Anda di halaman 1dari 25

FILSAFAT ILMU

Oleh. Dr. SAMAHUDDIN, S.IP, M.Si


• SAP.
I. Konsep Filsafat dan Filsafat Ilmu
a. Pengertian Fisafat dan Filsafat Ilmu
b. Tujuan Mempelajari Filsafat Ilmu
c. Objek Filsafat Ilmu
d. Karakteritstik dan Manfaaf Filsafat Ilmu
II. Landasan Berpikir Filsafat
a. Ontologis, b. Epistimologi, c. Aksiologi
III. Kearah Pemikiran Filsafat Ilmu
a. Dasar Pemikiran Filsafat Ilmu
b. Ke arah Pemikiran Filsafat Ilmu
IV. Perkembangan Filsafat Ilmu
V. Hakekat Kehidupan
a. Filosofi Kahidupan
b. Tahapan Kehidupan
c. Folosofi Takdir
d. Filosofi Perjuangan
e. Filosofi Agama
f. Filosofi Kematian
VI & VII. Kajian Filsafat Terkait Hakekat Negara
a. Asal Mula Negara
b. Politik, hukum dan Pemerintahan
c. Hakekat bangsa dan Konsep Kebangsaan
d. Kesejahteraan Berdasarkan Falsafah Pancasila
VIII. UTS
FILSAFAT ILMU
Oleh : Dr. SAMAHUDDIN, S.IP, M.Si

A. Latar belakang adanya filsafat

Manusia―dengan akalnya―dikatakan makhluk Hom


o Guriosu (yang selalu ingin tahu) yang kemudian m
enjadikan aktifitas berfikir sebuah kebutuhan yang tid
ak terpisahkan dalam kehidupan. Hal itu dikarenakan
ketika manusia dihadapkan dengan realitas yang tida
k sejalan dengan alam fikir mereka yang kemudian m
enimbulkan keheranan, kesangsian, dan kesadaran a
kan keterbatasan.
B. Definisi filsafat

• Sebenarnya dalam fitrahnya semua manusia telah


berfilsafat yakni berfikir dalam mencari kebenaran, bahkan
sebelum peradaban Yunani (sekitar abad 8 SM) itu lahir,
misalnya pada tahun 1500 SM Ibrahim berfilsafat dalam
menemukan Tuhannya, namun istilah filsafat mulai
diperkenalkan oleh filusuf (pecinta kebijaksanaan) yang
bernama Pythagoras (582-496 SM). Para ulama’ berbeda
pemikiran dalam memberikan definisi terminologis filsafat
yang berasal dari bahasa Yunani phillein yang berarti cinta
dan sophia yang berarti kebenaran―arti etimologi ini
mempunyai latar belakang yang muncul dari pendirian
Socrates 469-399 SM[2]―, hal itu dikarenakan perbedaan
pengetahuan, pengalaman, bahkan keyakinan dari para
pemikir, namun di sini penulis memberikan definisi, bahwa
filsafat adalah aktivitas berfikir dengan karakter berfikir
tertentu tentang segala yang ada atau mungkin ada, baik
yang terlihat (empiric) atau tidak terlihat (non-empiric)
dengan tujuan mencintai dan mencari kebenaran.
C. Objek filsafat

Berdasarkan definisi di atas kemudian muncullah objek


filsafat yakni objek materia dan forma (sudut pandang)
1. Objek material
• Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu dalam artian
objek ini merupakan hal yang diselidiki baik yang konkrit
maupun yang abstrak contoh handphone

2. Objek formal
• Adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan, yakni dari
sudut pandang mana objek material diselidiki contoh dari
penyelidikan material handphone yang disorot dari sudut
pandang manfa’at, pulsa, kartu, isi dan lain sebagainya.
D. Karakteristik Berfikir Filsafat

Sebagai usaha dalam mencapai kebenaran, filsafat menawarkan be


berapa criteria berfikir, yakni:
1. Sistematis yang merupakan sebuah pemikiran yang saling berkaitan sat
u dengan yang lain secara teratur dalam suatu keseluruhan,
2. Konsepsional yaitu pemikiran yang berbentuk idea atau gambaran yang
melekat pada akal fikiran,
3. Koheren yakni setiap unsure-unsurnya tidak bertentangan
4. Rasional yang merupakan bagian inti dari pemikiran, karena
bagaimanapun suatu pemikiran tidak akan ada nilainya tanpa adanya k
e-logis-an,
5. sinoptik yang dalam hal ini pemikiran filsafat melihat hal-hal secara men
yeluruh
6. Pemikiran filsafat mengarah kepada pandangan dunia yakni pemikiran f
ilsafat bertujuan untuk memahami realitas kehidupan dengan jalan meny
usun suatu pandangan dunia yang kemudian dengan berfikir yang sema
cam ini manusia akan mendobrak tradisi-tradisi mitos kemudian membe
baskan alam fakir mereka dari ketidak-rasioanalan dan membimbing unt
uk berfikir rasional.
E. Metode Mempelajari Filsafat Metode dalam mempelaj
ari filsafat ada dua:

1. Historis yakni mempelajari sejarah para tokoh filsuf sepe


rti tentang Aristoteles dengan realisme-nya, Ibnu Rusyd d
engan teori emanasi-nya, Soren Kierkegaard dengan eksi
stensialisme-nya dan lain-lain,

2. Sistematis yakni mempelajari dan memahami subtansi p


emikiran seperti, idealismenya Socrates, rasionalisme the
ologies-nya Washil ibn atho, pragmatismenya William Ja
mes, dan lain-lain, methode-methode ini muncul dari ang
gapan bahwa setiap pemikiran atau ide dan perjalanan hi
dup atau lingkungan pemikirnya saling mempengaruhi
F. Kegunaan Filsafat
• Dalam realitas kita khususnya para agamawan, banyak menganggap,
bahwa belajar filsafat atau berfilsafat omong-kosong belaka, bahkan ti
dak jarang yang menganggap hal itu sebagai pencemaran bagi agama
atau sesat, mereka beranggapan, bahwa Islam (al-qur’an dan al-hadit
s) tidak memerlukan filsafat (berfikir) namun diamalkan, padahal bagi
para ilmuan, bahkan ulama’-ulama’ terdahulu seperti Imam Al-Ghazali,
Al-farabi, mendapat gelar filusuf karena ketekunannya dalam berfilsafa
t dan mereka berargumen, bahwa karena sulitnya memahami firman T
uhan dan sabda Nabi, maka aktifitas berfikir sangat diperlukan agar pe
ngamalannya tidak terpat kesalahan pemahaman, namun terlepas dari
itu bagi kita belajar filasafat mempunyai manfa’at sebagai berikut:

a. Dengan belajar filsafat diharapkan akan menambah ilmu pengetahuan


sehingga menambah cakrawala pemikiran dan cara berfikir luas.
b. Bisa menumculkan ide-ide fundamental, sehingga manusia bisa berkar
akter.
c. Dengan datangnya IPTEK kita semakin ditantang dengan memberi alte
rnatifnya.
II. PENDEKATAN FILSAFAT
• ONTOLOGIS
• EPISTIMOLOGI
• AKSIOLOGI
III. KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT ILMU

• DASAR PEMIKIRAN FILSAFAT ILMU


1. LOGIKA : dipahami sebagai ilmu yg
mempelajari metode dan hukum-hukum yg
digunakan untuk membedakan penalaran yg
betul dan penalaran yg salah.
secara "etimologis", logika dimaknai sebagai
ilmu yg mempelajari alam pikiran yg
dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau
bahasa.
Objek Logika :
• Objek material dari "Logika" ; Berpikir
(kegiatan pikiran, akal budi manusia
secara benar dan objektif).
• Objek formal dari "Logika" ; hasil
pemikiran yg "benar dan konsisten".
Sebagai salah satu cabang filsafat, Logika dapat dibagi dalam
pengertian yang sempit dan luas:

a. Logika dalam arti sempit : dipahami sebagai logika deduktif atau logika formal,
yaitu logika yg mempelajari asas-asas penalaran yg bersifat deduktif, yakni
suatu penalaran yg menurunkan suatu kesimpulan sbg kesemestaan dari
pangkal pikirannya, sehingga bersifat sama atau persis hanya berdasarkan
bentuknya, sementara logika formal mempelajari asas2, aturan2/hukum2 yg
harus ditaati, agar dpt berpikir dgn benar sehingga dpt memperoleh kebenaran.
b. Logika dlm arti luas; mencakup perbincangan yg sistematis mengenai
pencapaian kesimpulan2 dari perbagai bukti dan ttg bgm sistem2 penjelasan
disusun dlm ilmu alam, termasuk didalamnya pembahasan ttg logika sendiri.
c. Logika induktif; logika yg mempelajari asas2 penalaran yg benar yg berawal dari
hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yg bersifat boleh jadi atau
kemungkinan.
d. Logika material; mempelajari lngsng pekerjaan akal, serta menilai hasil2 logika
formal dan mengujinya dgn kenyataan2 praktis yg sesungguhnya.
e. Logika murni; merup pengetahuan mengenai asas2 dan aturan2 logikayg
berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan2 dgn tanpa
mempersoalkan arti khusus dlm suatu cab ilmu dr istilah yg dipakai dlm
pernyataan2 yg dimaksud.
f. Logika terapan; pengetahuan logika yg diterapkan dlm setiap cab ilmu, bid2
filsafat, dan juga dlm pembicaraan yg mempergunakan bahasa sehari2.
• Kegunaan Logika

