Anda di halaman 1dari 14

PERSYARATAN ABK

Keahlian atau keterampilan yang dimiliki oleh seorang awak kapal, dari waktu ke
waktu perlu dibina keseimbangannya antara jumlah kesediaan dengan jumlah
kebutuhan pelaut. Bahwa untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai
penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang
berkeahlian, berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan
berlayar harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan cakap untuk melakukan
tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya dengan mempertimbangkan besaran
kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran

Mengingat tugas sebagai awak kapal memiliki ciri khusus yang antara lain
meninggalkan keluarga dalam waktu yang relatif lama, saat terjadi kerusakan kapal
harus menangani sendiri tanpa batas waktu dan jam kerja, dan bekerja pada segala
cuaca, maka diperlukan adanya pengaturan perlindungan kerja tersendiri. Atas
dasar hal-hal tersebut maka disusunlah peraturan pemerintah yang mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, pelatihan, perijasahan, kewenangan
serta hak dan kewajiban pelaut.

a. Peraturan Pemerintah yang berkait dengan Hak dan Kewajiban Awak


kapal adalah :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang kepelautan.


2. UU RI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. UU RI No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri.
4. UU RI Nomor 17 tahun 2008 tentang pelayaran.
5. UU RI No. 1 tahun 2008 tentang pengesahan ILO Convention No.185 Concering
Revising The Seafarers’ Identity Documents Convention, 1958 (Konvensi ILO No.
185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958).
6. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) Buku Kedua.

b. Jabatan-Jabatan Kepelautan
Pengertian Jabatan-jabatan Kepelautan

1. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau di pekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatan yang tercantum dalam buku sijil (UU RI No. 17/2008 tentang pelayaran).
2. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (PP. RI No. 7 /2000 tentang
kepelautan).
3. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau yang dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
4. Anak kapal adalah mereka yang tercantum dalam daftar anak kapal (KUHD).
5. Anak buah kapal adalah awak kapal selain nakhoda ataupun pemimpin kapal
(PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan).
6. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain nakhoda (UU RI.No.17/2008 tentang
pelayaran).
7. Anak Buah Kapal adalah semua orang yang ada di kapal selain nakhoda
(KUHD).
8. Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau
keterampilan sebagai awak kapal ( PP 7/ 2000 tentang kepelautan ).
9. Nakhoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas
kapal serta menjadi wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai peraturan
perundang – undangan yang berlaku (UU RI No. 17/2008).
10. Nakhoda adalah orang yang memimpin kapal (KUHD pasal 34 ).
11. Nakhoda adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pemimpin tertinggi
di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggug jawab tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (UU RI No. 17/2008).
12. Nakhoda kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di
atas kapal serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP RI. No. 51 tahun 2002
tentang Perkapalan).
13. Pemimpin kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum
di atas kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu, berbeda dengan yang di miliki Nakhoda (PP RI. No. 51
tahun 2002 tentang Perkapalan).
14. Perwira adalah mereka yang dalam daftar anak kapal di berikan pangkat sebagai
perwira ( KUHD ).
15. Rating adalah awak kapal selain nakhoda, para mualim, masinis dan operator
radio.
16. Perwira-perwira kapal : mualim, masinis dan operator radio, ahli mesin.
17. Pelayar adalah semua orang yang ada di atas kapal (PP RI. No. 51 tahun 2002
tentang Perkapalan).
18. Dinas awak kapal adalah pekerjaan yang lazimnya dikerjakan oleh anak kapal
yang diterima untuk bekerja di kapal, kecuali pekerjaan nakhoda.
19. Penumpang adalah mereka yang termasuk sebagai pelayar tetapi bukan
merupakan awak kapal di atas kapal dan mereka membayar untuk perjalanan
tersebut.
20. Penumpang adalah pelayar yang ada di atas kapal selain awak kapal dan anak
berumur kurang dari 1 (satu) tahun (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
21. Operator kapal adaah orang atau badan hukum yang mengoperasikan kapal (PP
RI. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan).
Adapun syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi untuk dapat bekerja sebagai anak
buah kapal sesuai dengan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000
tentang Kepelautan, antara lain:

1. memiliki sertifikat keahlian pelaut dan / atau sertifikat keterampilan pelaut.


