Anda di halaman 1dari 24

KRISIS SPIRITUAL

PERSPEKTIF MURTADHA MUTHAHHARI


Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan


diberkahi oleh akal dan jiwa. Manusia juga
disebut oleh ahli mantiq sebagai “al- insan
hayawan natiq” atau artinya manusia
adalah hewan yang berpikir. Mengapa
manusia disebut demikian?. Karena di
dalam tubuh manusia ada unsur hewani
dan unsur ruhaninya.
Oleh sebab itu manusia memiliki potensi
untuk menjadi hewan dan bisa juga
untuk terlepas dari unsur hewani. Akan
tetapi Murtadha Muthahhari
menanggapi hal tersebut, apakah
memang kita harus mengorbankan salah
satunya? Atau bisakah kita hidup
menjadi manusia seutuhnya dengan
tidak menafikan salah satu di antaranya.
modernisasi membawa dampak terjadinya
kerancuan dan penyimpangan nilai-nilai
kemanusiaan atau dehumanisasi. Manusia modern
semakin dihinggapi oleh rasa cemas dan kehilangan
visi keilahian serta kehilangan dimensi
transendental, maka dari itu menjadi mudah
dihinggapi kegersangan hidup dan krisis spiritual.
Pada selanjutnya, manusia semakin sering
mengalami stres, depresi dan alienasi (menjadi asing
dengan dirinya sendiri). Mereka teralienasi dari
dirinya sendiri, dari lingkungan sosialnya dan yang
terpenting dari Tuhannya.
Maka dari itu Murtadha Muthahhari beranggapan bahwa
krisis yang paling besar adalah krisis spiritual. Krisis ini
menghantui masyarakat modern dan industri. Menurut
Murtadha Muthahhari krisis spiritual dianggap sebagai
krisis yang paling besar karena sampai sekarang solusi
untuk mengatasinya belum dapat ditemukan. Murtadha
Muthahhari juga menyebutkan beberapa pertanda bahwa
adanya fenomena krisis spiritual seperti: Membengkaknya
kasus bunuh diri, banyaknya waktu kosong,
membengkaknya jumlah penyakit jiwa dan gangguan
mental dan banyak lainnya.
Rumusan Masalah
1, Bagaimana krisis spiritual
perspektif Murtadha
Muthahhari?
2. Bagaimana peran
pendidikan spiriualitas dalam
mengatasi krisis spiritual?
Tujuan Penelitian
1. Mengerti konsep Spiritual
menurut Murtadha Muthahhari.
2. Mengetahui peran pendidikan
spiritualitas dalam mengatasi krisis
spiritual.
KRISIS
SPIRITUALITAS
Krisis Spiritual adalah situasi keadaan
hati atau rohani yang sedang terjadi atau
diperkirakan terjadi dan relatif berujung
pada sesuatu yang bersifat negatif.
krisis spiritual Seyyed
Hossein
 krisis yang menimpa manusia
modern ini diakibatkan oleh sains
modern, ditambah lagi tidak
banyak orang yang
mengkhawatirkan ini
 Modern man has simply forgotten
who he is (manusia modern lupa
akan kemanusiaannya)
Tanda dari krisis
spiritual manusia
di antaranya adalah kecemasan,
kegelisahan dan kehampaan
eksistensial. Dari beberapa tanda
tersebut, akan mengakibatkan
tingginya stres, frustrasi, hingga
penurunan martabat manusia yang
akan mengancam eksistensi pada diri
setiap manusia.
Spiritualitas Islam
Spiritualitas Islam muncul sejak pada abad
ke-7 M. Diawali dari pencerahan Nabi
Muhammad SAW kepada pengikutnya,
beliau memberikan pencerahan perihal
spiritual dan moral yang berasal dari Allah
SWT kepada pengikutnya yang awal. Apa
yang dibawa Nabi SAW dijadikan sebagai
pilar dalam agama Islam guna mencapai
kedekatan diri kepada Allah SWT. Lima
pilar itu sering kita kenal dengan “Rukun
Islam”
Secara khusus spiritualitas Islam adalah
pengalaman dan pengetahuan akan keesaan ini
dan realisasinya dalam pemikiran, perkataan,
sikap, dan perbuatan, serta berangkat dari
kemauan, jiwa, dan kecerdasan.
Puncak spiritualitas Islam adalah menjalani hidup
dan melakukan perbuatan yang selalu sejalan
dengan kehendak Ilahi, mencintai-Nya dengan
segenap wujud, dan akhirnya mengenal-Nya
melalui pengetahuan integratif dan iluminatif,
yang realisasinya tidak akan pernah dapat
terpisahkan dari cinta, dan tidak akan mungkin
tanpa kehadiran perbuatan yang benar.
Spiritualitas dalam Tradisi Barat

Spiritualitas dalam tradisi Barat tidak


selalu berkaitan dengan penghayatan
terhadap agama bahkan Tuhan.
Spiritualitas yang ada dalam tradisi
Barat lebih mengarah pada bentuk
pengalaman psikis yang akhirnya
memberi makna yang mendalam
pada individu tersebut.
Dalam psikologi Barat, dikatakan puncak
kesadaran manusia seutuhnya ada pada
tingkat rasionalitasnya, sedangkan dalam
ranah kesufian orang Timur tidaklah begitu,
kesadaran hanya diukur dari aspek
rasionalitas seperti halnya “tidur dalam
sadar”, dikarenakan sisi spiritualitas dalam
pendekatan diri terhadap Tuhan tidak
pernah bisa terukur dengan hanya
menggunakan ukuran rasionalitas.
Krisis Spiritual
Modern
Bersamaan dengan kemajuan IPTEK dengan segala
macamnya, seharusnya bisa membawa manusia
menuju kebahagiaan yang lebih banyak dalam
hidupnya. Akan tetapi, kenyataannya adalah bahwa
kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup
semakin susah dan kesusahan material berganti
dengan kesusahan mental. Beban jiwa semakin
berat, kegelisahan dan ketegangan serta tekanan
perasaan lebih terasa dan lebih menekan, sehingga
mengurangi kebahagiaan dan muncullah krisis
spiritual modern dengan segala misterinya
Akibatnya masyarakat kehilangan
keseimbangan antara aspek material
dan spiritual, karena meletakkan
materi sebagai satu-satunya penentu
kehidupan, yang menafikan spiritual
atau akal budi
bentukterjadinyakrisisspiritualyangditulisolehMurtadhaMuthahhari

ada kasus bunuh diri, terdapat banyak waktu


luang, membengkaknya penyakit jiwa,
kenakalan remaja merebak dan sudah dianggap
lumrah, kasih sayang sudah jarang ditemui,
kelaparan merajalela
krisis spiritual
 Kehilangan Makna Hidup
 Kehilangan Nilai Waktu
 Lemahnya Jiwa
 Kehilangan Panutan pada Remaja
 Krisis Kasih Sayang
 Individualitas
 Keserakahan dan Ketamakan
Pendidikan Spriritual sebagai Solusi Krisis
Spriritualitas
sebagaimana dikatakan oleh K. Ahsib, pendidikan
harus dapat menyelamatkan seseorang dari
berbagai kekuatan yang menimbulkan
dehumanisasi dengan menuntunnya ke arah
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
yang terpadu dan seimbang, harus memberikan
kebebasan dan kemerdekaan bagi setiap individu
serta harus diimplementasikan sebagai
kemampuan untuk memahami dirinya sendiri,
lingkungan dan Tuhannya dalam rangka
melindungi dan memelihara perkembangan
aspek jasmani dan rohaninya
Dengan memiliki kecerdasan spiritual yang
mumpuni, seorang anak akan memiliki
karakteristik; pertama, kemampuan untuk
mentransendensikan yang fisik dan
material, kedua, kemampuan untuk
mengalami tingkat kesadaran yang
memuncak, ketiga, kemampuan untuk
mensakralkan pengalaman sehari- hari,
keempat, kemampuan untuk menggunakan
sumber-sumber spiritual untuk
menyelesaikan masalah, kelima,
kemampuan berbuat baik
Dari paradigma Spiritual Quotient
(SQ)kemudian berkembang konsep spiritual
parenting (SP) yang digagas oleh banyak
pakar psikologi anak, menyikapi kondisi
masyarakat yang hampa moral dan nilai-nilai
luhur ditambah akses negatif dari media
televisi, internet, lingkungan, serta sistem
pendidikan modern yang lebih menekankan
pada materi dan tercapainya prestasinya
sehingga mengubur jiwa suci dan nilai-nilai
keilahian anak didik.
Berkaitan dengan pendidikan spiritual melalui spiritual
parenting ini, Komaruddin Hidayat menegaskan bahwa
prinsip spiritual parenting bisa diterapkan misalnya dengan
mengajak anak untuk mengapresiasikan Tuhan melalui
ciptaannya, bisa keindahan alam, sinar matahari, ataupun
warna-warni bunga. Spiritual parenting sangat bermanfaat
untuk mengasah kepekaan dan hubungan manusia dengan
Tuhan dalam pengertian universal. Selain itu spiritual
parenting juga bermanfaat untuk mendidik trasendensi,
nilai-nilai moral dan akhlak mulia. Karakter yang diajarkan
pada anak meliputi tolerasi, keterbukaan, kejujuran, rasa
terima kasih, kemampuan memaafkan dan mencintai.
Pendidikan spiritual merujuk pada pengenalan terhadap
Tuhan, supaya dia melimpahkan karuniaNya, sehingga
tindakan dan perbuatan seseorang bermanfaat pada
kehidupan material maupun spiritual, baik untuk
kepentingan saat ini maupun nanti, sebagaimana
diketahui bahwa kebutuhan material hanya dapat
dipenuhi oleh aspek jasmaniah, sedangkan kebutuhan
spiritual dapat dipenuhi oleh aspek spiritualnya, maka
mengaktualkan fungsi-fungsi jasmani maupun rohani
menjadi keharusan bagi seseorang yang menginginkan
pengembangan pribadi yang optimal dan maksimal
dalam keseimbangan dan kesempurnaan
KESIMPULAN
Manusia pada hakikatnya makhluk spiritual. Spiritualitas
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus di
penuhi. Namun terkadang dimensi spiritual manusia itu
terabaikan.Dengan terabainya dimensi spiritualitas ini
menyebabkan manusia kurang bermakna
(meaning)hidupnya dan kurang bisa mengontrol seluruh
tindakannya. Spiritualitas manusia harus tetap terjaga dan
berkembang. Untuk bisa mewujudkan hal ini, maka
dibutuhkan pendidikan spiritual bagi manusia agar
jiwanya tetap hidup dan tidak gersang.Salah satu peran
pendidikan spiritual ini antara lain adalah membentuk
manusia berkarakter

Anda mungkin juga menyukai