Anda di halaman 1dari 10

Pola Penyebaran Penyakit Suku Malind Anim

Kelompok IV

M ATA K U L I A H : EPIDEMIOLOGI PERILAKU


DOSEN PENGAMPUH : 1 . N ATA L I A P. A D I M U N T J A , S . K . M . , M . K E S .
2. AGUSTINA R. YUFUAI, S.K.M., M.KES.

SASMITA APVEY BINDOSANO KAREL BATBUAL


MAURITSIUS N TADUBUN RANI ENUMBI
SANTIKA LONNO ENGEL REGINA WALLI
NIMIRON YIKWA TERINCE BOGUM
YUMITERA MURIB STEVANI E. WAROY
YESAYA DARNELL YUNDITERA GIRE
ENGGELA E. WARIMELENA LINA LOKOBAL
OUTLINE

III Pola
IV. Transisi
I. Pendahuluan II. Tujuan Penyebaran
Epidemiologi
Penyakit
I. Pendahuluan

Suku Marind Anim merupakan suku


mayoritas yang tinggal di wilayah Merauke.
Terdapat beberapa sub-marga dari Suku Marind
Anim, yaitu: Kaize, Gebze, Balaigeze, Mahuze,
Ndiken, dan Basik-basik. Merauke mendapat
julukan kota rusa dikarenakan dulu rusa banyak
sekali ditemukan di kota ini. Merauke
mempunyai keistimewaan tersendiri karena
berbatasan langsung dengan negara Papua New
Guinea.
II. Tujuan

1. Mengidetifikasi pola penyakit suku Malind/Marin

2. Mengetahui tahapan kesengsaraan dan paceklik / mortalitas tidak ada


pertambahan penduduk

3. Mengetahui penanganan penurunan angka mortalitas (pertambahan


jumlah penduduk secara eskponensial)

4. Mengetahui penyakit yang mempengaruhi angka fertilitas penduduk.


III. Pola Penyebaran Penyakit

• Marind – anim yang berada di Selatan Papua


mempunyai konsepsi tentang sehat dan sakit.
Apabila seseorang itu sakit berarti orang tersebut
terkena guna-guna (black magic). Mereka juga
mempunyai pandangan bahwa penyakit itu akan
datang apabila sudah tidak ada lagi keseimbangan
antara lingkungan hidup dan manusia. Lingkungan
sudah tidak dapat mendukung kehidupan manusia.
Lanjutan

Bila keseimbangan ini sudah terjadi maka


akan banyak orang yang sakit dan biasanya
menurut adat mereka akan datang seorang kuat
(tikanem) yang akan melakukan pembunuhan
terhadap warga dari masing-masing kampung
secara berurutan sebanyak lima orang, agar
lingkungan dapat kembali normal dan bisa
mendukung kehidupan warganya.
IV. Transisi Epidemiologi

Dalam suku marind ada pantangan – pantangan untuk tidak memakan makanan sembarang,
menuruti aturan – aturan adat yang sudah berlaku di suku itu. Karena adat mereka masih
sangat kental, tidak bisa sembarang. Yang dimaksudkan dengan lingkungan di sini adalah
yang lebih berkaitan dengan tanah, karena tanah adalah “mama” yang memelihara,
mendidik, merawat, dan memberikan makan kepada mereka. Oleh karena itu bila orang
marind-anim mau sehat janganlah merusakalam dan harus dipelihara dan di
jaga dengan baik. Namun dalam hal ini, masyarakat suku Malind telah mengaitkan tradisi
seks bebas pada sebagian besar tradisi mereka.
Kedua adalah pernikahan, dalam budaya mereka,
a) Mortalitas Suku Malind/Marin perselingkuhan ataupun perzinahan adalah perbuatan
terkutuk dan mendatangkan kematian bagi mereka
Pertama adalah perang suku, salah satu wujud yang berzinah.
atas sakralitas alam Malind-Anim tampil pula
Namun, kebudayaan Malind memperbolehkan ritual seksual di luar
dalam mengayau. Di dalam kegiatan laki-laki monogami sebagai bagian yang terikat dengan simbol-simbol
Malind remaja hinggi dewasa awal akan berupaya kesuburan. Ritual itu dilakukan dalam peristiwa penting seperti

memenggal kepala musuhnya dan membawa perkawinan, membuat kebun, permulaan musim berburu, ritual
menghilangkan penyakit, dll. Ritual ini disebut otiv bombari dalam
pulang kepala itu ke kampungnya, tidak peduli
bahasa Malind. Pada perkawinan misalnya, pengantin perempuan
umur, kondisi kesehatan bahkan sisi lainnya. Hal
sebelum diberikan kepada suaminya, Ia akan “ditiduri” oleh kira-kira
ini betujuan untuk mendewasaan para pemuda laki
sepuluh anggota laki-laki marga suaminya. Hal ini menjadi masalah
- laki suku Malind dan menjadi symbol kekuasaan, Kesehatan bagi kaum wanita dan remaja, dimana tidak melihat dari
keberanian dan umur Panjang. kesiapan wanita,
b) Fertilias Suku Marin

1. Tradisi Pernikahan
 Sebelum dinikahi, mempelai wanita akan bersetubuh
terlebih dahulu dengan keluarga calon suami yang
memiliki marga/Fam/nama keluarga yang sama dengan
calon suami.
2. Ritual “Tukar Isteri”/“Perdamaian Perang”
Ketika perang berlangsung, symbol perdamaian setelah
perang adalah melakukan pesta seks bebas. Para istri
dari suku musuh akan ditiduri laki-laki Malind,
sebaliknya juga para istri laki-laki Malind akan ditiduri
oleh suku musuhnya
3. “Dema” Religius Suku Marin
Rasa takut tersebut dan kekuatan dema ini
diwujudkan dalam ritual pesta seksual
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai