Masa remaja merupakan masa yang seringkali dihubungkan dengan mitos dan
stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi
dan gangguan perilaku negatif seperti, tawuran, pornografi, pornoaksi, asusila, narkoba,
dan pencurian. Selain itu, masa remaja juga masa yang labil, ini sebagai akibat dari
tekanan-tekanan yang dialami pada masa remaja karena perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Masa remaja juga merupakan masa dimana remaja mulai mengurangi hubungan
dengan orang tuannya dan berusaha untuk dapat berdiri sendiri dalam menghadapi
segala kenyataan-kenyataan yang ada. Hal ini terjadi bagi diri remaja tidak terjadi
dengan s endirinya, melainkan ada beberapa faktor luar yang menyebabkan terjadinya
hal tersebut. Salah satunya yang menyebabkan perilaku negatif pada masa remaja
adalah kurangnya pendidikan agama. Dalam hal ini, penulis membahas tokoh yang
memberikan pemahaman yang sesuai dengan masa remaja tentang motivasi beragama
yaitu Dr.Nico Syukur Dister OFM. Untuk lebih memahami tulisan tersebut, terlebih
penulis akan mengungkap biografi Nico Syukur Dister, termasuk juga pemikirannya.
1
Wim Goissler, Gereja Harus Hormati Aspirasi Papua Merdeka, (Jurnal:Satu Harapan, 18 Juli
2017), 4-5.
Page 1 of 7
Untuk mendukung pokok pemikiran Nico Syukur Dister, maka dia menulis
serangkaian karya yang penting , yaitu : Pertama, Bapak dan Ibu sebagai Simbol Allah.
Kedua, Filsafat Agama Kristiani. Ketiga, Kristologi ; Sebuah Sketsa. Dan yang terakhir,
Pengalaman dan Motivasi Beragama.
2
Nico Syukur Dister,Pengalaman dan Motivasi Beragama,(Yogyakarta:Kanisius, 1988),74.
3
Ibid,84.
4
Ibid,94.
Page 2 of 7
1.3. Frustrasi moral
Frustrasi moral sering juga disebut sebagai rasa bersalah terhadap sesuatu,
sedangkan penyembuhan rasa bersalah itu adalah agama. Beberapa hal, Nico syukur
Dister mengutip pendapat Vorgote tentang perasaan bersalah manusia, yaitu :
- Rasa bersalah merupakan perasaan majemuk yang terdiriatas berbagai unsur
seperti rasa tertekan yang membuat orang kehilangan kebebasannya, rasa gelisah
yang mendorong orang mengeluarkan isi hatinya dan dengan demikian
membebaskan diri padanya, rasa sesal, malu dan takut sehingga orang mau
menyembunyikan diri bagi orang lain karena takut kesalahannya diketahui orang
banyak dan rasa kesepian sehingga mengalami despresi.
- Lebih sering orang merasa bersalah terhadap diri sendiri dan terhadap orang
lain, dari pada terhadap Tuhan. Dengan perkataan lain, kebanyakkan orang
menyadari dan menghayati kesalahan mereka pertama-tama sebagai kesalahan
psikologis dan moral, bukan pertama-tama sebagai kesalahan religius.
- Kalau orang yang bersangkutan itu seorang yang beriman,maka rasa bersalah
mengandung referensi religius. Sebab bagi orang beragama, “masyarakat
sekitarnya” itu pertama-tama berupa persekutuan keagamaan (persekutuan
gereja) sebagai instansi moral yang dilatarbelakangi oleh hukum illahi. Jadi
secara tidak langsung ada pertalian dengan Tuhan Selama kesalahan itu belum
secara sadar dihayati sebagai “bersalah di hadapan Tuhan” ,rasa bersalah itu
sebenarnya belum boleh disebut religius. Dari pada menyebutnya religius atau
“dosa” lebih tepat menyebutnya “luka narsisistis”5
1.4. Frustrasi karena maut atau Kematian
Setiap manusia akan mati, tidak ada suatu agama yang mengajarkan kapan
waktunya seseorang akan mati dan tidak adapula seseorang dapat memastikan waktu
terjadinya kematian itu. Kematian yang tak dapat dipungkiri itu menyadarkan manusia
atau remaja akan ketidak berdayaan manusia/remaja dalam hidup ini.
2. Agama Sebagai Sarana Untuk Menjaga Kesusilaan Dan Tata Tertip Masyarakat
Setiap agama mengajarkan bentuk-bentuk dan nilai-nilaibagi kehidupan
masyarakat, nilai-nilai ini yang dijadikan acuandan petunjuk bagi manusia. Agama
menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikap dan berbuat sesuai dengan keyakinan
yang dianutnya. Agama dalam menjaga tata tertib dan kesusilaan masyarakat
mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum untuk mencapai kebutuhan dasar yang
berkenaan dengan dunia supra-empiris. Dalam skala evaluatif nilai-nilai religius
dirumuskan dalam bentuk kaidah-kaidah moral dengan jangkauan yang membentang
paling jauh dan paling dalam. Yang menjangkau daerah-daerah kejiwaan yang paling
dasar, yaitu hati nurani manusia yang merupakan norma proxima dari tindakan kongkret
dalam semua bidang kehidupan. Jika kaidah-kaidah moral itu dipercaya dan
diterima,berasal dari Tuhan. Maka nilai-nilai itu menjadi jaminan dalam menjaga
kesusilaan dalam masyarakat.
Agama dan moral merupakan dua unsur yang penting dalam menjaga kesusilaan
dan ketertiban masyarakat. NicoSyukur Dister menulis bahwa intensi agama ialah
bergaul dengan Tuhan. Pergaulan dengan Tuhan itu tidaklah sama dengan hidup
berperikemanusian. Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai-nilai moral itu bersifat otonom,
5
Ibid, 92.
Page 3 of 7
artinya nilai-nilai seperti keadilan,kejujuran, kesadaran, keteguhan hati berlaku juga
andai kata Tuhan tidak ada.6
Dengan demikian, seseorang tidak bisa hidup disisi Tuhan bila kenyataannya,
hidupnya tidak sesuai dengan norma-norma agama. Manusia wajib hidup bermoral
menjaga kesusilaan demi untuk Tuhan dan dirinya sendiri yaitu dengan mendengar atau
perantaraan suara hatinya sendiri, karena suara hati itu tidak pernah bohong.
6
Ibid,133.
7
Ibid,117.
8
Ibid, 80.
Page 4 of 7
hewan,demikian Kierkegaard, justru kemampuannnya untuk cemas hati (ketakutan
tanpa-obyek). Hewan hanya takut akan ini dan itu : selalu ada obyek yang ditakuti. Lain
halnya dengan manusia yang juga bisa cemas walau tidak ada obyek kecemasan.9
Secara psikologis ketakutan yang dialami manusia sangat erat kaitannya dengan
tendesi-tedensi manusiawi yang dapat menimbulkan perilaku keagamaan. Agama
mampu menghilagkan rasa takut yang ada obyeknya atau rasa takut yang tidak ada
obyeknya dengan segala peraturan-peraturannya.
9
Ibid, 122.
10
Zakiyah Daradjad, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 2005),82.
11
Ibid,106-107
12
Ibid, 93-94
13
Ibid, 107
Page 5 of 7
menerima, ataupun menolak apa saja yang diterangkan kepadanya. Pada masa remaja
terakhir, keyakinan beragama lebih dikuasai pikiran. Pikiran remaja pada remaja akhir
inilah yang sudah barang tentu ajaran-ajaran agama yang mereka terima selama ini akan
kembali diteliti ataupun dikritik.14
- Tidak percaya Tuhan
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa remaja adalah
mengingkari adanya wujud Tuhan sama sekali dan mengganti dengan keyakinan lain.
Perkembangan remaja ke arah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenarnya
mempunyai akar atau sumber dari masa kanak-kanak. Apabila seorang anak merasa
tertekan oleh kekuasaan orang tua kepadanya, maka ia telah memendam sesuatu
tantangan terhadap kekuasaan orang tua, dan kekuasaan terhadap siapapun, termasuk
kekuasaan Tuhan.
14
Ibid, 106
Page 6 of 7
Pendidikan seks sangat penting disampaikan pada masa remaja agar mereka
mengerti dan menyadarkan bahwa dalam usia mereka tidak boleh melakukan tindakan
seksual. Dalam hal ini, Keluarga, pemimpin gereja, dan pendidik di sekolah, tempat
yang efektif untuk anak bertumbuh secara moral dan iman. Keluarga.pemimpin gereja
serta pendidik sekolah tetap konsisten menjaga perkembangan anak dalam
kesehariannya termasuk mengawasi masalah pertumbuhan seks anak.
-
- Pendidikan iman
Mengembangkan iman pada masa remaja dalam beragama merupakan tanggung
jawab orangtua, pendidik di sekolah, pemimpin rohani, untuk membawa mereka lebih
kuat dalam Tuhan. Keimanan itu yang menjadi pondasi utama tertanam dalam jiwa pada
masa remaja guna untuk membentuk perilaku yang baik di kemudian hari.
G. Kesimpulan
Daftar Pustaka
Page 7 of 7