Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan dan pembangunan dalam ekonomi sosial dan budaya tidak akan

mencapai tujuan akhir yang sempurna dan final. Hal tersebut terjadi dikarenakan

perubahan yang terjadi sesuai dengan perubahan masyarakat atau dapat disebut

dinamis. Diiringi dengan perubahan pengetahuan dan teknologi. Terjadinya

perubahan tidak dapat dicegah oleh kekuatan apapun. Hal tersebut berdampak

pada kebijakan yang ada. Terutama perubahan yang terjadi pada saat pandemi

Covid – 19 yang menimbulkan permasalahan atau dampak yang sangat besar di

indonesia. Corona Virus yang pertama kali muncul di Wuhan, pada Desember

2019, lalu menyebar dengan sangat cepat ke-178 negara. Dengan skala dan

kecepatan penyebarannya yang sangat tinggi, Covid-19 ditetapkan sebagai

pandemi global oleh World Health Organization pada Maret 2020. COVID-19

telah menjangkiti lebih dari 3 juta orang sejak kasus pertama diumumkan pada

bulan Maret 2020, setidaknya 83,000 orang telah meninggal dunia. Pandemi

Covid-19 memberikan beberapa dampak yang amat besar pada sektor ekonomi

dan sosial di dunia, termasuk Indonesia. (sumber kompasiana.com)

Pandemi Covid-19 secara nyata telah melumpuhkan banyak sektor bisnis

karena keterbatasan ruang gerak masyarakat. Namun, banyak pihak yang

memprediksi, industri farmasi menjadi salah satu yang mampu tumbuh di tengah

pandemi Covid-19. Holding BUMN farmasi PT Bio Farma (Persero)


membantahnya. Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan

pandangan industri farmasi mampu diuntungkan dengan pandemi ini tidak

sepenuhnya benar. Alasannya, industri farmasi dalam negeri masih harus

menanggung beban biaya untuk mendatangkan bahan baku yang harganya naik 3

sampai 5 kali lipat. Sementara, suplai bahan baku obat-obatan hanya dikuasai oleh

beberapa negara saja seperti Tiongkok dan India. Keterbatasan suplai tersebut,

diperparah dengan kebijakan masing-masing negara yang membatasi ekspor

bahan baku obat, karena mencoba memastikan ketahanan kesehatan negaranya

masing-masing.

Di tengah keterbatasan suplai tersebut, ternyata permintaan akan bahan

baku obat meningkat di tengah pandemi Covid-19. Sehingga, seperti hukum

ekonomi, harga bahan baku tersebut menjadi naik berkali-kali lipat dari biasanya.

Adapun factor lain seperti faktor kurs. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata

uang negara lain, terutama dolar Amerika Serikat, sangat berpengaruh, karena

mayoritas bahan baku farmasi harus impor. Memang terdapat sedikit peningkatan

dari sisi pendapatan perusahaan, tetapi terbilang tipis. Sehingga, kenaikan beban

biaya bahan baku obat tersebut, tidak bisa diimbangi dengan kenaikan pendapatan

perusahaan yang cukup tajam. 

Berdasarkan data yang dibagikan oleh Honesti dalam paparannya di DPR,

pada semester I 2020, pendapatan Bio Farma tercatat senilai Rp 735 miliar.

Sayangnya, dalam paparan tersebut, Honesti membandingkannya dengan

pendapatan sepanjang 2019 yang senilai Rp 2,54 triliun, bukan dengan semester I

2019. Sementara, Bio Farma mencatatkan laba bersih pada enam bulan pertama
2020 ini senilai Rp 55 miliar. Sama seperti pos pendapatan, Honesti

membandingkannya dengan laba bersih pada 2019 secara penuh yang senilai Rp

380 miliar. Secara konsolidasi, pendapatan Bio Farma (termasuk Kimia Farma

dan Indofarma) sepanjang semester I-2020 sebesar Rp 5,79 triliun. Nilai ini baru

mencapai 44% dari total pendapatan tahun lalu. Perolehan laba bersihnya pun

hanya Rp 94 miliar atau 25% dari total laba bersih tahun lalu Rp 380 miliar.

Pertumbuhan Penjualan Bersih Emiten Farmasi (Semester 1-2020 YoY)

Selain Dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Kimia

Farma mengakui pandemi telah mengganggu usaha perseroan yang berdampak

pada pembatasan operasional. Pembatasan operasional akibat kebijakan

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini diperkirakan berlangsung 1-3

bulan.

Perseroan mengaku pembatasan kegiatan operasional ini mempengaruhi

kinerja keuangan perseroan kurang dari 25%. Namun, hal ini tidak sampai
berpengaruh pada pengurangan pekerja yang totalnya saat ini mencapai 13.052

orang. Berdasarkan data laporan keuangan, pendapatan Kimia Farma semester I-

2020 naik 3,6% menjadi Rp 4,68 triliun. Laba bersihnya pun naik 1,72% menjadi

Rp 48,57 miliar. Sementara total kas dan setara kasnya mengalami penurunan

hingga 54,6% menjadi Rp 617 miliar.

Kimia Farma juga menjelaskan strategi atau upaya mempertahankan

kelangsungan usaha di tengah pandemi Covid-19. Beberapa yang dilakukan

adalah menjaga saldo kas dan setara kas minimum untuk keperluan operasional.

Kemudian menurunkan jumlah hari piutang, persediaan dan pinjaman berbunga.

Perseroan juga mengurangi anggaran belanja modal (capex) dan

melakukan efisiensi usaha. Tahun ini Kimia Farma menganggarkan capex Rp 547

miliar untuk pengembangan apotek, klinik, laboratorium klinik, dan fasilitas

produksi obat. Hingga Juni, anggaran capex tersebut sudah terpakai 54%.

Pertumbuhan Laba Bersih Emiten Farmasi (Semester 1-2020 YoY)


Indofarma yang selama tiga tahun merugi, baru mendapat untung pada

tahun lalu Rp 7,96 miliar. Namun, pandemi membuat perseroan kembali merugi

di paruh pertama tahun ini. Laporan keuangan Indofarma mencatat rugi sepanjang

semester I-2020 sebesar Rp 4,66 miliar. Meski begitu, perseroan masih optimistis

menargetkan tahun ini mendapatkan laba bersih hingga Rp 22,3 miliar. Direktur

Utama Indofarma Arief Pramuhanto berharap ada kenaikan kinerja keuangan

tahun ini. Dia mengakui dalam kondisi pandemi ini penjualan farmasi dan alat

kesehatan (alkes) perseroan yang terkait Covid-19 mengalami kenaikan. Namun,

produk yang tidak terkait Covid-19 malah mengalami penurunan. Menurutnya,

saat ini tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate) rumah sakit saat ini

hanya sekitar 54%. Hal ini berdampak pada penurunan penjualan obat-obatan

Indofarma.

Perusahaan farmasi swasta, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), juga

mengalami penurunan penjualan salah satu jenis farmasinya. Direktur Utama

Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan penjualan obat resep terjadi penurunan

karena pasien reguler (non-covid) di rumah sakit turun. Masyarakat menghindari

kunjungan ke rumah sakit selama pandemi. Tetapi obat bebas (OTC) seperti

vitamin, supplemen, herbal terjadi pertumbuhan yang positif. Hal tersebut

merupakan kombinasi pertumbuhan. Sepanjang semester I tahun ini, total

penjualan Kalbe Farma memang masih tumbuh 3,76% menjadi Rp 11,6 triliun.

Meski begitu, pertumbuhannya lebih rendah dari capaian semester I tahun lalu

yang mencapai 7%. Kalbe bahkan telah merevisi target pertumbuhan tahun ini.

Pada tahun lalu, pertumbuhan penjualan Kalbe mencapai 7,4%. Saat awal tahun
perseroan masih optimistis menetapkan target tahun ini 6-8% dan laba bersih 5-

6%. Namun, saat merilis kinerja keuangan semester I-2020, Kalbe memangkas

target penjualan tahun ini menjadi 4-6%. Direktur Keuangan Perusahaan Kalbe

Farma Bernadus Karmin Winata mengatakan revisi target tahun ini dilakukan

karena melihat kondisi pandemi Covid-19 yang mungkin akan berkepanjangan.

(sumber katadata.co.id 2022).

Fenomena diatas menjelaskan bahwa perusahaan sebagai organisasi profit

oriented untuk selalu meningkatkan kuantitas serta kualitas usahanya sehingga

keuntungan yang diharapkan akan tercapai. Sebagai pihak manajemen dituntut

untuk mengantisipasi kondisi seperti ini dengan selalu mengintropeksi kinerja

keuangan perusahaan.

Kinerja keuangan perusahaan bisa diukur melalui analisis laporan

keuangan. Tujuannya untuk memberikan gambaran mengenai kesesuaian

pencapaian target perusahaan dengan yang sudah direncanakan sebelumnya

(Kasmir, 2019:66 dalam Nia saputri dkk 2022)

Kinerja keuangan dapat digunakan untuk melihat keuntungan. Umumnya

menggunakan rasio keuangan yang berguna untuk menunjukkan kinerja

perusahaan dan status keuangan. Biasanya rasio yang digunakan adalah rasio

aktivitas, solvabilitas, likuiditas, profitabilitas. Kinerja keuangan dapat menilai

perusahaan apakah bekerja dengan benar yang juga mempengaruhi perbedaan

keuntungan yang dihasilkan. Maka dengan itu, diperlukan analisis keuangan

menggunakan sistem Du Pont untuk menemukan hal yang terkait dengan


perbedaan keuntungan. Sistem Du Pont adalah alat analisis data yang digunakan

oleh perusahaan dalam mengevaluasi kinerja keuangan, karena analisis ini

menggabungkan beberapa komponen seperti penjualan bersih, aset yang

digunakan dan keuntungan/laba yang diperoleh oleh perusahaan (Dikky Pranata

dkk 2021)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kinerja keuangan pada sektor

farmasi tahun 2018-2021 dengan menggunakan pendekatan Analisis Du Pont

system?

Anda mungkin juga menyukai