Fitri
Hikmah Idul Fitri
Idul Fitri selalu hadir sebagai penutup ibadah puasa
Ramadhan setiap tahun. Sudah barang tentu kita
semua bersama seluruh kaum muslimin senantiasa
menyambut dan merayakannya dengan rasa penuh
kegembiraan, keceriaan, kebahagiaan dan kesuka
citaan. Namun yang perlu menjadi pertanyaan
adalah: sudah benarkah sikap dan cara kita selama
ini dalam memaknai, menyambut dan merayakan Idul
Fitri? Ini yang harus selalu menjadi bahan renungan
dan muhasabah (introspeksi atau evaluasi diri) kita
setiap saat, khususnya setiap kali kita berjumpa
dengan Idul Fitri seperti hari ini.
1.Hikmah Kegembiraan dan Kesyukuran
Hikmah pertama yang sangat menonjol dari momen idul fitri adalah hikmah kegembiraan
dan kesyukuran. Ya, semua kita bergembira dan bersuka ria saat menyambut Idul Fitri
seperti sekarang ini. Dan memang dibenarkan bahkan disunnahkan kita bergembira,
berbahagia dan bersuka cita pada hari ini. Karena makna dari kata ‘ied itu sendiri adalah
hari raya, hari perayaan, hari yang dirayakan. Dan perayaan tentu identik dengan
kegembiraan dan kebahagiaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah
menegaskan itu dalam hadits shahihnya.
ش ُر َأ ْم َثالِ َها ِإلَىْ سنَةُ َع َ ضاعَفُ ا ْل َح َ ُ “ ُك ُّل َع َم ِل ا ْب ِن آ َد َم ي:لَّ َم$س
َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو ُ ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل قَا َل َر
َ ِ سو ُل هَّللا ِ عَنْ َأ ِبي هُ َر ْي َرةَ َر
َّ ط َعا َمهُ ِمنْ َأ ْجلِي) لِل
صاِئ ِم فَ ْر َحتَا ِن فَ ْر َحةٌ ِع ْن َد فِ ْط ِر ِه َ ش ْه َوتَهُ َو َ ع ُ ص ْو َم فَِإنَّهُ لِي َوَأنَا َأ ْج ِزي بِ ِه يَ َد
َّ (ِإاَّل ال:ف قَا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل
ٍ ض ْع
ِ س ْبع ِماَئة
َ
.)س ِك” (متّفق عليه ْ يح ا ْل ِم
ِ ب ِع ْن َد هَّللا ِ ِمنْ ِر َأ
ُ ََوفَ ْر َحةٌ ِع ْن َد لِقَا ِء َربِّ ِه َولَ ُخلُوفُ ِفي ِه ْطي
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan (penaklukan Mekkah).Dan kamu
lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka (sebagai bentuk
syukur) bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan beristighfarlah kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat” (QS. An-Nashr: 1-3).
Hikmah Kefitrahan
Biasa juga dikatakan bahwa, dengan hadirnya Iedul fitri
berarti kita kaum muslimin kembali kepada fitrah, kembali
kepada kesucian. Dan itu benar. Karena jika benar-benar
dioptimalkan, maka Ramadhan dengan segala amaliah
istimewanya adalah salah satu momentum terbaik bagi
peleburan dosa dan penghapusan noda yang mengotori hati
dan jiwa kita serta membebani diri kita selama ini.
سابًا ْ ان ِإي َمانًا َو
َ ِاحت َ ضَ صا َم َر َم َ ْ“ َمن :سلَّ َم َ صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو ُ عَنْ َأبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َر
َ ِ سو ُل هَّللا
.) َذ ْنبِ ِه” (متّفق علَ ْيه ُْغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِمن
Dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa karena iman
dan mengharap pahala (dan ridha Allah), maka niscaya
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR. Muttafaq
‘alaih).
Hikmah Kepedulian
Islam adalah agama peduli. Oleh karenanya ummatnyapun adalah
ummat peduli. Dan sifat serta karakter kepedulian itu begitu tampak
nyata dan terbukti secara mencolok selama bulan mulia yang baru saja
berlalu. Dimana semangat berbagi dan spirit memberi melaui sunnah
berinfak dan bersedekah serta kewajiban berzakat, begitu indah
menghiasi hari-hari penuh peduli sepanjang bulan Ramadhan. Dan itu
semua tidak lain dalam rangka meniru dan mencontoh keteladanan
terbaik dari Baginda Rasul tercinta shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selama Ramadhan, suasana dan nuansa kebersamaan serta persatuan ummat begitu
kental, begitu terasa dan begitu indah. Mengawali puasa bersama-sama (seharusnya dan
sewajibnya), bertarawih bersama (disamping jamaah shalat lima waktu juga lebih banyak
selama Ramadhan), bertadarus bersama, berbuka bersama, beri’tikaf bersama, berzakat
fitrah bersama, dan beriedul fitri bersama (semestinya!).
Dan hal itu karena memang ibadah dan amaliah Ramadhan serta ‘Iedul Fithri adalah
bersifat jama’iyah, kolektif, dan serba bersama-sama. Tidak bisa dan tidak boleh sendiri-
sendiri.