Anda di halaman 1dari 6

GURU KRISTEN SEBAGAI SAHABAT NARADIDIK

DI ERA DIGITAL 4.0

Jhon Piter Nainggolan


Jhonnainggolan17@gmail.com

Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Magister Pendidikan Agama Kristen


Universitas Kristen Indonesia

ABSTRAK
Dalam tulisan ini, penulis membahas judul tentang guru Kristen sebagai sahabat
naradidik di era digital 4.0. Salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh guru Kristen dalam
mengajar di era digital adalah menjadi sahabat bagi naradidik. Dalam hal ini, di era ini sangat
mempengaruhi naradidik dalam perilaku, misalnya; emosi yang tidak stabil, masa bodoh dengan
lingkungan, mentalnya rusak, malas, serta komunikasi yang kurang baik dengan guru. Dalam
permasalahan ini, maka guru Kristen harus memperhatikan peran dan fungsi, melalui pengajaran
dan keteladanan dengan nilai-nilai ajaran Kristen. Sehingga naradidik dapat digiring untuk
mengenal dan menjadi serupa dengan Yesus Kristus dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu,
akan membawa dampak kepada pertumbuhan karakter, intelektual, dan spiritual yang baik bagi
para naradidik di era digital 4.0. Melihat fakta yang sedang terjadi maka tulisan ini bertujuan
untuk mengungkapkan peran guru Kristen di era digital 4.0 untuk menjadi sahabat bagi
naradidik. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah kajian pustaka, yakni
penulis mencari sumber-sumber informasi baik dari jurnal-jurnal, buku, Alkitab, tafsiran Alkitab,
internet, kamus, serta sumber-sumber lainya.
Kata Kunci: Era Digital 4.0, Guru Kristen, Sahabat Naradidik.

Pendahuluan
Kemajuan teknologi dan informasi di era digital 4.0, hal yang tidak dapat dihindari dalam
kehidupan naradidik. Karena kemajuan tersebut suka ngga suka, mau ngga mau, akan tetap
berjalan terus sesuai dengan ilmu pengetahuan.1 Setiap hal yang baru diciptakan untuk
memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia khususnya bagi naradidik. Misalnya,
dalam menambah wawasan dan pengetahuan, dimudahkan untuk berkomunikasi, membangun
ekonomi secara mandiri dengan mengunakan bisnis online, dimudahkan berbelanja, dimudahkan
mencari alamat memakai aplikasi GPS, memudahkan membayar belanjaan dengan menggunakan
debit, mempromosikan bakat (talenta) ke youtube, dan lain-lainya. Namun, disisi lain, manusia
khususnya naradidik tidak dapat membohongi diri sendiri akan kenyataan teknologi dan
informasi di era digital akan mendatangkan bahaya dan kesengsaraan bagi naradidik yang tanpa
berpikir panjang, langsung saja menelan kemajuan teknologi dan informasi tanpa memilah.
Seperti pengaruh; gadget, internet, tayanan televise, majalah, yang mempertontonkan sesuatu
yang jauh dari nilai-nilai kekristenan. Dalam hal ini, Dapat dilihat dari perilaku naradidik. Yakni,
menjauhkan diri dari Tuhan (pertemuan-pertemuan ibadah), menjauhkan diri dari sesamanya
(tidak bersosialisasi), melakukan tindakan kriminal, cenderung memilih jalan pintas (malas),
1
Muhamad Ngafifi, ‘Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya’,
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi, 2.1 (2014), 33–47
<https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i1.2616>.
prestasi belajarnya menurun, serta komunikasi yang kurang baik dengan orangtua ataupun
gurunya.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, menjadi tantangan bagi orantua,
lingkungan masyarakat serta guru Kristen. Dengan mencermati permasalahan tersebut, tentunya
sikap dan nilai-nilai kekristenan, guru Kristen bukan hanya semata-mata mentrasfer ilmu mata
pelajaranya dan bukan juga sekedar mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi naradidik.2 Tetapi guru Kristen harus punya sikap hati yang
menunjukkan jalan keselamatan, kebenaran, dan hidup.3 Selain itu, guru Kristen harus menjadi
sahabat bagi naradidiknya, sabagaimana dalam kitab Yohanes 15:14, mengatakan; bahwa Yesus
Guru Agung itu, menyebut diri-Nya adalah sahabat. Artinya bahwa Yesus ditampilkan sebagai
sahabat yang rela mati bagi sahabat-Nya dan tindakan lainya yang nyata bagi sahabat-Nya. 4
Kemudian dalam kitab Lukas 7:34, mengatakan bahwa Yesus makan dan minum,… Yesus
sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Hal ini menunjuk bahwa kasih karunia Allah kepada
pemungut cukai dan orang berdosa.5 Dalam hal ini, guru Kristen harus menjadi sahabat bagi
naradidik, sekalipun dalam penyimpangan perilakunya di era digital, guru Kristen harus
melakukan seperti yang dilakukan oleh Guru Agung yaitu Yesus kristus, yang rela berkorban
memberikan nyawanya, menunjukkan keteladan-Nya, dan menerima apa adanya, serta tidak pilih
kasih.
Dalam tulisan ini, akan diuraikan bahwa peran guru Kristen mempunyai peran yang
strategis sebagai sahabat bagi naradidik di era digital 4.0 dalam rangka meningkatkan
kegairahan dan pengembangan prestasi belajarnya, serta mengatasi dari penyimpangan perilaku
naradidik, sehingga nilai-nilai kekristenan itu tercapai dengan baik.
Metode Penelitian
Untuk menghimpun informasi yang relevan dengan judul atau masalah yang akan
dibahas dalam tulisan ini, penulis menggunakan kajian pustaka. Yakni, teknik pengumpulan
data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-
catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.6

Pembahasan
1. Pengertian Era Digital 4.0
Berbicara digital selalu berkaitan erat dengan media, karena media terus berkembang
seiring dengan majunya teknologi dari media lama sampai media terbaru, sehingga
mempermudah manusia dalam segala bidang. Arti digital dalam arti yang sebenarnya, berasal
dari bahasa Yunani yaitu Digitus yang berarti jari jemari. Jumlah jari manusia ada sepuluh dan
angka sepuluh terdiri dari angka 1 dan 0. Oleh karena itu, digital merupakan penggambaran dari
suatu keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1 atau off dan on (bilangan biner). Semua
sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis datanya, dapat juga disebut dengan
istilah Bit (Binary Digit).7

2
Pemerintah RI, ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen’,
Produk Hukum, 2005.
3
Khoe Yao Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang Berhati Gembala (Yokyakarta: Andi, 2016). 120
4
D A N Orang Berdosa, ‘Yesus Sahabat Pemungut Cukai Dan Orang Berdosa’, September 2018, 2019.
5
Berdosa.
6
Delipiter Lase, ‘Pendidikan Di Era Revolusi Industri 4.0’, SUNDERMANN Jurnal Ilmiah Teologi
Pendidikan Sains Humaniora Dan Kebudayaan, 1.1 (2019), 28–43 <https://doi.org/10.36588/sundermann.v1i1.18>.
Selain itu, digital dapat dijelaskan sebuah konsep pemahaman dari perkembangan
teknologi dan sains. Perkembangan terknologi dan sains membuat semua yang bersifat manual
menjadi otomatis dan dari yang bersifat rumit menjadi ringkas. Pada saat ini merupakan era
teknologi digital, semua serba teknologi. Seluruh kegiatan manusia dikendalikan oleh
kecanggihan teknologi digitalisasi. Teknologi digital merupakan teknologi yang tidak lagi
menggunakan tenaga manusia melainkan pada sistem pengoperasian yang otomatis dengan
sistem komputerisasi atau format yang dapat dibaca oleh komputer.8
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, era digital 4.0 merupakan
zaman di mana teknologi yang lama diganti dengan teknologi terbaru (teknologi digital) yang
mengunakan sistem pengoperasian otomatis, dengan sistem yang dibaca oleh komputer dan
terhubung dengan jaringan (internet) sehingga mempermudah manusia dalam berbagai bidang,
seperti komunikasi, bisnis, pekerjaan, dan lainnya.

