Anda di halaman 1dari 17

.

KETAHANAN NASIONAL
DALAM ERA
GLOBALISASI
NASIONALISME DAN
KEMANDIRIAN BANGSA DI ERA
GLOBAL

Pada abad ke-21, negara-negara berkembang harus


mewaspadai adanya trend globalisasi di segala bidang

dengan kemajuan teknologi dan perkembangan dunia yang


seolah-olah membuat batas-batas negara dan kedaulatan negara
menjadi kabur,

bahkan dalam bidang ekonomi dinyatakan kini dunia menjadi


tanpa batas.
.
. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, harus
mewaspadai globalisasi karena ketidak/kekurang-mampuan
dalam menghadapi persaingan dengan negara-negara maju.
Negara-

Negara maju menguasai dunia dengan pengembangan Iptek


didukung oleh SDM yang handal, sementara negara
berkembang masih mengandalkan luas wilayah, kekayaan
alam, dan jumlah penduduk.
Di masa yang akan datang kalau hanya mengandalkan
luas wilayah, kekayaan alam, dan banyaknya penduduk
tanpa pengembangan sumber daya manusia, negara
berkembang justru akan menjadi mangsa negara maju.
Memang, kita masih menghadapi kenyataan, bahwa
peringkat human development index Indonesia—pada
tahun 2006—masih berada pada urutan ke 108 dari 177
negara di dunia.

Oleh karena itu, kita menghadapi tantangan ke
depan yang tidak ringan. Ke depan, kita mutlak
harus mengandalkan kesiapan sumber daya
manusia yang berkualitas untuk menerapkan,
melaksanakan aturan-aturan, dan standarisasi
yang ditetapkan secara global.
Di sisi lain, sampai kapan pun, di dunia ini akan
senantiasa terdapat berbagai bangsa dan negara,
dengan ciri khas dan kepentingannya masing-masing.
Globalisasi tidaklah menyebabkan lenyapnya bangsa-
bangsa dan mengecilnya peran negara. Dunia kita
sekarang, semakin mengarah kepada kemitraan dan
kerja sama.
.
• Masing-masing bangsa dan negara makin
menyadari, bahwa mereka tidak mungkin hidup
sendiri, tanpa bergantung kepada yang lain.
Kerja sama antarbangsa dan antarnegara
memang memerlukan penguatan ke dalam.
Dengan demikian, posisi tawar dalam kerja
sama itu, dapat ditingkatkan untuk mencegah
terjadinya ketimpangan dan ketidakadilan.
Karena itu, semangat kebangsaan—dalam sebuah bangsa—
tetap relevan dengan dunia masa kini. Bagi Indonesia,
rumusan paham kebangsaan telah dirumuskan dengan jelas
di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Membangun sebuah negara kebangsaan yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Membina persahabatan
dalam pergaulan antarbangsa. Menciptakan perdamaian
dunia yang berlandaskan keadilan. Menolak penjajahan dan
segala bentuk eksploitasi, yang bertentangan dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Upaya mengembangkan faham kebangsaan itu,
dengan sendirinya akan menyesuaikan diri dengan
tantangan perubahan zaman. Namun, esensinya
sama sekali tidak berubah. Nasionalisme harus
memperkuat posisi  ke dalam, dengan memelihara
dan mempertahankan kedaulatan dan integritas
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Esensinya adalah berjuang membangun kehidupan
berbangsa dan bernegara yang demokratis,
menegakkan hukum, dan membangun ekonomi
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Esensi
ini tidak akan berubah untuk selama-lamanya.
Memang, di era global, kita harus dapat memberikan makna baru
kepada paham dan semangat nasionalisme. Kalau dulu, paham
dan semangat itu kita jadikan landasan untuk mengusir penjajah,
sekarang harus kita jadikan sebagai landasan untuk membangun
bangsa, agar kita menjadi bangsa yang maju, terhormat, dan
bermartabat.  Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir
Mohammad, dalam Dialog Serumpun, 4 Mei 2006 di Jakarta,
mengatakan, bahwa era globalisasi perlu dihadapi dengan
semangat nasionalisme yang sama kuatnya seperti saat negara-
negara lemah melawan penjajahan jaman dulu. Nasionalisme ini
perlu diwujudkan dalam kepintaran dan kesanggupan bekerja
sama dengan negara lain. Globalisasi tidak dapat dielakkan.
Namun, globalisasi tidak boleh ditafsirkan dibentuk hanya oleh
negara-negara besar.
Globalisasi harus dimaknai dengan kepiawaian
untuk tidak menelan bulat-bulat aturan main
negara maju.  Diperlukan ketepatan strategi dan
kerja sama negara-negara yang juga terancam
“penjajahan” gaya baru. Pemerintah negara
berkembang, tentunya dapat bersikap ramah
terhadap investor asing tanpa kehilangan
keberanian menegur pemerintah negara yang
berinvestasi jika kiprahnya merugikan. Kasus
kebijakan nasionalisasi seluruh aset pemerintah di
Bolovia, adalah contoh nasionalisme baru dengan
berani menunjukkan kekuatan dari dalam negeri
sendiri.
Dalam kondisi globalisasi seperti yang saya uraikan
tadi, maka pengertian dari kemandirian suatu bangsa
itu, perlu disesuaikan. Kemandirian suatu bangsa
mengandung arti  bahwa bangsa itu omnipotent—-atau
benar-benar mandiri secara sepenuhnya—sekarang
sudah tidak relevan lagi. Tidak ada satu pun bangsa di
dunia ini, yang benar-benar mandiri secara sepenuhnya
dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, kemandirian
bangsa kita di era globalisasi sekarang ini, harus
dimaknai sebagai suatu kemampuan yang dimiliki oleh
kita  untuk tetap ikut berpartisipasi dalam kompetisi
global.  Partisipasi kita dalam kompetisi global itu,
tentu saja dalam kondisi interdependensi atau saling
berketergantungan dengan bangsa lain, namun sanggup
memegang peran dominan.
Jika kita ikut serta berpartisipasi dalam kompetisi global,
dalam kondisi saling berketergantungan, tetapi hanya
sanggup memegang peran marginal, akan menjadi bangsa
yang tertinggal. Oleh karena itu, untuk menjadi bangsa yang
mandiri di era globalisasi diperlukan dua syarat utama.
Syarat pertama bangsa itu harus memiliki daya saing yang
tinggi dan syarat kedua bangsa itu harus sanggup untuk terus
menumbuhkembangkan akses ke globalisasi atau global
access.
Daya saing sangat bergantung pada daya kreativitas
dan inovasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keduanya, merupakan variabel utama pada proses
transformasi sosial yang menentukan semangat,
corak, sifat, struktur dan perubahan tatanan
ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat.
Kreativitas dan inovasi telah menjadi esensi
fundamental dalam meningkatkan daya saing bangsa.
Sebuah konsepsi yang lazim dikenal dengan fourth
wave of civilization atau peradaban gelombang ke-4
yang dicirikan oleh tiga pilar yaitu pilar budaya,
teknologi, dan inovasi.
Strategi pembangunan kita saat ini tidak mungkin lagi
dilakukan melalui pendekatan faktor endowment tradisional,
seperti buruh murah dan sumber daya alam sebagai basis
keunggulan komperatif. Akan tetapi, harus merupakan  
kombinasi produktif antara keunggulan komperatif dengan
keunggulan-keunggulan kompetitif, terutama peningkatan
ilmu pengetahuan dan teknologi, hasil kemampuan sumber
daya manusia yang berkualitas tinggi. Pendekatan itu sangat
penting, diperlukan, dan harus menjadi tema sentral dalam
upaya peningkatan daya saing bangsa.
Dalam era globalisasi dan perdagangan  yang semakin terbuka
dan kompetitif, ketergantungan antarbangsa semakin kuat.
Kemandirian dalam konteks ini, adalah paham yang proaktif
dan bukan reaktif atau defensif. Kemandirian, merupakan
konsep yang dinamis, karena kehidupan dan kondisi saling
ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasi,
pertimbangan, maupun nilai-nilai yang mendasari dan
mempengaruhinya. Sebuah bangsa mandiri adalah bangsa yang
mampu mewujudkan kehidupannya sejajar dan sederajat
dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Untuk membangun
kemandirian seperti itu, mutlak dibangun kemajuan ekonomi
dan kemampuan untuk berdaya saing. Kemajuan ekonomi dan
kemampuan berdaya saing, menjadi kunci untuk mencapai
kemajuan sekaligus kemandirian.
Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada
ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu
memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya;
kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum
dalam menjalankan tugasnya; ketergantungan pembiayaan
pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang makin
kokoh sehingga ketergantungan kepada sumber dari luar negeri
menjadi kecil; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan
pokok. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya
mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai
dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi
berbagai tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada
dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas-luasnya. Sikap
kemandirian harus dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan,
baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan
keamanan.

Anda mungkin juga menyukai