Keahlian atau keterampilan yang dimiliki oleh seorang awak kapal, dari waktu ke
waktu perlu dibina keseimbangannya antara jumlah kesediaan dengan jumlah
kebutuhan pelaut. Bahwa untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai
penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang
berkeahlian, berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan
berlayar harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan cakap untuk melakukan
tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya dengan mempertimbangkan besaran
kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran
Mengingat tugas sebagai awak kapal memiliki ciri khusus yang antara lain
meninggalkan keluarga dalam waktu yang relatif lama, saat terjadi kerusakan kapal
harus menangani sendiri tanpa batas waktu dan jam kerja, dan bekerja pada segala
cuaca, maka diperlukan adanya pengaturan perlindungan kerja tersendiri. Atas
dasar hal-hal tersebut maka disusunlah peraturan pemerintah yang mengatur segala
sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, pelatihan, perijasahan, kewenangan
serta hak dan kewajiban pelaut.
b. Jabatan-Jabatan Kepelautan
Pengertian Jabatan-jabatan Kepelautan
1. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau di pekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatan yang tercantum dalam buku sijil (UU RI No. 17/2008 tentang pelayaran).
2. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (PP. RI No. 7 /2000 tentang
kepelautan).
3. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau yang dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
4. Anak kapal adalah mereka yang tercantum dalam daftar anak kapal (KUHD).
5. Anak buah kapal adalah awak kapal selain nakhoda ataupun pemimpin kapal
(PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan).
6. Anak Buah Kapal adalah Awak Kapal selain nakhoda (UU RI.No.17/2008 tentang
pelayaran).
7. Anak Buah Kapal adalah semua orang yang ada di kapal selain nakhoda
(KUHD).
8. Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau
keterampilan sebagai awak kapal ( PP 7/ 2000 tentang kepelautan ).
9. Nakhoda adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di atas
kapal serta menjadi wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai peraturan
perundang – undangan yang berlaku (UU RI No. 17/2008).
10. Nakhoda adalah orang yang memimpin kapal (KUHD pasal 34 ).
11. Nakhoda adalah salah seorang dari awak kapal yang menjadi pemimpin tertinggi
di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggug jawab tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (UU RI No. 17/2008).
12. Nakhoda kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum di
atas kapal serta mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (PP RI. No. 51 tahun 2002
tentang Perkapalan).
13. Pemimpin kapal adalah seorang dari awak kapal yang menjadi pimpinan umum
di atas kapal untuk jenis dan ukuran tertentu serta mempunyai wewenang dan
tanggung jawab tertentu, berbeda dengan yang di miliki Nakhoda (PP RI. No. 51
tahun 2002 tentang Perkapalan).
14. Perwira adalah mereka yang dalam daftar anak kapal di berikan pangkat sebagai
perwira ( KUHD ).
15. Rating adalah awak kapal selain nakhoda, para mualim, masinis dan operator
radio.
16. Perwira-perwira kapal : mualim, masinis dan operator radio, ahli mesin.
17. Pelayar adalah semua orang yang ada di atas kapal (PP RI. No. 51 tahun 2002
tentang Perkapalan).
18. Dinas awak kapal adalah pekerjaan yang lazimnya dikerjakan oleh anak kapal
yang diterima untuk bekerja di kapal, kecuali pekerjaan nakhoda.
19. Penumpang adalah mereka yang termasuk sebagai pelayar tetapi bukan
merupakan awak kapal di atas kapal dan mereka membayar untuk perjalanan
tersebut.
20. Penumpang adalah pelayar yang ada di atas kapal selain awak kapal dan anak
berumur kurang dari 1 (satu) tahun (PP RI. No. 51 tahun 2002 tentang
Perkapalan).
21. Operator kapal adaah orang atau badan hukum yang mengoperasikan kapal (PP
RI. No. 51 tahun 2002 tentang Perkapalan).
Adapun syarat-syarat wajib yang harus dipenuhi untuk dapat bekerja sebagai anak
buah kapal sesuai dengan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000
tentang Kepelautan, antara lain:
gaji;
jam kerja dan jam istirahat;
jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal;
kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan;
kesempatan mengembangkan karier;
pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan atau minuman; dan
pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan
kerja.
Kapal dengan pemilik atau operator kapal sesuai dengan peraturan perundang-
undangan Pasal 152 UU No. 17 tahun 2008 menerangkan bahwa :
Ketentuan di atas tidak berlaku bagi pelaut muda, artinya mereka berumur
antara 16 tahun sampai 18 tahun tidak boleh bekerja melebihi 8 jam sehari dan 40
jam seminggu serta tidak boleh dipekerjakan pada waktu istirahat, kecuali dalam
pelaksanaan tugas darurat demi keselamatan berlayar. Dalam perjanjian kerja laut
upah yang dimaksud tidak termasuk tunjangan atas upah lembur atau premi
sebagaimana diatur dalam pasal : 402, 409, dan 415 Kitab Undang-Undang hukum
dagang (KUHD).
Biasanya jumlah upah yang diterima anak buah kapal paling sedikit adalah yang
sesuai dengan yang tertuang dalam perjanjian laut, kecuali upah yang dipotong
untuk hal-hal yang sudah disetujui oleh anak buah kapal tersebut atau pemotongan
yang didasarkan pada hukum yang berlaku. Pengaturan mengenai pemotongan
tersebut sehingga gaji bisa berkurang menurut pasal 1602r Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah sebagai berikut :
Selain itu juga harus diperhatikan bahwa upah anak buah kapal dapat
bertambah besarnya (bertambah) karena:
Pengganti libur yang seharusnya dinikmati anak buah kapal, akan tetapi tidak
diambilnya (Pasal 409 dan 415 KUH Dagang ) atau atas permintaan pengusaha
angkutan perairan paling sedikit 20 hari kalender untuk setiap jangka waktu 1
tahun bekerja akan mendapatkan imbalan
upah sejumlah cuti yang tidak dinikmati (Pasal 24 PP No.7 tentang
kepelautan).
Pembayaran waktu tambahan pelayaran, jika perjanjian kerja laut untuk suatu
pelayaran karena suatu kerusakan, sehingga terpaksa berhenti di pelabuhan
darurat (Pasal 423 KUH Dagang).
Pembayaran kerja lembur, yaitu jam kerja melebihi jam kerja wajib. Khusus
untuk upah lembur hari minggu dihitung dua kali lipat pada hari
biasa. Menurut Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tentang Kepelautan,
Perhitungan upah lembur sebagai berikut :
Hak cuti ini gugur bila diajukan sebelum satu tahun masa kerjanya berakhir.
Hak ini berlaku untuk perjanjian kerja laut yang didasarkan atas pelayaran. Pasal
415 KUH Dagang yang menyebutkan :
“Bilamana anak buah kapal telah bekerja selama setahun terus menerus
sedangkan perjanjian kerja lautnya bukan perjanjian kerja laut pelayaran, maka
berhak atas cuti selama 7 hari kerja atau dua kali lima hari kerja dengan upah penuh
“
Selama anak buah kapal sakit atau kecelakaan ia berhak atas upah sebesar 80 %
dengan syarat tidak lebih dari 28 minggu
(Pasal 416a KUH Dagang) dan jaminan diperoleh disamping biaya perawatan
sampai sembuh. Pasal tersebut mensyaratkan bahwa anak
buah kapal mengadakan perjanjian kerja laut untuk waktu paling sedikit satu
tahun atau bekerja terus menerus selama paling sedikit satu setengah tahun.
Demikian juga sebaliknya, Pasal 416b Kitab Undang-undang hukum dagang
menentukan bahwa jika anak buah kapal mengadakan perjanjian kerja laut kurang
dari satu tahun, maka ia hanya mendapat perawatan sampai sembuh, dan upah
yang diterima diperhitungkan dengan interval waktu tidak
kurang dari 4 (empat) minggu tapi tidak lebih dari 26 (dua puluh enam) minggu.
aminan-jaminan dalam hal perawatan dapat ditolak oleh perusahaan pelayaran,
apabila:
1. Tuntutan ganti rugi bila terbukti kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian
pihak perusahaan pelayaran
2. Jika kecelakaan menimpa anak buah kapal dan mengakibatkan meninggal, maka
ganti ruginya diberikan kepada ahli warisnya
3. Penggantian akibat kecelakaan ditambah dengan hak-hak atas perawatan.
(2) Jika awak kapal kehilangan beberapa anggota badan sekaligus besarnya
santunan ditentukan dengan menjumlahkan persentase dengan ketentuan tidak
melebihi jumlah sebagaimana ditetapkan dalam ayat (1) huruf a.
Berdasarkan Pasal 31 (PP. No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.)
1. Jika awak kapal meninggal dunia di atas kapal, pengusaha angkutan di perairan
wajib menanggung biaya pemulangan dan penguburan jenazahnya ke tempat
yang dikehendaki oleh keluarga yang bersangkutan sepanjang keadaan
memungkinkan.
2. Jika awak kapal meninggal dunia, pengusaha angkutan di perairan wajib
membayar santunan :
a) Awak kapal berhak atas perlakuan yang patut. Hal ini tercermin dari beberapa
alasan mendesak untuk awak kapal yang dapat membatalkan perjanjian kerja laut.
Jika diperlakukan itu merupakan penghinaan atau merusak nama baik awak kapal
maka awak kapal yang bersangkutan mempunyai hak untuk menuntut ganti rugi
atas penghinaan tersebut.
b) Awak kapal berhak meminta izin mempelajari Perjanjian Kerja Laut dan melihat
sijil anak buah kapal.
c) Anak Buah kapal berhak mengadukan nakhoda kepada syahbandar atau konsul
(di luar negeri) jika ternyata mereka diberi perintah oleh nakhoda yang bertentangan
dengan hukum.
d) Anak buah Kapal berhak mengetahui tujuan kapalnya.
e) Bilamana 1/3 atau lebih anak buah kapal meminta untuk diadakan penyelidikan
terhadap makanan tersebut harus diselidiki apakah pantas dan memenuhi syarat gizi
atau sesuai dengan perjanjian.
f) Jika makanan tidak diberikan, maka awak kapal berhak menuntut ganti rugi sesuai
dengan nilai makanan yang tidak diberikan.
g) Anak buah kapal berhak naik banding ke pengadilan Negeri atas hukuman yang
dijatuhkan oleh nakhoda jika hukuman tersebut dianggap tidak sepatutnya.
6. Hak Pengangkutan
a). Setelah berakhirnya PKL atau kapalnya musnah atau dimutasikan ke kapal (Lain)
berhak atas angkutan cuma-cuma ke tempat dimana perjanjian kerja laut
ditandatangani atau ke tempat tinggal awak kapal atau ke tempat lain yang
dicantumkan dalam perjanjian.
b). Pelaut Indonesia yang terlantar di luar negeri, berhak untuk mendapat
pengangkutan pulang ke Indonesia, atas permintaan konsul Indonesia atau pejabat
setempat. Berdasarkan PP No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan pasal 26
menerangkan bahwa :
1. Awak kapal yang habis masa kontrak kerjanya harus dikembalikan ke tempat
domisilinya atau ke pelabuhan ditempat perjanjian kerja laut ditandatangani.
2. Jika awak kapal memutuskan hubungan kerja atas kehendak sendiri, pengusaha
angkutan dibebaskan dari kewajiban pembiayaan untuk pemulangan yang
bersangkutan.
3. Apabila masa kontrak dari awak kapal habis masa berlakunya pada saat kapal
dalam pelayaran, awak kapal yang bersangkutan diwajibkan meneruskan
pelayaran sampai di pelabuhan pertama yang disinggahi dengan mendapat
imbalan upah dan kesejahteraan sejumlah hari kelebihan dari masa kontrak.
4. Biaya-biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (3), merupakan
tanggungan pengusaha angkutan diperairan yang meliputi biaya-biaya
pemulangan, penginapan dan makanan sejak diturunkan dari kapal sampai tiba
ditempat domisilinya.
e. Kewajiban-kewajiban Nakhoda
Nakhoda disamping hak-hak dan kewenangan jabatan mempunyai kewajiban-
kewajiban terhadap kapal, anak buah kapal, pengusaha kapal, pemilik muatan,
pemerintah atau terhadap keselamatan pelayaran .
Pasal 143 UU RI No. 17 tahun 2008 tentang kepelautan menjelaskan bahwa : ayat
(1)Nakhoda berwenang memberikan tindakan disiplin atas pelanggaran yang
dilakukan setiap Anak Buah Kapal yang :
Nakhoda
Ketentuan Pasal 341 dan Pasal 377 KUHD menyebutkan bahwa nahkoda adalah
pemimpin kapal, yaitu seorang tenaga kerja yang telah menandatangani perjanjian
kerja laut dengan perusahaan pelayaran sebagai nakhoda yang memenuhi syarat
dan tercantum dalam sijil anak buah kapal sebagai nakhoda ditandatangani dengan
mutasi dari perusahaan dan pencantuman namanya dalam surat laut. Nakhoda
dalam menjalankan tugasnya sehari-hari diatas kapal mempunyai jabatan penting.
1. Pemimpin kapal.
2. Pemegang kewibawan umum di atas kapal.
3. Pegawai kepolisian atau abdi hukum/jaksa.
4. Pegawai pencatatan sipil.
5. Notaris.
6. Nakhoda sebagai wakil perusahaan.
7. Nakhoda sebagai wakil muatan
a) Pada kelahiran
Apabila ada seorang anak lahir, nahkoda harus membuat akta kelahiran didalam
buku harian kapal, dalam waktu 24 jam, dengan dihadiri oleh si ayah dan dua orang
saksi.
b) Pada Kematian
Apabila ada seorang meninggal dunia dikapal, nahkoda
harus membuat akta kematian juga dalam waktu 24 jam
dengan dihadiri pula oleh dua orang saksi. Sebab-sebab
kematian tidak boleh disebutkan, karena sebab-sebab kematian hanya dapat
diberikan oleh orang yang berwenang/ahli dengan otopsi. Nakhoda menyerahkan
berita acara kepada catatan sipil di pelabuhan berikutnya atau kalau di luar negeri
melalui perwakilan RI, baru dibuatkan akte kelahiran atau kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi. 2007. Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.Haryarindo. Jakarta.
Kansil, C.S.T., dan Christine, S.T.K. 2006. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia.Sinar Grafika. Jakarta.
Kadir, A.M. 2002. Hukum Pengangkutan Niaga. PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Kartini, M. 2003. Perikatan yang Lahir dan Perjanjian.PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Kartosapoetra, G. 1998. Hukum Perburuan di Indonesia Berdasarkan Pancasila.Sinar
Grafika. Jakarta
Niniek Suparni. 2000. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.Rineka Cipta, Jakarta.
Poerwosutjipto, H.M.N. 1993. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jilid 5 Hukum
Pelayaran Laut dan Perairan Darat).
Djambatan, Jakarta. Redaksi Sinar Grafika. 2001. Propenas 2000-2004. Sinar Grafika.
Jakarta. _________2007.
Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025.Sinar
Grafika. Jakarta.
Soedjono Wiwoho. 1982. Hukum Perkapalan dan Pengangkutan Laut.Bina Aksara, Jakarta.
Subekti, R. 1990. Hukum Perjanjian. PT. Intermasa. Jakarta.
Sudarsono. 2005. Kamus Hukum (Edisi Baru). Rineka Cipta. Jakarta. Tim Redaksi "Permata
Press". 2007.
Undang-Undang Ketenagakerjaan Edisi Tertangkap. Permata Press. Jakarta. Tim Redaksi
"Citra Umbara". 2007. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Citra Umbara. Bandung.