Anda di halaman 1dari 10

NAMA : ALI AKBAR

PRODI : PAI
NIM :1215215 Ajaran tasawuf Rabiah
MATKUL : AKHLAK TASAWUF Al- Adawiyah
Bagaimana sosok rabi’ah al-
adawiyah?
Rabi'ah al-Adawiyah adalah sufi wanita yang memberi
nuansa tersendiri dalam dunia tasawuf dengan pengenalan
konsep mahabbah. Sebuah konsep pendekatan diri kepada
Tuhan atas dasar kecintaan, bukan karena takut akan siksa
neraka ataupun mengharap surga.
Cinta Rabiah merupakan cinta yang tidak mengharap
balasan.
Pemikiran Tasawuf Rabi’ah
al-‘Adawiyyah
Sebagaimana yang di sampaikan oleh Ibrahim Muhammad Yasin, bahwa Rabi’a h
al-‘Adawiyah termasuk sufi peletak dasar tasawuf falsafi tahap awal sebelum
kemudian berkembang pada abad ke enam dan ke tujuh melalui pionernya, yaitu Ibn
‘Arabi.
Adapun beberapa cara lain dengan beberapa sufi :
Tahap pertama adalah Taubat. Meski demikian, Rabi’ah tidak menafikan taubat
sebagai sesuatu yang harus dilakukan seseorang. Namun, bagi Rabi’ah, taubat yang
melakukan maksiat itu berdasarkan pada kehendak Allah SWT.
Tahap kedua adalah Rida’. Dengan usaha yang terus menerus, Rabi’ah
meningkatkan martabatnya dari tingkat zuhud hingga mencapai tinkat rida’. Jiwa
yang Rida’ adalah jiwa yang luhur, menerima segala ketentuan Allah SWT., berbaik
sangka pada tindakan dan keputusan-nya, serta meyakini firman-nya.
Tahap ketiga adalah Ihsan, yaitu melakukan ibadah seakan-akan dapat melihat Allah
SWT., atau kalau tidak bisa setidaknya merasa bahwa dirinya dilihat oleh Allah
SWT.
RIWAYAT HIDUP RABI’AH AL-ADAWIYAH

 Rabi’ah al-Adawiyah memiliki nama lengkap Ummu al-Khai bin


Ismail al-Adawiyah al-Qaisyiyah. Lahir di Basrah di perkirakan pada
tahun 95 H (717 M). Diceritakan dalam sebuah literatur karya
Fariddudin al-Attar (w. 627 H.) Peristiwa-peristiwa ajaib tak jarang
terjadi di masa kelahirannya. Pada malam kelahiran Rabi’ah tidak
terdapat suatu barang berharga yang didapat dalam rumah Ismail.
Ayahnya telah memiliki tiga putri sebelumnya, dan oleh karena itulah ia
diberi nama Rabi’ah (artinya putri keempat). Ayah Rabi’ah telah
bersumpah bahwa ia tidak akan minta sesuatu pun dari manusia lain,
ayahnya telah berucap janji atau sumpah bahwa tidak akan meminta
bantuan kepada sesama manusia (yaitu bahwa seorang Sufi hanya akan
bergantung kepada Tuhan untuk memenuhi kebutuhannya).
Rabi’ah Al-Adawiyah Sebagai Guru Sufi

 Rabiatul Adawiyah dapat dikategorikan sebagai khawashul khawash


dalam tingkatan Imam Al-Ghazali atau superistimewa, tingkat
tertinggi setelah tingkat orang kebanyakan (awam) dan tingkat orang
istimewa (khawash). Kalau kebanyakan orang beristighfar atau
meminta ampunan Allah atas dosa, Rabiah beristighfar untuk ibadah
yang tidak sempurna.
 Kita kemudian mengenal ucapan yang populer dari Rabiatul
Adawiyah, “Istighfāruna yahtÄ ju ilÄ 
istigfārin” atau “Kalimat istighfar atau
permohonan ampun kita (baca: ibadah) perlu juga dimintakan ampun
kembali.”  (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin; An-Nawawi,
Al-Adzkar; dan As-Sya’rani, At-Thabaqatul Kubra: 65).
Konsep Ajaran Tasawuf Rabi’ah Al-
Adawiyah
 Ketika menjadi hamba sahaya, Rabi'ah mengembangkan aliran sufi
 yang berlandaskan seluruh amal ibadahnya atas dasar cinta kepada
Ilahi tanpa pamrih atas pahala, surga atau penyelamatan dari azab
neraka. Rabi'ah terkenal dengan metode cinta kepada Allah (Bahasa 
Arab: Al-mahabbah, artinya cinta tanpa pamrih) dan uns (kedekatan
dengan Tuhan). Perkataan mistik Rabi'ah menggambarkan
kesalehan dirinya, dan banyak di antara mereka yang menjadi
kiasan atau kata-kata hikmah yang tersebar luas di wilyah-wilayah
negara Islam. Rabi'ah al-Adawiyah terkenal zahid (tak tertarik pada
harta dan kesenangan duniawi) dan tak pernah mau meminta
pertolongan pada ornag lain. Ketika ia ditanya orang mengapa ia
bersikap demikian, Rabi'ah menjawab:
“ Saya malu meminta sesuatu pada Dia yang
memilikinya, apalagi pada orang-orang yang
bukan menjadi pemilik sesuatu itu. Sesungguhnya
Allah lah yang memberi rezeki kepadaku dan
kepada mereka yang kaya. Apakah Dia yang
memeberi rezeki kepada orang yang kaya, tidak
memberi rezeki kepada orang-orang miskin?
Sekiranya dia menghendaki begitu, maka kita
harus menyadari posisi kita sebagai hamba-Nya
dan haruslah kita menerimanya dengan hati rida
(senang).


Karya-Karya dan Syair-Syair
Rabiah’ Al-adawiyah
 Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak tasawuf Rabi’ah.[7] Syair
-syair kecintaannya kepada Allah kemudian banyak keluar dari
ucapan sufi-sufi besar seperti Fariduddin Al-Athar, Ibnu Fardih, Al-
Hallaj, Ibnu Arabi, Jalaluddin Rumi telah dimulai lebih dahulu oleh
Rabi’ah.[7] Setengah dari syairnya adalah:
“ Aku cinta padamu dua macam cinta

Cinta rindu
dan cinta karena engkau berhak
menerima cintaku
Adapun cinta, karena Engkau
Hanya Engkau yang aku kenang
Tiada yang lain
Adapun cinta karena Engkau berhak
menerimanya
Agar Engkau buka kan aku hijab
Supaya aku dapat melihat Engkau
Pujian atas kedua perkara itu
bukanlah bagiku
Pujian atas kedua perkara itu adalah
bagi Mu sendiri[7] “
THANK YOU FOR WATHING

Anda mungkin juga menyukai