1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir seca


ra rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan obj
ektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir sec
ara tajam dan mandiri.
4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan men
ggunakan asas-asas sistematis.
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-ke
salahan berpkir, kekeliruan, serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik, tahayul, atau kepercayaan turun-temurun (bah
asa Jawa: gugon-tuhon)
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan an
alitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningk
atkan citra diri seseorang.
2. ETIKA; Secara "etimologis" merup cab filsafat yg membicarakan
tingkah laku atau perbuatan manusia dlm hubungannya dengan baik
dan buruk.

Ruang lingkup etika : meliputi bgm caranya agar dapat hidup lebih
baik ddan bgm caranya untuk berbuat baik serta menghindari
keburukan.

Secara Implementatif "etika" dapat dibagi dalam ranah "etika


deskriptif : hanya melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa
adanya, tidak memberikan penilaian, tidak memilih mana yg baik dan
mana yang buruk, dan tidak mengajarkan seharusnya berbuat. dan
"etika normatif"; sdh memberikan penilaian mana yg baik daan mana
yg buruk , mn yang harus dikerjakan dan mana yg tidak.
3. ESTETIKA; adalah hal yang mempelajari kualitas
keindahan dari obyek, maupun daya impuls dan
pengalaman estetik pencipta dan
pengamatannya.

Estetika dalam kontek penciptaan menurut John


Hosper merupakan bagian dari filsafat yang
berkaitan dengan proses penciptaan karya yang
indah.

Estetika; merupakan pengetahuan yang


mempelajari dan memahami melalui pengamatan
hal ikhwal keindahan baik pada obyek maupun
subyek atau pencipta dan pengamatan melalui
proses kreatis dan fisolofis.
• Mengapa mengenal estetika ?

1. karena karya-karya seni dan desain yang alami maupun yang


buatan begitu berharga sehingga dipelajari ciri-ciri khasnya d
emi karya seni dan desain itu sendiri

2. ia mesti berpendapat bahwa pengalaman estetika (pengala


man mengenai karya seni dan desain) itu begitu berharga bai
k untuk kelompoknya maupun masing-masing anggotanya se
hingga karya seni dan desain itu mesti dipelajari

3. mungkin dikira bahwa pengalaman ini begitu bernilai pada diri


nya sendiri sehingga membutuhkan pengujian dan penelitian
mengenai kualitaskualitas karya seni dan desain itu
IV. PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU

A. Zaman Kuno
1. Zaman Pra-Socrates;
- pertama kali manusia mulai menjawab berbagai
persoalan di sekitarnya yg tdk lagi bertolak pada mitos
yg irasional, tetapi sudah murni bertolak pada rasio.
- persoalan filsafat yg daijukan pada saat itu adalah ttg
keberadaan alam semesta, termasuk apa yg menjadi
asal muasal alam raya ini.
2. Zaman Keemasan Yunani (Socrates 470-399 SM,
Plato, 427-347 SM, dan Aristoteles 384-322SM)
- Sudah muncul nilai-nilai yg berkembang dalam
masyarakat yg dibenarkan oleh ketiganya.
3. Zaman Hellenisme (Iskandar Agung, 356-323 SM).
Pada zaman ini, terdapat 3 aliran filsafat yg menonjol;
a. Stoisme (dirintis oleh zeno, 336-264SM) Memiliki tiga
tahapan: - Stoa, ini berkembang pada Yunani Kuno dengan
tokoh yg bernama Antisthenes. - perkembangan kedua
muncul pada masa Hellenisme dan ketiga bangkit kembali
pada masa Romawi dengan tokoh sineca dan Markus. Inti
dari ajaran Stoa ini adalah Etika.
b. Epikurisme (Epikuros, 341-270 SM).
- Ditandai dengan banyaknya konsep dan pemikiran
tentang etika.
- Bertujuan mencapai kenikmatan hidup manusia melalui
hidup yg beretika.
c. Neoplatonisme (Porphyrios, Caesar Justinianus I
(483-565 SM).
Inti dari ajaran : berpangkal pada konsep kesatuan. Artinya
“segala sesuatu “berasal dari yang satu dan yg satu dan
akan kembali kepada yg satu pula”.
4. Zaman Patristik (Patristik Yunani dan Patristik Latin)

Seorang tokoh agama Kristen yg bernama Dario


memiliki pandangan tersendiri terkait dengan
filsafat Yunani Kuno :
a. sikap pertama bersifat menolak krn beranggapan bahwa
filsafat Yunani bertentangan dengan wahyu illahi sehingga
Dario sangat mendukung langkah Justinianus yang
melarang aliran Neoplatonisme yg termasuk sebagai
bagian dari filsafat Yunani Kuno.
b. Sikap kedua lebih bersifat kompromi. Menyatakan
terlepas dari pertentangan yg ada antara filsafat Yunani
dengan Agama Kristen, filsafat yunani tetap diperlukan
sebagai pembuka jalan kepada penerimaan injil.
B. Zaman Pertengahan (400 M- 1500 M)
• Dimulai runtuhnya Kerajaan Romawi pada abad
ke-5 M. Dinyatakan abad pertengahan krn zaman
ini berada ditengah-tengah antara dua zaman,
yakni zaman kuno dan zaman modern.
• sejalan dengan berkembangnya periode filsafat yg
disebut Skolastik , yaitu masa keemasan ajaran
kristen di Eropa yg dimulai pada paruh terakhir
zaman kuno disebut masa Patristik.
C. Zaman Modern (1500 M-1800 M)
• Ditandai oleh pemberontakan terhadap dominasi
kebenaran yg dipegang kaum rohaniawan,
sehingga salah satu tonggak penting
pemberontakan adalah revolusi Copernicus
dalam dunia ekonomi. Nicolaus Copernicus (1473
M- 1543 M) dengan berani menentang pandangan
geosentris yg berpusat pada bumi serta
memperkenalkan pandangan barunya yang
terkenal “Heliosentris”, yakni kebenaran yang
berpusat pada bumi.
• Renaisance : lahir kembali sebagai manuisa yg bebas
berpikir dan berkesenian.
Masa ini dpandang sebagai jembatan antara abad
pertengahan dan zaman modern.
• Zaman Barok; era rasionalisme (Rene Descartes, 1596-
1650, Spinoza 1632-1677 M). Dikenal dengan Bapak
FILSAFAT MODERN.
“Agar ilmu yg didalamnya termasuk filsafat dapat dipahami
secara lebih baik, untuk pemahaman tersebut mutlak
diperlukan suatu metode yg baik dan metode dimaksud
dapat dicapai melalui proses berpikir secara sungguh-
sungguh dengan meragukan segala-galanya, sehingga
pada akhirnya akan diperoleh suatu pengertian yang jelas”.
• Zaman Fajar Budi (Aufklarung); (Thomas
Hobes 1588-1679 M dan John Lock 1632 - 1704
M), zaman ini disebut sebagai periode
pematangan rasio manusia.
“Atau lebih dikenal sebagai masa atau zaman
empirisme, dimana rasio akan bekerja secara
jernih dan semakin matang ketika dikuti dengan
pengalaman terkait dengan bidang ilmu
bersangkutan”.
• Zaman Romantik (Fichte 1762-1814 M dan
Hegel 1770-1831 M); zaman idealisme.
V. Kelahiran dan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan
• Dalam dimensi fenomenalnya, ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai:
1. Masyarakat, yaitu suatu masyarakat elit yang dalam hidup
kesehariannya sangat konsen pada kaidah-kaidah universalisme,
komunalisme, dis-interestedness, dan skepsisme yang terarah dan
teratur.
2. Proses, yaitu olah krida, aktifitas masy elit yg melalui reflesi,
kontemplasi, imajinasi, observasi, eksperimentasi, komparasi dllx tidak
pernah mengenal titik henti utuk mencari dan menemukan kebenaran
ilmiah.
3. Produk, yaitu hasil dari aktifitas tadi berupa dalil-dalil, teori-teori,
paradigm-paradigm berserta hasil penerapannya baik yang bersifat fisik
maupun non fisik.
• Dalam dimesi strukturalnya, ilmu tersusun atas
komponen-komponen, yaitu :

1. Objek sasaran ( Gegenstand) yang ingin


diketahui.
2. Gegenstand terus-menerus dipertanyakan tanpa
mengenal ttitik henti.
3. Ada alasan (motif) dan dengan sarana dan cara
tertentu Gegenstand tadi terus menerus
dipertanyakan.
4. Temuan-temuan yang diperoleh selangkah demi
selangkah disusun kembali dalam satu kesatuan
sistem.

Anda mungkin juga menyukai