Anda di halaman 1dari 6

Fast Moving Consumer Goods (FMCG)

Berdasarkan benchmarking dari beberapa Perusahaan baik Tbk maupun non Tbk, diperoleh
informasi sebagai berikut;

Tren Q1 2020 vs Q1 2019

 PT. Unilever Indonesia Tbk


(Product Home and Personal Care, food and refreshment category)
Penjualan meningkat meningkat sebesar 4.58% dan laba bersih juga meningkat sebesar
10.20%
 PT. Mandom Indonesia Tbk
(Hair care, skincare, cosmetic)
Penjualan turun sebesar 21.74% dan laba bersih turun sebesar 89.2%
 PT. Bumi Alam Segar
Penjualan meningkat 4% dan laba bersih juga mengalami peningkatan sekitar 5-10%

Pada Q1 2020, rata- rata Perusahaan FMCG yang memproduksi product personal care, f&b, and
toiletries masih memperoleh peningkatan penjualan dan laba. Sedangkan untuk Perusahaan FMCG
yang memproduksi produk cosmetic sudah menunjukan penurunan yang cukup significant.
Semenjak pandemi Covid-19 diumumkan awal March 2020, masyarakat sangat concern dan tak
sedikit yang mengalami panic buying untuk produk- produk esential (makanan, toiletries dan
personal care) karena maraknya issue lock down yang akan menyebabkan masyarakat sulit untuk
membeli keperluan pokok mereka. Sementara untuk produk FMCG seperti halnya cosmetic tidak
menjadi kebutuhan yang mendesak bagi masyarakat.

Tren Q2 2020 vs Q2 2019

Berdasarkan data dari Gabungan Makanan & Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), konsumsi
rumah tangga turun 5,02% ke 2,84% selama Q1 hingga Q2, dengan 44% berasal dari kontribusi
makanan dan minuman. Pengeluaran per kapita masyarakat Indonesia 50% nya untuk pangan,
dengan porsi pangan olahan mencapai 17%. Sebagai salah satu produk dari industri Fast Moving
Consumer Good (FMCG), industri makanan dan minuman cukup terdampak pada Covid-19. Namun
tidak semua sektor makanan dan minuman menurun. Ada beberapa jenis yang meningkat karena
tren work from home, seperti susu, bumbu, sampai tepung. Sama seperti halnya makanan pelengkap
seperti snack.

Kemudian, untuk product personal care dan toiletries pada Q2, 2020 diprediksi masih mengalami
peningkatan penjualan, rata-rata peningkatannya sebesar 7%. Hal tersebut karena penyebaran
Covid-19 yang semakin meluas, masyarakat cenderung menjadi lebih peduli akan kebersihan.
Sehingga penjualannya masih cukup baik pada Q2, 2020.

Berbeda dengan product FMCG cosmetic, pada Q2, 2020 trennya masih mengalami penurunan 30-
60%. Penurunan tersebut masih diakibatkan oleh factor penurunan daya beli masyarakat untuk
product non-essential. Selain itu, tutupnya mall-mall yang dimulai sejak akhir Maret 2020 karena
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi salah satu penyebab merosotnya tren penjualan
cosmetic pada periode ini, karena rata-rata penjualan cosmetic banyak dijual melalui counter-
counter di mall.
Cara pembayaran umum sektor FMCG Q1- Q2

 Pembayaran kepada supplier untuk Perusahaan FMCG yang memiliki product beragam
terutama untuk personal care dan makanan masih cukup baik (perputaran penjualannya
cukup cepat). Apalagi untuk perusahaan yang sudah memiliki jangkauan distribusi yang luas.
Sayangnya, untuk Perusahaan yang hanya memproduksi/ menjual produk FMCG khusus
untuk product tertentu (misal 1 product) itu akan sangat sulit ditengah pandemi saat ini.
Apalagi product yang dipasarkan hanya menjangkau area pemasaran tertentu/ segmen
tertentu.
 Pembayaran yang cukup terhambat baik kepada pemasok maupun dari customer adalah
untuk Perusahaan FMCG yang memproduksi cosmetic/ produk perawatan. Perputaran
penjualan yang cukup lambat (karena rata2 customer akan menahan pengeluarannya untuk
product non-esential.

Tantangan Perusahaan FMCG dimasa Pandemi Covid-19, 2020

 Terutama dalam hal pemasaran product, di Era New Normal ini peranan pemasaran secara
online menjadi pilihan bagi pelanggan untuk berbelanja kebutuhan sehari- hari. Perusahaan
FMCG yang belum memiliki channel pemasaran online harus semakin aware terhadap
teknologi ini.
 Perusahaan FMCG dengan product tertentu harus memikirkan bagaimana melakukan
diversifikasi product agar memiliki banyak varian terutama pada product yang diminati
masyarakat.
 Perang harga juga menjadi tantangan pada industri FMCG, karena bagaimanapun pelanggan
akan lebih selektif untuk membelanjakan uangnya dimasa pandemi ini karena gempuran
PHK dan sulitnya keuangan terutama bagi masyarakat menengah kebawah.

Pharmacy
Berdasarkan benchmarking dari beberapa Perusahaan baik Tbk maupun non Tbk, diperoleh
informasi sebagai berikut;

Tren Q1 2020 vs Q1 2019

 PT. Kalbe Farma Tbk


(Ethical product, produk kesehatan, nutrition)
Penjualan meningkat sebesar 8% dan laba bersih juga meningkat sebesar 12.5%
 PT. Ferron Par Pharmaceuticals
(Ethical product, OTC)
Penjualan meningkat sebesar 7%
 PT. Genero Pharmaceutical
(Dhermatology product)
Penjualan turun sebesar 30%

Pada Q1, 2020, industry Pharmacy khususnya untuk ethical product (obat dengan resep
dokter), product kesehatan, nutrition, obat OTC (Over The Counter) rata-rata masih
membukukan kenaikan. Hal tersebut karena masyarakat berusaha menjaga tubuhnya agar
tetap sehat dimasa pandemic Covid-19.

Namun untuk product farmasi dengan jenis dhermatology mengalami penurunan yang
cukup significant. Gaya hidup masyarakat saat Covid-19 merebak di Indonesia menjadi salah
satu faktor terbesar penurunan. Masyarakat diminta untuk tinggal di rumah dan segala
bentuk perawatan yang biasa dilakukan di klinik kecantikan dan di rumah sakit menjadi
tertunda hingga pandemic usai.

Tren Q2 2020 vs Q2 2019

Pada Q2, 2020, Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GP Farmasi) mencatatkan adanya lonjakan
penjualan multivitamin kombinasi B complex dan vitamin C. Peningkatan ini sebagai akibat makin
merebaknya virus corona yang membuat banyak orang berbondong-bondong membeli vitamin
untuk menjaga daya imunitas tubuhnya. Sehingga membuat penjualan produk ini meningkat sekitar
10%.

Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) juga meminta para produsen obat untuk menyusun
ulang strategi produksi, pemasaran hingga mengarahkan ke strategi diversifikasi.  Wabah membuat
penjualan industri obat didominasi oleh produk-produk vitamin untuk meningkatkan daya tahan
tubuh.

Pengusaha sebisa mungkin diimbau mengubah portofolio produk yang dijual untuk disesuaikan
dengan perubahan perilaku hidup masyarakat. Tak hanya itu, pemasaran obat juga bisa lebih
digencarkan melalui platform  online atau e-commerce.

Selain itu, Perusahaan diminta untuk tidak memproduksi obat- obatan yang minim permintaan .
Meski sebenarnya situasi penyakit di Indonesia belum banyak berubah, sebagian adalah infeksi
karena pola hidup. Namun perlahan dengan pola hidup menjadi lebih bersih saat new normal infeksi
akan berkurang.

Kemudian, untuk product farmasi (dhermatology product) pada Q2, 2020 semakin mengalami
penurunan lebih dari 50% . Masyarakat semakin menggeser kebutuhannya akan product ini dan
mengalihkannya untuk product yang lebih bermanfaat pada kesehatan untuk meningkatkan
imunitas tubuh. Selain itu, PSBB yang juga belum merekomendasikan usaha klinik kecantikan untuk
dapat beroperasi ditengah pandemi menjadi salah satu faktor penurunan.

Cara pembayaran umum sektor Pharmacy Q1- Q2

 Pembayaran kepada supplier untuk Perusahaan Pharmacy rata- rata tidak mengalami
kendala. Karena raw material kebanyakan diimport , sehingga mau tidak mau Perusahaan
harus membayarnya tepat waktu kepada pemasok agar materialnya terus disupply.
Sayangnya Perusahaan memperoleh peningkatan collection day period. Dimana customer
kebanyakan juga memperoleh penundaan pembayaran dari Rumah Sakit terutama RS negeri
untuk membayar pemasoknya tepat waktu. Namun, diluar itu pembayaran dari customer
masih terbilang cukup baik.
Tantangan Perusahaan Pharmacy dimasa Pandemi Covid-19, 2020

 Terutama dalam hal pemasaran product pharmacy, di Era New Normal ini terjadi pergeseran
tren penjualan melalui e-commerce dan B2B. Hal ini sesuai dengan imbauan pemerintah
untuk physical distancing dan memepersingkat rantai distribusi. Apotek dan toko obat yang
ritel juga harus mengembangkan e-commerce, B2B dan bergabung dengan platform online
yang memiliki B2B.
 Tunggakan terhadap utang pembelian obat baik RS Negeri maupun Swasta masih terus
menghantui Perusahaan Pharmacy. Tunggakan tersebut banyak datang dari Rumah Sakit
Negeri yang mendapatkan jaminan dari Pemerintah. Aduan terhadap hal tersebut kepada
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum mendapatkan jawaban yang win-win terhadap
perusahaan Pharmacy.
 Bahan baku obat- obatan yang kebanyakan diimport juga menjadi tantangan terberat
industri Pharmacy. Kemudian Perusahaan Pharmacy juga harus memikirkan diversifikasi
product obat yang banyak dicari masyarakat di Era Normal Baru ini.
Sekadar informasi, sekitar 90% bahan baku yang digunakan oleh perusahaan farmasi di
Indonesia merupakan produk impor, dimana 60% diimpor dari China. Terkait hal tersebut,
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) memperkirakan bahwa rata-rata kapasitas
produksi industri farmasi Indonesia turun ke 55-60% pada bulan Mei karena adanya
gangguan rantai pasokan akibat pandemi. Dengan demikian, para produsen farmasi di
Indonesia mulai mempertimbangkan untuk mendiversifikasi rantai pasokan ke negara-
negara Asia Tenggara lainnya, tak hanya dari China.

Retail
Berdasarkan benchmarking dari beberapa Perusahaan baik Tbk maupun non Tbk, diperoleh
informasi sebagai berikut;

Tren Q1 2020 vs Q1 2019

 PT. Ace Hardware Tbk


(Home Living, Toys Kingdom)
Penjualan meningkat sebesar 4.52% dan laba bersih juga meningkat sebesar 3.9%
 PT. Matahari Department Store Tbk
(Pakaian, Aksesoris, Tas, Sepatu, Kosmetik, Peralatan rumah tangga)
Penjualan turun sebesar 18.1% dan pendapatan bersih turun 19.62% (Rugi IDR 93.95 miliar)
 PT. Mitra Adiperkasa Tbk
(Pakaian, Aksesoris, Tas, Sepatu, Peralatan Olahraga, Kidz Station- Toys dan Perlengkapan
Belajar Anak)
Penjualan turun sebesar sebesar 3.4% dan laba bersih turun 49%

Performa penjualan industri retail mengalami dampak yang cukup significant akibat
pandemic Covid-19 yang merebak di akhir Q1, 2020 hingga hampir sebesar 20%. Penurunan
kedatangan pengunjung ke gerai ritel, penutupan gerai ritel yang ada di pusat perbelanjaan,
dan penurunan omzet penjualan menjadi beberapa faktor pemicu. Meski masih ada
beberapa yang mengalami kenaikan penjualan pada periode tersebut hal itu tak lebih karena
ekspansi yang dilakukan oleh Perusahaan (merujuk pada program kerja Perusahaan di tahun
sebelumnya).

Tren Q2 2020 vs Q2 2019

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memproyeksikan pada 2020 industri ritel masih
bertumbuh. Hanya saja, sepanjang 2020 pertumbuhan ritel hanya akan mencapai sekitar 3-3,5%
atau melemah dibandingkan pertumbuhan tahun lalu yang berkisar 8% sampai 8,5%. Pandemi Covid-
19 telah membuat pertumbuhan ritel mengalami pelemahan sejak Q1, 2020. Kemudian,
pemberlakuan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang mulai dilakukan pada kuartal II membuat
pertumbuhan ritel semakin melemah. Pada Juni, meski pusat belanja atau mall di Jakarta sudah
kembali dibuka, penjualan toko ritel modern masih belum memenuhi harapan pelaku usaha. Selain
PSBB masih berlaku, daya beli masyarakat yang sedang tergerus juga menahan laju penjualan.
Kalaupun masih memiliki daya beli, mereka akan lebih mengutamakan kebutuhan untuk kesehatan
dan pangan.

Kemudian pada kuartal Q3, 2020, diprediksi bahwa penjualan ritel tidak akan jauh berbeda dari
kuartal sebelumnya. Apalagi memasuki kuartal III (bulan July), masyarakat juga sedang berfokus
pada kebutuhan yang lain yang lebih penting, seperti biaya pendidikan. Selain itu, PSBB juga masih
berlaku di sejumlah daerah.

Aprindo mengatakan, saat ini jumlah penjualan toko ritel modern masih rendah, hanya sekitar 40-
60% dari total penjualan sebelum pandemi. Beberapa pengusaha ritel juga masih mengalami
kerugian. Pasalnya, pendapatan pengusaha sedikit, tetapi mereka harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk menunjang kegiatan operasional di tengah pandemi Covid-19, seperti
menggunakan alat-alat kesehatan, desinfektan,dan hand sanitizer yang cukup besar jika
dikalkulasikan.

Aprindo berharap, pada kuartal IV 2020, vaksin sudah bisa direalisasikan sehingga perekonomian
bisa kembali seperti sebelum Covid-19. Selain itu, diharapkan pula agar pemerintah daerah
memperbolehkan waktu operasional toko ritel modern menjadi lebih panjang. Karena durasi
operasional beberapa toko ritel modern masih dibatasi sepanjang 6 jam dari sebelumnya 12 jam.

Cara pembayaran umum sektor Retail Q1- Q2

 Perusahaan retail rata- rata tidak memiliki kendala berarti dalam pembayaran kepada
supplier, terlebih dari customer. Sebagai perusahaan ritel, karakteristik bisnisnya cukup
cepat antara pelanggan dengan Perusahaan, ataupun antara pemasok dengan Perusahaan.
Namun, ditengah pandemic Covid-19 ini, pembayaran Perusahaan kepada pemasok bisa
menjadi terkendala karena lesunya demand. Sehingga akan banyak product yang tidak
terjual dan menumpuk di gudang. Pembayaran kepada pemasok bisa akan molor hingga 90-
150 hari.

Tantangan Perusahaan FMCG dimasa Pandemi Covid-19, 2020

 Pandemi Covid-19 juga mengubah pilihan konsumen dalam berbelanja, baik mengenai
produk yang dibeli maupun cara pembelian. Selama penerapan pembatasan sosial, transaksi
digital meningkat tajam dan diperkirakan tetap bertahan hingga masa normal baru. Toko-
toko oflline ritel harus beralih kedigitalisasi jika tidak mau semakin terpuruk. Pelaku usaha
perlu mempelajari strategi digitalisasi agar usaha mereka bisa mengarah ke ritel modern
masa depan. Perilaku konsumen sejak masuk toko hingga bertransaksi perlu dipelajari secara
detail. Jenis-jenis barang yang disukai dan area toko yang digemari harus dibaca dengan
menggunakan teknologi dan ditindaklanjuti dengan menambah pasokan barang serta
meningkatkan kenyamanan dan kebersihan.

 Tetap menjalankan kebijakan untuk menjual barang-barang yang dibutuhkan dengan harga
yang wajar untuk membantu mencegah penyebaran Covid-19, khususnya barang-barang
yang berkaitan dengan kesehatan dan kebersihan serta disisi lain memperkuat loyalitas
pelanggan dan reputasi brand.

 Strategi lain yang bisa ditempuh adalah dengan menggabungkan layanan offline dan online.


Saat ini, sejumlah gerai ritel modern mulai meluncurkan beragam produk baru agar tetap
eksis dan bertahan. Salah satunya dengan layanan pesan antar bagi konsumen.

 Melakukan pendekatan ke member dengan mengirimkan e-mail tentang produk-produk


khusus yang berkaitan dengan situasi saat ini yaitu produk-produk kesehatan, kebersihan
dan kegemaran untuk pengisi waktu di rumah.

 Efisiensi biaya antara lain mengubah fokus biaya marketing dari memasang advertising pada
billboard, katalog dan brosur menjadi media digital dengan biaya advertising yang lebih
hemat, menegosiasikan pembebasan sewa dan service charge ke beberapa pemilik gedung,
dan mengurangi biaya-biaya lain yang tidak relevan seperti: biaya perjalanan dinas dan biaya
utilitas.

Anda mungkin juga menyukai