Anda di halaman 1dari 10

TEOLOGI EKONOMI UNTUK

KONTEKS INDONESIA
Kelompok: 3

1.Naomi Rambu Utu (2222049)


2.Neneng Jesica Andunara (2222040)
3.Fredly Cahya Dede (2222073)
4.Ringko Muka Rawa (2222066)
Menurut Mastra teologi ekonomi untuk konteks menekankan bahwa usaha-usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi bukanlah akhiran, melainkan sarana untuk
mencapai tujuan yang lebih besar. Ia juga menekankan pentingnya mengusahakan
kemandirian gereja dengan kepemilikan sumber daya yang memadai yang seharusnya
dapat dikembangkan untuk pemberdayaan ekonomi gereja.
Mastra berpendapat bahwa teologi berkatnya dapat memperkokoh gereja sebagai subyek
dan bukan sebagai obyek, sebagaimana dinyatakan sebagai berikut.

Gereja yang menjadi


subyek berarti gereja
Seperti janji Tuhan kepada Abraham
menjadi berkat,
Bagaimana membangun (Kejadian 12:2) “Aku akan
saksi, garam, dan
gereja-gereja di membuat engkau menjadi bangsa
ragi.
Indonesia agar tidak yang besar, dan memberkati engkau
menjadi obyek tetapi serta membuat namamu masyhur,
menjadi subyek. dan engkau akan menjadi berkat”.
1. Bunga Rampai Teologi Pembangunan Ekonomi Gereja

Mastra mengembangkan beberapa jenis teologi dalam rangka pembangunan ekonomi


gereja dengan pemggambaran visual menggunakan symbol-symbol jari tangan,
binatang, tanaman, dan lewat kata-kata, sebagai berikut.

a) Teologi Lima Jari

b) Teologi Kelelawar, Kucing, dan Anjing

c) Teologi Kerja 5 Binatang (Semut, Jangkrik, Ular, Katak dan Monyet)

d) Teologi kerja Burung-burung dan Bunga Bakung

e) Teologi Ekor Sapi dan Ekor Ayam (Fil. 2:5-8)

4
2. Membangun Semangat Kewiraswastaan yang Didukung oleh semanagat Pelipatgandaan

 Mastra meyakini semangat berwiraswasta yang disamakan dengan jiwa


dagang harus dikembangkan di gereja, dijadikan paradigma atau pola pikir
bagi jemaatnya, yaitu dengan cara mengubah paradigma masyarakat dari
masyarakat tradisional dengan pola pikir masyarakat pertanian menjadi
masyarakat modern dengan pola pikir dagang atau bisnis.
 Mastra beragumentasi pekerjaan gereja tidak ada yang tidak memerlukan
uang, karena itu kemajuan suatu gereja juga ditentukan oleh kemampuannya
mendapatkan uang, bukan saja oleh kemampuannya menyalurkan uang dalam
bentuk pelayanan-pelayanan.
Oleh karena itu, ia menilai tidaklah salah bila gereja terlibat dalam bisnis yang
menciptakan lapangan kerja bagi anggota gereja. Keuntungan dari bisnis
menjadi persepuluhan untuk dana pelayanan gereja.
3. Peran Penting Teologi dalam Membentuk Paradigma

 Mastra menekankan perlunya teologi yang bisa membangun jemaat untuk


maju. Ia mengamati gereja-gereja di Indonesia masih lekat dengan teologi
kemiskinan yang menghambat gereja-gereja itu untuk menjadi berkat.

 Mastra menekankan pentingnya memiliki teologi yang baik, yang bisa


memotivasi orang untuk berkembang. Ia berargumentasi teologi akan
mempengaruhi pola pikir, dan pola pikir akan mempengaruhi pola kerja,
dan pola kerja akan membentuk adat istiadat, suatu budaya. Sebab itu ia
menekankan perlunya memperbaiki tafsiran-tafsiran Alkitab tentang uang
dan kekayaan.
4. Kritik terhadap Teologi Kemiskinan dan Teologi Kemakmuran
 Mastra mengkritik teologi kemiskinan, yang menurutnya diajarkan oleh
peginjil Belanda untuk mempertahankan status quo penjajahan. Ia
membandingakan keadaan Indonesia di zaman penjajahan Hindia Belanda
dengan keadaan pada zaman Yesus, di mana bangsa Israel pada waktu itu
dijajah oleh bangsa Romawi.

 Mastra bependapat bahwa teologi berkatnya, sebagai tandingan teologi


kemiskinan, bisa menolong melepaskan pola ketergantungan jemaat
kepada gereja, ketergantungan gereja kepada pertolongan dana dari luar,
dan memungkinkan gereja bertumbuh menjadi berkat bagi masyarakat
sekitarnya.
Perbedaan teologi kemakmuran dengan teologi berkat
adalah pada tujuan akhirnya. Kalau teologi kemakmuran,
tujuan berbisnis menjadi Makmur, berkelimpahan untuk
kepentingan diri sendiri. Sedangkan teologi berkat, tujuan
berbisnis menjadi makmur agar bisa berbagi dengan
orang lain.

Jadi, kalau berbisnis saja, jadi Makmur saja,


berkelimpahan, tidak cocok teologi
kemakmuran. Kalau teologi kemakmuran
untuk diri sendiri, supaya makmur, kalau
teologi berkat, supaya bisa punya lebih untuk
diberikan kepada orang lain. Itu teologi
berkat. Kalau prinsip-prinsip ini dijalankan
maka gereja akan maju dan kuat.

8
Kesimpulan
Menurut Mastra teologi itu berkatnya dapat memperkuat gereja sebagai subyek dan
bukan sebagai obyek. Ia juga meyakini bahwa semangat berwiraswasta atau jiwa
dagang harus dikembangkan di gereja dan dijadikan sebagai paradigma atau pola pikir
bagi jemaatnya yaitu dengan cara mengubah pola pikir masyarakat tradisional dan
masyarakat pertanian menjadi masyarakat modern dengan pola pikir dagang dan
bisnis. Karena pekerjaan gereja juga memerlukan uang, dan kemajuan gereja tidak
hanya menyalurkan uang dalam bentuk pelayanan-pelayanan saja, tetapi bisa melalui
keuntungan dari bisnis yang dijadikan perpuluhan untuk dana pelayanan di gereja.
Jadi teologi Mastra ini, bisa membangun jemaat untuk maju dan tidak menghambat
gereja untuk menjadi berkat
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai