Anda di halaman 1dari 25

EKONOMI MONETER

TEORI MONETER KLASIK


Tokoh utama dari teori moneter klasik adalah Jean Baptiste Say,
Irving Fisher dan Alfred Marshall.
Jean Baptiste Say terkenal karena hukum yang dikemukakannya,
bahwa penawaran akan selalu menciptakan permintaan
(supply creates its own demand) dalam buku A Treatise on
Political Economy (1803).
Artinya, bahwa suatu perekonomian tidak akan mengalami under
employment atau apa yang oleh Malthus dinamakan under
consumption karena ........
Pengeluaran total masyarakat akan selalu dapat mencukupi
untuk menunjang produksi pada keadaan kesempatan kerja
penuh (full employment)
3
Menurut kaum klasik ini, potensi output yang dapat
dihasilkan tergantung daripada tingkat teknologi
dan banyaknya faktor produksi tenaga kerja.
Makin tinggi tingkat teknologi dan makin tinggi jumlah
dan kualitas tenaga kerja, tingkat output potensial yang
dapat dihasilkan juga makin besar. Artinya, tingkat full
employment output dapat menjadi lebih besar.
Keadaan yang selalu pada full employment ini dapat
tercapai melalui bekerjanya mekanisme pasar, yang
oleh Adam Smith disebut dengan “Invisible Hand"
Pandangan Kaum Klasik terhadap kondisi keseimbangan pasar
tenaga kerja dan barang adalah apabila seseorang yang ingin
bekerja tetapi tidak memperoleh pekerjaan, dia tentu akan
menurunkan upah yang dikehendakinya sampai ada pengusaha
yang mau mempekerjakan.
Demikian juga apabila terdapat pengusaha yang tidak dapat
menjual semua hasil produksinya, maka dia akan menurunkan
harganya sampai habis terjual.
Upah dan harga yang bebas berubah akan menjamin selalu
terdapatnya keseimbangan dalam pasar tenaga kerja dan
pasar barang sebagai hasil saling mempengaruhinya antara
permintaan dan penawaran melalui prinsip laissez faire (bebas,
tanpa adanya campur tangan)
Thomas Robert Malthus menyanggah pendapat tsb,
menurutnya Penawaran memang akan menciptakan tenaga beli
(pendapatan), namun belum tentu menciptakan pengeluaran
dengan jumlah yang sama.
Misalnya, jika masyarakat menabung terlalu banyak
dari pendapatannya (lebih banyak dibanding dengan keinginan
perusahaan untuk melakukan investasi), maka ada sebagian
produksi yang tidak terjual. Akibatnya pengusaha akan
memperkecil volume produksi, sehingga akan terjadi
pengangguran.
Pengusaha akan terus mengurangi produksinya sampai sisa
yang tak terjual itu habis semua, sehingga pendapatan akan
jadi lebih rendah dari pada semula
Menurut ekonom Klasik, adanya tabungan masyarakat tersebut
tidaklah berarti dana hilang dari peredaran, tetapi dipinjam/dipakai
oleh pengusaha untuk membiayai investasinya.
Penabung mendapatkan bunga atas tabungannya, sedang
pengusaha bersedia membayar bunga tersebut selama harapan
keuntungan yang diperoleh dari investasi lebih besar dari bunga
tersebut.
Adanya kesamaan antara tabungan dengan investasi (misalnya,
apabila tabungan meningkat, pengeluaran investasi juga
meningkat) adalah sebagai akibat bekerjanya mekanisme
tingkat bunga.
Tingkat bunga akan berfluktuasi sehingga keinginan
mengadakan investasi (desire to invest) oleh perusahaan sama
dengan keinginan (desire to save) menabung dari masyarakat
Teori Klasik tentang Tingkat Bunga
"Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada
dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan
menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk
melakukan investasi "
Desire to save = Desire to invest
Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik I0, dimana jumlah
tabungan sama dengan investasi.
Apabila tingkat bunga di atas I0, dimana jumlah tabungan
melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi, maka
para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya
dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun balik ke
posisi I0.
Sebaliknya, apabila tingkat bunga di bawah I0, para pengusaha akan
saling bersaing untuk memperoleh dana yang relatif jumlahnya lebih
kecil (karena orang enggan menabung), dan persaingan ini akan
mendorong tingkat bunga naik lagi ke I0.

Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan


yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama
pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayai
investasinya, atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya,
pengusaha bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi.
Pada gambar berikut ditunjukkan dengan bergesernya kurva
permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat
bunga baru I1.
Teori Kuantitas Uang
Menurut paham klasik, uang tidak mempunyai
pengaruh terhadap sektor riil, tidak ada
pengaruhnya terhadap tingkat bunga, kesempatan
kerja atau pendapatan nasional.
Pendapatan nasional ditentukan oleh jumlah
dan kualitas dari tenaga kerja, jumlah dari
modal yang dipakai serta teknologi. Tanpa
perubahan dari faktor-faktor produksi, maka
pendapatan nasional tidak akan berubah.
Uang, pengaruhnya adalah terhadap harga-
harga barang. Bertambahnya uang beredar akan
mengakibatkan kenaikan harga saja. Jumlah
output yang dihasilkan tidak berubah.
Inilah yang sering disebut dengan classical
dichotomy, yaitu adanya pemisahan sektor
moneter dengan sektor riil.
Sektor moneter tidak ada hubungannya dengan
sektor riil.
Uang hanya merupakan suatu tudung (veil) saja
dalam perkonomian
Teori Irving Fisher
Teori ini mendasarkan pada pendapat J.B. Say bahwa ekonomi akan
selalu berada dalam keadaan full employment.
Persamaan Irving Fisher sbb :
M.V=P.T
M = Jumlah uang (money)
V = Tingkat perputaran uang (velocity of money)
P = Harga Barang (price)
T = Volume Barang (transactions)

Teori menyatakan bahwa total pengeluaran (MV) sama dengan nilai


barang yang dibeli (PT).
Teori Cambridge (Marshall Equation)
Marshall tidak menekankan pada perputaran uang (velocity) dalam
suatu periode melainkan pada bagian dari pendapatan (GNP) yang
diwujudkan dalam uang kas.
Secara matematika sederhana, teori Marshall dapat ditulis sebagai
berikut :
M=k.Y
M : Jumlah Uang
k : Bagian dari GNP yang diwujudkan uang kas, k = 1/v
Y : GNP riil
Marshall tidak menggunakan volume transaksi
(T) sebagai alat pengukur jumlah output, tetapi
diganti dengan Y. T lebih besar dari Y, karena
Y tidak termasuk barang setengah jadi.
Persamaan Marshall sudah menunjukkan
adanya permintaan uang dimana masyarakat
menghendaki bagian tertentu dari
pendapatannya diwujudkan dalam bentuk uang
kas, yang ditunjukan dengan nilai k (teori
kuantitas uang).
 Menurut teori kuantitas uang, perubahan Jumlah Uang Beredar
(JUB) mengakibatkan perubahan harga secara proporsional.
Kalau JUB naik 2 kali, harga juga akan naik 2 kali.
 Pandangan di atas didasarkan pada anggapan-anggapan sebagai
berikut :
 Persamaan MV = PT, T dianggap tetap karena selalu dalam
keadaan full employment (JB.Say)
 V juga dianggap tetap, karena perubahan cara pembayaran akan
terjadi dalam waktu yang lama, sehingga k = 1/v juga tetap.
 Kongklusi : JUB hanya mempengaruhi harga secara
proporsional. Uang tidak mempengaruhi output riil (Y). Y
hanya dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas faktor produksi.
Pembuktian secara matematis sbb :
Jika diketahui :
V= 4
T = 100
M = 25
P = 1
Maka...
MV = PT
(25)(4) = (1)(100)
Jika,
M naik 2x lipat menjadi = 50
Maka, P akan naik 2x lipat menjadi = 2

MV = PT
(50)(4) = (2)(100)
Alur Logika Berpikirnya sbb :
Pada permulaannya masyarakat dalam keadaan keseimbangan portofolio-nya.
Kemudian bank sentral menambah jumlah uang beredar dua kali lipat.
Akibatnya masyarakat mengalami ketidakseimbangan dalam portofolio-nya,
yakni kelebihan uang kas yang dipegang. Mereka akan membelanjakan
(membeli barang atau jasa) dari kelebihan uang kas yang dipegang.
Karena output total tidak bisa bertambah, yaitu V dan T tetap, (dalam keadaan
full employment, dengan hukum Say), maka harga akan terdorong naik.
Masyarakat akan terus membelanjakan kelebihan uang kasnya sampai total
pengeluaran naik dua kali lipat.
Karena output rill tetap (V dan T tetap), kenaikan pengeluaran dua kali akan
menyebabkan harga juga naik dua kali.
Hasil akhirnya: jumlah uang yang dipegang masyarakat naik dua kali. GNP
nominal (PY) naik dua kali, harga naik dua kali, velocity dan output rill tetap
seperti semula (sebelum adanya penambahan jumlah uang).
dapat pula dijelaskan dengan menggunakan persamaan
Marshall sbb :
misalnya,
k = ¼ (bagian dari GNP diwujudkan dalam bentuk uang kas)
GNP (PY) sama dengan Rp. 400
maka :
keinginan masyarakat memegang uang kas sama dengan Rp
100 miliar
M = kPY
= ¼ x Rp 400 M
= Rp 100 M
Jika GNP naik menjadi Rp800 miliar, maka besarnya
uang kas yang diinginkan masyarakat menjadi Rp200
miliar.
Dengan demikian jelas bahwa persamaan Marshall
dapat menunjukkan adanya keinginan/permintaan akan
uang kas. Permintaan uang kas ini semata-mata untuk
tujuan melakukan transaksi.
Jadi terbukti bahwa teori moneter klasik
menganggap JUB hanya mempengaruhi harga
secara proporsional. Uang tidak mempengaruhi
output riil (Y). Y hanya dipengaruhi oleh jumlah
dan kualitas faktor produksi.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai