Anda di halaman 1dari 44

Permasalahan Ketimpangan

Distribusi Pendapatan dan


Kemiskinan dari Era Soeharto
hingga Era Pandemi
Alana Sabila (452860)
01
Pendahuluan
02
Literatur

03
Pembahasan
04
Kesimpulan
Latar Belakang

Ketimpangan
distribusi
Masalah Pendapatan dan Implementasi
kemiskinan.
MASALAH

Ketimpangan daerah yang tinggi mengancam


disintegrasi bangsa.
Meskipun kemiskinan absolut menurun, tetapi
Kebijakan pembangunan terfokus pada kemiskinan relative menurun lebih lambat di Era
pembangunan ekonomi yang tinggi memiliki Soeharto.
Konsekuensi negatif pembangunan tidak merata Terdapat konvergensi disparitas pendapatan
Antar daerah. daerah.
Latar Belakang
• Laju pengentasan kemiskinan yang lebih lambat di era
reformasi dibandingkan dengan periode Soeharto.
• Periode Soeharto negara mengalami salah satu
penurunan yang paling cepat dalam kemiskinan di
dunia.

• Di tahun 2020 Indonesia mengalami pandemi global


COVID-19 yang mendorong jutaan orang ke dalam
kemiskinan karena terjadinya resesi ekonomi.
• Virus tersebut memperburuk ketimpangan ekonomi
pendapatan serta menyebabkan peningkatan
pengangguran. COVID
INTEREST
1 Bagaimana kondisi kemiskinan dan ketimpangan
distribusi pendapatan di Era Soeharto?

2 Bagaimana kondisi kemiskinan dan ketimpangan


di era setelah reformasi?

3 Bagaimana kondisi kemiskinan dan ketimpangan


distribusi pendapatan saat pandemi COVID-19?
LITERATUR
• Pengentasan kemiskinan dilakukan oleh pemerintahan • Ketimpangan dalam provinsi memainkan peran
Indonesia dengan menurunkan angka kemiskinan absolut. yang semakin penting dalam menentukan
• Masalah kemiskinan relatif yang penurunannya lambat ketimpangan pendapatan daerah secara
menjadi masalah serius yang perlu diatasi di Era Soeharto. keseluruhan.
• Kemiskinan relative merupakan penjelasan parsial dari • Krisis keuangan melanda pada akhir tahun 1997
meningkatnya ketegangan sosial, ras dan agama yang lebih berdampak buruk bagi daerah perkotaan.
semakin meningkat. Akita, Takahiro & Armida S. Alisjahbana, 2002)
Booth, Anne (2000)
• Adanya konvergensi pertumbuhan bersyarat di
• Pada orde baru, ketimpangan daerah dientaskan oleh Indonesia menunjukan PDB per kapita provinsi
kebijakan transfer pembiayaan terpusat dari pemerintah dengan pendapatan rendah tumbuh lebih cepat
pusat ke daerah. daripada provinsi dengan pendapatan tinggi.
• Pemerintah pusat mengumpulkan pendapatan pajak dan Resosudarmo (2006)
sumber daya alam daerah untuk dialokasikan ke seluruh
provinsi Indonesia. • Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dalam
• Daerah menyuarakan aspirasi terhadap ketidaksetaraan mengatasi ketimpangan distribusi pendapatan.
ketika mereka berusaha menghentikan transfer kekayaan • Secara keseluruhan, program IDT berhasil dalam
tersebut dan mendapatkan kendali atas sumber daya mereka meningkatkan kondisi ekonomi rumah tangga
sendiri. yang lebih miskin dan mengurangi tingkat
ketimpangan secara keseluruhan.
Tadjoeddin (2001)
Akita, Takahiro & Jesse Szeto (2000)
Situasi Kemiskinan Masa Orba
Tahun 1960
Survei November
rumah 1964 & Kebijakan stabilisasi
tangga Februari 1965
Dilakukan Soeharto
Pada 1969:

Sebagian besar penduduk • Menurunkan inflasi ke level satu digit.


Pedesaan di Jawa berada di • Mengembalikan perekonomian ke
Bawah garis kemiskinan. pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan

Booth, 1988. Politzer, 2019


Situasi Kemiskinan Masa Orba
Tahun 1960
Data pendapatan
dan pengeluaran
rumah tangga
1963 hingga
1964 hingga 1965
1970
Inflasi mencapai
puncaknya
• inflasi dan stagnasi ekonomi berdampak parah
Meningkatnya ketimpangan pada pekerja perkotaan yang berpenghasilan
pendapatan di daerah perkotaan. tetap.
Daerah pedesaan cenderung turun. • Petani di pedesaan surplus makanan dijual
untuk meningkatkan pendapatan.
King dan Weldon, 1977.
BPS. 1990-1996.
Pertumbuhan Ekonomi Tahun
1976-1981
Penurunan
kemiskinan
Dampak Oil
Boom
Stabilisasi harga pangan

• Meskipun mengalami peningkatan


pengeluaran pemerintah, dana sedikit
ditujukan kepada masyarakat miskin. • Pertumbuhan produksi pertanian awal 1970 dan 1980 karena teknologi
• Kenaikan biaya keranjang konsumsi produksi baru.
masyarakat. • Pertanian Indonesia yang padat karya menciptakan peluang kerja dalam
• Dampak buruk apresiasi rupiah yang produksi, pengolahan, dan pemasaran.
terhadap pendapatan produsen • Pertumbuhan sektor konstruksi dan perdagangan memberikan
komoditas ekspor non migas. kesempatan kerja bagi pekerja tidak terampil.
Asher dan Booth, 1992.
Revolusi Hijau
IFPRI, 2002.

Perubahan fundamental Gerakan Bimas


dalam penggunaan teknologi (bimbingan
budidaya pertanian masyarakat)
Kebijakan:
Program nasional untuk meningkatkan
produksi pangan, khususnya • Penggunaan teknologi yang sering disebut Panca Usaha Tani.
swasembada beras. • penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi
• adanya dukungan kredit dan infrastruktur.
• Swasembada pangan hanya lima tahun, yakni antara tahun 1984 – 1989.
• Menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan.
• Hanya menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektare, dan petani kaya di pedesaan, serta
penyelenggara negara di tingkat pedesaan.
• Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena
mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah:
1. Penurunan keanekaragaman hayati.
2. Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.
3. Penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.
Penurunan pertumbuhan ekonomi
1981-1987
Pendapatan ekspor
minyak menurun

Kebijakan Paket kebijakan penghematan


pemerintah

• Penyesuaian structural yang disimulasikan dari kebijakan penghematan


yang berbeda 1983-1987.
• Pemotongan anggaran sektor padat modal seperti energi, transmigrasi dan
Difersifikasi basis pajak dalam negeri, hibah tidak berdampak langsung pada lapangan kerja.
menarik investasi asing, deregulasi • Mengandalkan pinjaman luar negeri untuk menyeimbangkan anggaran.
sektor keuangan dan meningkatkan • Infrastruktur dan pasar tenaga kerja fleksibel memudahkan orang berpindah
efisiensi perusahaan sektor publik. guna memanfaatkan peluang kerja baru.
Pangestu, 1991 & Azis, 1994.
Booth, 2000.
Pertumbuhan Ekonomi Tahun
1987-1996
• Pada 1981-1987 devaluasi menyebabkan
industri ekspor nonmigas tumbuh.
• Pada 1987-1996 lambatnya penurunan
penduduk miskin di pedesaan.

Ketimpangan antarprovinsi bukan


faktor utama dalam ketimpangan
nasional.
• Sejak 1985, mekanisme mempromosikan egaliter dan distribusi pendapatan
Ketidaksetaraan pedesaan-perkotaan
di daerah pedesaan berjalan kurang efektif.
menyumbang bagian yang jauh lebih
• Data SAM menunjukkan disparitas melebar antara daerah pedesaan dan
besar.
perkotaan.
Pencapaian pendidikan merupakan
• Pada 1985, rumah tangga perkotaan memiliki pendapatan empat kali lipat
penentu yang signifikan dari
rumah tangga pertanian. Pada 1998 naik menjadi 9.8 kali lipat.
ketidaksetaraan pengeluaran.
Cameron, 1996 Booth, 2000.
Penyebab Ketimpangan
Pendapatan 1987 hingga 1996
Pertumbuhan vs Jawa vs luar jawa
ketimpangan
• Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Masyarakat miskin di luar jawa
iringi dengan pertumbuhan tidak memperoleh manfaat
ketimpangan. pertumbuhan berbasis
• Mengurangi dampak pertumbuhan manufaktur di Jawa.
terhadap penurunan kemiskinan.
Ravallion & Datt, 1996.

Pertanian vs industri Pendidikan

• Sektor manufaktur menjadi mesin Akses pendidikan menyebabkan


utama pertumbuhan ekonomi pendapatan penduduk kota lebih
• Indonesia kurang bergantung pada besar dibanding pedesaan.
pertanian dan lebih banyak di industri.
Meninjau kembali kebijakan
pemerataan
Bagaimana kebijakan mengelola
pembangunan daerah?

Sentralisasi keuangan dan redistribusi dana


pembangunan daerah.

Pada tahun 1968, hanya 7 persen


pendapatan nasional didistribusikan
ke daerah.
Pada 1990 hanya 10 persen.
Arndt, 1970.
Kesetaraan dan
Ketidaksetaraan Regional
Ancaman disintegrasi berasal dari konflik vertikal antara pusat
dan beberapa provinsi kaya yang masyarakatnya marah
dengan penggunaan kekayaan daerahnya oleh pusat untuk
mensubsidi daerah miskin. Daerah konflik menuntut:

1. Otonomi daerah 2. Memisahkan Diri dari


Indonesia.

• Dalam menjalankan kebijakan untuk mendorong kesetaraan antardaerah dalam


pembangunan ekonomi, pemerintah mengakui konsekuensi ekonomi dari
ketimpangan antarwilayah sebagai ancaman bagi persatuan nasional.
Tadjoeddin, 2001.
Ketimpangan Regional di
Indonesia: Tantangan Negara Kepulauan
Perbedaan antar
daerah
• Mempersatukan masyarakat yang berbeda secara
budaya dan geografis.
• Distribusi sumber daya alam tidak merata.
• Pusat perdagangan dan industri terkonsentrasi di
beberapa daerah.

Kegagalan Orde Baru

Dalam mendorong kesetaraan antardaerah terdapat


kegagalan mengenali konsekuensi politik dan
redistribusi kekayaan daerah kaya ke miskin.
Ketimpangan Regional di
Indonesia:
T a b e l 3 Beberapa ukuran ketimpangan keluaran daerah berdasarkan PDRB per
kapita menurut kabupaten, harga 1993-1993–8
Tadjoeddin, 2001. 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Gini
Jumlah0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40

Korelasi antara tingkat output (PDRB Tanpa minyak – gas0.36


Tanpa minyak – gas (minus
0.36 0.37 0.37 0.38 0.36

terkaya 13 distrik) 0.24 0.25 0.25 0.26 0.27 0.25


per kapita) dan kesejahteraan
T ab el 4 Persentase penurunan ketimpangan keluaran daerah setelah mengeluarkan
masyarakat rendah. sektor migas dan 13 kabupaten 'kantong', 1993–8 (PDRB per kapita menurut
kabupaten, harga 1993)
1993 1994 1995 1996 1997 1998
Di kawasan penghasil Aceh, Papua (Irian Jaya), Gini 40 39 38 36 35 37
Theil 70 69 68 65 64 68
sumber daya alam tinggi Riau, dan Kalimantan Indeks-L
CVw
65
55
64
54
62
52
60
51
59
51
62
57

yaitu: Timur. Sumber: Dihitung dari Tabel 3.

• Kebijakan pusat tidak • Keempat wilayah ini menyumbang 72% PDB Nasional sumber daya alam minyak,
meningkatkan kesejahteraan gas.
masyarakat meskipun kekayaan • Munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM), aksi separatis yang semakin intens
alam tinggi. organisasi untuk Papua Merdeka.
• Sumber konflik vertikal karena masyarakat adat percaya bahwa mereka adalah
pewaris utama sumber daya alam di wilayahnya.
• Masyarakat adat tidak mendapatkan keuntungan kemakmuran daerah mereka.
Konflik Vertikal di Indonesia
Kasus suku Fak-Fak (Papua)
Perusahaan tambang Freeport
bergerak di bidang pertambangan
emas, tembaga, perak.

IPM 5 persen dibawah


Output per kapita 16 kali rata-rata nasional.
lipat rata2-rata nasional.
Pengeluaran 18
persen dibawah rata- Pembangunan ekonomi nasional harus
Kemiskinan 2 kali rata nasional. dibayar dengan harga sosio-politik:kekesalan
lipat diatas rata-rata daerah kaya terhadap sistem distribusi yang
nasional. sangat tersentralisasi oleh pemerintah pusat.
Tadjoeddin, 2001.
Aspirasi Ketimpangan di
Indonesia
Masyarakat penghasil SDA tinggi
tetapi kesejahteraan rendah.

Ketidakadilan
memicu konflik. Dibutuhkan wadah untuk
Ex: Gerakan menampung aspirasi.
separatis.

• Untuk mengurangi konflik harus memperhatikan aspirasi dan rasa


Pelanggaran HAM di Zona operasi ketidakadilan masyarakat yang merasa dirugikan akibat kebijakan
militer untuk menangani gerakan pemerataan nasional.
separatis di Aceh dan Papua. • Kebijakan sentralisasi yang mengarahkan pertumbuhan ekonomi nasional
disertai dengan pemerataan ekonomi yang relative
Dampak Awal Krisis Ekonomi
1997
Krisis tidak hanya membayangi sektor keuangan tetapi juga sektor riil
perekonomian.
Ketimpangan pendapatan daerah menerima
perhatian publik yang besar di Indonesia, terutama karena masih adanya
perbedaan yang besar dalam indikator sosial ekonomi antar daerah dan
provinsi.

• Ketimpangan antarprovinsi. • Ketimpangan dalam Provinsi

Akita, 2002.
Dampak Awal Krisis Ekonomi
1997
Ketimpangan Antar Provinsi
• Ketimpangan antarprovinsi di Jawa-Bali memainkan peran utama dalam
pengurangan komponen ketimpangan antarprovinsi.
Akita, 2002.

• Alasan Jawa-Bali mengalami penurunan ketimpangan antarprovinsi antara tahun 1997 dan 1998 karena penurunan
yang besar di Jakarta dalam PDB per kapita relatif terhadap provinsi Jawa-Bali.
• Di Jakarta, sektor manufaktur, keuangan, dan konstruksi nonmigas berkontribusi signifikan terhadap pergeseran
bauran industri negatif yang besar, di mana pangsa PDB gabungan dari tiga industri yang terkena krisis terparah
mengalami penurunan sekitar 60%.
• Di Jawa Barat dan Jawa Timur, komponen pergeseran bauran industri juga negatif, karena pertumbuhan negatif yang
sangat besar di sektor manufaktur dan konstruksi nonmigas. Meskipun demikian, komponen pergeseran bauran
industri kurang signifikan karena keunggulan sektor pertanian di provinsi tidak begitu terpengaruh oleh krisis.
• Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara tampaknya memiliki keunggulan kompetitif di bidang manufaktur dan
perdagangan nonmigas.
• Ketimpangan antarprovinsi di Sumatera stabil antara tahun 1997 dan 1998. Di antara provinsi-provinsi di Sumatera,
kinerja Riau relatif baik.
Dampak Awal Krisis Ekonomi
1997
Ketimpangan Dalam Provinsi
• Peningkatan ketimpangan tersebut disebabkan peningkatan komponen
ketimpangan dalam provinsi, terutama di provinsi Riau, Jakarta, Jawa Barat
dan Jawa Timur.
Akita, 2002.

• Krisis ekonomi memiliki dampak buruk yang sangat kuat terhadap perekonomian wilayah metropolitan Jakarta Raya
(Jabotabek). Kemerosotan ekonomi yang parah di Jabotabek akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung yang
sangat besar tidak hanya di kabupaten-kabupaten lain di Jawa-Bali tetapi juga di Pulau-Pulau Luar.
• Kondisi ekonomi Jabotabek yang sangat parah pada tahun 1998, menegaskan bahwa krisis ekonomi Indonesia adalah
krisis yang melanda daerah perkotaan di Jawa (Booth 2000).
• Di Sumatera, semua provinsi kecuali Sumatera Barat dan Riau mengalami penurunan ketimpangan dalam provinsi pada
tahun 1998.
• Seperti di Jawa-Bali, krisis ekonomi di Sumatera tampaknya telah melanda wilayah perkotaan besar paling parah.
• Dengan demikian, ketimpangan dalam provinsi memainkan peran yang semakin penting dalam menentukan
ketimpangan pendapatan daerah secara keseluruhan, yang diukur dengan menggunakan data tingkat kabupaten.
Faktor Disparitas Pendapatan
Daerah Budy P. Resosudarmo dan Yogi Vidyattama, 2006.

Perubahan pemerintahan sentralistik menjadi


desentralisasi tidak menuntaskan masalah diparitas
pendapatan daerah.
Disparitas pendapatan per kapita provinsi di Indonesia
relatif besar.
Terdapat konvergensi pertumbuhan bersyarat di
Indonesia, yang berarti bahwa PDB per kapita provinsi
yang lebih miskin tumbuh lebih cepat daripada provinsi
yang lebih kaya.
Keterbukaan perdagangan investasi fisik dan peran
migas penentu pertumbuhan.
Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT)
• Pertumbuhan ekonomi daerah yang tidak merata.
• Beberapa daerah mengalami pertumbuhan ekonomi
tinggi dan mendapatkan keuntungan dari
peningkatan investasi industri dan produksi.
• Tetapi terdapat daerah lain yang tetap mengalami
kemiskinan tidak tersentuh oleh pertumbuhan
ekonomi.
• Sistem pengeluaran pembangunan yang terpusat
tidak lagi efektif dalam menyesuaikan investasi dan
redistribusi fiskal ke berbagai daerah.
• Pemerintah daerah kabupaten terhambat dalam
kemampuannya menyesuaikan upaya pengentasan
kemiskinan.
Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT)
• Inpres Desa Tertinggal (IDT) diluncurkan pada
tahun 1993 merupakan program hibah per
kapita yang ditujukan untuk membantu daerah
pedesaan dan perkotaan yang tergolong
tertinggal oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
• Pemerintah Indonesia merancang Instruksi
Presiden (Instruksi Presiden, atau Inpres) Desa
Tertinggal (IDT) sebagai bagian dari program
Inpres secara keseluruhan, yang merupakan
sistem hibah pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT)
• Tujuan IDT yaitu memperkuat kelembagaan demokrasi lokal
dan mendukung kebijakan desentralisasi pemerintah,
memberikan bantuan kepada keluarga di bawah garis
kemiskinan, dan mendukung berbagai tujuan pembangunan.
• Cara kerja program IDT yaitu menyediakan modal kerja dan
keahlian teknis bagi keluarga miskin untuk memulai usaha
sendiri.
• Berfokus pada hibah kepada pemerintah tingkat desa dan
secara khusus menargetkan rumah tangga miskin di desa-desa
yang kurang berkembang di seluruh wilayah Indonesia.
• Pengorganisasian kelompok masyarakat desa di mana
anggotanya, yang menghadapi kendala sosial ekonomi yang
sama, diharapkan untuk terlibat dalam usaha koperasi.
Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT) Mengatasi Ketimpangan
• Program Inpres IDT merupakan bagian dari komitmen
berkelanjutan untuk membantu daerah miskin dan kelompok
sosial meningkatkan statusnya.
• Program IDT efektif dalam memperbaiki peningkatan
ketimpangan antarprovinsi dan mengurangi penurunan bagian
pengeluaran kelompok sosial ekonomi yang lebih miskin.
• Program IDT lahir karena semakin sulit bagi pemerintah pusat
Orde Baru untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan
pembangunan pada tingkat yang sangat tersentralisasi,
khususnya dalam menangani masalah dan kondisi provinsi
bagian timur.
• Program IDT, dalam arti tertentu, revolusioner karena otonomi
yang lebih besar diberikan kepada badan-badan pemerintah
daerah dan kelompok-kelompok masyarakat lokal.
Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT) Mengatasi Ketimpangan
• Keberhasilan program IDT terletak pada pelimpahan wewenang
ini dan kewenangan implementasi untuk manajer, pejabat dan
warga yang peduli yang lebih dekat dan, oleh karena itu, lebih
tahu tentang kondisi dan rumah tangga tertentu yang
memerlukan bantuan dari program.
• Dilihat dari efektivitasnya dalam memerangi ketimpangan dan
meningkatkan porsi pengeluaran masyarakat yang lebih miskin,
program IDT memberikan dukungan yang kuat untuk
desentralisasi fiskal dan otonomi daerah lebih lanjut dalam
melaksanakan proyek pengentasan kemiskinan dan redistribusi.
Program Inpres Desa Tertinggal
(IDT) Mengatasi Ketimpangan
• Hasil program IDT sesuai dengan setidaknya dua dari tujuan
keseluruhan program Inpres seperti yang telah disebutkan
sebelumnya: untuk meningkatkan kesejahteraan sosial secara
merata di seluruh negeri dan untuk mengembangkan kemampuan
masyarakat dan lembaga di tingkat lokal.
• Berkaitan dengan tujuan pertama,terdapat pengaruh signifikan
yang diberikan hibah IDT terhadap tingkat ketidaksetaraan serta
porsi pengeluaran kelompok sosial ekonomi yang lebih miskin di
suatu provinsi.
• Berkaitan dengan tujuan kedua, program IDT mungkin
merupakan yang pertama dalam meningkatkan kemampuan lokal
dengan benar-benar memungkinkan aktor dan lembaga lokal
memiliki peran penting dan tanggung jawab utama dalam
program yang disponsori pemerintah pusat.
Dampak Krisis Ekonomi di Era
Reformasi
• Peningkatan mendadak tingkat kemiskinan, yang meningkat dari
17% pada tahun 1996 menjadi 24% pada tahun 1999

• Meskipun perekonomian telah pulih relatif cepat, sejak saat itu


Indonesia telah mengalami laju pengentasan kemiskinan yang lebih
lambat dibandingkan dengan periode sebelum krisis ekonomi.

• Kenaikan kemiskinan pada meningkat dari 17,3% pada tahun 1996


menjadi 23,4% pada tahun 1999. Akibat dari kehilangan atau
penurunan pendapatan dan hiper-inflasi mendorong masyarakat
rentan miskin untuk jatuh di bawah garis kemiskinan.
• Kenaikan kemiskinan kedua terjadi pada tahun 2006 akibat
kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar dalam
negeri dan kenaikan harga beras.
Kemiskinan Perkotaan dan
Pedesaan
• Tingkat kemiskinan di perdesaan selalu jauh lebih tinggi daripada di
perkotaan.

• Perbedaan angka kemiskinan antara daerah pedesaan dan perkotaan


selalu lebih dari 6 persen, kecuali pada tahun 1998 selama krisis
ekonomi
• Sekitar 65% penduduk miskin tinggal di pedesaan.
• Jumlah penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan telah
meningkat dari 27,7% pada tahun 1996 menjadi 35,8% pada tahun
2010.
Elastisitas Pertumbuhan
Kemiskinan
• Elastisitas pertumbuhan kemiskinan mengacu pada persentase
perubahan kemiskinan sebagai hasil dari 1% pertumbuhan ekonomi.

• Elastisitas pertumbuhan kemiskinan di perdesaan adalah -0,31,


berarti sebesar 1% pertumbuhan ekonomi mengurangi kemiskinan
pedesaan sebesar 0,31 poin persentase.

• Perubahan struktur PDB pasca krisis tidak mengurangi kekuatan


pertumbuhan ekonomi dalam penanggulangan kemiskinan seperti
yang diyakini masyarakat.
Elastisitas Pertumbuhan
Kemiskinan
• Dibandingkan dengan kemiskinan pedesaan, elastisitas
pertumbuhan total kemiskinan perkotaan lebih rendah yaitu -0,22.

• Sama halnya dengan elastisitas di perdesaan, elastisitas di perkotaan


setelah AFC sebesar -0,23 sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan
elastisitas sebelum krisis yaitu -0,20.

• Dilihat dari komponen pertumbuhan sektoral, pertumbuhan sektor


jasa perkotaan memiliki elastisitas tertinggi dalam penanggulangan
kemiskinan perkotaan dengan -0,12, disusul oleh sektor jasa
perdesaan dengan -0,04 dan sektor industri perkotaan dengan -0,02.
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi
• Kedua, pembatasan aktivitas yang
diperlukan sebagai bagian dari
• Dampak ekonomi COVID-19 dimulai penekanan penyakit.
sebagai guncangan pasokan negatif • Menyebabkan guncangan permintaan.
• kebijakan penekanan penyakit akan
Hausmann, 2020 menyelamatkan nyawa tetapi
memperburuk resesi ekonomi.
• Pertama, pekerja terinfeksi, mengurangi kapasitas • Efek jangka panjang dapat mencakup
produksi. efek histeresis pengangguran dan
• Ketika 10 persen dari populasi terinfeksi, penghancuran rantai sisi pasokan.
infrastruktur keuangan dan ekonomi utama akan
menghadapi kekurangan tenaga kerja yang parah.
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi• Guncangan kesehatan memaksa
penurunan mobilitas menyebabkan
• Memperburuk ketimpangan sosial dan pengangguran.
ekonomi secara global. • Rumah tangga miskin akan tetap
berada dalam keadaan kemiskinan
Sumner, Hoy, dan Ortiz-Juarez,
2020
yang lebih tinggi.
• Menimbulkan risiko tidak
• Resesi ekonomi akan mendorong jutaan proporsional bagi populasi yang
orang ke dalam kemiskinan. Simulasi paling rentan.
mencakup 138 negara berkembang dan
26 negara berpenghasilan tinggi
menemukan bahwa bahkan dalam
skenario paling ringan, COVID-19 dapat
memiskinkan tambahan 85 juta orang.
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi
Faktor kerentanan masyarakat miskin:
1) Dimana mereka tinggal: Mayoritas masyarakat miskin tinggal di
daerah pedesaan dengan akses terbatas ke fasilitas kesehatan.
2) Dimana mereka bekerja: Tindakan lockdown dan penurunan
permintaan akan mempengaruhi hilangnya pekerjaan. Masyarakat
miskin terlibat dalam pekerjaan bergaji rendah di sektor informal.
3) Ketergantungan yang tinggi pada layanan kesehatan dan
pendidikan masyarakat: akses yang terbatas ke layanan perawatan
kesehatan serta penutupan sekolah menimbulkan dampak yang
parah bagi anak-anak miskin.
4) Tabungan terbatas dan sumber daya keuangan lainnya:
Mekanisme penanggulangan untuk tetap bertahan selama
pandemi bagi orang miskin dengan jaring pengaman yang tidak
memadai.
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi
Kesenjangan penduduk:
• Pandemi Covid-19 menyebabkan kesenjangan penduduk antara
kaya dan miskin semakin meningkat. Badan Pusat Statistik
mencatat ketimpangan penduduk yang diukur dengan rasio gini
meningkat dari 0,391 pada September 2019 menjadi 0,385 pada
September 2020.

• Gini rasio perkotaan meningkat dari September 2019 sebesar


0,391 menjadi 0,399 pada maret 2020. Gini rasio pedesaan
meningkat pada September 2019 sebesar 0,31 menjadi 0,317
pada maret 2020.
• Jumlah penduduk miskin bertambah 2,76 juta pada September
2020, jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi
• Respon kebijakan harus Tunjangan
mempertimbangkan prinsip kesetaraan. Pengangguran
Bersyarat/Kartu
Sumner, Hoy, dan Ortiz-Juarez, Prakerja
2020

• Pemerintah Indonesia telah menempatkan Kartu


respon kebijakan untuk mendukung Sembako
perlambatan ekonomi akibat pandemi.

Insentif
Bantuan sosial tunai Stimulus tenaga
bersyarat/Program Keluarga usaha kesehatan
Harapan UMKM
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi
Emile Durkheim 1893 yang berjudul "The Division
of Labor in Society"
• Masyarakat industri modern yang dicirikan melalui keragaman
identitas masyarakat saling membagi peran membuat mereka
saling tergantung satu sama lain.
• Kesadaran kolektif masyarakat di era industri modern dan
terutama dalam konteks informasi teknologi saat ini dinilai
“lemah”. Penggunaan media daring menyebabkan banyak
individu tidak lekat dengan kolektivitas di sekitarnya.
• Dalam situasi ketidaklekatan kolektifitas, pandemi COVID-19
memberikan “struktur baru” yang membuat manusia harus
bekerja kolektif untuk memastikan perubahan perilaku secara
kolektif sebagai satu-satunya cara memutus mata rantai
penyebaran virus
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi
Kesadaran akan ketidaksetaraan
• Selaras dengan tumbuhnya kesadaran kolektif, pandemi COVID-
19 juga menguatkan kesadaran akan ketidaksetaraan dan
keberpihakan bagi kelompok terdampak.
• Pandemi ini juga memunculkan kelompok-kelompok miskin,
rentan dan tertinggal baru.
• Di tingkat makro, institusi finansial telah memprediksi bahwa
dampak ekonomi yang disebabkan pandemi COVID-19 lebih
buruk daripada krisis ekonomi Asia 1997-98 dan krisis finansial
global 2008.
• Kebijakan karantina dan pembatasan sosial berdampak terhadap
berbagai industri terutama di sektor wisata, perdagangan (terutama
nonpangan dasar), perhotelan, angkutan atau jasa transportasi, restoran,
kedai kopi, dan pertanian.
Kemiskinan dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Era Pandemi
Tindakan Masyarakat
• Pembagian bahan pokok atau sering disebut “sembako” kepada
masyarakat yang paling rentan dan terdampak pandemi.
• Menjaga roda ekonomi lokal dan memastikan kelompok
ekonomi kecil dan rumah tangga masih memiliki pendapatan.
• Inisiatif dan tindakan masyarakat untuk saling mendukung,
mengingatkan akan pentingnya bertindak dan mengubah
perilaku sebagai bagian dari kesadaran kolektif.
Kesimpulan
• Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Era Soeharto diiringi dengan meningkatnya ketimpangan, dan peningkatan
ketimpangan mengurangi dampak pertumbuhan terhadap penurunan kemiskinan.

• Alasan mengapa pertumbuhan kurang merata berkaitan dengan terbatasnya akses ke pendidikan di pedesaan,
peningkatan pertumbuhan sektor manufaktur tanpa diiringi dengan peningkatan sektor pertanian, dan masyarakat
tinggal di daerah terpencil luar jawa tidak memperoleh manfaat pertumbuhan ekonomi.
• Krisis ekonomi 1997 tidak hanya membayangi sektor keuangan tetapi juga sektor riil perekonomian. Ketimpangan
pendapatan daerah menerima perhatian publik yang besar di Indonesia, terutama karena masih adanya perbedaan
yang besar dalam indikator sosial ekonomi antar daerah dan provinsi.

• Konflik ketimpangan regional di Indonesia karena pemerintah gagal mengenali konsekuensi sosial politik dari
redistribusi kekayaan dari daerah kaya ke daerah miskin. Akibatnya distribusi sumber daya alam tidak merata dan
pusat perdagangan industri terkonsentrasi di beberapa daerah.

• Terdapat konvergensi pertumbuhan bersyarat di Indonesia, yang berarti bahwa PDB per kapita provinsi yang lebih
miskin tumbuh lebih cepat daripada provinsi yang lebih kaya.
Kesimpulan
• Penurunan kemiskinan yang lebih lambat yang diamati setelah krisis ekonomi kemungkinan besar disebabkan oleh
tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah yang terjadi selama periode pasca krisis ekonomi.

• Indonesia telah mengalami pengurangan kemiskinan yang jauh lebih lambat selama era paska krisis ekonomi
dibandingkan dengan era sebelum krisis.

• Secara umum, tidak ada bukti bahwa elastisitas pertumbuhan kemiskinan, yaitu penurunan angka persentase
kemiskinan akibat pertumbuhan ekonomi 1%, telah menurun setelah krisis.

• Pandemi COVID-19 secara tidak proporsional memengaruhi orang yang hidup dalam kemiskinan karena terbatasnya
fasilitas kesehatan, kehilangan lapangan pekerjaan sektor formal/informal, ketergantungan tinggi pada layanan
kesehatan dan pendidikan, dan tabungan sumber daya keuangan yang terbatas.

• Usaha pemerintah mengatasi perekonomian saat pandemi yaitu insentif untuk tenaga kesehatan, stimulus untuk
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan bantuan sosial termasuk bantuan tunai bersyarat atau Program
Keluarga Harapan (PKH), kartu jatah atau Kartu Sembako dan tunjangan pengangguran bersyarat atau Kartu Prakerja.
DAFTAR PUSTAKA
• Akita, Takahiro & Armida S. Alisjahbana. 2002. Regional Income Inequality in Indonesia and the
Initial Impact of the Economic Crisis, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 38, No. 2, p.
201-222
• Akita, Takahiro & Jesse Szeto. 2000. Inpres Desa Tertinggal (IDT) Program and Indonesian
Regional Inequality, Asian Economic Journal, Vol. 14(20.
• Arsyad, Lincolin. 2016. Ketimpangan Regional dan Sebaran Industri di Indonesia, dalam
Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Ketiga, Bab 9, Yogyakarta, PT BPFE
• Tadjoeddin, Mohammad Z. et al. 2001. Regional Disparity and Vertical Conflict in Indonesia,
Journal of the Asia Pacific Economy, Vol. 6(3): 283–304.
• Booth, Anne. 2000. Poverty and Inequality in the Soeharto Era: An Assessment. Bulletin of
Indonesian Economic Studies, Vol. 36(1), pp. 73-104.
• Resosudarmo, Budy P. & Yogi Vidyattama. 2006. Regional Income Disparity in Indonesia: A Panel
Data Analysis. ASEAN Economic Bulletin, Vol. 23(1), pp. 31-44

Anda mungkin juga menyukai