Anda di halaman 1dari 20

PIHAK-PIHAK YANG

TERLIBAT PEKERJAAN
DI KAPAL
B. NAKHODA
4. Nahkoda sebagai Pegawai Pencatatan Sipil.

Dasar hukum yang mengatur mengenai Peratuaran


Pencatatn Sipil atau Burgelijke Stand yang ditujukan bagi
orang-orang Tionghoa dan orang yang tunduk hukum Barat,
yaitu Pasal : 46,47,58,59.76-79, dan 84-87.

Dalam suatu perjalanan pelayaran dapat saja terjadi hal-hal


yang menyangkut kehidupan manusia, seperti kelahiran,
kematian, perkawinan, dan lain-lain. Namun kemungkinan
yang benar-benar terjadi hanyalah kelahiran dan kematian.
4. Nahkoda sebagai Pegawai Pencatatan Sipil.

Kalau terjadi kelahiran atau kematian,


nahkoda diberi tugas atau diharuskan
bertindak sebagai Pegawai Catatan Sipil
dengan mencatat semua kejadian di dalam
Buku harian Kapal dengan disaksikan oleh dua
orang saksi.

Demikian halnya dalam hal mencatat


kematian, tidak boleh menyebutkan sebab-
sebab kematian, karena kepastian penyebab
kematian hanya dapat diberikan oleh orang
yang berwenang atau dokter ahli otopsi.
Kemudian nahkoda membuat Berita Acara atau Surat
Keterangan yanmg diserahkan kepada Pemerintah
Daerah ( Kantor Catatan Sipil ) dib pelabuhan
berikutnya. Sedangkan kalua kelahiran atau kematian
terjadi diluar negeri, maka nahkoda menyerahkan
Surat Keterangan tersebut kepada Konsulat atau
Kedutaan Besar Republik Indonesia, dan di sana baru
dibuatkan aktanya.
5. Nahkoda sebagai Notaris
Notaris dapat diartikan secara sederhana sebagai orang yang
bertugas dalam kewenangannya membuat akta yang diakui
oleh Pemerintah.

Pasal : 947 , 950 dan 952 Kitab Undang-undang Hukum


Perdata menyebutkan bahwa, bilamana diminta nahakoda
dapat bertindak sebagai notaris dalam pembuatan surat
warisan seseorang diatas kapal.

Surat warisan tersebut kemudian ditandatangani oleh


pewaris yang ada, nahkoda dan dua orang saksi.
Pembuatan surat warisan tersebut didasarkan atas
keadaan yang tidak dimungkinkan si pewaris menemui
pejabat yang berwenang, oleh karena itu dalam Undang-
undang menyebutkan pula, bahwa surat warisan yang
dibuat oleh nahkoda hanya berlaku 6 (enam) bulan setelah
penyebab itu berakhir (akhir atau selesainya pelayaran).

kecuali jika surat warisan tersebut disimpankan kepada


notaris dan untuk keperluan itu menurut Pasal 932 dan
Pasal 952 Kitab Undang-undang Hukum Perdata uyang
berkepentingan membuat Akta Penyimpanan.
6. Nahkoda sebagai wakil perusahaan pelayaran

Pasal-pasal : 350, 360-363,365,366,369,397 dan 505


Kitab Undang-undang Hukum Dagang mengatur
ketentuan jabatan tersebut.

Menurut Pasal-pasal tersebut, nahkoda menjabat


sebagai wakil perusahaaan pelayaran dalam hal-hal :

a. Penandatanganan surat-surat prjanjian selama


pelayaran berlangsung;
b. Pengaturan tugas anak buah kapal;
c. Muatan;
d. Penandatanganan konosemen;
Menurut Pasal-pasal tersebut, nahkoda menjabat sebagai
wakil perusahaaan pelayaran dalam hal-hal :

e. Pemungutan uang tambang atau upah-upah lain;


f. Memperlengkapi kapalnya unyuk pelayaran;
g. Sebagai penggugat dan tergugat untuk perusahaan
pelayaran dalam proses peradilan;
h. Peminjaman uang untuk biaya pelayaran dengan
menjaminkan kapalnya, setelah gagal menghubungi
perusahaan pelayaran;
i. Mempekerjakan penumpang gelap;
j. Pembatalan, pemungkiran sahnya surat-surat atau
sertifikat kapal untuk mengajukan permohonan
peninjauan kembali.
7. Nahkoda sebagai wakil pemilik muatan

Dalam kasus-kasus tertentu, nahkoda juga dapat


menjabat sebagai wakil pemilik muatan, baik ia
sebagai pengirim atau penerima.

Hal ini dapat terjadi bila :


a. Kapal ditahan atau disita, nahkoda dapat mengambil
tindakan-tindakan untuk menanggulanginya atas nama
pemilik kapal barang, sebagaimana diatur Pasal 396
Kitab Undang-undang Hukum Dagang ;
b. Memerlukan biaya untuk muatan, dan menurut
ketentuan pasal 371 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang nahkoda diperbolehkan menjual sebagian
muatan.
7. Nahkoda sebagai wakil pemilik muatan

Jadi demikian pentingnya kedudukan nahkoda


dalam suatu pelayaran,namun seorang nahkoda
tentulah seorang manusia biasa,sehingga kadang-
kadang ia juga mengalami sakit atau berhalangan
dalam menjalankan kewajibannya.

Untuk itu diperlukan seorang pengganti yang


memenuhi syarat mengemudikan kapal dalam
melanjutkan perjalanannya.
7. Nahkoda sebagai wakil pemilik muatan

Dalam kondisi demikian Pasal 341d Kitab Undang-


undang Hukum Dagang mengatur ketentuan jika
suatu saat nahkoda berhalangan ,atau apabila ia
dalam keadaan tidak mampu mengemudikan
kapalnya, maka bertindaklah sebagai demikian
mualim pertama, apabila mualim pertama tidak
hadir atau berhalangan, sedangkan dalam kapal
ada satu atau beberapa mualim yang berwenang,
maka ditentukan mualim yang tertua menurut
tingkatannya ,selanjutnya di antara mualim lainnya
yang tertua menurut tingkatannya,dan apabila
inipun tidak ada,seorang ditunjuk oleh sebuah
dewan kapal.
7. Nahkoda sebagai wakil pemilik muatan

Jadi pengganti nahkoda jika berhalangan


urutannya, adalah sebagai berikut :

1. Mualim 1 ,jika tidak ada.

2.Mualim yang berwenang dan tertua dalam


pangkatnya.

3. Seseorang yang ditunjuk oleh Dewan Kapal.


7. Nahkoda sebagai wakil pemilik muatan

Yang dimaksud dengan dewan tertua yang


berwenang menurut ketentuan di atas adalah
berkaitan dengan ijasah kemualiman yang
bersangkutan. Misalnya,mualim berijasah pelayaran
besar atau samudera mempunyai wewenang yang
berbeda dengan mualim yang berijasah pelayaran
pedalaman atau interinsuler,dan lain sebagainya.

Istilah mualim yang terdapat dalam KUHD tersebut


sudah tidak layak digunakan lagi karena sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang
Kepelautan yang digunakan adalah istilah Ahli
Nautika sesuai Pasal 5 ayat (1).
C. ANAK BUAH KAPAL
Anak buah kapal adalah semua orang yang berada
dan bekerja di kapal kecuali nahkoda ,baik sebagai
perwira,bawahan (kelasi) atau supercargo yang
tercantum dalam Sijil Anak Buah kapal dan telah
menandatangani perjanjian kerja laut dan
perusahaan pelayaran.
Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di kapal
sebagai anak buah kapal dapat menduduki posisi
atau pekerjaan sebagai :
Perwira umum.
Perwira dinas geladak.
Perwira dinas mesin.
Perwira dinas radio.
Perwira dinas perbekalan.
Pelaut rendahan umum.
Pelaut dinas geladak.
Pelaut dinas mesin.
Pelaut dinas perbekalan.
C. ANAK BUAH KAPAL

Adapun syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi


untuk dapat bekerja sebagai awak kapal sesuai
Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun
2000, antara lain:

1. Memiliki Sertifikat Keahlian Pelaut dan /atau


Sertifikat Keterampilan pelaut;
2. Berumur sekurang-kurangnya 18 (delapanbelas)
tahun;
3. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan yang khusus dilakukan
untuk itu;
4. Disijil
D. PENGAWAKAN KAPAL PENANGKAP IKAN

Dalam rangka mengatur dan menjaga


keselamatan pelayaran bagi
pelaut,maka melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 7 tahun 2000
ditentukan mengenai pengawakan
kapal penangkap ikan pada bab VI
Pasal 41 sampai dengan Pasal 45
dengan tujuan agar kapal dikatakan
laik laut atau berlayar.
D. PENGAWAKAN KAPAL PENANGKAP IKAN

Adapun pokok-pokok dari isi PP No 7 Tahun 2000, bab VI


Pasal 41 sampai dengan Pasal 45 tersebut,antara lain:

1) Pada setiap kapal penangkap ikan yang berlayar harus


berdinas:
a. Seorang Nahkoda dan beberapa perwira kapal
yang memiliki sertifikat keahlian pelaut kapal
penangkap ikan dan sertifikat keterampilan
dasar pelaut yang sesuai dengan daerah
pelayaran,ukuran kapal,dan daya penggerak
kapal;
b. Sejumlah rating yang memiliki sertifikat
keterampilan dasar pelaut.
D. PENGAWAKAN KAPAL PENANGKAP IKAN

Adapun pokok-pokok dari isi PP No 7 Tahun 2000, bab VI


Pasal 41 sampai dengan Pasal 45 tersebut,antara lain:

2) Jenis Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap


ikan ,yang terdiri atas:
a. Sertifikat keahlian pelaut nautika kapal penangkap ikan
b. Sertifikat keahlian pelaut teknik permesinan kapal
penangkap ikan.

3) Sertifikat keahlian pelaut nautika kapal penangkap


ikan,terdiri atas :
a. Sertifikat ahli nautika kapal penangkap ikan tingkat I;
b. Sertifikat ahli nautika kapal penangkap ikan tingkat II;
c. Sertifikat ahli nautika kapal penangkap ikan tingkat III;
D. PENGAWAKAN KAPAL PENANGKAP IKAN
Adapun pokok-pokok dari isi PP No 7 Tahun 2000, bab VI
Pasal 41 sampai dengan Pasal 45 tersebut,antara lain:

4) Sertifikat keahlian pelaut teknik permesinan kapal penangkap


ikan,terdiri atas:
a. Sertifikat ahli teknika kapal penangkap ikan tingkat I;
b. Sertifikat ahli tekmika kapal penangkap ikan tingkat II;
c. Sertifikat ahli teknika kapal penangkap ikan tingkat III;

5) Pengawakan kapal penangkap ikan harus disesuaikan dengan :


a. Daerah pelayaran;
b. Ukuran kapal;
c. Daya penggerak kapal (kilowatt/Kw)

6) Pelaut perwira kapal penangkap ikan dapat beralih profesi


sebagai pelaut kapal niaga,melalui penyetaraan Sertifikat
Keahlian Pelaut;
Terima Kasih
KEBERHASIAN BUKAN SELALU MILIK ORANG PINTAR TETAPI MILIK ORANG
YANG SENANTIASA BERUSAHA

Anda mungkin juga menyukai