Anda di halaman 1dari 19

GANTI RUGI DAN REHABILITASI

DALAM PERKARA PIDANA


Disusun oleh kelompok 3:

1. Nurul Hilda Maysaroh NIM. 05020121085


2. Rahma Juneta Hartani NIM. 05020121087
3. Ratna Dwi Nur Aisyah NIM. 05020121088
4. Mohammad Jousi NIM. 05020121102
Pengertian Ganti Rugi dan
Rehabilitasi
A. Ganti Rugi
Ketentuan ganti kerugian yang disebabkan oleh penangkapan, penahanan, yang tidak sah (unlawful arrest)
telah bersifat universal. Menurut pendapat Andi Hamzah ganti kerugian tidak perlu diberikan, karena
pidananya berdasar dakwaan subsidair itu harus dikurangi selama terdakwa atau terpidana berada dalam
tahanan, yang semula didasarkan atas dakwaan primair. Hal ini tercantum dalam Pasal 22 ayat (4) KUHAP
yang berbunyi: "Masa penangkapan dan/atau penahanan dikurang seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan".

Berdasar HIR dahulu tidak ada ketentuan semacam itu. Hakim dapat memperhitungkan penahanan terdakwa
dalam penjatuhan pidana dapat juga tidak. Jadi, menurut KUHAP pengurangan lamanya pidana dikurangi
dengan lamanya penahanan bersifat imperatif, berbeda dengan sistem hukum acara pidana yang lama bersifat
fakultatif. Menurut pendapat penulis, kelalaian hakim mengurangi pidana yang dijatuhkan dengan lamanya
penahanan merupakan kekeliruan dalam menerapkan hukum, yang dapat dibanding.
B. Rehabilitasi
Ketentuan tentang rehabilitasi di dalam KUHAP hanya pada satu pasal saja, yaitu Pasal 97. Sebelum pasal itu,
dalam Pasal 1 butir 23 terdapat definisi tentang rehabilitasi sebagai berikut.
"Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan
harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena di-
tangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang

ini.“senada dengan definisi tersebut, Pasal 97 ayat (1) KUHAP . Yang tidak dijelaskan dalam KUHAP ialah
apakah rehabilitasi akibat putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tersebut bersifat fakultatif
(dituntut oleh terdakwa) ataukah imperatif . Artinya, setiap kali hakim memutus bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus diberikan rehabilitasi. Hal ini mestinya
diatur dalam aturan pelaksanaan KUHAP.
Macam-Macam Ganti Rugi
dan Rehabilitasi
Macam-Macam Ganti Rugi

Didalam Hukum Pidana terdapat berbagai macam ganti kerugian yaitu:

1. Ganti kerugian karena seseorang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan Undang-Undang atau kekeliruan mengenai orangnya atau salah dalam menerapkan Hukum .
Pasal 95 KUHAP dikatakan, bahwa alasan bagi tersangka/terdakwa atau terpidana untuk menuntut ganti
kerugian, selain dari pada adanya penangkapan, penahanan, penuntutan atau diadilinya orang tersebut .

2. Ganti Kerugian kepada Pihak Ketiga atau Korban (Victim of Crime atau Beledigde Partij). Bentuk ganti
kerugian ini sejajar dengan ketentuan dalam Bab XIII KUHAP mengenai penggabungan perkara
gugatan ganti kerugian (Pasal 98 sampai Pasal 101 KUHAP) yang tidak dimasukkan ke dalam
pengertian ganti kerugian.
3. Ganti Kerugian Kepada Terpidana Setelah Peninjauan Kembali Pasal 266 ayat (2) butir b yang berbunyi:

“Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon, Mahkamah Agung


membatalkan putusan yang dimintakan peninjauan kembali itu dengan menjatuhkan
putusan yang berupa:

1) Putusan bebas;
2) Putusan lepas dari segala tuntutan;
3) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
4) Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.”
Jelaslah bahwa yang disebutkan pada butir 1 sampai dengan 3 membawa akibat terpidana tidak dijatuhi
hukuman pidana dalam peninjauan kembali itu. yang menjadi masalah ialah bagaimana caranya menuntut
ganti kerugian, yang dalam Bagian Kedua Bab XVIII tentang peninjauan kembali itu tidak disebut-sebut,
hal ini merupakan kelemahan KUHAP. Sedangkan peraturan yang lama yang pernah berlaku di Indonesia,
yaitu Reglement op de Strafvordering dan juga Ned.Sv. mengatur tentang hal ganti kerugian di bagian
peninjauan kembali (herziening).
Jangka Waktu Ganti Rugi
dan Rehabilitasi
Ketentuan-ketentuan pemberian ganti kerugian ini dasar hukumnya tercantum didalam pasal 9 UU
No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Jadi ini undang-undang ini mengatur
pokokpokoknya sebagai dasar hukum, sedangkan KUHAP yang baru ini, mengatur pelaksanaannya lebih
lanjut. Salah satu tujuan pengaturan ganti rugi adalah mengembangkan keadilan dan kesejahteraan mereka
yang menjadi korban, menderita mental, fisik, sosial. Hal ini menjadi objek studi, fokus perhatian
viktimologi dan ilmu hukum pidana.
• Ganti Kerugian terdapat pada Pasal 7

(1) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam
tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat
penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka
waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat pemberitahuan penetapan praperadilan.
Dalam KUHAP telah dicantumkan tentang hal ini dalam PP No 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP.
Ganti kerugian kepada terpidana setelah peninjauan kembali KUHAP diatur tentang upaya hukum luar
biasa, yaitu peninjauan kembali tercantum dalam Pasal 263, dan Pasal 269.
Subjek dan Objek Ganti Rugi
dan Rehabilitasi
Dalam pengajuan tuntutan ganti kerugian pihak yang berhak mengajukan sebagaimana menurut pasal 95 ayat
(1) dan (2) KUHAP,yaitu:
1. Tersangka,terdakwa,atau terpidana; atau

2. Tersangka atau ahli warisnya.

Subjek ganti kerugian dan rehabilitasi akibat kekeliruan/kesalahan tindakan aparat penegak hukum pada proses
penanganan perkara pidana dalam hukum acara pidana adalah tersangka atau ahli warisnya, terdakwa atau ahli warisnya
dan terpidana atau ahli warisnya. Selain itu subjek ganti kerugian juga terhadap pihak lain atau pihak ketiga yang
dirugikan akibat tindakan penggeledahan dan/atau penyitaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam
penanganan tindak pidana.

Objek ganti kerugian dan rehabilitasi atas tindakan kekeliruan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan
penegakan hukum adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melakukan
penahanan, penangkapan, penuntutan dan mengadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum.
Mekanisme Permohonan Ganti
Kerugian dan Rehabilitasi Korban
Proses Penegakan Hukum
Mekanisme permohonan ganti kerugian dan rehabilitasi oleh korban akibat kekeliruan/kesalahan aparat
penegak hukum dalam tindakan penegakan hukum dari 2 (dua) jalur yakni: jalur hukum acara pidana dan
jalur hukum acara perdata serta khusus hak rehabilitasi yang diatur dalam konstitusi diajukan melalui jalur
hukum administrasi negara kepada presiden.
1) Jalur Hukum Acara Pidana

2) Jalur Hukum Acara Perdata

3) Jalur Hukum Acara Perdata

4) Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Terhadap Korban Tindak Pidana


Studi kasus
Selasa 13 November 2018 menjadi tanggal bersejarah bagi perjuangan Andro dan Nurdin. Perjuangan
dua pengamen ini bersama Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta) mendapatkan ganti rugi akibat
kejadian salah tangkap yang dialami mendapat titik terang.Pagi hari, 30 Juni 2013, empat remaja tanggung
yang semula tidur di emperan sebuah toko buah pindah ke balai kolong Jembatan Cipulir. Mereka adalah Fikri,
Daus, Elsa, dan Fauzan. Saat itu masih pukul 6 pagi. Mereka ingin melanjutkan tidur. Sekitar pukul 9 pagi, di
sela kantuk, sayup-sayup mereka mendengar rintihan minta tolong, di dekat tempat mereka berbaring. Pagi
hari, 30 Juni 2013, empat remaja tanggung yang semula tidur di emperan sebuah toko buah pindah ke balai
kolong Jembatan Cipulir. Mereka adalah Fikri, Daus, Elsa, dan Fauzan. Saat itu masih pukul 6 pagi. Mereka
ingin melanjutkan tidur. Sekitar pukul 9 pagi, di sela kantuk, sayup-sayup mereka mendengar rintihan minta
tolong, di dekat tempat mereka berbaring. Takut mendekat, Fikri akhirnya mencari pertolongan dari orang
dewasa di sekitar. Pukul 09.30, datanglah Andro, Ucok, Fata dan beberapa kawannya, pengamen yang biasa

mangkal di sekitar Jembatan Cipulir. Andro dan kawan-kawannya mendekat. Mereka melihat seorang pria
berlumur darah dan lumpur, dengan luka parah di bagian perut, leher, dan pelipis akibat tusukan benda tajam.
Posisinya terjepit dan sulit diangkat. Andro menanyakan identitasnya. Pria itu mengaku bernama Diki
Maulana. Dari mulutnya ia mengaku dianiaya beberapa orang pada malam sebelumnya.
Fikri dan Fata ditangkap tak lama setelahnya di daerah Perdatam Ulu Jami saat mengaso sehabis
main seharian di Kebun Binatang Ragunan. Mereka dibangunkan tiba-tiba dan langsung diseret ke
sebuah warteg dan dipukuli oleh polisi. Kepala Fikri dibungkus plastik, diikat dengan tali, susah
bernapas. Kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya menyusul Andro. Pada 1 Juli 2013, polisi menangkap
Nurdin Priyanto di sebuah warnet di daerah Parung sekitar jam 4 pagi. Ia diseret, diinjak-injak, dan
dilempar ke atas mobil patroli. Sampai di Polda, ia sudah babak belur. Di Polda, Nurdin diperiksa dalam
satu ruangan bersama Andro. Mereka diinterogasi “intensif” oleh Suhartono dan Jubirin Ginting,
penyidik divisi kejahatan dan kekerasan Polda Metro Jaya. Keduanya dipaksa mengaku telah
membunuh Diki. Lantaran tak kunjung mengaku, Andro disiksa. Ia disetrum, seluruh wajahnya
dilakban, dan hanya menyisakan hidung untuk bernapas. Andro teriak meminta ampun. Teriakan bahkan

suara setrum listrik terdengar sampai ruangan sebelah, tempat Daus, Ucok, Fikri, dan Fata menunggu. .
Andro dan Nurdin menjalani peradilan sejak tahun 2013. 1 tahun sudah mereka menjalani
masa terpilih hingga pada akhirnya, Andro dan Nurdin diputuskan oleh Hakim tidak bersalah
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tahun 2014. Jaksa kemudian mengajukan kasasi, 1 tahun
kemudian MA mengeleuarkan putusan pemberian putusan sebelumnya . Pada Juli 2016, Andro dan
Nurdin kembali didampingi LBH Jakarta mengajukan permohonan ganti kerugian atas kasus salah
tangkap yang menimpanya. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima permohonan pra
peradilan tersebut dan Hakim pun memutus Andro dan Nurdin berhak mendapatkan hak atas ganti
kerugian masing-masing sebesar 36 juta rupiah karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili
dengan kesalahan Saat mengkonfirmasi tata cara permohonan ganti kerugian kepada
pihak Kementerian Keuangan, ternyata tak semudah yang dituangkan dalam PP Nomor 92
Tahun 2015 terkait jangka waktu pencairan selama 14 hari. Pasalnya, besarnya ganti
kerugian yang ditetapkan melalui putusan praperadilan dalam kasus Andro dan Nurdin
misalnya harus mengikuti mekanisme penganggaran seperti kegiatan kementerian secara
umum.
Dasar hukum yang diatur dalam Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman tersebut kemudian dijabarkan melalui pasal-pasal KUHAP yaitu Pasal
95 dan Pasal 96 KUHAP. Adapun prosedur unttuk rehabilitasi adalah mengikuti aturan yang
didapat dalam :
a. Pasal 1 angka 22, Jo pasal 77 (3), Jo pasal 79, Jo pasal 95 (1), Jo pasal 9 (1), UU no 8 tahun
1981 dan KUHAP.
b. PP No.271983, Jo PP No.92 tahun 2015.
c. SK kementerian Hukum.
THANKS
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including icons by


Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai