Anda di halaman 1dari 10

eberapa teori permintaan uang yang sering digunakan, yaitu teori permintaan klasik yang terdiri dari

Teori Inving Fisher dan Teori Cambridge. Adapun untuk teori modern dikenal dengan teori permintaan
uang Keynes. Berikut adalah pembasahan untuk masing-masing teori permintaan uang tersebut.

Irving Fisher

Melalui bukunya The Purchasing power of money terbit pada tahun 1911, Irving Fisher memperkenalkan
pendekatan secara velositas. Pendekatan ini menjelaskan bahwa jumlah uang yang dibelanjakan sama
dengan jumlah uang yang diterima. Dalam teori ini, fungsi uang hanyalah sebagai alat tukar.

Fisher mengemukakan bahwa permintaan uang merupakan kepentingan yang sangat likuid untuk
memenuhi motif transaksi. Dengan sederhana persamaan transaksi permintaan uang Fisher adalah:

MV = PT

Dimana nilai dari barang yang dijual dikalikan dengan harga rata-rata dari barang tersebut (P) harus
sama dengan volume uang yang ada dalam masyarakat (M) dikalikan dengan berapa kali rata-rata
perputaran uang (V). Volume transaksi (T) dalam suatu periode tertentu ditentukan oleh tingkat output
masyarakat (pendapatan nasional) dan bisa pula dianggap mempunyai nilai tertentu dalam dalam satu
tahun.

Menurut Fisher dan kaum klasik diasumsikan selalu dalam keadaan full employment. Velocity ditentukan
oleh faktor-faktor kelembagaan, mencakup faktor-faktor, misalnya tingkat permintaan uang akan sama
dengan pendapatan nasional. Maka secara matematis dapat ditulis:

Md = kPY

Dimana k adalah proporsi/bagian dari GNP yang diwujudkan dalam bentuk uang kas, jadi besarnya sama
dengan I/VV, sedangkan Y adalah tingkat pendapatan nasional riil dan P adalah harga umum.

Teori Cambridge

Teori ini dikemukakan oleh A. Marshall dari Universitas Cambridge, dia memandang persamaan Fisher
dengan sudut pandang yang berbeda. Marshall tidak menekankan pada perputaran uang (velocity)
dalam suatu periode, melainkan pada bagian dari pendapatan (GNP) yang diwujudkan dalam bentuk
uang kas (Nopirin, 1998: 73). Secara matematis, teori ini dapat dituliskan sebagai berikut:

M = k Py
Dimana k adalah proporsi dari GNP yang diujudkan dalam bentuk uang kas, jadi besarnya sama dengan
1/v. Marshall tidak menggunakan volume transaksi (T) sebagai alat pengukur jumlah output, tetapi
menggunakan Y (untuk menunjukkan GNP riil). Jadi, T umumnya lebih besar daripada Y, sebab dalam
pengertian T termasuk juga total transaksi barang akhir dan atau setengah jadi dihasilkan beberapa
tahun yang lampau. Sedang dalam GNP hanyalah mencakup barang dan jasa akhir yang dihasilkan pada
tahun tertentu saja, di dalamnya juga tidak termasuk barang setengah jadi. Esensi dari persamaan Irving
Fisher tidaklah berbeda dengan persamaan Marshall ditinjau dari segi matematis, sehingga masih juga
merupakan suatu identitas. Namun demikian, orientasinya berbeda. Persamaan Marshall dapat
dikatakan merupakan persamaan yang menunjukkan adanya permintaan akan uang, dimana masyarakat
menghendaki sebagian tertentu dari pendapatannya dalam bentuk uang kas (ditunjukkan dengan k).

Dengan demikian, persamaan Marshall tidak lagi merupakan persamaan pertukaran atau identitas
(seperti pada persamaan Irving Fisher), tetapi telah merupakan persamaan teori kuantitas uang (dalam
arti telah terkandung di dalamnya pengertian permintaan akan uang, yang kemudian sering disebut
dengan persamaan cash-balance).