2. berumur sekurang-kurangnya 18 tahun.
3. memiliki buku pelaut (passport untuk yang bekerja di luar negeri).
4. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang
khusus dilakukan untuk itu.
5. Disijl.
6. Sudah menandatangani PKL (Perjanjian Kerja Laut).

c. Hak dan Kewajiban Awak Kapal


Hak- hak Awak Kapal
Pada dasarnya hak-hak awak kapal, baik itu nahkoda, kelasi adalah sama,
walaupun ada perbedaan sedikit namun tidak begitu berarti. Hak disebutkan dalam
pasal 18 ayat 3 Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2000 tentang Kepelautan antara
lain menjelaskan Hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sekurang-
kurangnya adalah:
Hak pelaut Menerima gaji, upah, lembur, uang pengganti hari-hari libur, uang
delegasi, biaya pengangkutan dan upah saat diakhirinya pengerjaan, pertanggungan
untuk barang-barang milik pribadi yang dibawa serta, kecelakaan pribadi serta
perlengkapan untuk musim dingin untuk yang bekerja di wilayah yang suhunya 15
derajat celcius atau kurang yang berupa pakaian dan peralatan musim dingin;

UU No. 17 tahun 2008 (Pasal 151) tentang pelayaran, mengenai kesejahteraan


awak kapal dan kesehatan penumpang menjelaskan :

(1) Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi :

 gaji;
 jam kerja dan jam istirahat;
 jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal;
 kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan;
 kesempatan mengembangkan karier;
 pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
 pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan
kerja.

(2) Kesejahteraan kerja dinyatakan dalam perjanjian kerja antara Awak

Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan Pasal 152 UU No. 17 tahun 2008 menerangkan bahwa :

 Setiap kapal yang mengangkut penumpang wajib menyediakan fasilitas


kesehatan bagi penumpang.
 Fasilitas kesehatan meliputi ruang pengobatan atau perawatan,peralatan medis
dan obat-obatan sertatenaga medis.

1) Hak atas Upah


Besarnya upah yang diperoleh anak buah kapal didasarkan atas perjanjian kerja
laut, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 7 tahun 2000 tentang kepelautan, dan tidak bertentangan dengan peraturan
gaji pelaut Berdasarkan Pasal 21 ayat (1), (2), PP No.7 tahun 2000, Upah tersebut
didasarkan atas:

 8 Jam Setiap hari.


 44 jam perminggu.
 Istirahat sedikitnya 10 jam dalam jangka waktu 24 jam.
 Libur sehari setiap minggu.
 Ditambah hari-hari libur resmi.

Ketentuan di atas tidak berlaku bagi pelaut muda, artinya mereka berumur
antara 16 tahun sampai 18 tahun tidak boleh bekerja melebihi 8 jam sehari dan 40
jam seminggu serta tidak boleh dipekerjakan pada waktu istirahat, kecuali dalam
pelaksanaan tugas darurat demi keselamatan berlayar. Dalam perjanjian kerja laut
upah yang dimaksud tidak termasuk tunjangan atas upah lembur atau premi
sebagaimana diatur dalam pasal : 402, 409, dan 415 Kitab Undang-Undang hukum
dagang (KUHD).
Biasanya jumlah upah yang diterima anak buah kapal paling sedikit adalah yang
sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian laut, kecuali upah yang dipotong
untuk hal-hal yang sudah disetujui oleh anak buah kapal tersebut atau pemotongan
yang didasarkan pada hukum yang berlaku. Pengaturan mengenai pemotongan
tersebut sehingga gaji bisa berkurang menurut pasal 1602r Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah sebagai berikut :

 Ganti rugi yang harus dibayar.


 Denda–denda yang harus dibayar kepada perusahaan yang harus diberi tanda
terima oleh perusahaan (Pasal 1601s KUHPerdata).
 Iuran untuk dana (Pasal 1601s Kitab Undang–Undang Hukum Perdata).
 Sewa rumah atau lain–lain yang dipergunakan oleh anak buah kapal di luar
kepentingan dinas.
 Uang Muka (Persekot) atas upah yang telah diterimanya.
 Harga pembelian barang–barang yang dipergunakan oleh anak buah kapal di luar
kepentingan dinasnya.
 Kelebihan pembayaran upah-upah yang lalu.
 Biaya pengobatan yang harus dibayar oleh anak buah kapal (Pasal 416 Kitab
Undang-undang Hukum Dagang).
 Istri atau anggota keluarga lainnya sampai dengan keempat dengan jumlah
maksimum 2/3 dari upah (pasal 444-445 Kitab UndangUndang hukum dagang ).

Selain, pemotongan-pemotongan tersebut di atas, maka besarnya upah anak buah


kapal juga dapat berkurang disebabkan :
 Denda oleh nahkoda sesuai dengan peraturan perundangundangan.
 Pengurangan upah karena sakit yang sampai membuat anak buah kapal tidak
dapat bekerja.
 Perjalanan pelayaran terputus.
 Ikatan kerja terputus karena alasan–alasan yang sah.

Selain itu juga harus diperhatikan bahwa upah anak buah kapal dapat
bertambah besarnya (bertambah) karena:

 Pengganti libur yang seharusnya dinikmati anak buah kapal, akan tetapi tidak
diambilnya (Pasal 409 dan 415 KUH Dagang ) atau atas permintaan pengusaha
angkutan perairan paling sedikit 20 hari kalender untuk setiap jangka waktu 1
tahun bekerja akan mendapatkan imbalan
upah sejumlah cuti yang tidak dinikmati (Pasal 24 PP No.7 tentang
kepelautan).
 Pembayaran waktu tambahan pelayaran, jika perjanjian kerja laut untuk suatu
pelayaran karena suatu kerusakan, sehingga terpaksa berhenti di pelabuhan
darurat (Pasal 423 KUH Dagang).
 Pembayaran kerja lembur, yaitu jam kerja melebihi jam kerja wajib. Khusus
untuk upah lembur hari minggu dihitung dua kali lipat pada hari
biasa. Menurut Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tentang Kepelautan,
Perhitungan upah lembur sebagai berikut :

Rumus = Upah minimum x 1,25


190

 Pembayaran istimewa, karena mengangkut muatan berbahaya, menunda


menyelamatkan kapal lain atau mengangkut muatan di daerah yang sedang
perang. Kecuali tugas negara (Pasal 452f Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
).
 Mengemban tugas yang lebih tinggi yang tidak bersifat insidentil, seperti
Mualim II (Pasal 443 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). (f) Kenaikan upah
minimum yang ditetapkan oleh negara.
 Keterlambatan pembayaran upah dari waktu biasa (Pasal1801/ dan 1602n
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, jika itu sebagai akibat dari kelalaian
perusahaan pelayaran (Pasal 1602q Kitab Undang–undang Hukum Perdata dan
Pasal 452c Kitab Undangundang Hukum Dagang).
 Tidak diberikan makanan sebagaimana ditetapkan yang menjadi hak anak
buah kapal (Pasal 436 dan 437 Kitab Undang–undang Hukum Dagang).

2) Hak atas tempat tinggal dan makan


Peraturan mengenai hak tempat tinggal dan makan bagi anak buah kapal diatur
pada pasal 436-438 Kitab Undang-Undang-Undang Hukum Dagang dan Pasal 13
Schepelingen Ongevalin (S.O) 1935. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut. Anak
buah kapal berhak atas tempat tinggal yang baik dan layak serta berhak atas makan
yang pantas yaitu cukup untuk dan dihidangkan dengan baik dan menu yang
cukup bervariasi setiap hari. Ketentuan ini dipertegas dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan pasal 25 yaitu :
(a) Pengusaha atau perusahaan angkutan di perairan wajib menyediakan
makanan, alat-alat pelayanan dalam jumlah yang cukup dan layak untuk setiap
pelayaran bagi setiap awak kapal di atas kapal
(b) Makanan harus memenuhi jumlah, serta nilai gizi dengan jumlah minimum 3.600
kalori perhari yang diperlukan anak buah kapal agar sehat dalam melaksanakan
tugas-tugasnya di kapal.
(c) Air tawar harus tetap tersedia di kapal dengan cukup dan memenuhi kesehatan.
Apabila ketentuan diatas dilanggar, maka dapat dikatakan sebagai pelanggaran
hukum, dimana anak buah kapal dapat melakukan pemaksaan terhadap pelayaran
untuk membayar ganti rugi terhadap kerugian yang diderita.
3) Hak Cuti
Ketentuan yang mengatur hak cuti anak buah kapal terdapat dalam Pasal-pasal 409
dan 415 KUHDagang, yang prinsipnya sama dengan cuti yang diberikan kepada
tenaga kerja di perusahaan pada umumnya.

Pasal 409 KUH Dagang menyebutkan:


“ Bilamana nahkoda atau perwira kapal telah bekerja selama setahun berturut-
turut atau terus menerus, maka berhak atas cuti selama 14 hari atau bila
dikehendaki pengusaha pelayaran bisa dilakukan dua kali, masing-masing
delapan hari. Ini dilakukan mengingat kepentingan operasional kapal atau
permintaan nahkoda”

Hak cuti ini gugur bila diajukan sebelum satu tahun masa kerjanya berakhir.
Hak ini berlaku untuk perjanjian kerja laut yang didasarkan atas pelayaran. Pasal
415 KUH Dagang yang menyebutkan :

“Bilamana anak buah kapal telah bekerja selama setahun terus menerus
sedangkan perjanjian kerja lautnya bukan perjanjian kerja laut pelayaran, maka
berhak atas cuti selama 7 hari kerja atau dua kali lima hari kerja dengan upah penuh

4) Hak waktu sakit atau kecelakaan


Pengertian sakit dalam perjanjian kerja laut dilihat dari sebab- sebabnya antara lain
meliputi :

(a) Sakit Biasa


Seorang anak buah kapal apabila sewaktu bertugas menderita sakit maka berhak
atas:

1. Pengobatan sampai sembuh, akan tetapi paling lama 52 minggu bilamana


diturunkan dalam kapal, demikian juga bila dia tetap berada dikapal berhak
mendapatkan pengobatan sampai sembuh (Pasal 416 KUH Dagang).
2. Pengangkutan cuma-cuma ke rumah sakit atau ke kapal lain dimana ia akan
dirawat dan ke tempat ditandatanganinya perjanjian kerja laut (Pasal 416 KUH
Dagang).

Selama anak buah kapal sakit atau kecelakaan ia berhak atas upah sebesar 80 %
dengan syarat tidak lebih dari 28 minggu
(Pasal 416a KUH Dagang) dan jaminan diperoleh disamping biaya perawatan
sampai sembuh. Pasal tersebut mensyaratkan bahwa anak
buah kapal mengadakan perjanjian kerja laut untuk waktu paling sedikit satu
tahun atau bekerja terus menerus selama paling sedikit satu setengah tahun.
Demikian juga sebaliknya, Pasal 416b Kitab Undang-undang hukum dagang
menentukan bahwa jika anak buah kapal mengadakan perjanjian kerja laut kurang
dari satu tahun, maka ia hanya mendapat perawatan sampai sembuh, dan upah
yang diterima diperhitungkan dengan interval waktu tidak
kurang dari 4 (empat) minggu tapi tidak lebih dari 26 (dua puluh enam) minggu.
aminan-jaminan dalam hal perawatan dapat ditolak oleh perusahaan pelayaran,
apabila:

1. Anak buah kapal menolak menghindari pengobatan dokter atau lalai


mengobatkan diri ke dokter.
2. Anak buah kapal tidak menggunakan kesempatan pengobatan menurut
ketentuan Pasal 416f Kitab UndangUndang Hukum
Dagang, tunjangan atau upah dapat tidak dibayarkan oleh perusahaan
pelayaran atau dikurangi jumlahnya bila sakitnya atau kecelakaan yang terjadi
karena adanya faktor kesengajaan atau akibat kerja yang kasar atau tidak hati-
hati dari anak buah kapal.

(b) Sakit karena kecelakaan


Berdasarkan Pasal 1602 KUHPerdata, anak buah kapal yang mengalami sakit
karena kecelakaan maka berhak atas:

1. Tuntutan ganti rugi bila terbukti kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian
pihak perusahaan pelayaran
2. Jika kecelakaan menimpa anak buah kapal dan mengakibatkan meninggal, maka
ganti ruginya diberikan kepada ahli warisnya
3. Penggantian akibat kecelakaan ditambah dengan hak-hak atas perawatan.

Berdasarkan pasal 30 PP. RI. No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan


menyebutkan :
(1) Jika awak kapal setelah dirawat akibat kecelakaan kerja menderita cacat tetap
yang mempengaruhi kemampuan kerja besarnya santunan ditentukan :

 Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja hilang 100% besarnya


santunan minimal Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah);
 Cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja berkurang besarnya
santunan ditetapkan persentase dari jumlah sebagaimana ditetapkan dalam huruf
a sebagai berikut :
1. Kehilangan satu lengan : 40%;
2. Kehilangan dua lengan : 100%;
3. Kehilangan satu telapak tangan : 30%;
4. Kehilangan kedua telapak tangan : 80%;
5. Kehilangaan satu kaki dari paha : 40%;
6. Kehilangan dua kaki dari paha : 100%;
7. Kehilangan satu telapak kaki : 30%;
8. Kehilangan dua telapak kaki : 80%;
9. Kehilangan satu mata : 30%
10. Kehilangan dua mata : 100%;
11. Kehilangan pendengaran satu telinga : 15%;
12. Kehilangan pendengaran dua telinga : 40%;
13. Kehilangan satu jari tangan : 10%;
14. Kehilangan satu jari kaki : 5%;

(2) Jika awak kapal kehilangan beberapa anggota badan sekaligus besarnya
santunan ditentukan dengan menjumlahkan persentase dengan ketentuan tidak
melebihi jumlah sebagaimana ditetapkan dalam ayat (1) huruf a.
Berdasarkan Pasal 31 (PP. No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.)

1. Jika awak kapal meninggal dunia di atas kapal, pengusaha angkutan di perairan
wajib menanggung biaya pemulangan dan penguburan jenazahnya ke tempat
yang dikehendaki oleh keluarga yang bersangkutan sepanjang keadaan
memungkinkan.
2. Jika awak kapal meninggal dunia, pengusaha angkutan di perairan wajib
membayar santunan :

a. Untuk meninggal karena sakit besarnya santunan minimal Rp. 100.000.000,00


(seratus juta rupiah);
b. Untuk meninggal dunia akibat kecelakaan kerja besarnya santunan minimal Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(3) Santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan kepada ahli warisnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4) Berdasarkan Pasal 440 Kitab Undang Undang Hukum Dagang

 Perusahaan pelayaran berkewajiban menanggung biaya penguburan atau


pembuangan jenazah ke laut Jika awak kapal meninggal dunia, di atas kapal.

5) Hak menggugat dan menuntut


Selain hak-hak yang telah diterangkan di atas, anak buah kapal juga mempunyai
hak-hak yang bersifat azasi dan kebebasan serta hak-hak untuk menuntut jika
diperlakukan tidak adil.

a) Awak kapal berhak atas perlakuan yang patut. Hal ini tercermin dari beberapa
alasan mendesak untuk awak kapal yang dapat membatalkan perjanjian kerja laut.
Jika diperlakukan itu merupakan penghinaan atau merusak nama baik awak kapal
maka awak kapal yang bersangkutan mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi
atas penghinaan tersebut.
b) Awak kapal berhak meminta izin mempelajari Perjanjian Kerja Laut dan melihat
sijil anak buah kapal.
c) Anak Buah kapal berhak mengadukan nakhoda kepada syahbandar atau konsul
(di luar negeri) jika ternyata mereka diberi perintah oleh nakhoda yang bertentangan
dengan hukum.
d) Anak buah Kapal berhak mengetahui tujuan kapalnya.
e) Bilamana 1/3 atau lebih anak buah kapal meminta untuk diadakan penyelidikan
terhadap makanan tersebut harus diselidiki apakah pantas dan memenuhi syarat gizi
atau sesuai dengan perjanjian.
f) Jika makanan tidak diberikan, maka awak kapal berhak menuntut ganti rugi sesuai
dengan nilai makanan yang tidak diberikan.
g) Anak buah kapal berhak naik banding ke pengadilan Negeri atas hukuman yang
dijatuhkan oleh nakhoda jika hukuman tersebut dianggap tidak sepatutnya.
6. Hak Pengangkutan
a). Setelah berakhirnya PKL atau kapalnya musnah atau dimutasikan ke kapal (Lain)
berhak atas angkutan cuma-cuma ke tempat dimana perjanjian kerja laut
ditandatangani atau ke tempat tinggal awak kapal atau ke tempat lain yang
dicantumkan dalam perjanjian.
b). Pelaut Indonesia yang terlantar di luar negeri, berhak untuk mendapat
pengangkutan pulang ke Indonesia, atas permintaan konsul Indonesia atau pejabat
setempat. Berdasarkan PP No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan pasal 26
menerangkan bahwa :

1. Awak kapal yang habis masa kontrak kerjanya harus dikembalikan ke tempat
domisilinya atau ke pelabuhan ditempat perjanjian kerja laut ditandatangani.
2. Jika awak kapal memutuskan hubungan kerja atas kehendak sendiri, pengusaha
angkutan dibebaskan dari kewajiban pembiayaan untuk pemulangan yang
bersangkutan.
3. Apabila masa kontrak dari awak kapal habis masa berlakunya pada saat kapal
dalam pelayaran, awak kapal yang bersangkutan diwajibkan meneruskan
pelayaran sampai di pelabuhan pertama yang disinggahi dengan mendapat
imbalan upah dan kesejahteraan sejumlah hari kelebihan dari masa kontrak.
4. Biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (3), merupakan
tanggungan pengusaha angkutan diperairan yang meliputi biaya-biaya
pemulangan, penginapan dan makanan sejak diturunkan dari kapal sampai tiba
ditempat domisilinya.

d. Kewajiban Awak Kapal

1. Bekerja sekuat tenaga, wajib mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan


oleh nakhoda.
2. Tidak boleh membawa atau memiliki minuman keras, membawa barang
terlarang, senjata di kapal tanpa izin nakhoda ( Pasal 391 Kitab UndangUndang
Hukum Dagang).
3. Keluar dari kapal selalu dengan ijin nahkoda dan pulang kembali tidak
terlambat (Pasal 385 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
4. Wajib membantu memberikan pertolongan dalam penyelamatan kapal dan
muatan dengan menerima upah tambahan (Pasal 452/c Kitab Undang-undang
Hukum Dagang).
5. Menyediakan diri untuk nakhoda selama 3 hari setelah habis kontraknya untuk
kepentingan membuat kisah kapal (Pasal 452/b Kitab Undang-undang Hukum
Dagang).
6. Taat kepada atasan, teristemewa menjalankan perintah-perintah nahkoda
(Pasal 384 Kitab Undang-undang Hukum Dagang).
7. Kewajiban pelaut : Pasal 18 ayat 3 PP RI. No. 7 tahun 2000
adalahMelaksanakan tugas sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan sesuai
dengan perjanjian, menanggung biaya yang timbul karena kelebihan barang
bawaan di atas batas ketentuan yang ditetapkan perusahaan, mentaati perintah
perusahaan dan bekerja sesuai dengan jangka waktu perjanjian.

Pekerjaan Awak kapal di jelaskan di dalam :


a). Perjanjian kerja laut.
b). Sijil awak kapal.
c). Peraturan dinas di kapal yang di buat oleh Nakhoda.

Hak Perusahaan adalah mempekerjakan pelaut sesuai perjanjian. Kewajiban


Perusahaan adalah memenuhi semua hak pelaut sesuai perjanjian.

e. Kewajiban-kewajiban Nakhoda
Nakhoda disamping hak-hak dan kewenangan jabatan mempunyai kewajiban-
kewajiban terhadap kapal, anak buah kapal, pengusaha kapal, pemilik muatan,
pemerintah atau terhadap keselamatan pelayaran .

1. Kewajiban sebelum berlayar nakhoda harus meyakinkan bahwa kapal berada


dalam keadaan laik laut.
2. Kewajiban umum Nakhoda wajib mentaati peraturan–peraturan pengusaha
selama tidak menyimpang dari Perjanjian Kerja Lautnya dan undang-undang
atau kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lazim.
3. Kewajiban selama pelayaran. Nakhoda harus selalu berada di atas kapal selama
pelayaran.
4. Kewajiban untuk memberikan pertolongan bagi orang-orang yang dalam bahaya
di laut.
5. Kewajiban mengikuti haluan.
6. Kewajiban menyimpan dan merawat surat–surat kapal.
7. Kewajiban menyelenggarakan Buku Harian kapal.
8. Kewajiban untuk memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang berhak atas
kapal.
9. Kewajiban mentaati perintah penguasa.
10. Kewajiban melaksanakan register hukum.
11. Berusaha melakukan perbaikan-perbaikan guna meneruskan pelayaran dengan
cara bagaimanpun. Bilamana tidak bias mendapatkan biaya dari pengusaha atau
tidak mendapatkan hubungan dengan pengusaha, misalnya menggadaikan
kapalnya atau menjual sebagian muatan atau kapalnya untuk perbaikan guna
meneruskan pelayaran.
12. Berusaha menyelamatkan kapalnya dari penghancuran atau penangkapan dari
pihak lawan, jika negaranya dalam keadaan berperang, kemudian memasuki
pelabuhan aman dan melaporkan keadaannya kepada pengusaha dan
menunggu perintah selanjutnya.
13. Bertindak sebagai penuntut atau penggugat, apabila kapalnya disita atau
ditahan oleh suatu negar dan melaporkannya kepada pengusaha.
14. Mengatur pekerjaan anak buah kapal sebaik-baiknya asal tidak bertentangan
dengan undang-undang dan peraturan umum pengusaha.
15. Menindak anak buah kapal atau penumpang yang melakukan pelanggaran demi
terlaksananya tertib hukum dan disiplin.
16. Mengusahakan permakanan semua pelayar di atas kapal secara optimal.
17. Mengatur tempat tinggal anak buah kapal sesuai dengan persyaratan kesehatan
dan peraturan yang berlaku.
18. Menyerahkan semua dokumen-dokumen kapal (surat-surat kapal, sertifikat-
sertifikat) kepada pengusaha dengan mendapat tanda terima, setelah berakhir
suatu pelayaran.

f. Kewenangan lain dari Nahkoda

1. Dalam keadaan darurat berhak memakai bahan makanan milik pelayar.


2. Ditempat tidak ada perwakilan dapat mengadakan perlengkapan kapal.
3. Dalam keadaan mendesak diluar wilayah Indonesia berwenang menjual kapal.
4. Mempekerjakan atau menurunkan penumpang gelap.
5. Apabila dalam musyawarah dengan perwira diminta sumbangan pikiran nahkoda
bebas untuk menerima atau mengabaikan saran tersebut.
6. Ditempat yang tidak ada perwakilan perusahaan nahkoda berhak
menandatangani konosemen.
7. Menjatuhkan hukuman disipliner terhadap ABK berupa peringatan sampai
pemotongan upah maximum 10 hari kerja.
8. Sebagai wakil dari pengusaha kapal.

Pasal 143 UU RI No. 17 tahun 2008 tentang kepelautan menjelaskan bahwa : ayat
(1)Nakhoda berwenang memberikan tindakan disiplin atas pelanggaran yang
dilakukan setiap Anak Buah Kapal yang :

 Meninggalkan kapal tanpa izin Nakhoda;


 Tidak kembali ke kapal pada waktunya;
 Tidak melaksanakan tugas dengan baik;
 Menolak perintah penugasan;
 berperilaku tidak tertib; dan/atau
 berperilaku tidak layak.

Nakhoda
Ketentuan Pasal 341 dan Pasal 377 KUHD menyebutkan bahwa nahkoda adalah
pemimpin kapal, yaitu seorang tenaga kerja yang telah menandatangani perjanjian
kerja laut dengan perusahaan pelayaran sebagai nakhoda yang memenuhi syarat
dan tercantum dalam sijil anak buah kapal sebagai nakhoda ditandatangani dengan
mutasi dari perusahaan dan pencantuman namanya dalam surat laut. Nakhoda
dalam menjalankan tugasnya sehari-hari diatas kapal mempunyai jabatan penting.

“ Tugas Nakhoda Secara Umum “ yaitu :

1. Pemimpin kapal.
2. Pemegang kewibawan umum di atas kapal.
3. Pegawai kepolisian atau abdi hukum/jaksa.
4. Pegawai pencatatan sipil.
5. Notaris.
6. Nakhoda sebagai wakil perusahaan.
7. Nakhoda sebagai wakil muatan

1) Nahkoda sebagai Pemimpin kapal


Tugasnya selaku pemimpin kapal, mengandung arti nahkoda
merupakan pemimpin tertinggi dalam mengelola, melayarkan dan mengarahkan
kapal tersebut. Mampu membawa kapal dengan selamat kepelabuhan tujuan,
Mampu mengurus kapal, penumpang dan muatan,Mampu memelihara kapal agar
tetap layak Laut, mampu mengelola tertib administrasi kapal.
Demikian pula , setiap anak buah kapal akan turun ke darat bila kapal sedang
berlabuh, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu kepada nakhoda, dan jika ijin
tersebut ditolaknya, maka nakhoda harus menulis dalam buku harian kapal dengan
alasan yang cukup sebagaimana ditentukan pada pasal 385 KUHD. Selain itu
nakhoda harus melayarkan kapalnya dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman,
tepat waktu, praktis dan selamat.

2) Nahkoda sebagai pemegang kewibawaan umum di atas kapal

 Kewibawaan terhadap semua pelayar, artinya semua orang yang


berada di kapal, wajib menuruti perintahperintah nahkoda guna kepentinga
n keselamatan atau ketertiban umum. Berwibawa terhadap semua orang di
atas kapal demi keselamatan kapal.
 kewibawaan disiplin terhadap anak buah kapal, artinya : Berwibawa
menegakan disiplin di atas kapal, para awak kapal berada dibawah perintah
nahkoda.

3) Nahkoda sebagai kepolisian atau abdi hukum/jaksa


Di tengah laut nahkoda wajib menyelidiki atau mengusut kejahatan yang terjadi
di dalam kapalnya :

 Mengumpulkan bahan-bahan untuk proses verbal (mengumpulkan bahan-


bahan mengenai peristiwa yang terjadi).
 Menyita barang–barang bukti (menyita barang-barang yang dipakai
dalamperistiwa itu).
 Mendengar para tertuduh dan saksi serta mencatat dalam berita acara
keterangannya.
 Mengamankan tertuduh, mengambil tindakan terhadap tertuduh, menurut
kebutuhan. Misalnya mengasingkan (menutup) di dalam kamar tertutup.
 Menyerahkan berkas, barang bukti dan tertuduh kepada polisi setibanya kapal
kepada Pengadilan negeri di pelabuhan pertama yang disinggahi. Nahkoda wajib
pula mencatat peristiwanya dan tindakan-tindakan yang telah diambilnya di dalam
daftar hukuman.(Djoko Triyono, 2005:34).

4) Nahkoda sebagai pegawai catatan sipil


Apabila selama dalam pelayaran ada seseorang anak lahir atau seseorang
meninggal dikapal, nahkoda harus membuatkan akta-akta pencatatan sipil yang
bersangkutan di dalam buku harian kapal.

a) Pada kelahiran
Apabila ada seorang anak lahir, nahkoda harus membuat akta kelahiran didalam
buku harian kapal, dalam waktu 24 jam, dengan dihadiri oleh si ayah dan dua orang
saksi.

b) Pada Kematian
Apabila ada seorang meninggal dunia dikapal, nahkoda
harus membuat akta kematian juga dalam waktu 24 jam
dengan dihadiri pula oleh dua orang saksi. Sebab-sebab
kematian tidak boleh disebutkan, karena sebab-sebab kematian hanya dapat
diberikan oleh orang yang berwenang/ahli dengan otopsi. Nakhoda menyerahkan
berita acara kepada catatan sipil di pelabuhan berikutnya atau kalau di luar negeri
melalui perwakilan RI, baru dibuatkan akte kelahiran atau kematian.

5) Nakhoda menjabat sebagai wakil pengusaha kapal dalam hal :

 Penandatangan Perjanjian Kerja Laut.


 Pengaturan tugas anak buah kapal.
 penandatangan konosemen.
 pemungutan uang tambang atau upah-upah lain.
 memperlengkapi kapalnya untuk berlayar.
 sebagai tergugat dan penggugat untuk pengusaha dalam proses pengadilan.

6) Nakhoda sebagai wakil pemilik muatan


Dalam beberapa kasus nakhoda dapat menjabat sebagai wakil pemilik muatan
(pengirim atau penerima), hal ini terjadi jika :
a) Jika kapal ditahan atau disita, nakhoda mengambil tindakan untuk
menanggulanginya atas nama pemilik barang (KUHD pasal 369).
b) Jika memerlukan biaya untuk muatan, nakhoda boleh menjual sebagian muatan
(KUHD pasal 371).
c) Pengganti Nakhoda : jika nakhoda berhalangan atau nakhoda tidak mampu
memimpin kapal karena sesuatu hal, misalkan sakit dll, maka nakhoda di ganti oleh
Mualim I. Jika Mualim I juga berhalangan misalnya untuk datang, maka diganti oleh
Mualim lainnya berurutan menurut tingkatnya. Mualim yang dimaksud disini ialah
Mualim yang berijazah yang mempunyai wewenang untuk itu.
d) Mualim yang berwenang, sebab mungkin sekali di kapal ada mualim yang tidak
berwewenang misalnya untuk sesuatu pelayaran dan untuk besar kapalnya tertentu
hanya diwajibkan, nahkoda harus berijazah Mualim II.

DAFTAR PUSTAKA
Hadi. 2007. Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.Haryarindo. Jakarta.
Kansil, C.S.T., dan Christine, S.T.K. 2006. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia.Sinar Grafika. Jakarta.
Kadir, A.M. 2002. Hukum Pengangkutan Niaga. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Kartini, M. 2003. Perikatan yang Lahir dan Perjanjian.PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kartosapoetra, G. 1998. Hukum Perburuan di Indonesia Berdasarkan Pancasila.Sinar
Grafika. Jakarta
Niniek Suparni. 2000. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Rineka Cipta, Jakarta.
Poerwosutjipto, H.M.N. 1993. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jilid 5 Hukum
Pelayaran Laut dan Perairan Darat).
Djambatan, Jakarta. Redaksi Sinar Grafika. 2001. Propenas 2000-2004. Sinar Grafika.
Jakarta. _________2007.
Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025.Sinar
Grafika. Jakarta.
Soedjono Wiwoho. 1982. Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut.Bina Aksara, Jakarta.
Subekti, R. 1990. Hukum Perjanjian. PT. Intermasa. Jakarta.
Sudarsono. 2005. Kamus Hukum (Edisi Baru). Rineka Cipta. Jakarta. Tim Redaksi "Permata
Press". 2007.
Undang-Undang Ketenagakerjaan Edisi Tertangkap. Permata Press. Jakarta. Tim Redaksi
"Citra Umbara". 2007. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Citra Umbara. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai