke spesialis bila upaya maksimal yang dilakukan dirasakan
kurang membantu.
Pengingat: Depresi pada Anak dan Remaja

❖ Anak dan remaja juga rentan terhadap depresi. Gejala yang sering tampak pada kelompok usia ini
diantaranya:
• Keluhan-keluhan somatik
• Prestasi disekolah menurun
• Menarik diri dari pergaulan atau aktivitas sosial
• Berat badan bertambah atau menurun dengan drastis
• Agresi, agitasi atau iritabilitas (mudah marah)
• Konsumsi berlebih: rokok, alkohol dan narkoba
Pengingat: Depresi pada Anak dan Remaja

Jika usia < 12 tahun:


❖ Apabila terdapat gejala depresi pada • JANGAN memberikan resep obat antidepresan.
• Tawarkan tidak lanjut rutin
anak dan remaja:
• Lakukan juga pemeriksaan status Jika usia ≥ 12 tahun:
∙ JANGAN pertimbangkan penggunaan antidepresan sebagai
pengobatan tahap pertama.
mental pada orang tua.
∙ Edukasi mengenai kesehatan jiwa.
• Ada tidaknya kemungkinan ∙ Tangani penyebab stressor psikososial

perlakuan salah atau kekerasan ∙ Jika ada, pertimbangkan psikoterapi interpersonal (IPT –
Interpersonal Therapy) atau terapi perilaku kognitif (CBT-
pada anak di rumah maupun Cognitive Behavioral Therapy), aktivasi perilaku.
∙ Jika ada, pertimbangkan tatalaksana tambahan: program aktivitas
sekolah fisik yang terstruktur, training relaksasi atau tatalaksana
pemecahan masalah.
∙ Saat intervensi psikososial terbukti tidak efektif, pertimbangkan
fluoxetine (tapi bukan SSRIatau TCA lain).
∙ Tawarkan tindak lanjut rutin
Pengingat: Depresi pada Lansia

❖ Prevalensi depresi pada lansia berkisar 1–2 %


❖ Depresi pada lansia yang ada di RS atau institusi lain mencapai 40%
❖ Gejala
• Keluhan tidur
• Nafsu makan ↓
• Berat badan ↓
• Apatis, anergi
• Penarikan diri
• Risiko penurunan fungsi fisik meningkat
Gangguan Cemas
• Gejala dan tanda dari anamnesis dan pemeriksaan fisik secara umum terdiri dari:
⮚ Komponen psikologik (kognitif, perilaku, dan emosi), dan
⮚ Komponen fisik yaitu keluhan terhadap sistem jantung, pernafasan, neurologi, muskuloskeletal,
gastrointestinal, dll)
Komponen Psikologik Komponen Fisik

1. Kognitif: • Berkeringat
• Gemetar
• Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, lapang • Jantung berdebar
persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsan luar • Nafas pendek
• Nadi dan tekanan darah naik
2. Perilaku dan emosi • Mulut kering
• Diare/konstipasi
• Khawatir, cemas, panik • Mual/rasa tidak enak di lambung
• Tegang, perasaan tidak aman • Nyeri perut/dada
• Bicara berlebihan dan cepat • Kepala terasa ringan
• Gerakan tersentak-sentak • Pusing
• Takut hilang kendali, takut mati, takut menjadi gila • Rasa tercekik
• Rasa akan pingsan • Ketegangan otot
• Rasa baal/mati rasa, rasa kesemutan
• Sulit tidur
Kriteria Diagnosis
Gangguan Anxietas Menyeluruh Gangguan Panik
Gejala-gejala biasanya multipel dan mencakup unsur- a. Serangan anxietas berat atau ketakutan yang tidak
unsur sebagai berikut: dapat dijelaskan, berulang, timbul mendadak,
a. Ketegangan mental berupa kecemasan dan rasa menghebat dengan cepat dan sering hanya berlangsung
khawatir, sulit berkonsentrasi beberapa menit saja.
b. Ketegangan fisik/motorik antara lain gelisah, b. Sering disertai gejala fisik: palpitasi, sesak atau
gemetar, tidak dapat relaks,ketegangan otot, sakit nyeri dada, nafas pendek, berkeringat, perasaan seperti
kepala; tercekik, pusing, perasaan tidak nyata, takut hilang
c. Overaktivitas otonom: palpitasi, berkeringat, kendali, takut akan mati atau menjadi gila.
sesak nafas, kepala terasa ringan, keluhan c. Untuk diagnosis, harus ditemukan adanya
epigastrik, mulut kering, pusing. beberapaTidakkali
jarang pasien yang
serangan mengalami
anxietas beratserangan
dalam masa
panik datang ke instalasi gawat darurat karena
waktu keluhan
kira-kirafisik
1 bulan;
yang pada
hebat, keadaan-keadaan
mengira sedang yang
Gejala anxietas atau kecemasan pada gangguan sebenarnya secara
mengalami objektif
gangguan tidak Pasien
jantung. ada bahaya,
dengan tidak
anxietas menyeluruh ini sebagai gejala primer yang terbatasgangguan
pada situasi tertentu,
panik juga dengan
seringkali keadaan
ketakutan akan yang
kesendirian atau untuk pergi ke tempat-tempat
berlangsung hampir setiap hari untuk minimal relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode antara
umum, dan ketakutan yang menetap akan
beberapa minggu, tidak terbatas pada kondisi serangan-serangan
kemungkinan panik.
mengalami serangan lagi (anxietas
tertentu. Seringkali berkaitan dengan adanya stres antisipatorik).
lingkungan yang kronis.
Kriteria Diagnosis
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi
Gangguan yang ditandai oleh adanya gejala-gejala anxietas dan depresi bersama-sama, dan masing-masing
gejala tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk dapat ditegakkannya suatu diagnosis
tersendiri.

Gejala-gejala anxietas antara lain:


• Kecemasan atau khawatir berlebihan, sulit berkonsentrasi
• Ketegangan motorik: gelisah, sakit kepala, gemetaran, tegang, tidak dapat santai
• Aktivitas autonomik berlebihan: palpitasi, berkeringat berlebihan, sesak nafas, mulut kering,pusing, keluhan
lambung, diare.

Gejala-gejala depresi antara lain:


• Suasana perasaan sedih/murung.
• Kehilangan minat/menurunnya semangat dalam melakukan aktivitas
• Mudah lelah
• Gangguan tidur
• Konsentrasi menurun
Kriteria Diagnosis
Gangguan Somatisasi

Gangguan somatisasi memerlukan kriteria semua hal berikut:


a. Banyak keluhan fisik yang bermacam-macam, berulang, tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan
fisik (tidak ditemukan adanya kelainan fisik), dan telah berlangsung sedikitnya selama 2 tahun;
b. Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang
dapat menjelaskan keluhan-keluhannya;
c. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-
keluhannya dan dampak dari perilakunya.

Perbedaan yang jelas antara somatisasi dengan kondisi psikologik yang mempengaruhi kondisi medis
umum adalah pada somatisasi tidak ditemukan adanya kelainan fisik meskipun keluhan fisik banyak dan
sering berulang
Kriteria Diagnosis
Kriteria Diagnosis

Dari keluhan fisik


yang diutarakan, Singkirkan adanya
singkirkan adanya Nilai komponen fisik depresi, terutama Singkirkan adanya
Nilai gejala dan tanda
penyakit organik dan dan psikologik tanyakan 3 gejala psikotik, terutama
spesifik dari beberapa
penyalahgunaan zat, (kognitif maupun utama: sedih/murung, tanyakan gejala
kriteria diagnosis
melalui anamnesis, perilaku dan hilang minat dan halusinasi dan
gangguan ansietas
pemeriksaan fisik emosional) semangat, mudah waham.
maupun pemeriksaan lelah/hilang energi.
penunjang (bila perlu).
Gangguan Demensia
Masalah daya ingat, orientasi, berbicara, berbahasa, kesulitan melakukan aktivitas
Tanyakan pada individu/pelaku rawat:
• Sejak kapan & usia saat awitan?
• Perburukan gejala&hendaya?
• Awitan mendadak atau bertahap?
• Apakah awitan terkait dengan cedera kepala, pingsan atau stroke?
Lakukan pemeriksaan AMT/MMSE & ADL/IADL

• Jika terdapat hendaya • Jika awitan mendadak dan durasi Gambaran atipikal:
dalam tes kognitif & singkat • Awitan <60 tahun
fungsional • Jika gangguan lebih sering di • Hipotroidisme
• Telah berlangsung 6 bulan malam hari • Penyakit kardiovaskular
• Ada perubahan kesadaran • Riwayat ISK/HIV
• Ada disorientasi • Riwayat cedera kepala/stroke

DEMENSIA DELIRIUM RUJUK


Gangguan Demensia
Pedoman Diagnostik Demensia (PPDGJ-III)
■ Penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (mandi,
berpakaian)
■ Tidak ada gangguan kesadaran
■ Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan
F00 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER
■ Terdapat gejala Demensia
■ Awitan bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat
■ Tidak ada bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat
disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia
■ Tidak ada serangan apopleptik mendadak atau gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis,
hilangnya daya sensorik, defek lapang pandang maya dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari
gangguan itu
Gangguan Demensia
 
F01 DEMENSIA VASKULAR
■ Terdapatnya gejala demensia
■ Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata
■ Tilikan dan daya nilai relatif tetap baik
■ Awitan mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai adanya gejala neurologis fokal
■ Ada riwayat stroke
■ Adanya faktor risiko multipel untuk penyakit serebrovaskular
Penyulit Gangguan Demensia
1. Delirium, BPSD
Suatu kebingungan akut yang ditandai dengan disorientasi, bicara ngelantur, gelisah, sulit mengalihkan
perhatian, ketakutan dan lain-lain yang disebabkan oleh gangguan metabolisme di otak akibat gangguan
metabolik/ infeksi/ trauma kepala/ efek samping obat dan sebagainya.
Delirium dan demensia sering terjadi bersamaan. Umumnya pasien dengan demensia lebih rentan untuk
mengalami delirium. Sebaliknya, delirium yang tak tertangani atau berlangsung berkepanjangan dapat berlanjut
menjadi demensia.
Faktor predisposisi: Faktor presipitasi
• Adanya gangguan kognitif (demensia) sebelumnya, • Adanya kelainan pada susunan saraf pusat
• Adanya gangguan pada panca indera/sensorik (kejang, trauma, tumor, stroke),
(gangguan pendengaran, penglihatan, dsb) • Gangguan metabolik (elektrolit, hipoglikemi),
• Malnutrisi • Sistemik (infeksi, dehidrasi),
• Penggunaan alkohol • Konsumsi obat (antibiotik, antikolinergik), atau
• Riwayat delirium sebelumnya • Terjadi perubahan lingkungan (mis. pindah ke
• Adanya gangguan sistemik (hipertensi, kadar rumah anak, dirawat di RS, dll).
natrium, glukosa, bilirubin, atau rasio
Ureum/Creatinin yang abnormal).
Penyulit Gangguan Demensia
1. Delirium, BPSD
• Delirium perlu dicurigai jika terdapat perubahan status mental mendadak dan
berfluktuasi (dalam hitungan hari sampai minggu), gangguan lebih sering di malam hari dan
berkaitan dengan hendaya kesadaran bila ada disorientasi terhadap waktu / tempat.
• Bila hal in terjadi, lakukan pemeriksaan dengan CAM (Confusion Assessment Method)
untuk memastikan adanya delirium, kenali penyebab (faktor predisposisi dan presipitasi),
lakukanpenanganan penyebab seoptimal mungkin dan/atau rujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap.
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD
• Gejala Perilaku dan Psikologis pada Demensia (Behavioural and Psychological Symptoms of
Dementia, BPSD) menurut Konsensus IPA (International Psychogeriatric Association) 1999
didefinisikan sebagai gejala gangguan persepsi, isi pikir, mood atau perilaku yang sering
terjadi pada pasien dengan demensia.
• Mega et al (1996) menyatakan bahwa 90% pasien demensia akan mengalami BPSD yang cukup
parah sehingga dianggap sebagai masalah pada suatu waktu dalam perjalanan penyakitnya.
• Studi pada lansia dengan demensia yang tinggal di komunitas melaporkan sekurangnya
61% mengalami BPSD dan sepertiga merupakan gejala sedang sampai berat (Lyketsos et
al 2000).
• Gejala tersering adalah agitasi (75%), wandering (60%), depresi (50%), psikosis (30%), dan
kekerasan (20%).
• BPSD dapat menjadi sumber penderitaan/burnout bagi pelaku rawat
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD-Kelompok Gejala
• Gambaran BPSD yang muncul tergantung pada tahapan penyakit.
• Pada fase awal penyakit, cenderung muncul gejala afektif (Reisberg et al., 1989; Rubin et
al., 1988).
• Sementara gejala agitasi dan psikotik sering dijumpai pada pasien dengan hendaya
kognitif sedang; namun akan menurun pada tahap lanjut demensia, kemungkinan
disebabkan oleh deteriorasi kondisi fisik & neurologis pasien (Tariot and Blazina, 1994).
• Sebagian besar BPSD cenderung memuncak sebelum tahap lanjut demensia. Beberapa BPSD
menetap lebih lama dibanding yang lain, seperti wandering dan agitasi yang dapat
berlangsung hingga 2 tahun lebih (Devanand).
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD-Kelompok Gejala
• ANXIETAS
⮚ Manifestasi umum anxietas pada demensia adalah ‘Sindrom Godot‘.
⮚ Pasien dengan sindrom ini akan bertanya berulang-ulang tentang suatu hal—akibat
defisit kognitif dan ketidak mampuan menyalurkan kapasitas berpikir yang tersisa
secara produktif. Hal ini dapat menjengkelkan keluarga dan pelaku rawat (Reisberg et
al., 1986).
⮚ Gejala anxietas lain yang menjadi karakteristik pasien demensia adalah ketakutan
ditinggalkan, yang dapat tampak segera setelah pelaku rawat pergi ke ruangan lain atau
diekspresikan sebagai permintaan untuk tidak ditinggalkan sendirian. Rasa takut ini dapat
mencapai proporsi fobia karena anxietasnya tidak sebanding dengan bahaya riil.
⮚ Pasien juga dapat mengembangkan fobia lain, seperti takut akan keramaian, bepergian,
gelap, atau aktivitas seperti mandi.
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD-Kelompok Gejala
• DEPRESI
⮚ Munculnya depresi pada demensia biasanya berkaitan dengan faktor lingkungan dan
psikososial.
⮚ Gejala depresi pada pasien demensia sering berfluktuasi.
⮚ Pasien lebih menunjukkan keluhan mengasihani diri, sensitivitas terhadap penolakan,
anhedonia dan gangguan psikomotor dibanding pasien depresi non-demensia.
⮚ Sekitar 11-23% pasien yang awalnya didiagnosis depresi ‘pseudodemensia‘ atau ‘demensia
reversibel‘ akan berubah menjadi demensia ireversibel tiap tahun.
⮚ Depresi mayor pada demensia berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas, namun tidak
ada akselerasi penurunan kognitif.
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD-Kelompok Gejala
• PSIKOSIS
⮚ Psikosis pada demensia dapat dianggap sebagai BPSD bila diketahui tidak ada riwayat
gangguan psikotik sebelum awitan demensia. Gambarannya sangat berbeda dari psikosis
pada skizofrenia karena adanya faktor neurokimiawi dan psikologis spesifik pada demensia.
Waham yang bizzare jarang ada, halusinasi biasanya bersifat visual, ide suisidal aktif
juga jarang dijumpai. Gejalanya meliputi:
Misidentifikasi Halusinasi Waham
Merupakan mispersepsi dari stimuli Bentuk yang paling sering: halusinasi visual (mencapai Terdapat lima jenis waham yang
eksternal yang dielaborasi menjadi 30% dari pasien dengan demensia), dan biasanya terdapat pada lazim pada demensia:
suatu keyakinan dengan intensitas demensia sedang (Sweater, 1994). 1. Orang mencuri barangnya
waham. Terdapat empat tipe utama: Terdapat hubungan antara mispersepsi visual dan halusinasi 2. Rumah yang ditinggali bukan
• Kehadiran orang lain di rumah pada pasien dengan hendaya kognitif sedang. Mereka dengan rumahnya
pasien agnosia visual (kesulitan mengenali wajah atau obyek) 3. Pasangan (atau pelaku rawat)
• Misidentifikasi diri sendiri mungkin mengalami masalah dengan sensitivitas kontras adalah seorang penyamar
• Misidentifikasi orang lain cahaya sehingga batas antara gelap dan terang menjadi kabur 4. Pengabaian
• Misidentifikasi peristiwa di → pemeriksaan fungsi visual dan auditorik menjadi bagian 5. Ketidaksetiaan./cemburu
televisi esensial pengkajian pasien demensia dengan halusinasi.
Penyulit Gangguan Demensia

Waham (lanjutan)
Terdapat lima jenis waham yang lazim pada demensia:
1. Orang mencuri barangnya
Penjelasan logisnya adalah pasien demensia tidak dapat mengingat lokasi persis barang-barang di rumahnya. Bila wahamnya berat,
pasien meyakini ada orang yang masuk ke rumahnya untuk menyembunyikan atau mencuri barang.
2. Rumah yang ditinggali bukan rumahnya
Bisa juga diklasifikasikan sebagai misidentifikasi. Kontributor utama terhadap keyakinan ini adalah bahwa pasien tidak mengingat atau
mengenali rumahnya sendiri. Waham ini dapat sangat menetap sehingga pasien mencoba pergi dari rumah untuk ‘pulang‘. Akibatnya
adalah wandering.
3. Pasangan (atau pelaku rawat) adalah seorang penyamar.
Juga termasuk misidentifikasi, atau disebut sebagai fenomena Capgras. Pasangan atau pelaku rawat dianggap sebagai orang lain yang
menyamar, dan bukan orang yang sebenarnya. Hal ini dapat membuat kesal pasangan/pelaku rawat yang sudah kecewa karena tidak
dikenali sehingga memicu kemarahan atau kekerasan.
4. Pengabaian
Orang dengan demensia kerap meyakini bahwa dirinya diabaikan, atau bila dirawat inap, ia membayangkan ada konspirasi untuk
menyingkirkannya. Meski fungsi intelektual menurun seiring progresivitas demensia, pasien masih memiliki sedikit tilikan terhadap
kondisinya. Kesadaran bahwa dirinya menjadi beban mungkin menjelaskan waham ini.
5. Ketidaksetiaan/cemburu
Terkadang pasien dengan demensia meyakini pasangannya tidak setia—baik secara seksual maupun emosional. Keyakinan ini juga dapat
meluas ke pelaku rawat lain.
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD-Kelompok Gejala
• AGITASI
⮚ Demensia tidak dengan sendirinya menyebabkan agitasi. Faktor medis, psikologis, lingkungan dan
kepribadian premorbid terbukti memengaruhi timbulnya agitasi. Sebagian besar perilaku agitasi
mengisyaratkan rasa tidak nyaman dan tidak puas. Alasan terjadinya agitasi perlu diidentifikasi
sehingga intervensi sosial, lingkungan, perilaku atau medis dapat dilakukan untuk meredakan
gejala.
⮚ Agitasi terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

Perilaku Fisik Non-agresif Agresi Fisik


((memukul, mendorong, menggigit, meludah), dan agresi verbal
(mondar-mandir, wandering, menyembunyikan barang, menanggalkan
(berteriak, memaki, ledakan kemarahan).
pakaian sembarangan). Terlihat pada pasien dengan hendaya fungsional
Agresi fisik tipikal untuk pasien pria dengan hendaya kognitif berat dan
sedang sampai berat.
sering dikaitkan dengan adanya waham.
Agresi fisik dan verbal cenderung lebih sering
Perilaku Verbal Non-agresif terjadi pada pasien demensia dengan relasi
(negativisme, mengeluh, interupsi, terus menerus bertanya atau sosial yang buruk.
Agresi Verbal
menyuruh).
(berteriak, memaki, ledakan kemarahan).
Lebih sering teramati pada wanita dengan demensia dan depresi, kondisi
Berkaitan dengan depresi dan masalah kesehatan.
kesehatan buruk disertai nyeri kronis, hendaya kognitif ringan sampai
sedang dan relasi sosial yang buruk
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD-Kelompok Gejala
• WANDERING
⮚ Merupakan salah satu masalah perilaku paling menyulitkan yang sering menyertai demensia—terutama
dalam hal beban yang ditimpakan pada pelaku rawat—juga penyebab tersering rujukan ke layanan
psikiatrik. Terdapat beberapa tipe perilaku yang tercakup dalam wandering (Hope dan Fairburn, 1990):
⮚ Mengecek (berulang kali menanyakan keberadaan pelaku rawat) o Mengekor atau mengintai (mengikuti
pelaku rawat ke mana saja secara berlebihan) o Pottering atau rooting (berjalan keliling rumah atau
berkebun, mencoba mengerjakan tugas tapi tidak efektif, cth., mencuci, membersihkan, menyiangi).
⮚ Berjalan tanpa tujuan atau menuju tujuan yang tidak tepat, berjalan di malam hari o Berulang kali
mencoba meninggalkan rumah atau keluyuran di luar rumah
Penyulit Gangguan Demensia
2. BPSD-Kelompok Gejala
• SINDROM DISINHIBISI
⮚ Disinhibisi adalah dampak dari instabilitas dan impulsivitas emosi serta daya nilai dan tilikan yang
buruk. Ekspresinya berupa ledakan kemarahan, membuka pakaian di depan umum atau berkendara
dalam keadaan mabuk. Hal ini dapat mengakibatkan konsekuensi serius, misalnya memicu tidak
kekerasan, kesulitan ekonomi dan sosial, bahkan membahayakan nyawa.
⮚ Sebagian besar BPSD dapat dipahami bila kita melihat secara sistematis alasan di balik perilaku tersebut‘.
Untuk itu, kita harus memahami penyakit dan orang yang hidup dengan demensia. Dalam mengkaji
berbagai faktor yang berperan pada timbulnya BPSD, dapat digunakan akronim PIECES, yaitu:

o P-Physical → faktor fisik, mencakup:


Obat: penggunaan antikolinergik, benzodiazepin, alkohol, obat bebas. Penyakit: penyakit fisik yang diderita pasien; hipoksia, nyeri,
infeksi. Delirium: tipe hipoaktif atau hiperaktif. Bila tidak terdeteksi dapat menyebabkan 30% mortalitas. Kebutuhan dasar: hidrasi,
berkemih, defekasi, tidur
o I-Intellectual → hendaya kognitif (amnesia, agnosia, afasia, agnosia, apraksia, hendaya fungsi eksekutif)
Penatalaksanaan

03
gangguan jiwa yang sering
ditemukan di pelayanan
primer
Gangguan Cemas
• Penatalaksanaan gangguan anxietas ada 2, yaitu melalui Intervensi Psikososial dan Intervensi Farmakologis.
Berikut ini adalah intervensi yang dapat dilakukan di FKTP:
I. Intervensi Psikososial
• Lakukan konseling dalam komunikasi terapeutik, dorong pasien untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan, tentang gejala dan riwayat gejala
• Beri penjelasan adanya pengaruh antara faktor fisik dan psikologis, termasuk bagaimana faktor perilaku,
psikologik dan emosi berpengaruh mengeksaserbasi gejala somatik yang mempunyai dasar fisiologik.
• Bicarakan dan sepakati rencana pengobatan dan tindak lanjut, bagaimana menghadapi gejala, dan dorong
untuk kembali ke aktivitas normal.
• Ajarkan teknik relaksasi (teknik nafas lambat). Dalam keadaan panik atau cemas, maka bernafas akan lebih
cepat. Belajar mengendalikan pernafasan dengan bernafas lambat akan membantu kita merasa lebih tenang
dan rileks.
Gangguan Cemas
I. Intervensi Psikososial (lanjutan)
• Anjurkan untuk berolah raga teratur atau melakukan aktivitas yang disenangi serta menerapkan perilaku
hidup sehat.
• Ajarkan untuk selalu berpikir positif dan manajemen stres dengan baik.
• Gangguan anxietas kadang-kadang memerlukan terapi yang cukup lama, diperlukan dukungan keluarga
untuk memantau agar pasien melaksanakan saran terapi dengan benar.
• Perhatian khusus pada gangguan panik; beri saran untuk melakukan langkahlangkah berikut jika terjadi
serangan panik:
o Tetap tinggal di tempat hingga serangan berlalu o Pusatkan perhatian untuk mengendalikan gangguan
anxietas, bukan pada gejala fisik
o Bernafas dengan lambat dan rileks. Hiperventilasi akan semakin menambah anxietasnya.
Gangguan Cemas
• Perhatian khusus pada gangguan somatisasi:
Relaksasi dan Teknik Nafas Lambat
o Jangan resepkan anti depresan atau anti cemas (benzodiazepin)
1. Bernafas dalam, lambat, tenang dari perut.
dan jangan memberikan suntikan atau tatalaksana yang tidak
2. Duduklah dengan nyaman dan punggung tegak perlu seperti vitamin. Selain efek samping, pertimbangkan
3. Tarik nafas melalui hidung dan hitung sampai 3 dengan bahwa tindakan ini dapat memerkuat ―peran sakit‖ yang
pasien mainkan.
perlahan
o Tawarkan untuk bicara secara pribadi dan tanyakan tentang
4. Tahan nafas hingga hitungan 3 dengan perlahan stresor saat ini.Ungkapkan bahwa keluhan tersebut nyata dan
5. Hembuskan nafas melalui mulut dan hitung hingga 3 perlu diturunkan rasa tidak nyaman akibatnya, meskipun hasil
pemeriksaan menunjukkan tidak adanya penyakit yang
dengan perlahan, lepaskan sebanyak mungkin udara saat
serius/berbahaya
mengontraksi otot perut, dan katakana rileks. o Minta pasien untuk menjelaskan gejala somatik yang dialami
6. Tarik nafas kembali, ulangi dari awal hingga merasa dan perasaan yang dialami, mencoba membuka wawasan
rileks adanya hubungan keduanya
o Dukung keberlanjutan (atau secara bertahap kembali) pada
7. Berlatihlah 2 x 5-10 menit setiap hari walaupun tidak
aktivitas normal o Minta pasien untuk kembali datang bila
sedang cemas, berlatih hingga terbiasa mengendalikan gejala memburuk. Bila semua upaya yang dilakukan kurang
cemas dan merasa nyaman membantu– konsultasikan ke spesialis.
Gangguan Cemas
II. Intervensi Farmakologis
Pemberian farmakoterapi untuk gangguan anxietas yang dapat diberikan di FKTP antara lain: (1). Golongan antidepresan yang
memiliki sifat antianxietas, (2). Golongan antianxietas itu sendiri: benzodiazepin.
• Antidepresan memiliki efek sebagai anti anxietas, terdapat bukti yang baik bahwa antidepresan terutama trisiklik dosis rendah
cukup efektif. Dosis dapat dinaikkan secara bertahap apabila tidak ada perubahan yang signifikan setelah 2-3 minggu:
fluoksetin 1x10-20 mg/hari atau sertralin 1x25-50 mg/hari atau amitriptilin 1x12,5-50 mg/hari. Catatan: amitriptilin tidak
boleh diberikan pada pasien dengan penyakit jantung, dan pemberian berhati-hati untuk pasien lansia karena efek hipotensi
ortostastik (dimulai dengan dosis minimal efektif).
• Pasien yang mendapatkan fluoksetin/sertralin dengan gejala kecemasan yang lebih dominan dan/atau dengan gejala
insomnia dapat diberikan kombinasi dengan antianxietas benzodiazepin. Obat-obatan antianxietas jenis benzodiazepin
antara lain: diazepam 1-2 x 2-5 mg atau lorazepam 1-2x0,5-1 mg atau klobazam 1-2 x 5-10 mg.
• Setelah kira-kira 2-4 minggu benzodiazepin dapat mulai ditappering-off perlahan (kurang dari 25% dosis sebelumnya tiap 2
minggu), sementara antidepresan diteruskan hingga 4-6 bulan sebelum di tappering-off. Yang harus dilakukan adalah
psikoedukasi bahwa saat penurunan dosis obat benzodiazepin mungkin dapat terjadi sedikit perasaan tidak nyaman, biasanya
dalam 2-3 hari akan kembali seperti biasa, perlu melalui fase adaptasi pada penurununan obat.
• Efek samping benzodiazepin termasuk sedasi dan efek pada kognitif dan psikomotor. Pada penggunaan jangka panjang,
dapat berhubungan dengan masalah ketergantungan dan lepas obat. Hati-hati potensi penyalahgunaan pada benzodiazepin.
Tindakan Keperawatan Pada Gangguan Ansietas
• Tindakan keperawatan ansietas dilakukan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
• Saat melakukan pelayanan di Puskesmas, perawat membina hubungan saling percaya dengan pasien,
menanyakan keluhan fisik yang dialaminya, melakukan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital, mengeksplor penyebab
munculnya keluhan fisik, pengkajian ansietas, mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat, menentukan
tingkatan ansietas, merumuskan diagnosis, melatih cara untuk mengatasi ansietas pada pasien dan keluarga.
• Pasien ke apotek untuk mengambil obat, kembali ke perawat, perawat menjelaskan tentang obat kepada pasien
dan keluarga serta tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi
ansietas yang telah diajarkan oleh perawat.
Pada setiap pertemuan, perawat melakukan tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga.
Tindakan Keperawatan Pada Pasien Ansietas
• Tujuan:
Tujuan tindakan keperawatan pada pasien ansietas adalah pasien mampu:
1) Mengenal ansietas
2) Melaksanakan cara-cara mengatasi ansietas :
a) Cara distraksi verbal, auditori dan perilaku
b) Relaksasi nafas dalam
c) Hipnotis lima jari
d) Cara spiritual
e) Patuh minum obat
Tindakan Keperawatan Pada Pasien Ansietas
Tindakan keperawatan:
1) Bantu pasien mengenal cemas dengan cara :
a) Bantu pasien mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan
b) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan cemas
c) Bantu pasien mengenal penyebab cemas
d) Bantu pasien menyadari perilaku akibat cemas
2) Latih pasien relaksasi nafas dalam
a) Posisi duduk di lantai atau kursi dengan tubuh rileks dan tidak ada tekanan pada otot yang menghambat aliran darah
b) Tarik nafas melalui hidung dengan sangat perlahan
c) Tiup melalui mulut dengan sangat perlahan.
d) Tiup sambil mengempeskan perut
e) Lakukan berulang kali
f) Mata boleh dibuka atau dipejamkan
Tindakan Keperawatan Pada Pasien Ansietas
3) Latih mengontrol ansietas dengan distraksi
a) Melihat pemandangan alam daerah pantai atau pegunungan (distraksi visual)
b) Mendengar suara alam seperti bunyi air mengalir, suara burung berkicau, musik instrumental atau musik lembut (distraksi
audio)
c) Anjurkan pasien untuk melakukan kegiatan seperti menonton film, komedi, kartun, membaca novel, membaca kata-kata
dengan huruf terbalik, mengunyah permen karet, melihat benda-benda sekitar, mendekatkan dua jari sedekat mungkin
berulang-ulang.
d) Berbicara dengan orang lain yang dipercayai (sosial)
4) Latih pasien mengontrol ansietas dengan hipnotis lima jari
a) Posisi duduk atau berbaring dengan mata ditutup dan tubuh rileks. Pikiran dikosongkan.
b) Sentuhkan ibu jari dengan telunjuk. Mulai membayangkan sedang berolah raga dan memiliki tubuh yang sehat
c) Sentuhkan ibu jari dengan jari tengah. Mulai membayangkan sedang bertemu dengan orang yang disukai dan memiliki
hubungan yang akrab
d) Sentuhkan ibu jari dengan jari manis. Mulai membayangkan saat mendapat pujian dan memiliki kemampuan yang
dibanggakan
e) Sentuhkan ibu jari dengan kelingking. Mulai membayangkan pemandangan alam yang indah dan sedang berada
disana.
Tindakan Keperawatan Pada Pasien Ansietas
5) Latih pasien mengatasi ansietas dengan cara spiritual
a) Diskusikan tentang keyakinan yang dianut oleh pasien
b) Latih cara mengontrol ansietas sesuai keyakinan pasien
c) Motivasi pasien untuk melakukannya
6) Latih pasien mengatasi ansietas dengan patuh obat
a) Jelaskan tentang prinsip 5 benar minum obat
b) Jelaskan manfaat obat
c) Jelaskan pentingnya minum obat teratur
d) Jelaskan tentang pentingnya kontunitas minum obat
Tindakan Keperawatan Pada Keluarga Pasien Ansietas
Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien ansietas di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif
bagi pasien.
Tujuan:
Keluarga mampu :
a) Mengenal masalah ansietas
b) Memutuskan pelayanan yang diperlukan pasien ansietas
c) Merawat pasien ansietas
d) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang aman.
e) Memantau dan membimbing pasien dalam mengatasi ansietas
f) Melakukan follow-up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
Tindakan Keperawatan Pada Keluarga Pasien Ansietas
Tindakan keperawatan
1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya ansietas dan cara merawat pasien pasien.
3) Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan
Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan, dapat dilakukan dengan menilai kemampuan pasien
dan keluarga:
a. Kemampuan pasien:
4) Membina hubungan saling percaya
5) Mengenal ansitas
6) Menyebutkan cara-cara mengatasi ansietas dengan tehnik relaksasi
7) Melaksanakan 4 cara tehnik relaksasi
b. Kemampuan keluarga:
8) Mampu menyebutkan pengertian, tanda dan gejala dan penyebab dari ansietas
9) Menyebutkan cara merawat pasien dengan ansietas
10) Mampu melatih pasien 4 (empat) cara mengontrol ansietas
11) Mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
Gangguan Depresi
Penatalaksanaan gangguan depresi bertujuan untuk pemulihan pasien dengan mengurangi/menghilangkan
gejala, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko kekambuhan, mengurangi risiko
disabilitas/mortalitas, dan kualitas hidup yang baik.
Pemulihan tersebut tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
▪ Predisposisi genetik
▪ Kepribadian pramorbid
▪ Dukungan psikososial dari lingkungan
▪ Keberadaan stresor psikososial
▪ Komorbiditas dengan penyakit lain
▪ Jenis dan beratnya depresi, dan
▪ Manajemen pengobatan
Gangguan Depresi
Penatalaksanaan gangguan depresi yang dapat dilakukan di FKTP ada 2, yaitu Intervensi Psikososial dan Intervensi
Farmakologis.
I. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial antara lain adalah psikoedukasi, penilaian dan tata laksana stresor psikososial, pengembangan jaringan sosial,
membentuk program aktivitas fisik dan pemantauan regular secara berkala.
a. Psikoedukasi
• Tujuan utama psikoedukasi adalah untuk menginformasikan dan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
Depresi merupakan masalah yang lazim dan dapat terjadi pada semua orang
• gejala depresi bahwa:
Depresi bukanlah kelemahan atau kemalasan, penderita sebenarnya berusaha untuk mengatasinya. Orang yang mengalami depresi
cenderung memiliki pikiran negatif yang tidak realistik tentang diri, tentang hidup, dan tentang masa depan. Hal-hal tersebut adalah
gejala dari depresinya.
• Tatalaksana efektif adalah mungkin. Tatalaksana memerlukan waktu beberapa minggu untuk menurunkan gejala depresi.
• Ketaatan pada pengobatan adalah hal penting Hal-hal yang perlu ditekankan:
• Pentingnya melanjutkan aktivitas sederhana yang biasanya menarik atau yang dapat menciptakan rasa nyaman dan
Gangguan Depresi
b. Penilaian dan tata laksana stresor psikososial
• Beri kesempatan untuk bicara, sebisa mungkin di tempat yang terjaga privasinya. Tanyakan pemahaman pribadi tentang
sebab gejala yang dialami
• Tanyakan tentang stresor psikososial saat ini dan kemungkinan cara penyelesaian masalah dari stresor psikososial itu atau
jika ada kesulitan membina relasi, dapat mencari bantuan layanan di komunitas yang tersedia
• Nilai dan tatalaksana situasi apa pun terkait perlakuan salah, perilaku kekerasan (KDRT), dan penelantaran (anak atau usia
lanjut). Kontak sumber daya legal dan komunitas, sesuai kebutuhan.
• Konsentrasi pada langkah kecil yang spesifik yang dapat diambil oleh penderita untuk mengurangi atau mengatasi
masalah tersebut, hindari pengambilan keputusan atau perubahan hidup yang besar, saat kondisi belum stabil.
• Identifikasi anggota keluarga yang mendukung dan libatkan mereka sebanyak mungkin, sesuai kebutuhan.
Gangguan Depresi
Pada anak dan remaja:
• Nilai dan tatalaksana masalah mental, neurologis, dan penyalahgunaan zat (terutama depresi) pada
orang tua
• Nilai stresor psikososial pada orang tua dan tatalaksana termasuk dengan bantuan layanan/sumber-
sumber yang ada di komunitas
• Nilai dan tatalaksana perlakuan salah, eksklusi atau perundungan (bullying)
• Jika ada masalah performa sekolah, diskusikan dengan guru tentang bagaimana mendukung para murid
• Sediakan pelatihan keterampilan pola asuh yang sesuai budaya
Gangguan Depresi
c. Pengembangan jaringan sosial
• Identifikasi aktivitas sosial sebelumnya, yang jika dimulai kembali, akan berpotensi memberikan
dukungan psikososial langsung atau tidak langsung (pertemuan keluarga, jalan-jalan bersama teman,
mengunjungi tetangga, aktivitas sosial di tempat kerja, aktivitas di masyarakat)
• Bangun kekuatan dan kemampuan orang tersebut dan berdayakan secara aktif untuk kembali ke
aktivitas sosial sebelumnya sebisa mungkin
d. Membentuk program aktivitas fisik
• Pembentukan aktivitas fisik dengan durasi sedang (45 menit) 3 kali per minggu
• Gali dengan orang tersebut aktivitas fisik apa yang diinginkan dan dukung untuk secara bertahap
memulainya, contoh mulai dari 5 menit aktivitas fisik
e. Pemantauan reguler secara berkala
• Kontrol secara berkala (misalnya di klinik, per telepon, atau melalui kunjungan rumah)
• Nilai perkembangan (sebagai contoh setiap 4 minggu)
Gangguan Depresi
II.Intervensi Farmakologis
A. Jenis-jenis Antidepresan:
1. Antidepresan Trisiklik (TCA)
Amitriptilin, Klomipramin, Imipramin.
2. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
Fluoksetin, Sertralin, Citalopram, Fluvoksamin.
3. SNRI (Serotonin-Norepinefrin Reuptake Inhibitors) dan NaSSA (Noradrenergic and Specific Serotonergic
Antidepressants) Venlafaksin, Duloksetin, Mirtazapin.
Gangguan Depresi
II.Intervensi Farmakologis
B. Informasi yang perlu diberikan kepada pasien tentang antidepresan:
1. Antidepresan harus diminum setiap hari. Lanjutkan minum obat sekalipun pasien telah merasa lebih baik.
2. Antidepresan baru memiliki efek untuk depresi 2-4 minggu sejak dimulainya terapi, dan dapat memanjang pada usia lanjut.
Efek lain seperti sedasi (pada TCA) dan peningkatan energi dapat terjadi lebih cepat.
3. Terdapat beberapa potensi efek samping, misalnya:
▪ SSRI: mual, sakit kepala, tremor
▪ TCA: mengantuk, lemas, pusing, mulut kering, konstipasi, kesulitan berkemih, dan pandangan kabur
Efek samping ini bersifat individual, ringan dan biasanya menghilang dalam 7-10 hari. Antidepresan selanjutnya justru akan
memerbaiki fungsi kognitif.
4. Tentang penghentian obat.
▪ Sebaiknya diminum sekitar 6 bulan–1 tahun terutama pada pasien episode pertama.
▪ Antidepresan tidak menimbulkan ketergantungan. Ada beberapa pasien yang mengeluhkan adanya rasa tidak enak saat
menghentikan terapi terutama pada antidepresan yang berefek pendek seperti amitriptilin. Gejala tersebut biasanya ringan dan
akan sembuh dengan sendirinya, namun dapat terasa lebih berat terutama bila distop secara langsung.
▪ Harus berkonsultasi dengan dokter sebelum menghentikan obat
Gangguan Depresi
II.Intervensi Farmakologis
C. Pemilihan antidepresan
▪ Pilih antidepresan dari formularium nasional yang berlaku
▪ Pertimbangkan pola gejala, efek samping, dan riwayat pengobatan sebelumnya → Untuk kondisi komorbiditas,
pertimbangkan potensi penyakit akibat obat atau interaksi obat
▪ Mengkombinasikan antidepresan dengan medikasi psikotropik lain memerlukan pengawasan dari spesialis
Gangguan Depresi
Perhatian:
Orang dengan ide bunuh diri
• Pilihan pertama: SSRI
• Pantau secara berkala (misalnya 1 kali seminggu)
• Pastikan untuk tidak memberikan obat berlebihan (misalnya hanya untuk 1 minggu)

Remaja ≥ 12 tahun
• Jika intervensi psikososial terbukti tidak efektif, pertimbangkan fluoksetin (bukan SSRI lain atau TCA).
• Sedapat mungkin, konsultasikan dengan spesialis jika merawat remaja dengan fluoksetin.
• Pantau remaja yang menggunakan fluoksetin secara teratur (idealnya sekali seminggu) untuk memantau
kemunculan ide bunuh diri selama bulan pertama tatalaksana. Katakan pada remaja dan orangtuanya mengenai
meningkatnya risiko munculnya ide bunuh diri dan bahwa mereka harus segera menghubungi jika mereka
mendapati ciri tersebut muncul lagi.
Gangguan Depresi
Usia lanjut
• TCA harus dihindari, sedapat mungkin. SSRI adalah pilihan pertama.
• Pantau efek samping secara hati-hati, khususnya efek samping dari TCA.
• Pertimbangkan meningkatnya risiko interaksi obat dan berikan waktu yang cukup panjang untuk respon (minimal 6 – 12
minggu sebelum mempertimbangkan bahwa pengobatan tidak efektif, dan 12 minggu jika ada respons parsial dalam
periode ini).

Pasien dengan penyakit kardiovaskular


• SSRI adalah pilihan pertama.
• JANGAN meresepkan TCA bagi orang yang memiliki risiko aritmia jantung yang serius atau yang baru mengalami
infark miokard.
• Dalam semua kasus kardiovaskular, ukur tekanan darah sebelum meresepkan
TCA dan observasi apakah orang tersebut mengalami hipotensi ortostatik begitu penggunaan TCA dimulai.
Gangguan Depresi
Hal-hal yang harus dipantau:
• Gejala mania → SEGERA STOP pemberian antidepresan dan nilai serta tatalaksana gejala mania (gangguan bipolar)
• Akatisia (rasa tidak bisa diam, tidak bisa duduk tenang) → berikan diazepam 5 – 10 mg untuk 1 minggu atau ubah ke TCA
• Ketaatan pengobatan → jika ada ketidaktaatan pengobatan, tanyakan penyebabnya, berikan edukasi kembali, dan mencari
kemungkinan solusi
• Respons yang inadekuat (gejala tidak ada perubahan atau memburuk dalam 4 minggu pengobatan), evaluasi:
(1). Diagnosis (termasuk komorbiditas);
(2). Apakah obat diminum secara teratur;
(3). Apakah dosis kurang memadai sehingga perlu ditingkatkan dalam 4-6 minggu;
(4).Tidak ada respons → pertimbangkan intervensi psikososial lain atau antidepresan jenis lain. Selalu berhati-hati saat pergantian
dari satu antidepresan ke antidepresanlain, yaitu dengan cara: hentikan dahulu obat yang pertama; biarkan ada jarak beberapa
hari jika memungkinkan secara klinis; mulai dengan obat kedua. Jikapergantian ini adalah dari fluoksetin ke TCA, jarak waktu
ini harus lebih lama. Contohnya, seminggu. Jika masih tidak ada respons, konsultasikan kepada spesialis.
Gangguan Depresi
Penghentian penggunaan obat-obatan antidepresan
» Pertimbangkan penghentian obat-obatan antidepresan jika penderita
(a) tidak menunjukkan atau hanya menunjukkan gejala-gejala depresi yang minimal selama 9 - 12 bulan dan
(b) telah mampu untuk menjalankan rutinitas harian selama jangka waktu tersebut.
Gangguan Depresi
Proses penghentian sebagai berikut:

📫 Diskusikan terlebih dahulu dengan penderita mengenai penghentian tatalaksana.

📫 Untuk TCA dan sebagian besar SSRI (tapi lebih cepat untuk fluoksetin): Kurangi dosis secara bertahap (tiap 1-2
minggu) selama paling tidak jangka waktu 4 minggu; beberapa orang membutuhkan jangka waktu yang lebih lama.

📫 Ingatkan penderita mengenai kemungkinan timbulnya gejala-gejala penghentian obat saat menghentikan atau
mengurangi dosis, dan bahwa gejala-gejala tersebut biasanya ringan dan terbatas tapi dalam kasus tertentu bisa
menjadi berat, khususnya jika pengobatan dihentikan secara mendadak.

📫 Beritahukan mengenai gejala awal kambuh lagi (mis. perubahan pada tidur atau selera makan selama lebih dari 3 hari)
dan kapan harus datang untuk tindak lanjut rutin.
Pantau dan tatalaksana gejala penghentian obat antidepresan(gejala umum: pusing, kesemutan, cemas,
iritabilitas,kelelahan, sakit kepala, mual, masalah tidur)

− Gejala ringan: tenangkan penderita sambil tetap pantau gejala-gejala yang timbul.

− Gejala berat: perkenalkan ulang antidepresan dalam dosis yang efektif dan kurangi secara bertahap.

− Konsultasikan dengan spesialis jika gejala terus berlanjut.


Pantau kekambuhan (gejala depresi yang muncul kembali selama penghentian obat antidepresan): resepkan antidepresan yang
sama dengan dosis yang efektif sebelumnya jika gejala-gejalanya muncul kembali, lanjutkan hingga 12 bulan ke depan.
Gangguan Depresi
FLUOKSETIN
Efek samping yang berat (ini jarang terjadi)
» ditandai akathisia (kegelisahan atau ketidakmampuan untuk duduk diam);
» pendarahan yang tidak normal pada mereka yang secara rutin mengkonsumsi aspirin dan obat-obatan non-steroid anti
inflamasi lainnya.

Efek samping yang umum (kebanyakan efek samping menghilang setelah beberapa hari; tidak ada yang permanen)
» gelisah, gugup, insomnia, anoreksia dan gangguan-gangguan gastrointestinal, sakit kepala, disfungsi seksual (reversibel).

Hati-hati: risiko menginduksi mania pada orang dengan gangguan bipolar.


Waktu untuk merespon setelah inisiasi dosis yang memadai: 4 – 6 minggu.
Gangguan Depresi
FLUOKSETIN
Menentukan dosis fluoksetin pada orang dewasa yang sehat
» Mulai pengobatan dengan 20 mg per hari (untuk mengurangi risiko efek samping yang dapat mengurangi kepatuhan,
seseorang bisa mulai dengan 10 mg (sekali sehari dan ditingkatkan menjadi 20 mg jika pengobatan dapat ditoleransi oleh
penderita).
» Jika tidak ada respon selama 4 – 6 minggu atau respon parsial dalam 6 minggu, naikkan dosis sebanyak 20 mg (dosis
maksimal adalah 60 mg) sesuai dengan tingkat toleransi penderita dan gejala respons.

Menentukan dosis fluoksetin pada remaja


» Mulai pengobatan dengan 10 mg sekali sehari dan tingkatkan menjadi 20 mg setelah 1 – 2 minggu (dosis maksimal
adalah 20 mg).
» Jika tidak ada respon dalam 6 – 12 minggu atau respon parsial dalam 12 minggu, konsultasikan dengan spesialis.
Gangguan Depresi
FLUOKSETIN
Menentukan dosis fluoksetin pada orang berusia lanjut atau sakit secara medis
» Mulai pengobatan dengan tablet 10 mg sekali sehari atau 20 mg selang sehari sekali selama
1 – 2 minggu dan kemudian naikkan menjadi 20 mg jika bisa ditoleransi.
» Sebaiknya obat diminum setelah makan.
» Jika tidak ada respon selama 6 – 12 minggu atau respon parsial dalam 12 minggu, naikkan
dosis secara bertahap (dosis maksimal 60 mg).
» Naikkan dosis secara lebih pelan dan bertahap daripada pada orang dewasa yang
Gangguan Depresi
AMITRIPTILIN
Efek samping (ini jarang terjadi)
» Aritmia jantung

Efek samping yang berat (kebanyakan efek samping menghilang setelah beberapa hari;
tidak ada yang permanen).
» hipotensi ortostatik (berisiko jatuh), mulut kering, konstipasi, sulit BAK, pusing,
pandangan kabur dan efek sedasi.
Gangguan Depresi
AMITRIPTILIN
Hati-hati
» risiko terjadi pergantian menjadi mania, khususnya pada orang dengan gangguan bipolar;

» terganggunya kemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu yang membutuhkan keterampilan


(mis. menyetir) – ambil langkah pencegahan sampai terbiasa dengan pengobatan;
» risiko menyakiti diri sendiri (sampai mematikan jika overdosis);
» kurang efektif dan lebih berefek sedasi berat jika diberikan kepada pengguna tetap

Waktu untuk terjadinya respon setelah dimulainya dosis yang memadai


» 4 – 6 minggu (gejala-gejala terkait rasa sakit dan tidur cenderung membaik dalam beberapa hari).
Gangguan Depresi
AMITRIPTILIN
Memberikan dosis amitriptilin kepada orang dewasa yang sehat
» Mulai pengobatan dengan memberikan 25 mg pada jam tidur.
» Naikkan sebanyak 25 mg setiap 1 – 2 minggu, dengan tujuan mencapai 75 - 100 mg dalam 4 – 6 minggu,
tergantung respon dan tingkat toleransi.
» Jika tidak ada respon dalam 4 – 6 minggu atau hanya respon parsial dalam 6 minggu, naikkan dosis secara
bertahap (dosis maksimal adalah 200 mg) dalam dosis yang terpisah (atau dosis tunggal sendiri pada malam hari).

Memberikan dosis amitriptilin kepada orang berusia lanjut atau sakit secara medis
» Mulai dengan 12,5 mg pada waktu tidur.
» Naikkan sebanyak12,5 - 25 mg per minggu, bertujuan untuk mencapai target dosis 50 – 75 mg dalam waktu 4 – 6
minggu.
» Jika tidak ada respon dalam 6 – 12 minggu atau hanya respon parsial dalam 12 minggu, naikkan dosis secara
bertahap (dosis maksimal 100 mg) dalam dosis yang terpisah.
» Pantau hipotensi ortostatik
Tindakan Keperawatan Gangguan Depresi
a. Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri:
1) Atur agar pasien dapat ditemani terus-menerus oleh keluarga sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3) Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa perawat akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh
diri

b. Bina hubungan saling percaya, dengan cara:


2) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
3) Perkenalkan nama dan nama panggilan yang Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
4) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
5) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Bila pasien tidak menjawab, duduklah bersama pasien tanpa tidak berbicara, dan tunjukkan bahwa perawat dapat
memahami perasaan pasien. Tunjukkan sikap empati terhadap pasien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan, misalnya memberikan minum
Tindakan Keperawatan Gangguan Depresi
c. Rujuk pasien
Bila pasien mempunyai nilai skor 3 – 4 pertimbangkan untuk merujuk pasien ke rumah sakit umum dengan fasilitas
kesehatan jiwa atau ke rumah sakit. Apabila pasien menolak untuk di rawat di rumah sakit dan keluarga mendukung
keputusan pasien tersebut atau nilai skor 0 - 2, maka :
1) Buat Kontrak/kesepakatan (inform consent)
Buat kesepakatan tertulis bahwa pasien tidak akan mencederai dirinya atau melakukan perilaku bunuh diri sampai
pasien kontrol ulang (setiap pertemuan dengan perawat pasien memperbaharui kontrak hingga keinginan bunuh diri
tidak ada), misalnya pasien menulis ― saya tidak akan mencederai diri saya atau melakukan bunuh diri hingga
kontrol berikutnya atau saya akan menghubungi perawat apabila ada keinginan bunuh diri atau saya akan
memberitahukan keluarga setiap ada pikiran bunuh diri. Kontrak ini ditulis pasien dan ditandatanganinya.
Tindakan Keperawatan Gangguan Depresi
c. Rujuk pasien (lanjutan)
2) Ajarkan cara – cara menyelesaikan masalah
a) Diskusikan bersama pasien situasi krisis saat ini yang dialaminya
b) Bantu pasien mengenal situasi yang masih dapat diatasinya dan yang belum dapat diatasinya. Diskusikan perasaan pasien terhadap
situasi yang masih dapat diatasi. Anjurkan pasien melakukan afirmasi positif terhadap situasi yang masih dapat diatasinya.
c) Latih pasien cara-cara mengelola kecemasan, marah dan frustasi (lihat bab gangguan cemas dan perilaku kekerasan)
d) Jelaskan manfaat obat dalam mengatasi masalah pasien dan penting berobat berkelanjutan.
e) Diskusikan harapan pasien dan langkah-langkah dalam mencapai tujuan/harapan tersebut.
f) Buat jadwal kegiatan harian terkait kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam mencapai tujuan
g) Anjurkan pasien untuk melakukan dan mengevaluasi hasilnya.
h) Berikan pujian atas kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah secara positip.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Tujuan Tindakan Keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga pada pasien risiko bunuh diri adalah, keluarga dapat : melindungi anggota
keluarganya dari perilaku bunuh diri.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Evaluasi
1. Pasien :
a) Aman dan selamat
b) Mampu membuat kontrak untuk tidak melakukan bunuh diri
c) Dirujuk
d) Mampu melakukan cara-cara menyelesaikan masalah dengan cara positif
2. Keluarga :
a) Mengenal tanda dan gejala perilaku risiko bunuh diri
b) Menciptakan suasana yang aman bagi pasien
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
1. Pengertian
Harga diri rendah kronik adalah penilaian atau perasaan negatif tentang diri atau kemampuan diri yang telah
berlangsung lama.
2. Proses terjadinya Harga Diri Rendah Kronik
Proses terjadinya harga diri rendah pada pasien meliputi stresor dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi atau pencetus munculnya masalah harga diri rendah antara lain:
1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran: frustasi terhadap peran atau posisi yang diharapkan.
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit:sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan
fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal; prosedur medis dan keperawatan.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
3. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Kronik
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang menunjukkan penilaian negatif tentang dirinya
dan didukung dengan data hasil wawancara dan observasi. b. Data Objektif:
a. Data Subjektif: 1) Penurunan produktivitas

Pasien mengungkapkan tentang: 2) Ekpresi malu/bersalah

1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain 3) Tidak berani menatap lawan bicara
4) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
2) Perasaan tidak mampu
5) Bicara lambat dengan nada suara lemah
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri Lainnya :
5) Menilai diri tidak mampu menghadapi situasi a. Sering gagal dalam pekerjaan atau peristiwa hidup lainnya

6) Menolak atau merasionalisasi masukan positif tentang b. Terlalu penurut, ketergantungan kepada orang lain

diri dan berlebihan umpan balik negatif tentang diri c. Tidak asertif seperti mudah marah/pasif
d. Tidak tegas
7) Ragu-ragu dalam mencoba hal-hal/situasi baru
e. Terlalu berusaha meyakinkan
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
4. Proses keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Proses keperawatan harga diri rendah kronik ini merupkan tatalaksana untuk pasien – pasien dengan isyarat
bunuh diri dan psikotik.
Pengkajian pada Harga Diri Rendah Kronik
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga (pelaku rawat).
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan melalui wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana pandangan/ penilaian Anda tentang diri sendiri?
b. Bagaimana penilaian Anda terhadap diri sendiri yang mempengaruhi hubungan Anda dengan orang lain?
c. Apa yang menjadi harapan Anda?
d. Apa saja harapan yang telah Anda capai?
e. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?
f. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi?
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Tanda dan gejala harga diri rendah yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
1) Penurunan produktivitas
2) Pasien tidak berani menatap lawan bicara
3) Pasien lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara lemah
Data hasil wawancara dan observasi didokumentasikan pada kartu berobat pasien di puskesmas. Contoh
pendokumentasian hasil pengkajian sebagai berikut:
Data : Pasien mengatakan merasa hidupnya tidak berguna dan tidak berarti, merasa tidak memiliki kemampuan
apapun, kontak mata kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menundukkan kepala pada saat
berinteraksi, bicara lambat dengan nada suara lemah.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Diagnosis Keperawatan pada Harga Diri Rendah Kronik
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala harga diri rendah yang ditemukan. Pada pasien
gangguan jiwa, diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah: Harga diri rendah kronis
Tindakan Keperawatan pada Harga Diri Rendah Kronik
Tindakan keperawatan harga diri rendah dilakukan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat). Saat
melakukan pelayanan di poli kesehatan jiwa Puskesmas atau kunjungan rumah, perawat menemui keluarga
(pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum menemui pasien. Bersama keluarga (pelaku rawat), perawat
mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat) → Setelah itu, perawat
menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk mengatasi harga diri rendah yang
dialami pasien → Perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih keluarga (pelaku
rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan
tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk membimbing pasien melatih kegiatan yang telah diajarkan oleh
perawat untuk mengatasi harga diri rendah.
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan, minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan hingga pasien mampu mengatasi harga diri rendah dan keluarga mampu merawat
harga diri rendah.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Harga Diri Rendah
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Harga Diri Rendah
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Tindakan Keperawatan :

1) Bina hubungan saling percaya, dengan cara:


a) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b) Perkenalkan diri dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilanyang Perawat sukai, serta
tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai.
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan,
dan tempatnya dimana.
e) Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
f) Tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
g) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Tindakan Keperawatan :

2) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.


Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
a) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat daftar kegiatan)
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang negatif setiap kali bertemu dengan pasien.
3) Bantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan): buat daftar kegiatan yang
dapat dilakukan saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Tindakan Keperawatan :
4) Bantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar kegiatan yang dapat dilakukan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
a) Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
b) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
5) Latih kegiatan yang telah dipilih pasien sesuai kemampuan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
b) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
c) Bantu pasien memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per hari.
d) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan pasien.
6) Bantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan menyusun rencana kegiatan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
b) Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.
c) Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari.
d) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap aktivitas.
e) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan keluarga.
f) Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya setelah pelaksanaan kegiatan.
g) Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan pasien.
Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Evaluasi
Untuk Pasien
a. Pasien menunjukkan tanda dan gejala : b. Mampu

1) Mengungkapkan penerimaan terhadap diri 1) Mengungkapkan kemampuan dan aspek

dan keterbatasan dirinya positif yang dimiliki

2) Mempertahankan sikap tubuh yang tegak, 2) Menilai dan memilih kemampuan yang

mempertahankan kontak mata dapat dikerjakan

3) Menghormati orang lain 3) Melatih kemampuan yang dapat dikerjakan

4) Komunikasi terbuka 4) Membuat jadual kegiatan harian

5) Percaya diri 5) Melakukan kegiatan sesuai jadual kegiatan

6) Menerima pujian dari orang lain harian

7) Berespon sesuai dengan harapan 6) Merasakan manfaat melakukan kegiatan

8) Merasa diri berharga positif dalam mengatasi harga diri rendah


Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronik
Evaluasi
Untuk Keluarga (pelaku rawat)
a. Keluarga mampu:
1) Mengenal harga diri rendah yang dialami pasien (pengertian, tanda dan gejala, proses
terjadinya harga diri rendah, dan akibat jika harga diri rendah tidak diatasi)
2) Mengambil keputusan merawat harga diri rendah
3) Merawat harga diri rendah
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien untuk
meningkatkan harga dirinya
5) Memantau peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi harga diri rendah
6) Melakukan follow up ke Puskesmas, mengenal tanda kambuh, dan melakukan rujukan.
Gangguan Psikotik
Intervensi psikososial
1. Psikoedukasi
• Pesan untuk orang dengan psikosis:
⮚ Tiap orang punya kemampuan untuk pulih; o Sedapat mungkin tetap melanjutkan aktivitas sosial,
pendidikan, dan pekerjaan yang biasanya dilakukan;
⮚ Pengobatan yang baik akan mengurangi penderitaan dan masalah akibat penyakitnya;
⮚ Penting untuk minum obat secara teratur; o Tiap orang berhak untuk terlibat dalam setiap
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengobatannya;
⮚ Penting untuk menjaga kesehatan (dengan diet sehat, tetap aktif secara fisik, mempertahankan
kebersihan diri)
⮚ Bicarakan dengan dokter apabila ada keluhan atau pertanyaan tentang penyakit dan
pengobatannya.
Gangguan Psikotik
Penting untuk bisa mengenali tanda-tanda
Intervensi psikososial
kambuhnya/memburuknya gejala-gejala dan apabila terjadi
perlu penilaian/pemeriksaan ulang.
1. Psikoedukasi
• Selalu berusaha melibatkan orang dengan psikosis
Pesan tambahan untuk keluarga dari orang
dalam aktivitas keluarga dan aktivitas sosial lainnya.
dengan gangguan psikotik:
• Hindari melakukan kritik yang terus menerus atau keras
o atau bersikap kasar terhadap anggota keluarga yang
Orang dengan psikosis mungkin mengalami
mengalami gangguan psikosis.
keadaan berikut:
• Orang dengan psikosis sering didiskriminasi meskipun
• mendengar suara-suara yang tidak didengar
seharusnya mereka menikmati hak yang sama dengan
orang lain
semua orang
• secara kukuh menyakini sesuatu yang salah
• Sangat baik apabilaorang dengan psikosis memiliki
• sering tidak menyadari bila dirinya sakit
pekerjaan atau kesibukan yang berarti.
• kadang menjadi bersikap bermusuhan
• Lebih baik jika individu tinggal bersama keluarga atau
• mungkin memiliki kesulitan untuk pulih atau
anggota masyarakat di lingkungan yang mendukung di
berfungsi dalam lingkungan hidup atau
luar lingkup rumah sakit. Perawatan di rumah sakit
lingkungan kerja yang penuh stres.
dalam waktu yang lama sebaiknya dihindari.
Gangguan Psikotik

Intervensi psikososial • Orang dengan psikosis sering kali didiskriminasi,


oleh karenanya penting untuk mengatasi
II. Fasilitasi Rehabilitasi di Komunitas pandangan negatif baik internal maupun eksternal
• Koordinasikan intervensi dengan staf kesehatan dan dan bekerja untuk mencapai kemungkinan
dengan sejawat yang bekerja di layanan sosial, termasuk kualitas hidup terbaik.
organisasi yang bergerak di bidang disabilitas.
• Bekerja sama dengan agen-agen lokal untuk
• Fasilitasi hubungan dengan sumber-sumber di bidang menggali kemungkinan-kemungkinan kerja dan
kesehatan dan sosial demi terpenuhinya kebutuhan fisik, pendidikan, berdasarkan kebutuhan dan tingkat
mental dan sosial keluarga. keterampilan orang tersebut.
• Dorong secara aktif orang dengan psikosis untuk • Jika diperlukan dan tersedia, pikirkan
mencoba kembali aktivitas sosial, edukasional, dan kemungkinan adanya dukungan
okupasional yang sesuai dan disarankan oleh anggota perumahan/bantuan hidup.
keluarga.
• Pertimbangkan secara matang kapasitas
• Fasilitasi keterlibatan kembali dalam aktivitas ekonomi fungsional dan kebutuhan akan dukungan dalam
dan sosial, termasuk dukungan pekerjaan yang sesuai rangka memberikan petunjuk dan memfasilitasi
dengan konteks sosial dan budaya. pengurusan perumahan yang optimal
• Pertimbangkan hak asasi orang tersebut.
Gangguan Psikotik

Intervensi psikososial
III. Tindak Lanjut
• Orang dengan psikosis diminta untuk datang kontrol secara teratur.
• Kontrol awal sebaiknya sesering mungkin, bahkan setiap hari, sampai gejala akutnya mulai berespons dengan
pengobatan. Setelah gejala-gejala menunjukkan respons, kontrol satu kali sebulan atau satu kali dalam 3 bulan
dapat direkomendasikan sesuai dengan kebutuhan klinis dan faktor-faktor yang mungkin laksana seperti
ketersediaan staf, jarak dari klinik, dll.
• Pelihara harapan dan optimisme yang realistis selama terapi.
• Di setiap kontrol, lakukan penilaian gejala, efek samping obat dan ketaatan terhadap pengobatan. Ketidaktaatan
terhadap pengobatan umum terjadi dan pelibatan pelaku rawat adalah penting dalam periode tersebut.
• Nilai dan kelola kondisi medis penyerta.
• Nilai kebutuhan akan intervensi psikososial di setiap kunjungan kontrol
Gangguan Psikotik
Intervensi Farmakologik
1. Memulai medikasi antipsikotik
• Untuk mengontrol gejala-gejala psikotik akut secara tepat, sebaiknya memulai terapi antipsikotik secepatnya
sesudah penilaian.
• Pertimbangkan terapi intramuskular akut jika terapi oral tidak mungkin dilaksanakan.
• JANGAN meresepkan injeksi depo/jangka panjang untuk mengontrol gejala-gejala psikotik akut secara tepat.
• Resepkan 1 antipsikotik dalam 1 waktu (monoterapi)
• ―Start low, go slow‖: Mulai dengan dosis rendah yang ada dalam kisaran terapeutik (lihat tabel medikasi
antipsikotik untuk detilnya) dan naikkan dosis secara perlahan hingga mencapai dosis efektif terendah, untuk
tujuan menurunkan risiko efek samping.
• Coba melakukan terapi pada dosis optimum sedikitnya 4 – 6 minggu sebelum mempertimbangkan bahwa obat
tersebut tidak efektif.
• Haloperidol atau Klorpromazin oral sebaiknya ditawarkan secara rutin pada orang dengan gangguan psikotik.
Gangguan Psikotik
Intervensi Farmakologik * Dosis lebih hingga mencapai 1 g
mungkin diperlukan pada kasus-
kasus yang berat.
** Gejala-gejala Ekstrapiramidal di
antaranya reaksi distonia akut,
tics, tremor, rigiditas otot dan roda
gerigi (cogwheel).
***Sindroma Neuroleptik Maligna
merupakan gangguan yang jarang
tapi berpotensi mengancam
nyawa. Ditandai dengan kekakuan
otot, peningkatan suhu tubuh dan
tekanan darah.
**** Tardive dyskinesia adalah
efek samping jangka panjang dari
medikasi antipsikotik yang ditandai
oleh gerakan-gerakan otot yang
involunter, khususnya wajah,
tangan, dan dada.
Gangguan Psikotik
Intervensi Farmakologik
2. Monitoring seseorang dalam terapi antipsikotik
• Jika respons tidak adekuat pada lebih dari satu antipsikotik, menggunakan satu jenis medikasi pada durasi waktu dan dosis
yang adekuat: o Kaji ulang diagnosis (dan kemungkinan diagnosis komorbid).
o Singkirkan psikosis yang diakibatkan oleh alkohol atau penyalahgunaan zat psikoaktif (meskipun sudah disingkirkan sejak awal).
o Pastikan kesetiaan pengobatan; pertimbangkan injeksi antipsikotik depo/kerja panjang untuk memperbaiki kesetiaan.
o Pertimbangkan untuk menaikkan medikasi saat ini atau menggantinya dengan medikasi lain.
o Pertimbangkan antipsikotik generasi kedua (dengan pengecualian pada klozapin), jika harga dan ketersediaannya tidak terbatas,
sebagai alternatif untuk haloperidol atau klorpromazin.
o Pertimbangkan klozapin bagi mereka yang tidak berespons pada antipsikotik lain meskipun dalam durasi waktu dan dosis yang
adekuat. Klozapin mungkin dipertimbangkan oleh penyedia layanan kesehatan non-spesialistik di bawah supervisi profesional
kesehatan jiwa. Hal ini sebaiknya dipertimbangkan bila monitoring laboratorium rutin tersedia, karena adanya risiko
agranulositosis yang mengancam nyawa
Gangguan Psikotik
Intervensi Farmakologik
2. Monitoring seseorang dalam terapi antipsikotik
• Jika efek samping ekstrapiramidal (seperti parkinsonism atau distonia) terjadi:
o Turunkan dosis antipsikotik, dan o Pertimbangkan untuk mengganti ke antipsikotik lain (contoh mengganti dari haloperidol ke
klorpromazin).
o Pertimbangkan pemberian antikolinergik untuk penggunaan jangka pendek jika strategi tersebut gagal atau efek samping
ekstrapiramidal akut, hebat, atau mengakibatkan disabilitas.

• Medikasi Antikolinergik:
o Triheksifenidil (Benzhexol) digunakan dengan dosis 4 – 12 mg per hari. Efek samping meliputi sedasi, kebingungan, dan
gangguan memori, terutama pada usia lanjut. Efek samping yang jarang meliputi glaukoma sudut tertutup, miasthenia gravis,
obstruksi gastrointestinal.
o Jika terjadi distonia atau parkinsonisme yang berat dipertimbangkan pemberian injeksi difenhidramin (antihistamin dengan efek
antikolinergik yang kuat) atau sulfas atropin.
o Hindari pemberian rutin obat antikolinergik sebagai profilaksis.
Gangguan Psikotik
Intervensi Farmakologik
3. Menghentikan medikasi antipsikotik
• Untuk psikosis akut, lanjutkan terapi antipsikotik hingga 12 bulan setelah remisi total.
• Untuk orang dengan psikosis kronik, pertimbangkan penghentian tatalaksana jika orang tersebut stabil untuk beberapa tahun,
titik beratkan pada risiko kekambuhan setelah penghentian di samping kemungkinan efek samping medikasi, pertimbangkan pilihan
pasien melalui konsultasi dengan keluarga.
• Jika memungkinkan, KONSUL KE SPESIALIS terkait keputusan penghentian medikasi antipsikotik.
• Beberapa Obat Antipsikotik yang tersedia:
Gangguan Psikotik

++++ = sangat tinggi;


+++ = tinggi;
++ = sedang;
+ = ringan;
0 = tidak signifikan
* Tergantung dosis;
lebih besar pada dosis
>6 mg/hari
Gangguan Psikotik
Intervensi Farmakologik
4. Injeksi depot antipsikotik
• Yang tersedia adalah:
1. Haloperidol dekanoat cairan injeksi 50 mg/ml
2. Flufenazin dekanoat cairan injeksi 25 mg/ml
• Indikasi penggunaan injeksi depot antipsikotik adalah:
1. Kepatuhan minum obat oral yang rendah
2. Gagal berespon terhadap obat antipsikotik oral
3. Gangguan memori atau faktor lain yang menghambat untuk minum obat secara teratur
4. Kebutuhan klinis untuk menjamin kepatuhan pasien.
• Karena sifatnya depot, maka penyerapan obat injeksi ini sangat lambat, kadar puncak baru tercapai setelah injeksi kelima. Demikian
pula penurunan kadar setelah pengurangan dosis atau penghentian obat akan berlangsung lambat.
• Injeksi depot antipsikotik tidak boleh digunakan pada kasus akut dan kegawatdaruratan, karena kadar puncak plasma tidak dapat
dicapai dalam waktu yang singkat, sedangkan itu diperlukan untuk mengontrol agitasi atau kedaruratannya.
Tindakan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
• Pada diagnosis keperawatan perilaku kekerasan, tindakan keperawatan yang dilakukan terutama bertujuan
untuk mencegah pasien menciderai diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
• Tindakan keperawatan risiko perilaku kekerasan, dilakukan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat). Saat
melakukan pelayanan di Puskesmas, bersama keluarga (pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah
yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat melakukan pengkajian pada pasien
dan melatih cara untuk mengatasi masalah yang dialami pasien.
• Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka perawat juga menjelaskan tentang pentingnya
kepatuhan minum obat. Perawat melatih pasien dengan didampingi oleh keluarga, sehingga keluarga juga
belajar cara melatih/ merawat pasien.Keluarga mempunyai tugas yang perlu dilakukan yaitu untuk mengingatkan
pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh perawat dan menerapkan ketika masalah
muncul.
• Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan, minimal empat kali
pertemuan dan dilanjutkan hingga pasien dan keluarga mampu mengatasi masalah perilaku kekerasan.
Tindakan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Risiko Perilaku Kekerasan
Tujuan: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Menjelaskan penyebab marah
c) Menjelaskan perasaan saat terjadinya marah/perilaku kekerasan
d) Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
e) Menyebutkan cara mengontrol rasa marah/perilaku kekerasan
f) Melakukan kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
g) Minum obat secara teratur
h) Berbicara dengan cara baik
i) Melakukan kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah
Tindakan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
Tindakan Keperawatan:
a) Membina hubungan saling percaya
c) Diskusikan tanda-tanda pada pasien jika terjadi perilaku kekerasan
Tindakan yang dilakukan dalam rangka membina • Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
hubungan saling percaya adalah: • Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
• Memperkenalkan diri : nama, nama panggilan yang • Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
• Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama
• Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
panggilan yang disukaipasien.
d) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
• Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pada saat marah secara:
pasien • Verbal
• terhadap orang lain
• Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini • terhadap diri sendiri
• Membuat kontrak asuhan: apa yang perawat akan • terhadap lingkungan
lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan e) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
dan tempat pertemuan. f) Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
• Fisik: tarik nafas dalam, pukul kasur dan batal.
• Tunjukkan sikap empati • Patuh minum obat
b) Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah yang • Sosial/verbal (bicara yang baik): meminta, menolak dan mengungkapkan
menyebabkan perilaku kekerasan saat ini maupun yang lalu. perasaan
• Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
Tindakan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
 Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien risiko perilaku kekerasan
Tujuan: Keluarga mampu:
a) Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan
b) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien risiko perilaku kekerasan
c) Merawat pasien risiko perilaku kekerasandengan mengajarkan dan mendampingi pasien mengontrol emosi dengan
cara melakukan kegiatan fisik, bicara yang baik, minum obat teratur dan melakukan kegiatan ibadah
d) Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampu mengontrol perilaku kekerasan dan mengurangi
stresor yang menimbulkan perilaku kekerasan
e) Mengenal tanda kekambuhan dan menggunakan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah.
Tindakan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
 Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien risiko perilaku kekerasan
Tindakan Keperawatan
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan penyebab perilaku kekerasan.
c) Melatih keluarga cara merawat risiko perilaku kekerasan.
d) Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan.
e) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien untuk mengontrol
emosinya.
f) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan
g) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
Tindakan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan
Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Risiko Perilaku Kekerasan
1) Evaluasi kemampuan pasien risiko perilaku kekerasan, 2) Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku
pasien dapat: kekerasan, keluarga dapat:
a) Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku a) Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan,
(pengertian, tanda dan gejala, dan penyebab terjadinya
dan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan.
perilaku kekerasan)
b) Mengontrol perilaku kekerasan:
b) Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
• secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul bantal/kasur
c) Menunjukkan sikap yang mendukung danmenghargai
• secara sosial/verbal: meminta, menolak, dan
mengungkapkan perasaan dengan cara baik pasien

• secara spiritual d) Memotivasi pasien dalam mengontrol perasaan marah


e) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang
• menggunakan terapi psikofarmaka
mendukung pasien mengontrol perasaan marah
c) Melakukan latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara teratur sesuai jadwal f) Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam

d) Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan mencegah perilaku kekerasan pasien


dalam mencegah perilaku kekerasan g) Melakukan follow up ke Puskesmas dan mengenal tanda
Tindakan Keperawatan Halusinasi
• Tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dilakukan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat).
Sebelum memberikan tindakan keperawatan, perawat melakukan pengkajian pada pasien dan
keluarga (pelaku rawat) dan kemudian melatih cara untuk mengatasi halusinasi yang dialami
pasien.
• Pada pertemuan pertama dengan pasien dan keluarga, perawat perlu juga mendiskusikan tentang
terapi psikofarmaka yang diperoleh pasien.
• Perawat mendiskusikan pentingnya kepatuhan minum obat untuk mengatasi halusinasi, melatih
pasien mengatasi halusinasi dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien dan tugas
yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi
masalah yang telah diajarkan oleh perawat.
Tindakan Keperawatan Halusinasi
1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Halusinasi
Tujuan: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengenal halusinasi
c) Mengontrol halusinasi
Tindakan Keperawatan Halusinasi
Tindakan Keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Membantu pasien menyadari halusinasi yang dialami
• Tanyakan pada pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa mendukung dan menyangkal halusinasinya.
• Identifikasi isi halusinasi, frekuensi munculnya halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, situasi munculnya
halusinasi, perasaan, respons dan upaya yang telah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau mengontrol
halusinasi.
Tindakan Keperawatan Halusinasi
Tindakan Keperawatan
c) Melatih Pasien mengontrol halusinasi
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan sebagai berikut:
• Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melawan halusinasi (menghardik),mengalihkan (bercakap-cakap
dengan orang lain dan melakukan kegiatan secara terjadual di rumah, seperti merapikan tempat tidur,
menyapu lantai, atau mencuci baju dan lain-lain), patuh minum obat.
• Berikan contoh cara melawan halusinasi dengan cara menghardik, cara mengalihkan halusinasi dengan cara
meminta bantuan pada orang lain untuk bercakap-cakap saat halusinasi dan menyusun jadual kegiatan sehari-
hari di rumah.
• Diskusikan 6 (enam) benar minum obat,
• Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara melawan halusinasi dengan cara menghardik, mengalihkan
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain dan menyusun jadual kegiatan harian di rumah.
d) Memberi pujian untuk setiap kemajuan pasien.
e) Mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan keperawatan untuk mengontrol halusinasi.
Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar
pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.
Tindakan keperawatan pada pasien dapat dilakukan minimum dalam 3 kali pertemuan dan dilanjutkan
hingga pasien mampu mengontrol halusinasinya
Tindakan Keperawatan Halusinasi
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Halusinasi
Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien halusinasi di rumah dan menjadi sistem pendukung yang
efektif bagi pasien.
Tujuan: Keluarga mampu:
a) Mengenal tentang halusinasi
b) Mengambil keputusan untuk merawat halusinasi
c) Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi
d) Memodifikasi lingkungan yang mendukung pasien mengatasi halusinasi
e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
Tindakan Keperawatan Halusinasi
Tindakan Keperawatan
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Menjelaskan tentang halusinasi: pengertian, tanda dan gejala, penyebab terjadinya halusinasi, dan akibat jika
halusinasi tidak diatasi.
c) Membantu keluarga mengambil keputusan merawat pasien
d) Melatih keluarga cara merawat halusinasi
e) Membimbing keluarga merawat halusinasi
f) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien mengatasi halusinasi
g) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan
h) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur

Tindakan keperawatan untuk keluarga (pelaku rawat) dilakukan bersamaan dengan pertemuan dengan
pasien. Ketika perawat melatih pasien mengatasi masalah, keluarga ada bersama pasien dan terlibat dalam
kegiatan.
Tindakan Keperawatan Halusinasi
Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Halusinasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Pasien mampu:
• Mengungkapkan isi halusinasi yang dialaminya
• Menjelaskan waktu dan frekuensi halusinasi yang dialami.
• Menjelaskan situasi yang mencetuskan halusinasi
• Menjelaskan perasaannya ketika mengalami halusinasi
• Menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:
• Menghardik halusinasi
• Mematuhi program pengobatan
• Mengajak orang lain bercakap-cakap dengan bila timbul halusinasi
• Menyusun jadwal kegiatan harian untuk mengurangi waktu luang dan melaksanakan jadwal kegiatan tersebut
secara mandiri
• Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan halusinasi.
Tindakan Keperawatan Halusinasi
Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Halusinasi
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
2) Keluarga mampu:
• Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
• Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
• Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
• Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah halusinasi.
Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial
Tindakan keperawatan untuk pasien dan keluarga dilakukan pada setiap pertemuan, minimal empat kali pertemuan
dan dilanjutkan
hingga pasien dan keluarga mampu mengatasi isolasi sosial.
1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Isolasi Sosial
Tujuan : Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Menyadari isolasi sosial yang dialaminya
c) Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya
d) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial
Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial
Tindakan Keperawatan :
a) Membina hubungan saling percaya
b) Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial
• Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
• Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
• Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
• Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain
• Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
Tindakan Keperawatan Isolasi Sosial
c) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
• Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain
• Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain
• Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat
• Bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga
• Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan
seterusnya
• Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien
• Latih pasien bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat melakukan kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga
• Latih pasien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sosial misalnya : belanja ke warung, ke pasar, ke kantor pos,
ke bank dan lain-lain
• Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Isolasi Sosial
Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien isolasi sosial di rumah dan menjadi sistem pendukung yang
efektif bagi pasien.
Tujuan: Keluarga mampu:
a) Mengenal masalah isolasi sosial
b) Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien isolasi sosial
c) Merawat pasien isolasi sosial dengan mengajarkan dan mendampingi pasien berinteraksi secara bertahap,
berbicara saat melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial
d) Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampuberinteraksi dengan lingkungan sekitar
e) Mengenal tanda kekambuhan dan mencari pelayanan kesehatan.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Isolasi Sosial
Tindakan Keperawatan:
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, penyebab terjadinya isolasi sosial dan akibat jika isolasi sosial tidak
diatasi
c) Melatih keluarga cara merawat isolasi sosial
d) Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung peningkatan hubungan sosial
pasien
e) Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
f) Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.

Pada pelayanan di Puskesmas, tindakan keperawatan untuk keluarga (pelaku rawat) dilakukan bersamaan
dengan pada saat perawat melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien.
Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
• Tindakan keperawatan defisit perawatan diri dilakukan terhadap pasien dan keluarga (pelaku rawat). Saat
melakukan memberikan pelayanan di Puskesmas, bersama keluarga, perawat mengidentifikasi masalah
yang dialami pasien dan keluarga (pelaku rawat). Setelah itu, perawat melakukan pengkajian dan melatih
cara untuk mengatasi defisit perawatan diri yang dialami pasien. Saat melakukan tindakan perawatan terhadap
pasien, keluarga turut mendampingi dan berlatih cara merawat. Perawat memotivasi tugas yang perlu keluarga
lakukan, yaitu membimbing pasien untuk melakukan cara mengatasi defisit perawatan diri yang telah diajarkan oleh
perawat dan memberikan pujian jika pasien telah melakukannya.

• Tindakan keperawatan defisit perawatan diri yang dapat dilatih langsung di Puskesmas antara lain
menggunting kuku dan berdandan. Tindakan keperawatan lain tetap dilakukan walaupun tidak dapat melatih
pasien sampai dengan psikomotor.

• Perawat dapat memotivasi keluarga untuk melatih pasien melakukannya di rumah


Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
1) Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri
Tujuan: Pasien mampu:
a) Membina hubungan saling percaya
b) Melakukan kebersihan diri secara mandiri
c) Melakukan berhias/berdandan secara baik
d) Melakukan makan dan minum dengan cara baik
e) Melakukan BAB/BAK secara mandiri
Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri
1) Membina hubungan saling percaya dengan cara:
A. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, perawat dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
• Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.
• Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
• Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.
• Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
B. Melatih pasien berdandan/berhias
• Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
⮚ Berpakaian
⮚ Menyisir rambut
⮚ Bercukur
• Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
⮚ Berpakaian
⮚ Menyisir rambut
⮚ Berhias
Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Tindakan Keperawatan untuk Pasien Defisit Perawatan Diri
C. Melatih pasien makan dan minum secara mandiri
Untuk melatih makan dan minum pasien, perawat dapat melakukan tahapan sebagai berikut:
• Menjelaskan kebutuhan dan cara makan serta minum (kebutuhan makan perhari dewasa 2000-2200 kalori (untuk
perempuan) dan untuk laki-laki antara 2400-2800 kalori setiap hari. Minum 8 gelas (2500 ml setiap hari)
• Menjelaskan cara makan dan minum yang tertib.
• Menjelaskan cara merapikan peralatan makan dan minum setelah makan dan minum
• Mempraktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
D. Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK secara mandiri
Perawat dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut:
• Menjelaskan tempat BAB dan BAK yang sesuai
• Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
• Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Pasien Defisit Perawatan Diri
• Keluarga (pelaku rawat) diharapkan dapat merawat pasien defisit perawatan diri di rumah dan menjadi sistem
pendukung yang efektif bagi pasien
• Tujuan: Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami defisit perawatan diri

• Tindakan keperawatan:
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien defisit perawatan diri
b) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri dan mengambil keputusan
merawat pasien
c) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga
perawatan diri pasien.
d) Latih keluarga cara merawat dan membimbing kebersihan diri, berdandan, makan dan minum, BAB dan BAK
pasien.
e) Latih keluarga menciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung perawatan diri pasien.
f) Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan.
g) Anjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur
Tindakan Keperawatan Waham
1) Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan
a) Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
c) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar
Tindakan
d) Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
• Mengucapkan salam terapeutik
• Berjabat tangan
• Menjelaskan tujuan interaksi
• Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemupasien.
• Tidak mendukung atau membantah waham pasien
Tindakan Keperawatan Waham
1) Tindakan keperawatan untuk pasien
b) Meyakinkan pasien berada dalam keadaan aman
c) Mengobservasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
d) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal sa
pasien berhenti membicarakannya
e) Mengidentifikasi bersama dengan pasien kebutuhan yang tidak terpenuhi
f) Mengidentifikasi bersama pasien sumber-sumber yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpen
g) Membantu pemenuhan kebutuhan pasien
h) Memberikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas serta pasien memperlihatkan kemam
positifnya.
i) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan realistis yang dimilikinya pada saat yang lalu dan saat ini
j) Menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan yang dimilikinya.
k) Mendiskusikan kebutuhan psikologis/emosional yang tidak terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa taku
marah.
l) Membantu pasien meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien
m) Berbicara dalam konteks realitas
n) Mendiskusikan tentang manfaat obat.
Tindakan Keperawatan Waham
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga
Tujuan :
a) Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien
b) Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang dipenuhi oleh wahamnya.
c) Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara optimal

Tindakan :
a) Mendiskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien
b) Mendiskusikan dengan keluarga tentang :
• Cara merawat pasien waham dirumah
• Lingkungan yang tepat untuk pasien.
• Follow up dan keteraturan pengobatan
c) Mendiskusikan dengan keluarga tentang obat pasien
d) Mendiskusikan dengan keluarga tentang kondisi pasien yang memerlukan konsultasi segera
Tindakan Keperawatan Waham
3) Evaluasi Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Merawat Waham
🡪 Pasien mampu:
a) mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
b) berkomunikasi sesuai kenyataan
c) menggunakan obat dengan benar dan patuh

🡪 Keluarga mampu:
d) membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan
e) membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengankemampuan dan kebutuhan pasien
f) membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh
Penatalaksanaan Demensia
Secara umum, ada 3 tipe penanganan demensia :

1. Modifikasi Faktor 3. Tatalaksana gejala


Resiko dan perilaku lain
(memperlambat atau 2. Tatalaksana gejala
yang dapat
memperbaiki penyebab kognitif demensia
reversible yang
memperburuk
menyebabkan demensia) demensia (BPSD)
I. Modifikasi Faktor Resiko

Kontrol Aktivitas Stimulasi


Fisik kognitif

HT DM Dislipidemia Aktivitas Fisik Games Kuis TTS Catur


2. Tatalaksana Gejala Kognitif-Intervensi farmakologik:

Jangan berikan inhibitor asetilkolinesterase (cth., donepezil, galantamine


dan
rivastigmine) atau memantine secara rutin untuk semua kasus demensia.

Pertimbangkan pemberian 🡪 setting yang memungkinkan diagnosis


spesifik Penyakit Alzheimer + tersedia dukungan dan supervisi adekuat oleh
spesialis + pemantauan efek samping oleh pelaku rawat
3. Tatalaksana gejala kognitif demensia—intervensi psikososial:

Prinsip : Dukung independensi, fungsi dan mobilitas

Umum :
- Rencanakan aktivitas kehidupan sehari-hari 🡪 memaksa aktivitas independent,
meningkatkan fungsi , membantu adaptasi dan mengembangkan keterampilan, serta
meminimalisasikan kebutuhan akan bantuan
- Bantu menghubungkan dengan sumber sosial yang tersedia
3. Tatalaksana gejala kognitif demensia—intervensi psikososial:
Spesifik :
- Bantu untuk mengenal barang pribadinya - Observasi kemampuan melakukan aktivitas sehari
- Bantu untuk mengenal waktu dengan menggunakan hari
jam besar kalender harian - Bantu untuk memilih aktivitas yang dapat
- Bantu untuk dapat menyebutkan namanya dan dilakukannya
anggota keluarga terdekat - Bantu melakukan kegiatan yang telah dipilihnya
- Bantu untuk mengenal lingkungan sekitar - Beri pujian jika dapat melakukan kegiatannya
- Beri pujian jika dapat menjawab dengan benar - Tanyakan perasaan jika mampu melakukan
- Bicara dengan kalimat sederhadan dan jelas (satu kegiatan
atau dua tahap saja), bila perlu gunakan isyarat atau - Buat Bersama pasien jadwal kegiatan sehari-hari
sentuhan lembut sesuai kemampuan pasien
Prinsip Terapi BPSD

1. Manajemen perilaku atau manipulasi situasi merupakan strategi awal untuk BPSD
ringan sampai sedang

2. Intervensi farmakologis dapat digunakan bila gejala berat, mengganggu,


membahayakan dan tidak merespons strategi non-farmakologis

3. Lakukan informed consent untuk tiap tindakan/obat yang diberikan

4. Fiksasi merupakan pilihan terakhir


Terapi non-farmakologis BPSD

■ Modifikasi lingkungan:
• Mengurangi kebisingan,atur pencahayaan, ventilasidan suhu yang nyaman,
• Tempat tinggal familiar, perabot tidak banyak berubah tempat, hindari pola kompleks
• Perhatikan faktor keamanan—hindari undakan, kaca, genangan air, barang berserakan
• Kamar mandi mudah dijangkau, pintu tidak terkunci, lantai tidak licin
• Tambahkan hand-rails atau ramps dan beri tanda lokasi penting (cth. kamar mandi,
kamar tidur)
• Musik, aromaterapi, tanaman/hewan peliharaan
Terapi non-farmakologis BPSD

■ Stimulasi sensorik 🡪 Hindari stimulasi berlebihan atau


terlalu sedikit
■ Koreksi defisit sensorik dengan alat yang tepat
■ Masase/pemijatan, olahraga
Teknik manajemen BPSD sesuai perilaku target

Wandering 🡪 batasi akses, kenakan tanda pengenal, atau ciptakan


lingkungan yang aman bagi pasien untuk wandering di dalam/sekitar rumah

Disorientasi 🡪 beri petunjuk waktu (jendela, jam, kalender) yang jelas,


mengulang informasi tempat dan orang yg baru dijumpai

BAK/BAB sembarangan 🡪 latihan ke kamar mandi 1 jam sekali,


nyalakan lampu kamar mandi
Teknik manajemen BPSD sesuai perilaku target

Disinhibisi seksual 🡪 kenakan pakaian yang nyaman tapi sulit dilepas sendiri;
bila tidak mungkin diberi pengertian sediakan tempat yang aman bagi pasien
namun tidak mengganggu orang

Agitasi/agresi 🡪 pastikan kebutuhan dasar terpenuhi, lindungi keamanan


pasien, diri sendiri dan orang di sekitar, lakukan persuasi serta komunikasi
non-verbal (stimulasi sensorik atau alihkan perhatian)

Gangguan tidur 🡪 beri aktivitas dan batasi tidur siang, cukup pajanan sinar
matahari, perhatikan higiene tidur
Terapi Farmakologis BPSD
Hal yang perlu diperhatikan sebelum memberi terapi farmakologis:

Pertimbangkan
risiko vs manfaat
Pertimbangkan pemberian obat
Harus ada
peningkatan Gunakan dosis
indikasi dan Pilih obat yang
kerentanan efektif minimal Hindari
target perilaku dengan efek Monitor efek
terhadap efek dan hanya untuk pemberian
yang jelas 🡪 samping minimal samping dan
simpang obat durasi tertentu. haloperidol i.v.&
depresi, dan efikasi respons
serta penurunan Mulai dengan diazepam.
halusinasi, maksimal
fungsi ginjal dan memberikan
waham, agitasi
hati terkait usia haloperidol 0.5
mg per oral, atau
i.m. bila perlu
Terapi Farmakologis BPSD
Perilaku yang berespons terhadap obat: Perilaku yang tidak responsif terhadap obat:

o Agresi fisik & verbal o Wandering tanpa tujuan


o Cemas, gelisah o BAK/BAB sembarangan
o Sedih, menangis, tidak nafsu makan o Berpakaian/menanggalkan pakaian sembarangan
o Menarik diri, apatis o Perilaku perseverasi yang mengganggu
o Gangguan tidur o Menyembunyikan/menimbun barang
o Wandering disertai agitasi/agresi o Memakan yang bukan makanan
o Perilaku seksual yang tidak pada tempatnya dan disertai
agitasi
o Waham dan halusinasi
04
Rujukan Kasus
Rujukan Kasus Gangguan Anxietas
• Pasien dapat dirujuk apabila :
• Gejala menetap, tidak ada perbaikan yang signifikan dalam 2 bulan terapi
• Gejala progresif dan makin bertambah berat
• Diperlukan tambahan psikoterapi kognitif dan perilaku sehubungan dengan
gangguan yang sudah berlangsung lama (kronis), adanya kepribadian
premorbid tertentu, atau adanya komorbiditas gangguan psikiatrik lain
• Konfirmasi diagnosis atau meminta second opinion
• Keterbatasan ketersediaan obat
Rujukan Kasus Gangguan Deresi
• Kapan merujuk pasien dengan gangguan depresi ?
• Jika pasien menunjukkan gejala-gejala psikosis, mania atau pikiran bunuh diri yang kuat (telah
memiliki rencana, kurang dapat mengendalikan pikiran bunuh diri tersebut, faktor protektif minimal
– misalnya keluarga kurang suportif, faktor risiko besar – misalnya riwayat tindakan bunuh diri
sebelumnya)
• Jika tidak berespons terhadap satu atau dua pengobatan yang adekuat;
atau gejala memburuk
• Konsultasi diagnosis
• Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, misalnya penyalahgunaan zat
• Jika perlu tindakan spesialistik: psikoterapi,ECT dan rawat inap
Rujukan Kasus Depresi
• Kapan merujuk pasien dengan gangguan depresi ?
• Jika pasien menunjukkan gejala-gejala psikosis, mania atau pikiran bunuh diri yang kuat (telah
memiliki rencana, kurang dapat mengendalikan pikiran bunuh diri tersebut, faktor protektif
minimal – misalnya keluarga kurang suportif, faktor risiko besar – misalnya riwayat tindakan
bunuh diri sebelumnya)
• Jika tidak berespons terhadap satu atau dua pengobatan yang adekuat; atau gejala memburuk
• Konsultasi diagnosis
• Komorbiditas dengan gangguan psiAkiatrik lain, misalnya penyalahgunaan zat
• Jika perlu tindakan spesialistik: psikoterapi, ECT dan rawat inap
Rujukan Kasus Depresi
• Persiapan Pasien Untuk Rujukan

▪ Tekankan pada aspek konsultasi(minta pendapat ahli)


▪ Berikan pengertian bahwa konsultasi lazim dilakukan dan sering membawa
keberhasilan pengobatan
▪ Koreksi anggapan keliru/stigma
▪ Garisbawahi hubungan dengan kolega
▪ Tekankan peranan dokter pelayanan primer/dokter keluarga
Rujukan Kasus Gangguan Psikotik

• Rujukan bukan hanya berarti mengirimkan pasien untuk mendapatkan


penatalaksanaan dari pihak lain (spesialis ataupun non-spesialis), tetapi juga
termasuk konsultasi atau bertanya kepada yang lebih ahli
• Indikasi untuk merujuk kasus antara lain:
• Kegawatdaruratan & Resistensi pengobatan
Indikasi Merujuk Kasus Gangguan Psikotik
• Kegawatdaruratan : perilaku kekerasan dan agitasi yang tidak teratasi, efek samping berat
• Resistensi pengobatan : tidak berespon adekuat terhadap percobaan dua jenis antipsikotik
dalam dosis dan lama pemberian tepat

Konsultasi spesialis jika tersedia, dianjurkan untuk kasus :


▪ Penderita Wanita yang hamil atau menyusui
▪ Penghentian pengobatan
▪ Jika terjadi keraguan dalam diagnosis dan penatalaksanaan
Surat Rujukan Kasus Psikotik
• Dalam surat rujukan hendaknya disertakan informasi yang cukup lengkap : untuk
menjamin kesinambungan layanan:
▪ Riwayat singkat pentakit/kondisi sekarang
▪ Hasil pemeriksaan dan diagnosis
▪ Masalah yang dihadapi
▪ Penatalaksanaan yang telah dilakukan
▪ Tujuan rujukan
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai