Anda di halaman 1dari 16

PENYELESAIAN SENGKETA WARIS DENGAN

MENGGUNAKAN ADAT BADAMAI PADA


MASYARAKAT BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

OLEH
AHMADI HASAN
FAKULTAS SYARIAH
UNVIERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
LATAR BELAKANG MASALAH

1. Hukum sebagai norma atau kaidah yang mengatur


kehidupan masyarakat yang ditetapkan oleh penguasa
yang berwenang (hukum nasional) terkait dengan
penyelesaian sengketa kurang mendapat perhatian
masyarakat.
2. Pada masyarakat Banjar, adat badamai sebagai sarana
penyelesaian sengketa hukum sampai saat ini masih
efektif, dalam aspek perdata maupun aspek pidana.
3. Secara filosofis dan teoritis penomena adat badamai
dalam penyelesaian sengketa hukum pada masyarakat
Banjar ini, termasuk permasalahan WARIS Banjar
RUMUSAN MASALAH

Bagaimana fungsi adat badamai


dalam penyelesaian sengketa
waris?
PENYELESAIAN SENGKETA HUKUM MENURUT
ADAT BADAMAI DALAM KERANGKA HUKUM
NASIONAL
Steven Vago, Fungsi Hukum sebagai:
1. Sosial kontrol (sosial control),
2. Dispute settlement (penyelesaian sengketa), dan
3. Sosial engineering (rekayasa sosial)

ADAT BADAMAI SEBAGAI SEBUAH ALTERNATIF


PENYELESAIAN SENGKETA YANG DIAKUI OLEH
KONSTITUSI DAN MENGANDUNG ASAS DAN KAIDAH
RESTORATIF JUSTICE

Asas Asas Asas Win-win


Keadilan Kepastian Solution
(Kemanfaatan)
ADAT BADAMAI PADA MASYARAKAT
BANJAR

• Adat badamai adalah salah satu bentuk


penyelesaian sengketa yang lazim dilakukan oleh
masyarakat Banjar.
• Adat badamai bermakna pula sebagai hasil proses
perembukan atau musyawarah dalam pembahasan
bersama dengan maksud mencapai suatu
keputusan sebagai penyelesaian dari suatu
masalah
ESENSI ADAT BADAMAI
• Adat badamai ini diakui efektif dalam menyelesaikan
pertikaian atau persengketaan. Sekaligus mampu
menghilangkan perasaan dendam berperan menciptakan
keamanan ketertiban dan perdamaian.
• Adat badamai ini lazim pula disebut dengan, babaikan,
baparbaik, bapatut atau mamatut, baakuran dan
penyelesaian dengan cara suluh.
LANDASAN ADAT BADAMAI
Dalam Undang-undang Sultan Adam disebutkan :
• Pasal 21: "Tiap kampung kalau ada perbantahan isi
kampungnja ija itu tetuha kampungnja kusuruhkan
membitjarakan mupaqat-mupaqat lawan jang tuha-
tuha kampungnja itu lamun tiada djuga dapat
membitjarakan ikam bawa kepada hakim”.
Artinya:
Tiap-tiap kampung bilamana terjadi sengketa, maka
diperintahkan untuk mendamaikan (mamatut) dengan
tetuha kampung, bilamana tidak berhasil barulah
dibawa kepada hakim.
LANJUTAN…

• Pasal 21 UUSA sebagai dasar hukum adat


badamai sampai kini tetap menjadi landasan norma
dan perilaku dalam masyarakat Banjar. Bahkan
sampai sekarang masih menjadi suatu tradisi
mamatut.
ADAT BADAMAI DALAM
PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL

• Pembangunan Hukum Berdasarkan Pancasila


• Landasan Pembangunan Hukum Nasional berhadapan
dengan politik Hukum :
• Pluralisme Hukum
• Unifikasi Hukum dan
• Kodifikasi Hukum
• Adat Badamai dalam Politik Hukum Nasional
• Telah terakomodasi dalam berbagai Peraturan Perundangan
seperti : UUD 45 Pasal 18 B ayat (2), kemudian Pasal 143 UU
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
• Juga didukung oleh UU No. 30 Tahun 1999 tentang ADR dan
adanya asas Restoratif justice dalam masalah pemidanaan, dan
asas Release and Discharge.
PLURALISME HUKUM
MASA HINDIA BELANDA

IS
S.185-2
METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum (legal research)
2. penelitian ini mencoba untuk mengkombinasikan penelitian
hukum normatif dengan penelitian hukum sosiologis atau
empiris
• doktrin hukum lokal dalam hal ini undang-undang sultan Adam
(UUSA, 1825-1838), UUD 45 Amandemen keempat, UU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah maupun doktrin
hukum adat lainnya.
HASIL TEMUAN

• Pembagian Waris dalam Adat Banjar harus


dilakukan berdasarkan pendapatan dan hasil yang
didapat ketika menikah.
• Adanya harta gono gini atau dalam adat banjar
disebut harta pantangan merupakan bagian yang
harus diselesaikan terlebih dahulu, sebelum
pembagian waris.
JIKA TERJADI PERMASALAHAN
WARIS

• Ada dua solusi adat badamai di masyarakat Banjar


• 1. Faraidh-islah: Dilakukan pembagian menurut faraid
atau hukum waris Islam, setelah dilakukan pembagian,
dilanjutkan dengan cara musyawarah mufakat.
• 2. Islah: Dalam masalah ini ahli waris bermusyawarah
menentukan besarnya bagian masing-masing ahli waris
dan penerima warisan lainnya.
• Pertimbangan atau dasar untuk menentukan besarnya
bagian masing-masing ditentukan oleh kondisi objektif
keadaan ahli waris dan penerima warisan lainnya
KESIMPULAN
1. Keberadaan adat badamai sebagai sebuah nilai dan
bentuk penyelesaian sengketa hukum pada
masyarakatBanjar masih melembaga.
2. Masyarakat Banjar lebih mengedepankan solusi
perdamaian atau adat badamai dalam istilah Banjar
baparbaik, bashuluh, baakuran maupun bapatut yang
sama pentingnya dengan penyelesaian sengketa hukum
melalui lembaga peradilan.
3. Secara konstitusional adat badamai telah mendapat
pengakuan dan telah tertampung secara sah dalam pasal
18 B ayat (2) UUD 45 hasil amandemen. Dalam UU No. 32
Tahun 2004 Pasal 143 tentang Pemerintahan Daerah juga
sudah menampung kedudukan adat badamai.
Kedudukannya yang kuat secara konstitusional ini harus
disikapi dengan cara yang positip.
Terima Kasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Anda mungkin juga menyukai