Anda di halaman 1dari 5

FILSAFAT EKSISTENSI MANUSIA

Disusun Oleh
Kelompok 1

Sahdah Shafariani Artika (C021211010)

Nabila Fatmazahro (C021211036)

Leonard Stephen Purnawan (C021211044)

Efrillianti Sarapang (C021211071)

Arinda Ranaa Qonitah (C021211092)

Putri Ramadhani Al Imran (C021211102)

PSIKOLOGI B 2021

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
Dosen Pengampu Mata Kuliah Filsafat Eksistensi Manusia:
1. Dr. Muhammad Tamar, M.Psi.
2. Istiana Tajuddin, M.Psi., Psikolog
3. Dr. Ichlas Nanang Afandi, M.Psi.
4. Susi Susanti, MA

MANUSIA DALAM PERSPEKTIF SPIRITUAL

A. Pendahuluan
Menurut Islam, manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sempurna yang memiliki
potensi yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Manusia memiliki akal, hati, jiwa,
raga, serta panca indra. Pada hakikatnya, manusia digerakkan oleh dorongan dari dalam
diri, diatur dan dikontrol oleh sisi psikologis atau faktor internal orang tersebut.
Dorongan-dorongan itu cenderung mengarah ke hal yang positif dikarenakan hati nurani
manusia. Selain hati nurani, manusia juga dikaruniai rasa tanggung jawab dan ingin tahu
akan sesuatu. Setelah melalui berbagai perkembangan, manusia kemudian dipengaruhi
oleh sedikit banyaknya lingkungan sekitar atau faktor eksternal (Khasinah, 2013).

Menurut Syafe’I (2012), tugas dan kedudukan manusia di dunia ini adalah untuk
menyerahkan diri kepada Tuhannya, sebagai wakil/khalifah di muka bumi dengan
standar potensi yang beragam, perwujudan eksistensi manusia, menciptakan hubungan
antar makhluk hidup (bersosial), untuk menjaga dan mengatur alam, serta untuk
melestarikan golongannya.

Lantas apa itu spiritual? Spiritual berasal dari kata “spirit” yang artinya roh, jiwa,
semangat, dan gesit. Ada beberapa pandangan mengenai definisi spiritual. Spiritual bisa
dikatakan sebagai pengalaman kesadaran individu pada upaya menghormati eksistensi
alam sejagat raya, yang dikaitkan dengan kekuatan tertinggi pada kehidupan ini
(transenden), seperti Tuhan, keabadian, puncak kebenaran tertinggi, nilai-nilai luhur,
sesuatu yang bermakna, sehingga dengan sering menginspirasi dalam perasaan
keberdayaan, harapan, dan kerendahan hati. Jika dilihat dengan gambaran besar, spiritual
tidak bermakna sempit seperti konsep agama, namun juga berkenaan dengan orang yang
menunjukkan spirit tingkah laku.

.
B. Manusia dalam Perspektif Spiritual
Setelah mengetahui definisi terpisah antara manusia dengan spiritual, akan tergambar
bahwa sejatinya manusia tidak terpisah dari yang hal-hal spiritual di hidupnya. Dipandang
dari segi agama, sebagai contoh agama Islam, ada tingkatan dalam spiritualitas manusia.
Tingkatan ini adalah nafs amarah (the commading self), nafs lawwamah (the regretful
self), nafs mulhimma (the inspired self), nafs muthmainnah (the contected self), nafs
radhiyah (the pleased self), nafs mardhiah (the self pleasing to God), dan nafs safiyah (the
pure self) (Jumala, 2017).

Jika dipandang dari segi keilmuan, spiritual di bagi menjadi beberapa dimensi yang
mempengaruhi caranya dalam memandang makhluk hidup, salah satunya manusia.
Dimensi ini adalah well-being, trandensi, perkembangan, wellness, kebutuhan, distress,
kecerdasan, religius, pertumbuhan, serta kesehatan. Dari berbagai dimensi itu, spiritual ini
memandang manusia sebagai makhluk yang harus bisa merasakan kesejahteraan
hidupnya, harus keluar dari zona nyaman dan membuka perspektif yang luas, harus
belajar dari pengalamannya untuk menjadi lebih baik, bisa menyesuaikan diri, memiliki
kepercayaan, dapat memaknai hidup, mengkaji hidup, berhubungan dengan iman dan
kepercayaan tentang kehadiran Tuhan, terus tumbuh, serta memiliki tujuan hidup.

Pada jurnalnya, Novitasari (2017) mengutip pandangan Maslow yang mengungkapkan


bahwa kehidupan spiritual (kontemplatif, religius, filosopi, atau nilai kehidupan) adalah
bagian penting dalam esensi manusia. Menurutnya dari pendapat Maslow tersebut, bisa
dipahami bahwa spiritualitas adalah suatu potensi yang mampu menjadi besar dan
mengambarkan sifat-sifat sejati pada manusia. Sebagaimana pengembangan kepribadian
manusia, spiritualitas dalam individu juga berkembang sesuai potensi dan pengalaman
individu itu sendiri.

Pembentukan dan pengembangan manusia menjadi dirinya sendiri sebenarnya


dipengaruhi oleh banyak faktor seperti hereditas dan lingkungan. Seperti yang telah
disebutkan di atas bahwa spiritual dinilai sangat penting, maka tidak bisa dipungkiri
bahwa faktor ini juga mempengaruhi manusia dalam membentuk diri. Spiritualitas akan
mendorong faktor hereditas dan lingkungan untuk membangun sebuah karakter individu
melalui fenomena lingkungan, pengalaman, dan insiden. Fenomena, pengalaman, dan
insiden itu bisa dalam bentuk fisik (penyakit, kecelakaan, kurang tidur atau makan, lahir
dan melahirkan), emosional (pernikahan, stress, kematian, gaya hidup, dan jalinan
hubungan yang signifikan), maupun kejadian naluriah (berdoa, meditasi, kehadiran di
tempat ibadah).

C. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk hidup yang terbentuk dari banyak faktor. Pada bahasan ini
spiritual adalah faktor dominan yang dapat dipahami. Spiritual sendiri adalah sebuah
konsep atau cara yang berkaitan dengan pengalaman individu dalam eksistensi hidupnya.
Pengembangan spiritual erat hal-hal intrinsik seperti mencerminkan dan membangun
jenis seseorang. Dapat disimpulkan bahwa pengalaman seseorang yang mendukung
tumbuh kembang spiritualitas pada dirinya selalu disertai oleh nilai-nilai tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Yulmaida, dan Diah Rini Lesmawati. 2016. Religiusitas dan Spiritualitas :
Konsep Yang Sama Atau Berbeda?. Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris &
Non-Empiris, Volume 2, 67-73.

Braine, David. 1994. The Human Person: Animal and Spirit. London: Duckworth.
Cottingham, John. 2005. The Spiritual Dimension Religion, Philosophy and Human
Value. UK : Cambridge University Press.

Giacalone, R.A, and Carole L.J. 2010. Handbook of Workplace Spirituality and
Organizational Performance, Second Edition. USA : Routledge.

Jumala, N. 2017. Memahami Tingkatan Spiritual Manusia dalam Mendeteksi Krisis


Nilai Moral. Hal : 2-4.

Khasinah, Siti. 2013. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat. Jurnal
Ilmiah DIDAKTIKA Vol. XIII, No. 2, 296.317.

Novitasari, Yuni. (2017). Kompetensi Spiritualitas Mahasiswa. Journal of


Multicultural Studies in Guidance and Counseling, Volume 1, 45-70.

Schuon, Frithjof. 2007. Spiritual Perspectives and Human Facts. Canada : World
Wisdom.

Syafe’i, Isop. 2012. Hakikat Manusia Menurut Islam. Jurnal Ilmiah Psikologi 2021,
Vol.V, No. 1:743-755. Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Anda mungkin juga menyukai