Teori Keynes

General Theory of Employment Interest and Money, buku fenomenal yang ditulis oleh John Maynard
Keynes pada tahun 1936 merupakan kritik terhadap kaum klasik yang tidak mampu menjelaskan
masalah depresi yang terjadi, karena selalu mengasumsikan bahwa ekonomi selalu berada dalam
keadaan yang full employment. Keynes mengungkapkan bahwa motif masyarakat memegang uang
dibagi dalam tiga tujuan:

a. Permintaan uang untuk transaksi

Individu atau perusahaan memerlukan uang kas untuk transaksi karena mereka berpikir bahwa
pengeluaran ini sering terjadi lebih dahulu dari uang masuk (dari pendapatannya). Pengeluaran ini
seringkali tidak bisa diperkirakan terlebih dahulu, sehingga sangat diperlukan adanya uang kas di tangan.
Meskipun seandainya pengeluaran dan penerimaan bisa diperkirakan namun uang kas di tangan tetap
diperlukan. Sebab, penerimaan yang diharapkan mungkin tidak diterima atau pengeluaran untuk
transaksi yang sangat penting perlu dilakukan sebelum penerimaan datang.

Keynes menyatakan bahwa permintaan uang kas untuk tujuan transaksi ini tergantung dari pendapatan.
Makin tinggi tingkat pendapatan makin besar keinginan uang kas untuk transaksi. Seseorang atau
masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi, biasanya melakukan transaksi yang lebih banyak
dibandingkan dengan seseorang atau masyarakat yang pendapatannya rendah.

b. Permintaan uang untuk berjaga-jaga


Setiap orang menghadapi ketidakpastian mengenai apa yang kan terjadi di masa datang. Ketidakpastian
ini menyebabkan orang memegang uang tunai lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk transaksi.
Menurut Keynes, antisipasi terhadap pengeluaran yang direncanakan dan yang tidak direncanakan
menyebabkan seseorang akan memegang uang tunai lebih besar dari yang dibutuhkan untuk tujuan
transaksi, yaitu untuk tujuan berjaga-jaga. Menurutnya jumlah uang yang dipegang untuk tujuan
berjaga-jaga ini tergantung dari besarnya pendapatan, semakin tinggi pendapatan semakin tinggi pula
uang yang dipegang untuk tujuan berjaga-jaga.

Oleh karena permintaan uang dengan tujuan transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi oleh faktor yang
sama, maka biasanya kedau variabel ini sering dijadikan satu menjadi permintaan uang untuk tujuan
berjaga-jaga.

c. Permintaan uang untuk spekulasi

Keynes juga menyadari bahwa masyarakat menghendaki jumlah uang kas yang melebihi untuk
keperluan transaksi, karena keinginan untuk menyimpan kekayaannya dalam bentuk yang paling lancar
(uang kas). Uang kas yang disimpan ini memenuhi fungsi uang sebagai alat penimbun kakayaan (store if
value). Istilah yang lebih modern disebut dengan permintaan uang untuk penimbun kekayaan.

Permintaan uang untuk tujuan spekulasi ini, menurut Keynes ditentukan oleh tingkat bunga. Makin
tinggi tingkat bunga makin rendah keinginan masyarakat akan uang kas untuk motif spekulasi.
Alasannya, pertama apabila tingkat bunga naik, berarti ongkos memegang uang kas makin besar,
sehingga keinginan masyarakat akan uang kas semakin kecil. Kedua, hipotesa Keynes bahwa masyarakat
menganggap akan adanya tingkat bunga normal berdasar pengalaman, terutama pengalaman tingkat
bunga yang baru-baru terjadi (Nopirin, 1998: 119).

Daftar Pustaka

Teori Permintaan Uang menurut Klasik, Keynes dan Modern

1 Teori Klasik

teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan uang, beserta interaksi
antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan antara penawaran uang atau jumlah uang
beredar dengan nilai uang atau tingkat harga. Hubungan dua variable dijabarkan lewat konsepsi teori
mereka mengenai permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang
berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang.

1.1 Irving Fisher

MVt = PT.(1)

Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus
sama dengan uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku juga untuk seluruh perekonomian:
didalam suatu periode tertentu nilai dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan
nilai dari barang yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan volume transaksi (T) dikalikan
harga rata-rata dari barang tersebut (P). Dilain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus sama
dengan volume uang yang ada dimasyarakat (M) dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar dari
tangan satu ke tangan yang lain, atau rata perputaran uang, dalam periode tersebut (Vt). MVt = PT
adalah suatu identitas, dan pada dirinnya bukan merupakan suatu teori moneter. Identitas ini bisa
dikembangkan, seperti oleh Fisher, menjadi teori moneter sebagai berikut:

Vt, atau transaction velocity of circulation adalah suatu variable yang ditentukan oleh faktor-faktor
kelembagaan yang ada didalam suatu masyarakat, dan dalam jangka pendek bisa dianggap konstan. T,
atau volume transaksi, dalam periode tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat (pendapatan
nasional). Identitas tersebut diberi nyawa dengan mentransformasikannya dalam bentuk:

Md = 1/Vt PT.(2)

Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu 1/Vt dari nilai
transaksi (PT). Persamaan 2, bersama dengan persamaan yang menunjukkan posisi equilibrium di sektor
moneter

Md = Ms.(3)

Dimana Ms = supply uang beredar (yang dianggap ditentukan oleh pemerintah) menghasilkan

Ms = 1/Vt PT..(4)

Persamaan (4) berbunyi: dalam jangka pendek tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional
dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah. Dalam teori ini T ditentukan oleh tingkat
output equilibrium masyarakat, yang untuk Fisher dan para ahli ekonomi Klasik, adalah selalu pada
posisi full employment (Hukum Say atau Says Law). Vt atau transaction velocity of circulation, Fisher
mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-
kecilnya Vt ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode
(Boediono,2005 : 18).

1.2 Teori Cambridge (Marshall-Pigou)

Teori ini seperti halnya teori Fisher dan teori-teori klasik lainnya, berpangkal pokok pada fungsi uang
sebagai alat tukar umum (means of 25 exchange). Karena itu, teori-teori Klasik melihat kebutuhan uang
atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan
transaksi. Perbedaan utama antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori
permintaan uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara berbagai
kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh
pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih
menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara
permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teoritisi Cambridge
mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor
kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan
ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa mendatang.
Jadi dalam jangka pendek, teoritisi Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume transaksi
dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lainnya. Teori
Cambridge menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan uang adalah proporsional dengan
tingkat pendapatan nasional.

Md = k PY(1)

dimana Y adalah pendapatan nasional riil.

Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi keseimbangan maka :

Ms = Md...(2)

sehingga :

Ms = k PY(3)

atau :

P = 1/k Ms Y....(4)

Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan volume
uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus (yang
berarti tingkat harga, pendapatan nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan). Perbedaan
ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti
tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek. Dan kalau faktor-faktor
berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau tingkat bunga naik, ada
kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang, meskipun volume transaksi
yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga faktor expectation mempengaruhi: bila seandainya masa
datang tingkat bunga akan naik (yang berarti penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang akan
cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang
tunai yang mereka pegang, dan ini pun bisa mempengaruhi k dalam jangka pendek (Boediono, 2005:
23).

2 Teori Keynes

Meskipun bisa dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang bersumber dari teori Cambridge,
tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang berbeda dengan teori moneter tradisi klasik. Pada
hakekatnya perbedaan ini terletak pada penekanan pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of
value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian dikenal dengan nama teori
Liquidity Preference.

2.1 Motif Transaksi dan Berjaga-jaga

Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya, dan permintaan akan uang dari
masyarakat untuk tujuan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga.
Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan
uang untuk tujuan transaksi. Permintaan uang untuk tujuan transaksi ini pun tidak merupakan suatu
proporsi yang selalu konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Hanya saja
faktor tingkat bunga untuk permintaan transaksi untuk uang ini tidak ditekankan oleh Keynes, akan
tetapi tingkat bunga ditekankan pada permintaan uang untuk tujuan spekulasi.

Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari memegang uang untuk
menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena sifat uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan
dengan barang-barang lain. Menurut Keynes permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi, yaitu
terutama dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula oleh
tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya).

2.2 Motif Spekulasi

Sesuai dengan namanya , motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk tujuan memperoleh
keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan
terjadi dengan benar. Pada teori Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan (uncertainly) dan faktor
harapan (expectations) dari pemilik kekayaan bisa mempengaruhi permintaan akan uang dari pemilik
kekayaan tersebut. Namun sayangnya teori ini tidak pernah membakukan faktor-faktor ini ke dalam
perumusan teori moneter mereka. (Kita lihat bahwa bentuk permintaan dari teori Cambridge tidak
berbeda dengan Fisher, dan faktor-faktor ini hanya masuk analisa secara kualitatif). Perumusan
permintaan uang untuk motif spekulasi dari Keynes merupakan langkah formalisasi dari faktor-faktor
ini ke dalam teori moneter.

Keynes tidak membicarakan faktor uncertainly dan expectations hanya secara umum, seperti teori
Cambridge. Tetapi ia membatasi uncertainly dan expectations mengenai satu variable yaitu tingkat
bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa
memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap
tidak memberikan penghasilan sedangkan obligasi dianggap memberikan berupa sejumlah uang
tertentu setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu
penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity).

Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

K = RP(1)

Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar atau
nilai sekarang dalam obligasi perpetuity tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut
:

P = K/R..(2)

yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik dengan
tingkat bunga R bila tingkat bunga turun, maka berarti harga pasar obligasi naik, dan sebaliknya bila
tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku
bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat. Karena, semakin tinggi
tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau
masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga semakin rendah maka
semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat
untuk menyimpan uang tunai.
Permintaan total akan uang :

Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes adalah:

Md/P = [ k Y + (R, W) ].(1)

Md/P adalah permintaan uang total dalam arti riil, suku pertama dalam kurung, yaitu k Y adalah
permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga, yang dinyatakan sebagai suatu proporsi (k) dari
pendapatan nasional riil. (R, W) adalah permintaan akan uang untuk motif spekulasi yang dinyatakan
sebagai fungsi dari tingkat bunga yang berlaku (R) dan nilai asset (kekayaan atau wealth) yang ada di
masyarakat (W). Variable W ini dimasukkan karena permintaan uang untuk motif spekulasi dinyatakan
sebagai bagian dari W yang dipegang dalam bentuk uang tunai. Persamaan (1) tersebut bisa pula
dinyatakan dalam bentuk permintaan akan uang dalam satuan moneter sebagai berikut :

Md = [ k Y + (R, W) ] P..(2)

dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga fungsi (2) menjadi :

Md = [ k Y + (R) ] P(3)

dimana (R) = (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap juga oleh Keynes
sebagai variable yang ditentukan oleh pemerintah, sama dengan Md. Sehingga :

Ms = [ k Y + (R) ] P(4)

Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan uang (Liquidity
Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dari waktu ke
waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor uncertainly dan expectation dalam menentukan posisi
permintaan uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 2005 : 27).

2.3 Teori Kuantitas Modern (Friedman)

Friedman tidak bertitik tolak dari pembahasan yang mendalam mengenai motif-motif memegang uang.
Secara umum dianggap bahwa orang mau memegang uang karena uang adalah salah satu bentuk aktiva
(asset) yang memberikan manfaat karena merupakan sumber daya beli yang liquid (readily available
source of purchasing power). Teori permintaan uang Friedman menganggap bahwa pemilik kekayaan
memutuskan aktiva-aktiva apa (termasuk uang tunai) dan berapa yang akan ia pegang atas dasar
perbandingan manfaat (penghasilan dalam bentuk uang ataupun dalam bentuk in natura ataupun
utility), selera dan jumlah kekayaannya.

Pengertian kekayaan dari Friedman mempunyai ciri khas, yaitu bahwa yang dimasukkan dalam definisi
kekayaan tidak hanya aktiva-aktiva yang berbentuk uang atau bisa diubah (dijual) menjadi uang, tetapi
juga nilai (tepatnya,nilai sekarang atau present value) dari aliran aliran penghasilan di tahun-tahun
mendatang dari tenega kerjanya. Friedman berpendapat bahwa kekayaan tidak lain adalah nilai
sekarang dari aliran-aliran penghasilan yang diharapkan dari aktiva - aktiva yang dipegang. Konsep
kekayaan dari Friedman ini merupakan suatu inovasi dalam teori ekonomi mengenai capital, dan
sekaligus merupakan jembatan antara teori permintaan biasa (untuk barang dan jasa) dengan teori
capital.
Pengertian yang kedua adalah konsep manfaat. Manfaat dari setiap bentuk aktiva merupakan faktor
pertimbangan dari pemilik kekayaan untuk memutuskan berapa jumlah dari masing-masing bentuk
aktiva yang akan ia pegang. Disebut diatas bahwa Marginal Rate of Substitution dari suatu aktiva
terhadap aktiva-aktiva lain menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva tersebut yang dipegang. Ini
berarti bahwa bila seseorang memegang terlalu banyak satu bentuk aktiva, misalnya uang maka
manfaat marginal dari uang akan menjadi lebih kecil dari pada marginal returns dari aktiva-aktiva yang
lain. Ini berarti bahwa ia bila ia mengurangi jumlah uang yang ia pegang dan menggantinya dengan
aktiva-aktiva lain berupa obligasi, surat-surat berharga lainnya ataupun aktiva fisik seperti mobil, rumah,
mesin dan sebagainya, maka orang tersebut akan memperoleh manfaat total yang lebih besar.

Jadi, menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor seperti berikut : tingkat
harga, suku bunga obligasi, suku bunga equities, modal fisik dan kekayaan mengenai peranan harga
dalam menentukan permintaan uang, Friedman berpendapat dikarenakan memegang uang adalah salah
satu cara untuk menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain adalah menyimpan uang dalam bentuk harta
keuangan (financial asset) seperti obligasi, deposito dan saham, menyimpan dalam bentuk harta tetap
(tanah dan rumah) dan kekayaan manusiawi (Boediono, 2005 : 63). Berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan uang seperti diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas
modern yang dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

Md = f (P, r, rFC, Y)

Dimana Md adalah permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r adalah tingkat suku bunga, rFC
adalah tingkat pengembalian modal fisik dan Y adalah pendapatan dan kekayaan. Apabila
dipertimbangkan pula pandangan Friedman mengenai permintaan uang riil, maka persamaan
permintaan uang dinyatakan :

Md/P = f (P, r, Y*)

Dimana Md/P adalah permintaan uang riil, P adalah tingkat kenaikan harga, r adalah tingkat bunga dan
Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan riil.

3.Teori setelah Keynes

Perkemngan selanjutnya dari teori keynes didasarkan pada motif transaksi (W.J Boumol 1952) dan motif
spekulasi (James Tobin)

- Pendekatan Inventori/penyediaaan Boumol :

Permintaan uang seperti permintaan terhadap persediaan (Stock) yang setiap saat dipakai untuk
memenuhi berbagai keperluan yang muncul setiap saat, tetapi untuk mengelola diperlukan biaya, maka
diperlukan jumlah persediaan yang optimum (Biaya minimun).
- Permintaan uang untuk transaksi, akan diperoleh manfaat tetapi juga ada biata untuk memegang uang
terdiri dari :

1. Biaya transaksi untuk menukar antara obligasi dengan uang

2. Opportunity cost memegang uang berupa tingkat bunga dari obligasi (r)

- Penentuan uang kas (persediaan) yang optimum, yang menghaslkan biaya minimum dijelaskan sbb.

Biaya total untuk memegang uang kas (TC) terdiri dari biaya perantasa (b. T/C) dan biaya bunga (r. C/2)
dengan rumus : TC - b. (T/C) + r. (C/2)

- Jumlah Uang Kas yang Optimal (C) :

(dTC/dC) = -b. T/C^2 + r/2 = 0

maka :

C = (2b T/r)^1/2

- Uang kas yang ditahan setiap saat sebesar C/2, maka :

Persamaan permintaan uang kas riil Md/P = C/2 = 1/2 ( 2 bT/r) ^2 atau

Md = 1/2 (2bT/r) ^1/2. P

Implikasi dari teori Boumol :

- Tingkat bunga mempengaruhi permintaa uang untuk transaksi karena adanya opportunity cost dalam
memegann uang.

- Adanya economies of scale dalam penggunaan uang, artinya jika ada peningkatan pendapatan ( nilai
transaksi, T) maka persentase kenaikan uang kas yang diinginkan (Md) lebih kecil daripada kenaikan nilai
transaksinya.

- Permintaa uang kas untuk tujuan transaksi tergantung pada tingkat bunga serta biaya perantara ( teori
keynes : permintaan uang untuk tujuan transaksi hanya tergantung dari pendapatan).
- Perkembangan / kemajuan teknologi yang menyebabkan turunya ongkos/ biaya transaksi akan
mengakibatkan turunya rata-rata kas yang dipegang oleh individu

- Motif berjaga-jaga dalam permintaan uang. muncul karena adanya ketidakpastian dalam arus uang
masuk dan keluar.

Anda mungkin juga menyukai