Dengan mendasarkan pada sifat mineral tersebut maka mineral yang satu
dengan lainnya dapat dipisahkan dengan gelembung udara.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam flotasi adalah :
1. Diameter partikel harus disesuaikan dengan butiran mineral.
2. Prosen solid yang baik 25% - 45% (Pryor), 15% - 30% (Gaudin).
3. Sudut kontak yang baik sekitar 60o - 90o, berarti usaha adhesinya besar
sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral yang mengakibatkan
mineral dapat mengapung.
Sudut kontak merupakan sudut yang dibentuk antara gelembung udara dengan
mineral pada suatu titik singgung.
Sudut kontak mempengaruhi daya kontak antara bijih dengan gelembung udara.
Untuk melepaskan gelembung dan mineral dibutuhkan usaha adhesi
(Wum) dengan persamaan :
Wum = ua + ma - um ........(1)
um = ua. Cos + ma ........(2)
Persamaan (1) disubstitusikan
dengan (2)
Wum = ua - ua. cos
= ua (1 - cos )
Keterangan :
ua = tegangan udara - air Gaya Yang Bekerja
ma = tegangan mineral - air Pada Bidang Kontak Tiga Pase
um = tegangan udara - mineral
4. pH Kritis
pH kritis merupakan pH larutan yang mem-
pengaruhi konsentrasi kolektor yang
diguna-kan dalam pengapungan mineral.
Pada gam-bar di bawah menunjukkan
hubungan antara konsentrasi sodium
diethyl dithiophosphate dan pH kritis.
Mineral yang digunakan adalah pyrite,
galena dan chalcopyrite. Konsentrasi
kolentor tersebut dapat mengapungkan
chalcopyrite dari galena pada pH 7 - 9,
galena dari pyrite pada pH 4 - 6, dan
chalcopyrite dari pyrite pada pH 4 -9.
Langkah-langkah Dalam Flotasi
1. Liberasi, analisis pendahuluan.
Agar material terliberasi maka perlu dilakukan “crushing” atau “grinding” yang diteruskan
dengan pengayakan atau classifying. Ini dimaksudkan agar ukuran butir mineral dapat seragam
sehingga proses akan lebih sukses atau berhasil. Analisis pendahuluan dilakukan dengan
menggunakan mikroskop sehingga dapat dilihat derajat liberasinya dan kadar dari mineral tersebut.
Diupayakan dalam tahap ini juga dilakukan desliming, sebab slime akan mengganggu proses flotasi.
2. Conditioning
Yaitu membuat suatu “pulp” agar nantinya “pulp” tersebut dapat langsung dilakukan flotasi.
Preparasi ini sebaiknya disesuaikan dengan liberasi dalam proses basah, maka conditioning juga
harus dilakukan pada proses basah.
Pada tahap pengkondisian , reagen yang diberikan adalah Modifier, collector dan terakhir baru
frother
3. Proses flotasi, proses ini ditandai dengan masuknya gelembung udara kedalam pulp/ jeladri
Macam-macam Reagent
Keberhasilan proses flotasi sangat ditentukan oleh ketepatan penggunaan
reagen, baik jumlah maupun jenisnya. Reagen flotasi yang ditambahkan pada
tahap conditioning dengan tujuan menciptakan suatu pulp yang kondisinya
sesuai, agar dapat dilakukan flotasi dan mineral yang diiinginkan dapat
terapungkan sebagai konsentrat.
Macam collector :
a. Xanthat, hasil reaksi alkohol, alkali dan sulfi-da karbon.
b. Aerofloat, reaksi fenol dengan penta sulfida phosphor.
c. Thio carbonalit (urae), sebagai serbuk halus.
d. Fatty acid (asam lemak), untuk flotasi non logam
e. Oleic acid
f. Palmatic acid
Conditioner/modifier
2. Conditioner/modifier
Merupakan suatu reagent, bila ditambahkan ke dalam pulp akan memberikan pengaruh
tertentu terhadap air atau mineral agar dapat membantu atau menghalangi kerja dari colector.
Pengaruh umum yang dihasilkan adalah memperkuat atau memperlemah hidrophobisitas dari
suatu permukaan mineral tertentu. Modifier ini biasanya an organik.
Hasil reaksi tersebut dapat menekan sfalerit sehingga menjadi hidrophilik dan mencegah adsorpsi
kolektor.
Macamnya yang lain adalah :
- lime (kapur)
- NaCN atau KCN
- Na sulfida
Activating Agent (Reagent Pengaktif)
c. Activating agent (reagent pengaktif)
Berfungsi mengembalikan sifat flotability mineral sehingga tidak
terpengaruh oleh aksi reagen kolektor yang telah diberikan sebelum
nya . Contohnya tembaga sulfat ( CuSO4) terhadap mineral sfalerit.
Mineral sfalerit tidak dapat diapungkan dengan baik oleh kolektor
xanthate. Proses pengaktifan tembaga sulfat pada sfalerite akibat
terbentuknya molekul tembaga sulfida ( CuS) pada permukaan mineral
dengan reaksi ion
3. Pneumatic cell
Alat ini jarang sekali yang mengguna-kan,udara langsung dihembuskan dalam cell
4. Vacum and pressure cell (udara masuk karena tangki dibuat vakum oelh suatu pompa penghisap dan
udara dimasukkan oleh pompa injeksi)
5. Cascade cell (udara masuk karena jatuhnya mineral)
Syarat Cell
1. Pulp tidak mengendap( dilengkapi dengan alat agitasi)
2. Ada pengatur tinggi pulp
3. Ada daerah yang relatif tenang sehingga butiran yang menempel
gelembung udara mudah naik ke permukaan
4. Konstruksi dibuat sehingga tidak terjadi “short circuit”
5. Mempunyai resirkulasi dan pengeluaran midling
6. Harus mempunya penerimaan pulp dan pengeluaran busa yang terbentuk
7. Mempunyai permukaan bebas untuk gelembung gelembung yang sudah
mengandung mineral , sehingga tidak mempengaruhi agitasi.
8. Harus dilengkapi dengan pengeluaran froth.
Faktor Yang Mempengaruhi Flotasi
Disamping jenis dan jumlah reagen flotasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan operasi flotasi, antara lain :
2. Persen padatan
Penentuan persen padatan untuk flotasi tergantung pada keadaan bijih yang dipisahkan.
Ada kecenderungan bahwa flotasi untuk partikel kasar dapat dilakukan dengan persen padatan
besar, begitu juga sebaliknya. Untuk flotasi mineral sulfida pada tingkat rougher menggunakan
persen padatan relatif besar + 45 %, sedangkan untuk tingkat cleaner sekitar 25 %
Faktor Yang Mempengaruhi Flotasi
3. Laju pengumpanan ( feed rate)
Laju pengumpanan akan berpengaruh terhadap kapasitas dan waktu tinggal (residence time). Semakin tinggi laju
pengumpanan maka kapasitas alat semakin tinggi dengan demikian umumnya perolehan menjadi rendah. Hal ini
disebabkan karena waktu tinggal partikel yang singkat sehingga partikel tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
bertumbukan dengan gelembung udara. Akibatnya banyak partikel hidrophobic yang terbuang sebagai tailing. Namun
kemungkinan kadar konsentrat yang dihasilkan semakin tinggi, oleh karena itu perlu dicari berapa laju pengumpanan
yang paling optimum.
7. Ukuran partikel
Partikel yang terlalu halus mempunyai luas permukaan specific ( cm2/gr) yang lebih
besar dibanding butiran kasar, sehingga lebih banyak mengadopsi reagen. Partikel halus
juga akan lebih mudah berinteraksi satu sama lainnya sehingga memungkinkan terjadinya
ikatan antar mineral pengotor dengan mineral yang diinginkan.
Akibat dari mineral halus : perolehan akan rendah dan kadar konsentrat menjadi
rendah akibat butiran halus ikut terapung dan terbawa kedalam konsentrat.