2. Dampak Perkembangan Teknologi Digital


Pada era digital 4.0 saat ini, manusia mulai menjalankan segala aktivitasnya
menggunakan teknologi digital. Teknologi digital dioperasikan dengan menekan beberapa angka
atau digit yang disusun dengan berbagai urutan, sehingga setiap manusia hanya melakukan
serangkaian transaksi melalui simbol-simbol digital, baik itu transaksi perdagangan, komunikasi,
semuanya digerakkan secara digital.9 Seperti yang diungkapkan oleh Muhamad Ngafifi dalam
jurnalnya yang berjudul Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif Sosial
Budaya mengatakan,
Setiap individu akan memiliki identitas digital yang mampu mengenali siapa dirinya,
setiap manusia sudah diberi nomor urut: melalui nomor identitas (e-KTP), nomor
handphone, nomor telepon, nomor rekening bank, nomor ATM, nomor rekening listrik,
rekening telepon, rekening air, PIN (Personal Identification Number) ATM, semuanya
menggunakan sistem digital. Interaksi antar manusia digerakkan dengan teknologi serba
digital: komputer, internet, mesin ATM, telepon, handphone, dan sebagainya, semuanya
digerakkan secara digital. Kita dapat membeli sesuatu hanya dengan menggesek kartu
ATM dan menekan beberapa nomor PIN, demikian halnya untuk membayar tagihan
kamar hotel, membeli tiket, dan sebagainya. Pengiriman uang dapat dilakukan dalam
hitungan detik hanya dengan menekan beberapa digit nilai uang yang akan dikirim dan
beberapa digit nomor rekening tujuan. Bukan uang yang dikirim, melainkan hanya
sederet angka yang berpindah dari rekening satu ke rekening yang lain.10

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, era digital 4.0 semakin
mempermudah kehidupan manusia dalam melakukan segala bidang pekerjaan karena dibantu
oleh alat-alat teknologi digital yang canggih. Namun hal tersebut, tidak hanya berimplikasi
positif bagi manusia, tetapi juga dapat berdampak negatif jika penggunaanya melampaui batas-
batas yang wajar/ secara berlebihan.

7
Rustam Aji, “Digitalisasi, Era Tantangan Media Analisis Kritis Kesiapan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Menyongsong Era Digital” Islamic Communication Journal Vol.1, No.1 (Mei-Oktober 2016): 44.
8
Aji, “Digitalisasi, Era Tantangan,” 44.
9
Muhamad Ngafifi, “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif Sosial Budaya,”
Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Vol. 2 No. 1 (2014): 38.
10
Ngafifi, “Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia,” 38-39.
Adapun pengaruh negatif teknologi digital akibat dari penggunaan secara berlebihan
menurut Nur Ika Fatamawati di dalam Jurnalnya yang berjudul Literasi Digital, Mendidik Anak
di Era Digital bagi Orang Tua Milenial, antara lain:11
a. Menimbulkan sikap tidak sabaran. Semakin cepat akses internet yang digunakan, semakin
menimbulkan sikap tidak sabaran pada diri pengguna bila koneksi internetnya menjadi lambat. Hal ini
terlihat dari perilaku anak remaja sekarang di mana mereka memiliki karakteristik lebih meyukai hal-
hal yang praktis.
b. Kurang memiliki kemampuan teknik membaca tradisional. Generasi sekarang lebih menyukai akses
informasi melalui teknik meringkas atau membaca highlight suatu topik. Hal tersebut berbeda dengan
teknik membaca tradisional orang-orang sebelum adanya informasi media online, di mana mereka
memiliki ketahanan mental dan konsentrasi yang kuat dalam membaca. Anak zaman sekarang justru
kurang memiliki hal tersebut.
c. Kurang memiliki produktivitas kerja. Penggunaan teknologi secara berlebihan membuat produktivitas
kerja seseorang semakin menurun. Oleh karena itu, beberapa sekolah melarang anak-anak untuk
membawa smartphonenya untuk mencegah supaya anak tidak menghabiskan waktunya dengan
menggunakan smartphonenya.
d. Jaringan sosial internet membahayakan privasi seseorang. Ada banyak kasus pelecehan seksual dan
penipuan terjadi saat ini akibat komunikasi dan interaksi yang berlebihan dan tidak terkontrol di
media sosial.
e. Menghabiskan banyak waktu di depan internet justru bertambahnya risiko obesitas, gangguan
perkembangan otot saat usia pra-sekolah, dan gangguan stress.
f. Menyebabkan rasa kesepian dan depresi. Menggunakan internet secara berlebihan membuat
seseorang tidak dapat membedakan stimulasi dunia maya dan realitas. Seseorang yang berinteraksi
dalam jaringan sosial internet kurang mendapat umpan balik sebagaimana yang umumnya terjadi
dalam interaksi dunia nyata. Hal ini menyebabkan seseorang tidak dapat meningkatkan kemampuan
sosialnya di dunia nyata.
g. Berpeluang untuk melakukan kecurangan dalam bidang akademik. Seseorang mencari informasi di
internet tidaklah salah, namun terkadang terdapat banyak website yang didesain untuk melakukan
kecurangan.

Jadi, teknologi digital yang canggih pada saat ini ibaratkan pisau yang ada ditangan
pemiliknya, bila mana digunakan dengan baik akan sangat bermanfaat bagi pemiliknya. Namun,
bila digunakan secara tidak tepat akan dapat melukai pemiliknya. Begitupun halnya dengan
kecanggihan teknologi digital saat ini, di mana teknologi memiliki banyak manfaat bila tepat
penggunaanya, namun akan berdampak buruk bila penggunaannya tidak tepat.

3. Pengertian Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia guru adalah orang yang pekerjaannya (mata
pencahariannya, profesinya) mengajar. 12 Kemudian dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas utama. Yakni, mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
13
Dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan iman, bertagwa, berahklak,
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju,
11
Nur Ika Fatmawati, “Literasi Digital, Mendidik Anak di Era Digital bagi Orang Tua Milenial,” Jurnal
Politik dan Sosial Kemasyarakatan Vol.11, No.2 (Agustus 2019): 128-130.
12
depatrtemen pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesi, 3rd edn (Jakarta: balai pustaka,
2007).377
13
Pemerintah RI.2
adil, makmur,serta beradaf berdasarkan Pancasila.14 Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa guru
merupakan pelaku utama dalam pelaksanaan pembelajaran`di sekolah yang memiliki peran yang
sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan guru dalam Kristen adalah karya Yesus Kristus dalam penebusan dosa
manusia sehingga hubungan manusia dengan Allah yang putus karena dosa menjadi hubungan
yang terpulihkan. 15 Selain itu, dia juga mengemukakan bahwa guru dalam Kristen harus
berfokus pada Allah sebagai pusat segala hal dalam mendidik. 16 Sebagaimana dalam Kolose 2:3,
menuliskan, “ sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta dan hikmat dan pengetahuan.”
Khoe Ya Tung dalam bukunya “Filsafat Pendidikan Kristen” mengatakan bahwa guru dalam
Kristen harus lahir baru17 (percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruslamat yang dapat
menstrasmisikan kasih anugrah Tuhan atau melayani naradidik dalam anugrah tersebut). Dalam
hal ini dapat disimpulkan bahwa Guru Kristen adalah guru yang percaya bahwa Yesus Kristus
adalah Tuhan dan Juruslamat manusia.

Guru Kristen sebagai Sahabat Naradidik


Tantangan di era digital begitu hebat, sehingga penyimpangan perilaku mereka, seolah-
olah tidak dapat dibendung atau diatasi lagi. Padahal, Tuhan menciptakan gambar dan rupa
manusia meliputi keserupaan dalam hal mental, moral, social, fisik, dan spritual. 18 Oleh karena
itu, guru Kristen harus mengupayakan agar dirinya menjadi sahabat akrab yang terbaik dan bisa
dipercayai oleh para naradidiknya. Guru Kristen harus membuat naradidiknya merasa nyaman
dan disampingnya dalam berkomunikasi dan berdiskusi. Guru Kristen harus yang paling safe
atau aman bagi naradidiknya untuk bercerita tentang masalah atau pergumulan hidup yang
dialami. Guru Kristen juga harus menjadi seorang pribadi yang bisa memberikan nasehat,
masukan dan pandangan terhadap naradidik kapanpun tatkala naradidik meminta nasehat dan
pandangan dalam segala aspek.
Untuk menjadi guru Kristen sebagai sahabat yang baik bagi naradidiknya, dapat
diwujudkan dalam berbagai kegiatan sehari-hari bagi naradidik, yakni; menanamkan spritualitas,
menanamkan mindset yang baik, menjadi penyelesaian masalah, dan,…… Dalam hal ini, agar
naradidik dapat berjumpa dengan kasih dan anugrah Tuhan dalam menemukan peran dan
panggilan hidupnya di dunia ini.19
- Menanamkan spiritual bagi naradidik
Guru

- Menanamkan mindset yang baik

- Menjadi penyelesaian masalah (resolve)

14
Pemerintah RI.1
15
Tung.1
16
Tung.2
17
Tung Yao Khoe, Filsafat Pendidikan Kristen, 5th edn (Yogyakarta: ANDI, 2013).318
18
Khoe.317
19
Khoe.318
Guru Kristen sebagai sahabat naradidik bukan hanya menjadikan mereka pintar, tetapi
bagaimana guru Kristen menjadikan naradidik menjadi rajin.20 Rajin harus menjadi gaya hidup
naradidik menjadi motor (jalan) mindset bagi naradidiknya
- Menjadi penyelesaian masalh ( resolve)
- Motor training

Kesimpulan
Daftar Pustaka

Berdosa, D A N Orang, ‘Yesus Sahabat Pemungut Cukai Dan Orang Berdosa’, September 2018,
2019
Khoe, Tung Yao, Filsafat Pendidikan Kristen, 5th edn (Yogyakarta: ANDI, 2013)
Lase, Delipiter, ‘Pendidikan Di Era Revolusi Industri 4.0’, SUNDERMANN Jurnal Ilmiah
Teologi Pendidikan Sains Humaniora Dan Kebudayaan, 1.1 (2019), 28–43
<https://doi.org/10.36588/sundermann.v1i1.18>
Nasional, depatrtemen pendidikan, Kamus Besar Bahasa Indonesi, 3rd edn (Jakarta: balai
pustaka, 2007)
Ngafifi, Muhamad, ‘Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial
Budaya’, Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi, 2.1 (2014), 33–47
<https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i1.2616>
Pemerintah RI, ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan
Dosen’, Produk Hukum, 2005
Sukiman, Raraswati dan, ‘Mendidik Anak Di Era Digital’, Seri Pendiikan Orang Tua, 2016
Tung, Khoe Yao, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang Berhati Gembala (Yokyakarta:
Andi, 2016)
Wijanarko Jarot, Smart Parenting Di Era Digital, ed. by Yudi, 2nd edn (Bumi Bintaro Permai:
Keluarga Indonesia Bahagia Jakarta Selatan, 2016)

20
Wijanarko Jarot, Smart Parenting Di Era Digital, ed. by Yudi, 2nd edn (Bumi Bintaro Permai: Keluarga Indonesia
Bahagia Jakarta Selatan, 2016).

Anda mungkin juga menyukai