Anda di halaman 1dari 20

TATA CARA

PERNIKAHAN
SYAR’I

Cahyadi Takariawan
MAKNA NIKAH

– Perkawinan / pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat


atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah.
– Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah
– (Bab II Pasal 2 dan 3 Kompilasi Hukum Islam / KHI).
DEFINISI PERKAWINAN

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang


pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa
(Bab I Pasal 1 UU nomer 1 tahun 1974).
KHITBAH

– KHI menyatakan, peminangan ialah kegiatan dan upaya ke arah


terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan
seorang wanita.
– Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang
berkehendak mencari pasangan jodoh, namun dapat pula
dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.
– Peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih
perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahya.
Rukun Nikah

– Menurut KHI, untuk melaksanakan


perkawinan harus ada : (a) calon suami (b)
calon isteri (c) wali nikah (d) dua orang saksi,
dan (e) ijab dan kabul.
KETENTUAN UMUR

– Syari’at Islam tidak secara spesifik memberikan batasan


umur calon mempelai.
– KHI menyatakan, untuk kemaslahatan keluarga dan
rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon
mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan
dalam pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 yakni
calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan
calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
IZIN MENIKAH

– Adapun bagi calon mempelai yang belum


mencapai umur 21 tahun, KHI menyatakan harus
mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam
pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan (5) UU No.1 Tahun
1974.
PERSETUJUAN DAN KERELAAN

– KHI menyatakan, perkawinan didasarkan atas persetujuan calon


mempelai. Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat
berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau
isyarat; tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada
penolakan yang tegas.
– KHI menyatakan, sebelum berlangsungnya perkawinan, Pegawai
Pencatat Nikah menanyakan lebih dahulu persetujuan calon
mempelai di hadapan dua saksi nikah. Bila ternyata perkawinan
tidak disetujui oleh salah seorang calon mempelai maka
perkawinan itu tidak dapat dilangsungkan.
KEWAJIBAN ADANYA WALI

– KHI menyatakan, wali nikah dalam perkawinan


merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon
mempelai wanita yang bertindak untuk
menikahkannya.
– Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-
laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim,
aqil dan baligh.
WALI NASAB DAN WALI HAKIM

– KHI menyatakan, wali nikah ada dua jenis, yaitu: Wali Nasab dan Wali
Hakim
– Menurut KHI, wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri
Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan
kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah.
– KHI menyatakan, wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah
apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya;
atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau
enggan.
SAKSI NIKAH

– KHI menyatakan, saksi dalam perkawinan merupakan rukun


pelaksanaan akad nikah. Setiap perkawinan harus disaksikan
oleh dua orang saksi.
– Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah
seorang laki-laki muslim, adil, aqil baligh, tidak terganggu
ingatan dan tidak tuna rungu atau tuli.
– KHI menyatakan, saksi harus hadir dan menyaksikan secara
langsung akad nikah serta menandatangani Akta Nikah pada
waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan.
AKAD NIKAH

– Menurut KHI, akad nikah ialah rangkaian ijab yang


diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan
oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh
dua orang saksi.
– KHI memberikan ketentuan, ijab dan kabul antara
wali dan calon mempelai pria harus jelas
beruntun dan tidak berselang waktu.
IJAB KABUL

– KHI menyatakan, akad nikah dilaksanakan sendiri


secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan,
namun wali nikah juga bisa mewakilkan kepada
orang lain.
– Sedangkan yang berhak mengucapkan kabul ialah
calon mempelai pria secara pribadi.
MAHAR NIKAH

– Menurut KHI, mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria


kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau
jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
– KHI menyatakan, calon mempelai pria wajib membayar mahar
kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk dan jenisnya
disepakati oleh kedua belah pihak.
– Adapun penentuan mahar dilakukan berdasarkan atas
kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran Islam.
PERKAWINAN YANG DILARANG

– KHI menyatakan, dilarang melangsungkan


perkawinan antara seorang pria dengan seorang
wanita disebabkan oleh tiga hal berikut:
– Karena pertalian nasab
– Karena pertalian kerabat semenda
– Karena pertalian sesusuan
WALIMAH PESTA PERKAWINAN

– “Rasulullah Saw. telah menikah dengan Shafiyah


dengan mahar pembebasannya (sebagai tawanan
Perang Khaibar) dan mengadakan upacara pesta
perkawinan selama tiga hari” (Dibawakan oleh
Abu Yu’la dalam Sahih Bukhari).
KHALWAH

– Khalwah, yaitu ‘berkumpulnya istri dan suami setelah akad


nikah yang sah, di suatu tempat yang memungkinkan bagi
keduanya untuk bermesraan secara leluasa, dan keduanya
merasa aman atau terjamin dari datangnya seseorang kepada
mereka berdua. Pada mereka berdua tidak ada sesuatu
penghalang yang bersifat alami, atau jasmani, atau syar’i,
yang dapat mengganggu mereka berdua dalam bermesraan
atau bercumbu (Wahb Az-Zuahili dalam Fiqhul Islam wa
Adillatuhu).
MENDOAKAN ISTRI

– Di antara Sunah kenabian adalah doa suami untuk istri ketika bertemu setelah akad
nikah dan walimah. Caranya adalah dengan meletakkan tangan kanan suami ke
bagian kening istri (tempat tumbuhnya rambut), sembari mengucapkan doa.
– Allahumma inni as-aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha alaih, wa a’udzu bika
min syarriha wa syarri ma jabaltaha alaih. Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan
kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan
kejelekan tabiat yang ia bawa.’” (HR. Abu Daud, no. 2160; Ibnu Majah, no. 1918. Al-
Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
SHALAT SUNNAH PENGANTIN

– Suami dan istri hendaknya melaksanakan


shalat berjamaah dua rakaat dengan suami
sebagai imam.
– Hal ini untuk membuat awalan yang baik
dalam kehidupan rumah tangga mereka.
DOA HUBUNGAN SUAMI ISTRI

– Jika salah seorang dari kalian (yaitu suami) ingin berhubungan


intim dengan istrinya, lalu ia membaca do’a: “Bismillah
Allahumma jannibnasy syaithana wa jannibisy syaithana ma
razaqtana. Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah
kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang
Engkau anugerahkan kepada kami”, kemudian jika Allah
menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan intim tersebut,
maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut
selamanya” (HR. Bukhari, no. 6388; Muslim, no. 1434).

Anda mungkin juga menyukai