Anda di halaman 1dari 36

INDONESIA DAN

GERAKAN NON-BLOK
Indonesia memandang
dirinya sebagai salah
satu pendiri Gerakan
Non-Blok, dan ingin
diakui seperti itu. Tidak
mengherankan
Indonesia telah
berusaha sangat keras
untuk mendapatkan
kursi kepemimpinan
GNB.
Dalam banyak
publikasi dengan
topic politik luar
negeri Indonesia,
GNB dipandang
berasal dari
Konferensi Asia-
Afrika di tahun 1955,
juga dikenal sebagai
Konferensi Bandung
Dasasila Bandung dipercaya sebagai dasar
dari prinsip-prinsip GNB. Sebetulnya,
konferensi pertama GNB dilaksanakan
tahun 1961 di Beograd, Yugoslavia.
Josep Broz Tito dari
Yugoslavia
Jawaharlal Nehru dari India
Gamal Abdul Nasser dari Mesir
Josep Broz Tito dari
Yugoslavia, Jawaharlal
Nehru dari India, dan
Gamal Abdul Nasser dari
Mesir selalu dikaitkan
dengan Gerakan dan
Negara-negara yang
memiliki perwakilan.

Pada giliran menjadi


ketua Gerakan, Indonesia
selalu terlupakan
Konferensi GNB I dihadiri 28
negara yang telah
memperlihatkan keprihatinannya
atas ketegangan di arena
internasional, terutama hubungan
diantara dua Negara adidaya. Para
peserta konferensi menginginkan
Negara adidaya menahan diri dari
pemakaian cara-cara militer dalam
memecahkan masalah perbedaan
diantara mereka, dan menyatakan
bahwa mereka tidak ingin
bersekutu dengan salah satu dari
Negara adidaya.
Konferensi GNB II dilaksanakan di
Kairo tahun 1964. Dalam konferensi
ini ada konflik kepentingan antara
India dan Indonesia. India
menginginkan hidup berdampingan
secara damai (peaceful coexistence)
dengan Negara-negara yang memiliki
system politik yang berbeda,
sementara Indonesia mengusulkan
konfrontasi antara Nefos (New
Emerging Forces) dengan Oldefos
(Old Established Forces). Mayoritas
peserta menerima usulan India, tetapi
juga memakai cara moderat dalam
mengutuk kolonialisme
Konferensi ke-III dilaksanakan
tahun 1970 di Lusaka, dan konflik
antara Negara adidaya telah
berkurang. Tetapi perang kecil
dan regional masih terjadi. Posisi
Indonesia dibawah pimpinan
Soeharto (Orde Baru) sangat
berbeda dengan di Kairo. Ia
menganjurkan perdamaian dan
pembangunan daripada
konfrontasi, tetapi dicatat bahwa
ada peningkatan bahaya dari
kegiatan subversive di beberapa
Negara GNB.
Dua tahun kemudian, pertemuan
tingkat menteri dari Negara-negara
GNB berlangsung di Georgetown,
Guyana. Indonesia meninggalkan
pertemuan sebagai akibat
ketidaksepakatan atas Front
Pembebasan Rakyat Vietnam
Selatan (Vietcong). Pada KTT di
Lusaka, para kepala Negara telah
memutuskan untuk menerima
Vietcong sebagai pengamat KTT
GNB. Selama di Georgetown,
keputusan ini diubah dan Vietcong
dijadikan anggota penuh.
Ketua Konferensi, wakil
dari Guyana,
mengatakan bahwa
mayoritas hendak
menerima Vietkong
sebagai anggota penuh
dan mendorong
keputusan ini berlaku.
Indonesia memprotes,
diikuti Malaysia dan Laos.
Alasan keberatan
Indonesia dan Negara-
negara Asia Tenggara
adalah: menerima
kelompok pemberontak
sebagai anggota GNB akan
mendorong berbagai
pemberontakan dan ini
pada akhirnya akan
merugikan stabilitas di
Indonesia dan juga
Malaysia
Namun Adam Malik
mengatakan: Indonesia akan
terus bekerjasama dengan dan
dalam kelompok untuk
menegakkan prinsip-prinsip
Non-Blok dimana kita
membantu memformulasikan
diri kita. Indonesia tidak
memilih untuk menjadi non-
blok, Indonesia dilahirkan
sebagai suatu Negara non-blok
KTT GNB di Aljajair tahun 1973,
didominasi oleh Negara-negara
yang kritis terhadap AS.
Terdapat juga sejumlah Negara
moderat yang tidak sependapat
dengan Negara-negara radikal.
Konsep ZOPFAN (Zona
Perdamaian, Kemerdekaan dan
Netralitas) diterima secara baik,
namun investasi asing dikecam
oleh banyak Negara. Indonesia
salah satu Negara yang
mempertahankan investasi
asing.
Dalam konferensi yang
belakangan (pasca tahun
1973), Indonesia tidak mau
menonjol, hanya Menlu yang
dikirim untuk menghadiri
pertemuan sampai tahun
1986, disaat Wapres Umar
Wirahadikusumah
menghadiri pertemuan di
Harare, Zimbabwe.
Indonesia menginginkan
menjadi ketua GNB
Namun langkah Indonesia
belum disetujui oleh forum
yang menginginkan ketua dari
satu Negara Amerika Latin
setelah Beograd, Yugoslavia
tahun 1989. Soeharto
memutuskan untuk datang
sendiri dan bersaing dalam
posisi ketua di Beograd, 1989.
Nikaragua masih
menginginkan menjadi tuan
rumah, namun Indonesia tidak
menyerah.
Alasan yang dikemukakan oleh
Soeharto adalah: GNB tidak dapat
menghindari menjalankan suatu
pilihan prioritas yang realistic sebagai
suatu tuntutan yang lentur, daripada
sebagai suatu preskripsi yang kaku.
Jika GNB tidak berbuat apa-apa, GNB
menghadapi bahaya menjadi
menyimpang. Indonesia tidak
menginginkan gerakan yang didirikan
tahun 1961 diarahkan oleh kalangan
radikal menjadi satelit dari blok
sosialis. Indonesia telah mengajukan
pencalonan sebelumnya ini bukan
karena suatu ambisi tertentu tetapi
untuk menyelamatkan GNB dikuasai
oleh kalangan radikal
Untuk mendapatkan dukungan
dari Negara-negara Afrika,
pada Oktober 1990, Soeharto
mengundang Nelson Mandela
pimpinan ANC untuk
mengunjungi Indonesia.
Mandela dianugerahi Bintang
Republik Indonesia, dan
Soeharto juga menyumbang 10
juta US$ ke ANC, dan akan
memberikan tambahan
250.000 US$ untuk perjuangan
mengakhiri politik apartheid di
Afrika Selatan.
Presiden Soeharto
menginginkan Indonesia
memiliki profil tingkat
tinggi dalam forum
internasional dan GNB
dianggap sebagai satu
saluran yang diharapkan
akan mencapai keinginan
tersebut.
Mimpi Indonesia pada akhirnya
terpenuhi. Ini sebagian karena
perkembangan internasional
menyusul ambruknya pemerintahan
komunis di Eropa Timur dan
jatuhnya komunisme Soviet Agustus
1991. Sistem komunis mulai
didiskreditkan dan mempengaruhi
Negara-negara yang berorientasi
sosialis. Kelompok radikal dalam
GNB mulai kehilangan
pengaruhnya. Ini memberikan jalan
bagi Indonesia untuk menjadi ketua
India yang dari pernyataan
Razif Gandhi sebelumnya tidak
mendukung Indonesia
menyatakan dukungan
sepenuhnya kepada Indonesia.
Sementara Nicaragua, pesaing
Indonesia, menawarkan untuk
menarik diri dari pencalonannya
dan sebagai balasannya
meminta dukungan Presiden
Soeharto kepada Nicaragua
Ketika pertemuan tingkat
menteri GNB diadakan di
Accra, Ghana, 1991,
anggota-anggota
penghasut seperti Cuba dan
Ghana tidak dapat lagi
memanipulasi GNB. Bahkan
sebelum pertemuan,
Indonesia menjadi favorit
untuk ketua berikutnya.
Konferensi GNB pada akhirnya
diadakan di Jakarta 1-6
September 1992, dan Indonesia
menjadi pemimpin GNB dari
tahun 1992 sampai tahun 1995.
Undangan diberikan kepada 104
kepala Negara, namun yang
hadir 60 kepala Negara. Banyak
pemimpin radikal yang tidak
hadir, diantaranya, Muammar
Qadafi, Fidel Castro dan Hosni
Mubarak.
Hasil dari KTT GNB ini
dinamakan “Pesan
Jakarta” berupa
pandangan kolektif
Negara-negara GNB
“kerjasama ekonomi dan
pembangunan harus
menjadi pilihan pertama
mereka jika organisasi ini
akan memainkan suatu
peran utama dalam
membentuk suatu tata
dunia baru”.
Dari dari ketua GNB adalah pidato
Soeharto didepan Majelis Umum PBB
mewakili Negara-negara Non-Blok
setelah pertemuan di Jakarta. Dalam
pidatonya Soeharto meminta
perombakkan DK PBB. Ia berpendapat
bahwa komposisi DK sudah ketinggalan
zaman mengingat ini didasarkan pada
situasi setelah perang dunia II. Dewasa
ini terdapat Negara-negara utama yang
harus dilibatkan dalam kepentingan
membuat PBB lebih representative. Ia
kemudian mengusulkan Jepang,
Jerman, Indonesia, India dan dua lagi
refresentasi dari Afrika dan Amerika
Latin
Pemikiran Soeharto hamper sama dengan
pidato Soekarno tahun 1960 juga di
Majelis Umum PBB dan mewakili Negara-
negara non-blok, pidato itu dikenal
berjudul “Build the World Anew”. Ia
mengkritik PBB : “Organisasi dan
keanggotaan DK, lembaga yang paling
utama, merefleksikan peta kekuatan,
ekonomi dan militer dunia di tahun 1945,
ketika organisasi ini lahir dari suatu visi dan
inspirasi yang luas. Ini juga benar untuk
kebanyakan organisasi lainnya. Mereka
tidak mencerminkan munculnya Negara-
negara sosialis, atau tampilnya Negara-
negara merdeka di Asia-Afrika.”
Soekarno selanjutnya
mengatakan “adalah
mutlak bahwa pembagian
kursi di DK dan organisasi-
organisasi lembaga-
lembaga lainnya harus
ditinjau kembali. Berbeda
dengan Soeharto,
Soekarno tidak menyebut
bahwa Indonesia harus
menjadi anggota
Soekarno dan Soeharto, keduanya menaruh perhatian pada
peran Indonesia dalam masyarakat internasional. Tidak
mengherankan, beberapa pengamat Indonesia melihat
kesamaan antara visi Soekarno dan Soeharto. Keduanya
ingin menjadikan Indonesia sebagai pemimpin yang diakui
secara internasional.
(Dikutip dari Bab 11,
“Indonesia, Gerakan
Non-Blok dan APEC:
Mencari Suatu Peran
Kepemimpinan”,
dalam buku Leo
Suryadinata, Politik
Luar Negeri Indonesia
Di Bawah Soeharto,
LP3ES, Jakarta, 1998.).
Tempat dan tanggal KTT GNB
 KTT I – Belgrade, 1 September 1961 – 6 September 1961
 KTT II – Kairo, 5 Oktober 1964 – 10 Oktober 1964
 KTT II – Lusaka, 8 September 1970 – 10 September 1970
 KTT IV – Algiers, 5 September 1973 – 9 September 1973
 KTT V – Kolombo, 16 Agustus 1976 – 19 Agustus 1976
 KTT VI – Havana, 3 September 1979 – 9 September 1979
 KTT VII – New Delhi, 7 Maret 1983 – 12 Maret 1983
 KTT VIII – Harare, 1 September 1986 – 6 September 1986
 KTT IX – Belgrade, 4 September 1989 – 7 September 1989
 KTT X – Jakarta, 1 September 1992 – 7 September 1992
 KTT XI – Cartagena de Indias, Kolombia, 18 Oktober 1995 – 20 Oktober 1995
 KTT XII – Durban, Afrika Selatan, 2 September 1998 – 3 September 1998
 KTT XIII – Kuala Lumpur, 20 Februari 2003 – 25 Februari 2003
 KTT XIV – Havana, 11 September 2006 – 16 September 2006
 KTT XV - Sham El-Sheikh, kota pesisir Laut Merah Mesir, 15-16 Juli 2009
Sekretaris Jendral Gerakan Non-
Blok Nama Asal negara Mulai Akhir
 Josip Broz Tito  Yugoslavia 1961 1964
 Gamal Abdel Nasser  Mesir 1964 1970
 Kenneth Kaunda  Zambia 1970 1973
 Houari Boumédienne  Aljazair 1973 1976
 William Gopallawa  Sri Lanka 1976 1978
 Junius Richard Jayewardene  Sri Lanka 1978 1979
 Fidel Castro  Kuba 1979 1982
 N. Sanjiva Reddy  India 1982
 Zail Singh  India 1982 1986
 Robert Mugabe  Zimbabwe 1986 1989

Sekretaris Jendral Gerakan Non-
Blok Nama Asal negara Mulai Akhir
 Janez Drnovšek  Yugoslavia 1989 1990
 Stipe Mesić  Yugoslavia 1991 1991
 Branko Kostić  Yugoslavia 1991 1992
 Dobrica Ćosić  Yugoslavia 1992 1992
 Suharto  Indonesia 1992 1995
 Ernesto Samper Pizano  Kolombia 1995 1998
 Andrés Pastrana Arango  Kolombia 1998 1998
 Nelson Mandela  Afrika Selatan 1998 1999
 Thabo Mbeki  Afrika Selatan 1999 2003
 Datuk Seri Mahathir bin Mohammad  Malaysia 2003 2003
 Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi  Malaysia 2003 2006
 Fidel Castro  Kuba 2008
 Raúl Castro  Kuba 2008
 Muhammad Hosni Mubarak, Mesir (2009)
KTT Gerakan Non-Blok Ke-15
berlangsung selama dua hari ( 15-
16 -07 -2009) dibuka di Sham El-
Sheikh, kota pesisir Laut Merah
Mesir. Pembahasan :
mengembangkan daya hidup
Gerakan Non-Blok yang baru,
bagaimana melindungi
kepentingan negara-negara
berkembang serta bagaimana
menanggapi masalah titik panas
dan titik sulit internasional
menjadi sejumlah masalah titik
berat yang akan diperhatikan
dalam pertemuan tingkat tinggi
tersebut.
TERIMAKASIH
ATAS KEBERSAMAANNYA

Anda mungkin juga menyukai