Anda di halaman 1dari 8

NASIB

PERUSAHAAN
RITEL PADA SAAT
PANDEMIC
COVID-19
Pandemi COVID-19 telah menggerus daya beli masyarakat. Menurut hitung-
hitungan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas),
pandemi telah menggerus daya beli masyarakat hingga Rp362 triliun.

Hilangnya daya beli disebabkan oleh berkurangnya jam kerja selama masa
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai daerah Indonesia untuk
mengantisipasi penyebaran Corona atau COVID-19.

2
Anjloknya daya beli masyarakat berpengaruh pada kinerja industri ritel. Ketua Umum Asosiasi Peritel Indonesia
(Aprindo) Roy Mandey memperkirakan industri ritel hanya akan tumbuh 3-3,5 persen pada tahun ini. Angka itu
berarti turun lebih dari setengahnya dibandingkan pertumbuhan industri ritel pada tahun 2019 yang mencatat
angka 8-8,5 persen.
PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) memperkirakan akan ada penurunan pendapatan hingga 25%.
Sementara laba bersih diperkirakan turun lebih dari 75%. Matahari sendiri melaporkan belum ada PHK
karyawan, tetapi ada 5.623 karyawannya yang dirumahkan. Sebanyak 12.080 karyawan lainnya juga terkena
dampak pemotongan gaji.
BI mencatat penurunan penjualan terdalam dialami subkelompok sandang minus 70,9% serta kelompok barang
budaya dan rekreasi sebesar minus 48,5%. Pada Mei, penurunannya diperkirakan lebih besar hingga minus
22,9%. Semua kelompok komoditas yang disurvei diperkirakan mengalami kontraksi. Subkelompok sandang
diprediksi masih mengalami penurunan terbesar hingga minus 77,8%.

3
Indeks Kelompok Jakarta Indeks
Penjualan Sandang mencatat Penjualan
Riil (IPR) mengalami penurunan Riil (IPR)
April 2020 penurunan penjualan Mei
terbesar: eceran diprediksi
terbesar: turun lebih
tajam:
Insert Image
-16,9% -77,8% -46,7%
-22,9%

Penyebab IPR anjlok:

Pemberlakuan PSBB yang berdampak pada


penurunan permintaan
Adapun terkait daya beli masyarakat,
Roy menjelaskan kini terjadi
fenomena dimana kelompok
menengah bawah yang menurun daya
beli akibat pendapatan yang
berkurang, dan kelompok menengah
KEMUDIAN KELOMPOK MASYARAKAT MENENGAH atas yang menahan belanja lantaran
KEBAWAH DENGAN KONDISI PANDEMI AKAN LEBIH
membatasi dalam beraktivitas di luar
MEMPRIORITASKAN PADA PEMENUHAN KEBUTUHAN
POKOK SEHARI-HARI. rumah karena pandemi. Hal itu
lantaran kelompok masyarakat ini
dinilai lebih memperhatikan pada isu
DIMANA KELOMPOK INI MENJADI YANG BANYAK
MERASAKAN DAMPAK PANDEMI SEPERTI kesehatan.
DIRUMAHKAN YANG MEMBUAH UPAH YANG DITERIMA
TIDAK 100%, BAHKAN SAMPAI TERKENA PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA. HAL ITU YANG MEMBUAT
5 PENDAPATAN DARI KELOMPOK INI BEKURANG
HINGGA AKHIRNYA BERIMBAS PADA DAYA BELI
pada saat pemberlakuan PSBB total, kunjungan
pada ritel modern hanya seperlima dari kondisi
normal. Sementara itu ketika status berubah
menjadi PSBB transisi kunjungan sedikit naik
menjadi 25% hingga 30% dari biasanya.
Roy menjelaskan, terkait jenis barang yang
menjadi jawara ketika pandemi, ialah kebutuhan
yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan.
Kelipatan permintaan pada produk kebersihan dan
kesehatan bisa mencapai 150%-200% dari kondisi
normal. Tak hanya itu, produk makanan dan
minuman siap saji juga turut meningkat

Jika dilihat dari strata kebutuhan, Roy mengungkapkan untuk kebutuhan tersier dinilai Aprindo hilang
selama masa pandemi Covid-19. Selain itu basket size masyarakat juga mengecil, misalnya dalam
perhitungan peritel seseorang yang masuk ke supermarket akan mengeluarkan rata-rata Rp 200.000 - Rp
250.000 untuk belanja kini kemungkinan hanya Rp 100.000.

6
STRATEGI PEMASARAN
PRODUK DI TENGAH
PANDEMI CORONA
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.

“QUOTE” Maecenas porttitor congue massa. Fusce posuere, magna


sed pulvinar ultricies, purus lectus malesuada libero, sit

Anda mungkin juga menyukai