Anda di halaman 1dari 7

MOTIVASI PADA MASA REMAJA DALAM BERAGAMA

MENURUT NICO SYUKUR DISTER OFM


Jhon Piter Nainggolan
Jhonnainggolan17@gmail.com

Masa remaja merupakan masa yang seringkali dihubungkan dengan mitos dan
stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi
dan gangguan perilaku negatif seperti, tawuran, pornografi, pornoaksi, asusila, narkoba,
dan pencurian. Selain itu, masa remaja juga masa yang labil, ini sebagai akibat dari
tekanan-tekanan yang dialami pada masa remaja karena perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Masa remaja juga merupakan masa dimana remaja mulai mengurangi hubungan
dengan orang tuannya dan berusaha untuk dapat berdiri sendiri dalam menghadapi
segala kenyataan-kenyataan yang ada. Hal ini terjadi bagi diri remaja tidak terjadi
dengan s endirinya, melainkan ada beberapa faktor luar yang menyebabkan terjadinya
hal tersebut. Salah satunya yang menyebabkan perilaku negatif pada masa remaja
adalah kurangnya pendidikan agama. Dalam hal ini, penulis membahas tokoh yang
memberikan pemahaman yang sesuai dengan masa remaja tentang motivasi beragama
yaitu Dr.Nico Syukur Dister OFM. Untuk lebih memahami tulisan tersebut, terlebih
penulis akan mengungkap biografi Nico Syukur Dister, termasuk juga pemikirannya.

A. Riwayat Singkat Nico Syukur Dister OFM1


Pada tahun 1939, Nico Syukur lahir di Maastricht (Nederland). Dia lahir dari
seorang ibu yang bernama Maria Katarinya dan ayahnya bernama Yohanes H. Nikolaus
Dister. Setelah dia menyelesaikan SMAnya, di usia 18 tahun dia langsung Novis,
sedangkan Kaul Kekal pada tanggal 8 September 1962 dan tanggal 8 Maret 1964 dia
ditahbisan menjadi imam. Kemudian dia masuk dalam Ordo Saudara Dina Fransiskan
(OFM) dia belajar filsafat dan teologi di Nederland, Belgia dan Jerman Barat. Di
samping itu dia mendalami bidang psikologi, khususnya psikologi agama. Pada tahun
1972 dia mencapai gelar doktor dalam bidang filsafat yang diperolehnya di Universitas
Leuvien (Belgia), dengan disertasi mengenai gagasan Koinsidensi Pertentangan dalam
Filsafat Cusanus, lalu dia mulai berkarya di Indonesia sebagai tenaga pengajar. Sejak
tahun 1973, dia menjadi pengajar atau dosen di Sekolah bidang Teologi Dasar,
Psikologi Agama dan Metafisika. Tahun 1977 dia merangkap sebagai pengajar atau
dosen di Sekolah Tinggi Kateketik “Karya Wacana” (Jakarta) untuk bidang Teologi
Dasar, Kristologi dan Psikologi Agama. Pada tahun 1983, dia dipanggil ke Papua untuk
mengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur, Abepura. Di usia tuanya, dia
banyak menolong anak-anak termasuk anak-anak yang tinggal di panti asuhan, dengan
menjadi bapak spiritual mereka. Dia turut berkarya di Panti Asuhan Putri Kerahiman
Papua, Panti Asuhan Polomo Sentani, SMP dan SMA St Antonius Padua Sentani,
Pondok Agape, Pondok Pengharapan Sentani dan Wisma Senja Fajar.

1
Wim Goissler, Gereja Harus Hormati Aspirasi Papua Merdeka, (Jurnal:Satu Harapan, 18 Juli
2017), 4-5.

Page 1 of 7
Untuk mendukung pokok pemikiran Nico Syukur Dister, maka dia menulis
serangkaian karya yang penting , yaitu : Pertama, Bapak dan Ibu sebagai Simbol Allah.
Kedua, Filsafat Agama Kristiani. Ketiga, Kristologi ; Sebuah Sketsa. Dan yang terakhir,
Pengalaman dan Motivasi Beragama.

B. Motivasi Pada Masa Remaja Dalam Beragama


Motivasi beragama dapat diartikan sebagai usaha yang ada dalam diri manusia
atau pada diri remaja yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan
dengan tujuan tertentu, atau usaha yang menyebabkan seseorang beragama.
Menurut Nico Syukur Dister ofm, motivasi beragama dibagi menjadi 4 motivasi,
yaitu:
1. Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Frustrasi Manusia atau Remaja
Sebagai makhluk mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhinya,
baik kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan kebutuhan, maupun kebutuhan
psikis seperti; keamanan, ketenteraman, persahabatan, penghargaan, dan cinta kasih.
Secara psikologis, individu terdorong untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya,
bila gagal untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu ia mengalami frustrasi.2
Dalam hal ini pun, Nico Syukur Dister ofm, membagi kepada beberapa bentuk
Frustasi, yaitu;
1.1. Frustrasi karena alam
Secara psikologi manusia terdiri dari jasmani dan rohani sebagai makluk
jasmani membutuhkan suatu kehidupan untuk kelangsungan hidup. Kehidupan itu harus
ditopang oleh kebutuhan yaitu udara, cuaca yang baik, makanan, minum dan
sebagainya, bila terdapat kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tersebut, maka seseorang itu mengalami frustrasi. Nico Syukur Dister menegaskan
bahwa dibidang ini frustrasi memang tak terelakkan, sebab pada akhirnya manusia
selalu dikalahkan oleh alam: ia akan mati. Meskipun manusia dengan mengembangkan
teknologi modern telah berhasil menguasai sebagian dari alam, ia belum berhasil
memusnahkan penyakit dan maut.3 Frustrasi ini disebabkan kegagalan manusia atau
pada diri remaja mengatasi berbagai kecewaan yang bersumber pada alam.
1.2. Frustrasi sosial
Frustrai sosial merupakan terjadinya pertentangan-pertentangan antara invidu
disatu sisi dan masyarakat disisi lain.Terjadinya pertentangan itu disebabkan
terdapatnya perbedaan-perbedaan antara keinginan atau kebutuhan indvidu dengan
keinginan atau kebutuhan masyakat, sedangkan masyarakat hanya mengizinkan
kebebasan yang terbatas, kondisi psikologis itudisebut dengan frustrasi sosial.
Nico Syukur Dister menjelaskan pendapat Freud bahwa manusia sebagai
individu pada dasarnya bermusuhan dengan masyarakat. Individu mengingini dan
mengejar suatu kepuasan dan kebebasan (dalam rangka prinsip kenikmatan) yang di
rintangi oleh batas-batas yang ditentukan oleh masyarakat melalui hukum dan
peraturannya.4 Individu menginginkan kebebasan yang penuh, namun masyarakat hanya
memberikan kebebasan yang terbatas, lantas individu memberontak tetapi tidak
membuahkan hasil. Akhirnya individu mencari kompesasi dengan mencari perdamaian
antara individi dan masyarakat melalui agama di surga nanti. Dalam kepercayaannya
membalas segala kekecewaan atau frustrasi-frustrasi sosial yang dalamnya di dunia ini.

2
Nico Syukur Dister,Pengalaman dan Motivasi Beragama,(Yogyakarta:Kanisius, 1988),74.
3
Ibid,84.
4
Ibid,94.

Page 2 of 7
1.3. Frustrasi moral
Frustrasi moral sering juga disebut sebagai rasa bersalah terhadap sesuatu,
sedangkan penyembuhan rasa bersalah itu adalah agama. Beberapa hal, Nico syukur
Dister mengutip pendapat Vorgote tentang perasaan bersalah manusia, yaitu :
- Rasa bersalah merupakan perasaan majemuk yang terdiriatas berbagai unsur
seperti rasa tertekan yang membuat orang kehilangan kebebasannya, rasa gelisah
yang mendorong orang mengeluarkan isi hatinya dan dengan demikian
membebaskan diri padanya, rasa sesal, malu dan takut sehingga orang mau
menyembunyikan diri bagi orang lain karena takut kesalahannya diketahui orang
banyak dan rasa kesepian sehingga mengalami despresi.
- Lebih sering orang merasa bersalah terhadap diri sendiri dan terhadap orang
lain, dari pada terhadap Tuhan. Dengan perkataan lain, kebanyakkan orang
menyadari dan menghayati kesalahan mereka pertama-tama sebagai kesalahan
psikologis dan moral, bukan pertama-tama sebagai kesalahan religius.
- Kalau orang yang bersangkutan itu seorang yang beriman,maka rasa bersalah
mengandung referensi religius. Sebab bagi orang beragama, “masyarakat
sekitarnya” itu pertama-tama berupa persekutuan keagamaan (persekutuan
gereja) sebagai instansi moral yang dilatarbelakangi oleh hukum illahi. Jadi
secara tidak langsung ada pertalian dengan Tuhan Selama kesalahan itu belum
secara sadar dihayati sebagai “bersalah di hadapan Tuhan” ,rasa bersalah itu
sebenarnya belum boleh disebut religius. Dari pada menyebutnya religius atau
“dosa” lebih tepat menyebutnya “luka narsisistis”5
1.4. Frustrasi karena maut atau Kematian
Setiap manusia akan mati, tidak ada suatu agama yang mengajarkan kapan
waktunya seseorang akan mati dan tidak adapula seseorang dapat memastikan waktu
terjadinya kematian itu. Kematian yang tak dapat dipungkiri itu menyadarkan manusia
atau remaja akan ketidak berdayaan manusia/remaja dalam hidup ini.

2. Agama Sebagai Sarana Untuk Menjaga Kesusilaan Dan Tata Tertip Masyarakat
Setiap agama mengajarkan bentuk-bentuk dan nilai-nilaibagi kehidupan
masyarakat, nilai-nilai ini yang dijadikan acuandan petunjuk bagi manusia. Agama
menjadi kerangka acuan dalam berfikir, bersikap dan berbuat sesuai dengan keyakinan
yang dianutnya. Agama dalam menjaga tata tertib dan kesusilaan masyarakat
mempunyai otoritas formal dan sangsi hukum untuk mencapai kebutuhan dasar yang
berkenaan dengan dunia supra-empiris. Dalam skala evaluatif nilai-nilai religius
dirumuskan dalam bentuk kaidah-kaidah moral dengan jangkauan yang membentang
paling jauh dan paling dalam. Yang menjangkau daerah-daerah kejiwaan yang paling
dasar, yaitu hati nurani manusia yang merupakan norma proxima dari tindakan kongkret
dalam semua bidang kehidupan. Jika kaidah-kaidah moral itu dipercaya dan
diterima,berasal dari Tuhan. Maka nilai-nilai itu menjadi jaminan dalam menjaga
kesusilaan dalam masyarakat.
Agama dan moral merupakan dua unsur yang penting dalam menjaga kesusilaan
dan ketertiban masyarakat. NicoSyukur Dister menulis bahwa intensi agama ialah
bergaul dengan Tuhan. Pergaulan dengan Tuhan itu tidaklah sama dengan hidup
berperikemanusian. Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai-nilai moral itu bersifat otonom,

5
Ibid, 92.

Page 3 of 7
artinya nilai-nilai seperti keadilan,kejujuran, kesadaran, keteguhan hati berlaku juga
andai kata Tuhan tidak ada.6
Dengan demikian, seseorang tidak bisa hidup disisi Tuhan bila kenyataannya,
hidupnya tidak sesuai dengan norma-norma agama. Manusia wajib hidup bermoral
menjaga kesusilaan demi untuk Tuhan dan dirinya sendiri yaitu dengan mendengar atau
perantaraan suara hatinya sendiri, karena suara hati itu tidak pernah bohong.

3. Agama Sebagai Sarana Untuk Memuaskan Intelek Yang Ingin Tahu


Manusia sebagai makhluk berakal memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi,
tapi kadang-kadang akal manusia tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan atas
pertanyaan yang menyelimuti pemikirannya. Peranyaan-pertanyaan mendasar bagi
manusia adalah : Dari mana manusia datang ? Apa tujuan manusia hidup di dunia ini ?
Mengapa manusia ada ? Dan kemana akhirnya manusia kembali setelah mati ? Ditengah
kebimbangan itu manusia atau remaja mencari agama untuk memperoleh jawaban
untuk mengatasi kesulitan-kesulitan intelektual kognitif ini, sejauh disebabkan
kesukaran itu dilatarbelakangi dan diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis.
Menurut Nico Syukur bahwa oleh keinginan dan kebutuhan manusia akan orientasi
dalam kehidupan, untuk dapat menempatkan diri secara berarti dan bermakna di
tengah-tengah kejadian semesta alam.7
Dalam hal ini, masa remaja harus memiliki orientasi hidup yang pasti, banyak
remaja yang tidak dapat menerima dan mengetahui bahwa akhirnya hidup ini tidak
mempunyai arti dan tujuan. Hidup ini hanya sementara dan akan berakhir lagi, dan
seolah-olah hidup ini hanya sia-sia saja. Ketidaktahuan di masa remaja akan orientasi
kehidupan ini dapat ditemukan jawabannya dalam agama dengan penjelasan lebih rinci
dan jelas. Dalam konteks ini, agama memberikan pemuasan intelektual manusia yang
tidak bisa didapatkan dengan logika filsafat dan ilmu pengetahuan untuk mendapatkan
kesehatan mental.

4. Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Ketakutan


Secara umum tidak tenteram atau takut adalah pengalaman emosional yang
dialami oleh seseorang atau masa remaja ketika merasa takut, risau atau merasa
terancam oleh sesuatu yang tidak mudah ditentukan penyebab terjadinya. Perasaan-
perasaan yang dirasakan itu berawal dari perasaan takut (fear) yang muncul dari dalam
dirinya, ketakutan yang dirasakan seseorang itu termasuk ke dalam ranah perasaan.
Dalam hal ini, Nico Syukur Dister membedakan dua macam ketakutan yang dialami
manusia atau masa remaja yaitu, sebagai berikut:
- Ketakutan yang ada obyeknya, seperti takut pada majikan,takut pada musuh,
takut pada anjing, takut pada dosen penguji dan sebagainya.
- Ketakutan yang tidak ada obyeknya, takut begitu saja, cemas hati: orang
memang takut, tapi tidak tahu kenapa ia takut atau apa yang ia takuti.8
Ketakuan yang ada obyeknya dapat diatasi dengan mengurangi atau
menghilangkan obyek-obyek yang menakutkan itu dari diri manusia. Ketakutan dalam
konteks kesehatan mental adalah ketakutan yang tidak ada obyeknya sehingga lebih
membingungkan manusia dari pada ketakutan yang ada obyeknya. Lebih lanjut Dister
mengutip ,pendapat Soren Kierkegaard bahwa yang membedakan manusia dengan

6
Ibid,133.
7
Ibid,117.
8
Ibid, 80.

Page 4 of 7
hewan,demikian Kierkegaard, justru kemampuannnya untuk cemas hati (ketakutan
tanpa-obyek). Hewan hanya takut akan ini dan itu : selalu ada obyek yang ditakuti. Lain
halnya dengan manusia yang juga bisa cemas walau tidak ada obyek kecemasan.9
Secara psikologis ketakutan yang dialami manusia sangat erat kaitannya dengan
tendesi-tedensi manusiawi yang dapat menimbulkan perilaku keagamaan. Agama
mampu menghilagkan rasa takut yang ada obyeknya atau rasa takut yang tidak ada
obyeknya dengan segala peraturan-peraturannya.

C. Sikap dan Minat Pada Masa Remaja Dalam Beragama


Sikap dan minat pada masa remaja terhadap masalah keagamaan boleh
dikatakan sangat rendah dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta
lingkungan agama yang sangat mempengaruhi mereka. Pada masa remaja dalam
perasaan beragama, khususnya terhadap Tuhan, tidaklah tetap atau labil. Terkadang
sangat cinta dan percaya kepada-Nya, tetapi sering pula berubah menjadi acuh tak acuh
bahkan menentang. Pada hal betapa pentingnya pengaruh agama dalam kehidupan
manusia, terutama pada orang-orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa, dan
dimana pada masa remaja itu terkenal dengan masa goncang, karena pertumbuhan yang
dilaluinya dari segala bidang dan segi kehidupan.10
Ada beberapa tipe sikap dan minat pada masa remaja, menurut Zakiyah
Daradjad dalam beragama, yaitu:11
- Percaya ikut-ikutan
Percaya ikut-ikutan ini dihasilkan oleh didikan agama yang didapat dari
keluarga ataupun dari lingkungannya. Melakukan ibadah dan ajaran agama hanya
sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana dia hidup. Cara beragama seperti ini
merupakan lanjutan dari cara beragama di masa dia kecil, seolah-olah tidak terjadi
perubahan apa-apa pada pikiran mereka terhadap agama. Akan tetapi, jika diteliti
masing-masing remaja akan diketahui bahwa didalam hati mereka terdapat pertanyaan-
pertanyaan yang tersembunyi, hanya saja usaha untuk mencari jawaban tidak menjadi
perhatian mereka. Dalam hal ini, biasanya tidak berlangsung lama, dan banyak terjadi
pada masa remaja pertama usia 13-16 tahun. Sesudah itu biasanya berkembang secara
kritis dan lebih sadar.12
- Percaya dengan kesadaran
Kesadaran agama pada masa remaja, mulai dengan meneliti kembali cara
beragama pada waktu masa kecil. Kepercayaan yang tanpa pengertian yang diterimanya
waktu kecil itu, ketika tidak memuaskan lagi, penuh kepatuhan dan tunduk kepada ajaran
tanpa komentar atau alasan tidak lagi menggembirakannya. Maka dia akan mulai
beragama dengan kesadaran diri.13
- Kebimbangan beragama
Kebimbangan pada masa remaja terhadap agama itu tidak sama, berbeda antara
satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kepribadiannya masing-masing. Ada yang
mengalami kebimbangan ringan yang cepat bisa diatasi dan ada yang sangat berat
sampai kepada berubah agama. Dan biasanya hal itu mulai muncul setelah pertumbuhan
kecerdasan remaja mencapai kematangannya, sehingga mereka dapat mengkritik,

9
Ibid, 122.
10
Zakiyah Daradjad, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 2005),82.
11
Ibid,106-107
12
Ibid, 93-94
13
Ibid, 107

Page 5 of 7
menerima, ataupun menolak apa saja yang diterangkan kepadanya. Pada masa remaja
terakhir, keyakinan beragama lebih dikuasai pikiran. Pikiran remaja pada remaja akhir
inilah yang sudah barang tentu ajaran-ajaran agama yang mereka terima selama ini akan
kembali diteliti ataupun dikritik.14
- Tidak percaya Tuhan
Salah satu perkembangan yang mungkin terjadi pada akhir masa remaja adalah
mengingkari adanya wujud Tuhan sama sekali dan mengganti dengan keyakinan lain.
Perkembangan remaja ke arah tidak mempercayai adanya Tuhan, sebenarnya
mempunyai akar atau sumber dari masa kanak-kanak. Apabila seorang anak merasa
tertekan oleh kekuasaan orang tua kepadanya, maka ia telah memendam sesuatu
tantangan terhadap kekuasaan orang tua, dan kekuasaan terhadap siapapun, termasuk
kekuasaan Tuhan.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pada Masa Remaja Dalam Beragama

E. Pendidikan Pada Masa Remaja dalam Beragama


Pendidikan pada masa remaja dalam beragama merupakan hal yang sangat
penting dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh remaja. Pendidikan
tersebut adalah pendidikan melalui keteladanan, pendidikan melalui nasehat, pendidikan
melalui kebiasaan ibadah, pendidikan seks, pendidikan iman kristen.
- Pendidikan melalui keteladanan
Keteladanan hal yang penting untuk diperhatikan oleh orangtua,pendidik
disekolah, pemimpin rohani, baik itu pemimpin di remaja, serta pemimpin masyarakat.
Dalam kitab Titus 2:7, mengatakan ; dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam
berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu.
Berdasarkan ayat tersebut, bahwa transfer ilmu pengetahuan dan memberi pengajaran
secara teoritis saja tidak akan pernah cukup. Tetapi harus meningkatkan dan
menunjukkan bahwa apa yang diajarkan itu juga yang harus dilakukan di dalam
kehidupan sehari-hari.
- Pendidikan melalui nasehat
Nasehat sebuah keutamaan pada masa remaja dalam beragama. Tuhan berkali-
kali memperingati orangtua/para pemimpin melalui hamba-hamba-Nya dalam alkitab
untuk mendidik dan menasehati anak-anak atau pada masa remaja di dalam kebenaran.
Seperti dalam kitab ulangan 6:6-7, mengatakan, bahwa setiap orangtua/pemimpin
rohani mendidik atau menasehati anak/pada masa remaja dengan firman Tuhan dengan
berulang-ulang.
- Pendidikan melalui kebiasaan ibadah
Dalam firman Tuhan Ibrani 10:25a, mengatakan; janganlah kita menjauhkan diri
dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang. Ayat ini
memberi sebuah nasehat yang harus dilakukan atau ditaati. Dalam hal ini seorang
remaja perlu diingatkan dengan penuh perhatian dan kasih sayang agar mereka pergi
beribadah setiap hari minggu dan ibadah-ibadah kategorial lainya.
- Pendidikan seks

14
Ibid, 106

Page 6 of 7
Pendidikan seks sangat penting disampaikan pada masa remaja agar mereka
mengerti dan menyadarkan bahwa dalam usia mereka tidak boleh melakukan tindakan
seksual. Dalam hal ini, Keluarga, pemimpin gereja, dan pendidik di sekolah, tempat
yang efektif untuk anak bertumbuh secara moral dan iman. Keluarga.pemimpin gereja
serta pendidik sekolah tetap konsisten menjaga perkembangan anak dalam
kesehariannya termasuk mengawasi masalah pertumbuhan seks anak.
-

- Pendidikan iman
Mengembangkan iman pada masa remaja dalam beragama merupakan tanggung
jawab orangtua, pendidik di sekolah, pemimpin rohani, untuk membawa mereka lebih
kuat dalam Tuhan. Keimanan itu yang menjadi pondasi utama tertanam dalam jiwa pada
masa remaja guna untuk membentuk perilaku yang baik di kemudian hari.

F. Dampak Pada Masa Remaja Dalam Beragama

G. Kesimpulan

Daftar Pustaka

Page 7 of 7

Anda mungkin juga menyukai