Anda di halaman 1dari 26

DASAR – DASAR ILMU PSIKIATRI

Oleh:
Prof.dr.M.Joesoef Simbolon Sp.KJ(K)
LATAR BELAKANG PEMBAHASAN
• Definisi Psikiatri (psychiatry) atau Ilmu
Kedokteran Jiwa: cabang spesialistik Ilmu
Kedokteran yang mengkhususkan pendalaman
aspek patogenesis, diagnosis, terapi, rehabilitasi,
pencegahan gangguan jiwa, dan peningkatan
kesehatan jiwa.
• Definisi sehat dari WHO (World Health
Organization) mencakup kesehatan jasmani,
kejiwaan dan sosial, dan yang menjadi tujuan
pengobatan bukan sekedar penyembuhan atau
mengurangi gejala/penyakit, namun
meningkatkan kualitas hidup seoptimal
mungkin (meskipun misalnya terbatas oleh
adanya kecacatan atau disabilitas).
Dari pengertian sehat tersebut, maka
psikiatri (Ilmu Kedokteran Jiwa):
• Sebagai cabang spesialistik dari Ilmu
Kedokteran, merupakan bagian integral dari
Ilmu Kedokteran dalam meningkatkan taraf
kesehatan secara umum.
• Sebagai cabang spesialistik kedokteran yang
mendalami aspek biomedik dan kejiwaan dalam
kehidupan sosial, maka psikiatri berperan dalam
peningkatan taraf kesehatan jiwa baik dalam
kondisi sakit (fisik maupun psikis) maupun
dalam kondisi sehat (mencakup aspek preventif,
kuratif dan promotif).
• Secara langsung ataupun tidak, berperan dalam
peningkatan kualitas hidup melalui terapi,
prevensi, rehabilitasi, promosi, dsb.
• Menjembatani bidang kedokteran bio-medik
dengan berbagai aspek kehidupan psiko-sosial
seutuhnya.
Biopsikososial  eklektik holistik
• Eklektik = secara rinci
• Holistik = menyeluruh
• Berarti aliran ini menggunakan seluruh cabang
ilmu secara rinci
Bab ini akan membahas ‘peran psikiatri sebagai ilmu’ (ilmu
kedokteran jiwa) di bidang kedokteran (bagi semua dokter – bukan
khusus ‘peran psikiater’) di dalam praktek Kedokteran Umum
Dengan mempelajari psikiatri di dalam
pendidikan dokter, diharapkan bahwa
nantinya sebagai dokter (baik dokter umum
maupun spesialis), disamping memahami
dan menguasai bidang kompetensinya
sebagai dokter umum/spesialis, juga
memahami/menguasai berbagai prinsip
dasar psikiatri klinik, sehingga dapat
memanfaatkan pengetahuan
psikiatri/kejiwaan dalam pengamalan ilmu
kedokteran secara utuh.
Bukan sekedar mengobati ‘penyakit’, namun juga
memperhitungkan dampak dalam segala aspek ‘manusianya’,
dalam mengusahakan kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
hubungan dengan bidang Kedokteran Umum:

• Ilmu Kedokteran meskipun bertolak dari


mempelajari penyakit menuju ke pengobatan,
bukan pendekatan yang bersifat organik bio-
medik saja.
• Kemajuan di bidang kedokteran telah berhasil
mengatasi banyak gangguan penyakit. Namun ternyata
penderitaan dari gangguan sakit tidak berkurang,
tetapi bergeser kepada penyakit-penyakit fisik yang
erat kaitannya dengan kondisi stres kehidupan atau
pola hidup dan penyakit degeneratif: misalnya;
gangguan ‘psikosomatik’, psikofisiologik, gangguan
kardiovaskuler, stroke, infark miokard akut, diabetes
melitus, problem penyakit pada usia lanjut,
penyalahgunaan zat, kanker, dsb.), disamping
gangguan-gangguan kejiwaan lainnya.
• Perkembangan Ilmu Kedokteran dan teknologi
kedokteran canggih, cenderung untuk
memperlakukan pasien dari segi kecanggihan
teknik kedokteran, sehingga seringkali terjadi
penanganan atau perlakuan berlebih pada aspek
medis-teknis dan kurang memperhatikan
dampak lanjut menyeluruh terhadap pasien
maupun keluarganya.
• Pasien dengan penyakit berat, penyakit
menahun, penyakit yang menimbulkan
kecacatan atau menghadapi kematian,
memerlukan penanganan tidak hanya dalam
aspek pengobatan penyakit, akan tetapi juga
aspek psikis (mental-emosional-spiritual-sosial)
untuk dapat mencegah, mengatasi dampak
lanjut yang dapat menurunkan kualitas hidup.
Illustrasi Kasus (diambil dari kasus nyata):
• Seorang anak remaja pada suatu pemeriksaan
laboratorium darah tepi menunjukkan jumlah leukosit
yang tinggi. Dokternya menunjukkan sikap kaget dan
menyatakan kekhawatirannya akan kemungkinana
leukemia (awam mengenalnya sebagai kanker darah).
Meskipun dokter kemudian meralat bahwa hal
tersebut tidak usah dikhawatirkan dulu, ‘nanti saja
kalau dikasih obat tidak turun baru dipertimbangkan
lebih lanjut, namun hal yang kelihatan biasa ini
ternyata membawa dampak luar biasa pada remaja
tersebut.
• Ia mengalami stres berat karena kebetulan salah
satu pamannya meninggal karena leukemia, dan
secara wam ia mengetahu bagaimana
bahayanya. Remaja tersebut kemudian
mengalami gangguan depresi, hilang semangat,
susah makan/tidur, tidak dapat berkonsentrasi,
bahkan menjadi ‘sakit’ dan tidak dapat
mengikuti ujuan akhir SMA.
• Hal demikian sebenarnya tidak perlu terjadi
seandainya dokter tersebut cukup ‘peka’
terhadap aspek kejiwaan (mental-emosional dan
perasaan pasien) dan mengemukakan hasil
pemeriksaannya dengan lebih bijaksana.
Psikiatri sebagai cabang ilmu kedokteran paling banyak memberi sorotan pada
pendekatan manusia secara komprehensif sehingga dapat dikatakan bahwa psikiatri
mempunyai dwifungsi yaitu:
1. Sebagai ilmu kedokteran dasar yang
memberi fokus pada pelbagai masalah perilaku
manusia (behavioral sciences) dan pendekatan
manusia dan/atau pasien sebagai manusia
seutuhnya secara komprehensif, jadi bukan
dari aspek biologis semata.
2. Sebagai cabang spesialisme ilmu
kedokteran yang mempelajari secara khusus
pelbagai macam gangguan jiwa.
Psikaitri (sebagaimana juga pelbagai cabang ilmu
kedokteran lainnya)mempunyai dua aspek, yaitu:
• Aspek pendekatan manusia sebagai objek
ilmiah
• Aspek pendekatan manusia sebagai subjek,
yaitu sebagai manusia.
Landasan pendekatan manusiawi yang seutuhnya pada dasarnya tidak lain adalah
empati.
Empati adalah upaya dan kemampuan untuk mengerti, menghayati, dan menempatkan
diri seseorang pada tempat orang lain sesuai dengan:
• Identitas: nama, usia, gender/jenis kelamin,
kondisi fisik (warna kulit, tinggi, berat badan,
raut muka, dsb), kondisi kesehatan, cacat tubuh,
status perkawinan, orientasi seksual
(heteroseksual, biseksual, homoseksual), ras,
suku bangsa, etnik, latarbelakang pendidikan ,
taraf perkembangan jiwa/mental, tradisi,
budaya, agama.
• Pikiran, perasaan ,keinginan, perilaku
dari orang tersebut tanpa
mencampurbaurkan atau bereaksi secara
emosional apabila nilai-nilai, selera atau
kesukaan pribadi, cara pikir atau emosi dari
orang yang berempati itu berbeda dengan nilai-
nilai, selera/kesukaan, cara pikir atau emosi dari
orang yang diempati itu.
• jadi, berempati berarti tidak bersikap
menghakimi, baik dalam artikata
membenarkan, atau menyalahkan. Dengan
perkataan lain: berempati adalah menerima
orang lain sebagaimana adanya, termasuk
mengerti, menerima dan menghargai
nilai dan sistem nilai dari orang yang
diempati.

Anda mungkin juga menyukai