Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mata kuliah Pengolahan Mineral, pemisahan mineral dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara tergantung jenis mineral yang akan diproses. Ada
pemisahan berdasarkan sifat gravitasi, magnet, listrik dan permukaan zat. Dalam
makalah ini akan dibahas pemisahan berdasarkan sifat permukaan zat atau flotasi.
Flotasi berasal dari kata ‘float’ yang artinya mengapung, dalam pemisahan ini
zat/mineral yang mengapung (hidrofobik) akan dibuang atau bisa disebut sebagai
tailing dan yang tetap dalam air (hidrofilik) akan diambil sebagai konsentrat.
Dengan dibuatnya makalah ini maka mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan
memahami materi-materi yang nanti akan dibahas serta dipresentasikan.

1.2 Perumusan Masalah


Bagaimana proses pemisahan mineral berharga dengan metode flotasi untuk
memenuhi target produksi

1.3 Tujuan
Malakah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi
dan tata tulis ilmiah, sekaligus membuat mahasiswa mengerti, dan memahami
materi Pengolahan Mineral tentang Flotasi yang mana sesuai dengan bidang
keilmuan Teknik Metalurgi

1.4 Metodologi
Rangkaian percobaan yang dilakukan meliputi :
a) Preparasi sampel dan karakterisasi sampel.

1
b) Pelindian terhadap sampel bijih yang sudah dipreparasi
c) Penenetuan konsentrasi Pb terlarut sebagai fungsi waktu pada berbagai kondisi
percobaan

1.5 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat untuk penulis
Penulis dapat menyelesaikan tugas metodologi dan tatatulis ilmiah dan dapat
menambah pengetahuan serta wawasannya tentang flotasi
2. Manfaat untuk pembaca
Pembaca dapat menambah wawasan dan informasi tentang flotasi.

2
BAB II
DASAR TEORI

Galena merupakan sejenis batuan yang memiliki komposisi sebagian besar


logam timbal (Pb) dan logam seng (Zn). Kedua logam ini ditemukan di alam
dalam bentuk bijih timbal (PbS) dan bijih sphalerite (ZnS) yang memiliki kadar
yang berbeda. Logam timbal (Pb) banyak dimanfaatkan oleh sebagian
besarindustri misalnya industri baterai, plumbingdan minyak.. Galena (Yudiarto,
2008) Salah satu metode untuk memisahkan timbal adalah flotasi. Flotasi
merupakan metode fisika kimia untuk memisahkan mineral dengan memanfaatkan
sifat permukaan mineral yaitu sifat hidrofilik dan hidrofobiknya (Rahayu, 2002).
Pada proses flotasi diperlukan bahan kimia tambahan berupa zat kolektor.
Kolektor merupakan reagen yang memiliki permukaan selektif, karena
mempunyai gugus hidrofobik dan hidrofilik. Bijih galena dengan mineral utama
PbS merupakan sumber primer logam timah hitam (timbal) yang paling penting
selain dari proses daur ulang (recycling) aki.
Mineral galena pada umumnya berasosiasi dengan sphalerit (ZnS). Kandungan
PbS dan ZnS dalam bijih tersebut secara umum berviariasi antara 2 - 8 % untuk
PbS dan 6 - 8 % untuk ZnS. Selain dengan sphalerit, di dalam bijih galena sering
kali terdapat mineral-mineral pengotor seperti marcasite, pyrite, chalcopyrite,
calcite, dolomite, barite, dan beberapa mineral minor lainnya

2.1. Pengertian Proses Pengolahan


Pengolahan bahan galian (mineral processing) merupakan suatu proses
pengolahan dengan memanfaatkan perbedaan sifat fisik atau sifat kimia bahan
galian untuk memperoleh konsentrat bahan galian yang bersangkutan sehingga
menghasilkan produk yang dapat dijual (concentrate) dan produk yang tidak
berharga (tailing). Pada umumnya endapan bahan galian yang ditemukan di alam
jarang yang mempunyai mutu atau kadar mineral berharga yang tinggi dan siap

3
untuk dilebur atau dimanfaatkan. Oleh sebab itu bahan galian tersebut perlu
menjalani pengolahan agar mutu atau kadarnya dapat ditingkatkan sampai
memenuhi kriteria pemasaran atau peleburan (Ardha dkk, 2014 ).
Metode pengolahan bahan galian tergantung dari jenis bahan galian tersebut,
salah satu bahan galian yang mengandung logam emas dan tembaga adalah
endapan porfiri. Endapan mineral ini yang terjadi akibat suatu intrusi dan kontak
dengan batuan samping yang mengakibatkan terjadinya mineralisasi. Porfiri
bersifat epigenetic. Produk utama dari Porfiri adalah Cu-Au atau Cu-Mo. Tujuan
pengolahan endapan porfiri yaitu untuk mendapatkan nilai atau kadar Cu dan Au
dengan tingkat kadar yang tinggi. Pada pengolahan bijih emas dan tembaga,
metode yang dilakukan untuk meningkatkan kadar emas dan tembaga salah
satunya adalah dengan melakukan metode flotasi (Sabtanto J, 2008).
Konsentrasi/ pemisahan adalah suatu proses untuk memisahkan mineral
berharga dan tidak berharga. Konsentrasi merupakan tahap lanjutan setelah
dilakukan preparasi terhadap bijih. Produk yang dihasilkan dari suatu proses
konsentrasi bijih dinamakan konsentrat, sedangkan tailing tidak mengandung
mineral berharga di dalam proses konsentrasi istilah middling dipergunakan untuk
buangan yang masih mengandung mineral berharga, sehingga terhadap middling
ini masih dapat dilakukan kembali proses konsentrasi. Beberapa proses
konsentrasi antara lain konsentrasi gravitasi, flotasi, pemisahan elektrostatik dan
pemisahan magnetik.

2.2 Konsentrasi Flotasi


Flotation (flotasi) berasal dari kata float yang berarti mengapung atau
mengambang. Flotasi dapat diartikan sebagai suatu pemisahan suatu zat dari zat
lainnya pada suatu cairan/larutan berdasarkan perbedaan sifat permukaan dari zat
yang akan dipisahkan, dimana zat yang bersifat hidrofilik tetap berada fasa air
sedangkan zat yang bersifat hidrofobik akan terikat pada gelembung udara dan
akan terbawa ke permukaan larutan dan membentuk buih yang kemudian dapat
dipisahkan dari cairan tersebut. Secara umum flotation melibatkan 3 fase yaitu

4
cair (sebagai media), padat (partikel yang terkandung dalam cairan) dan gas
(gelembung udara).
Flotasi merupakan suatu cara konsentrasi kimia fisika untuk memisahkan
mineral berharga dari yang tidak berharga, dengan mendasarkan atas sifat
permukaan mineral yaitu senang tidaknya terhadap udara.
Flotasi dilakukan dalam media air sehingga terdapat tiga fase, yaitu :
- Fase padat
- Fase cair
- Fase udara
Flotability adalah sifat kimia dari mineral yaitu kekuatan mengapung mineral
yang tergantung pada senang tidaknya terhadap udara. Terdapat dua macam jenis
mineral, yaitu :
- Polar, senang pada air (hydrofillic/aerophobic)
- Non polar, senang pada udara (hydrophobic/aerofillic)
Dengan mendasarkan sifat mineral tersebut maka mineral yang satu dengan
lainnya dapat dipisahkan dengan gelembung udara.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam flotasi adalah :


1. Diameter partikel harus disesuaikan dengan butiran mineral
2. Persen solid yang baik 25% - 45% (pryor), 15% - 30% (gaudin)
3. Sudut kontak yang baik sekitar 60o – 90o, berarti usaha adhesinya besar
sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral yang mengakibatkan
mineral dapat mengapung. Sudut kontak merupakan sudut yan dibentuk antara
gelembung udara dengan mineral pada suatu titik singgung. Sudut kontak
mempengaruhi daya kontak antara bijih dengan gelembung udara. Untuk
melepaskan gelembung dan mineral dibutuhkan usaha adhesi (Wum).
4. pH Kritis pH kritis merupakan pH larutan yang mempengaruhi konsentrasi
kolektor yang digunakan dalam pengapungan mineral. Pada gambar dibawah
menunjukkan hubungan antara konsentrasi sodium diethyl dithiophosphate dan
pH kritis. Mineral yang digunakan adalah pyrite, galena dan chalcophyrite.
Konsentrasi kolektor tersebut dapat mengapungkan chalcophyrite dari galena

5
pada pH 7 – 9, galena dari pyrite pada pH 4 – 6 dan chalcophyrite dari pyrite
pada pH 4 – 9.

2.3 Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Flotasi


Agar operasi flotasi dapat berlangsung dengan baik artinya penempelan
partikel ke gelembung udara berlangsung sampai ke tepi atas sel flotasi
(bibiratas) maka perlu di perhatikan:
1. Ukuran Partikel
Jika ukuran partikel terlalu besar maka partikel sulit untuk tertempel dan
terbawa ke atas oleh gelembung udara sehingga susah untuk terflotasi, sedangkan
kalau partikel terlalu halus maka sifat permukaan memberikan efek atau pengaruh
yang hampir sama antara partikel yang akan diapungkan dan partikel yang tidak
diapungkan. Dengan demikian jika ukuran partikel mineral terlalu besar atau
terlalu kecil maka recovery (perolehan) akan lebih kecil. Ukuran partikel harus
cukup kecil biasanya lebih dari 65 # (205 µm), kecuali untuk flotasi batubara
ukuran terkecilnya.
2. Kekentalan Lumpur (Persen Padatan)
Kekentalan lumpur dalam flotasi biasanya berkisar antara 25 % sampai 45 %
padatan. Kekentalan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan gelembung sulit
untuk terangkat keatas, tetapi kekentalan yang terlalu kecil akan memperkecil
kapasitas.
3. Gelumbung Udara
Gelembung udara harus cukup besardan stabil sehingga mampu mengangkat
partikel sampai ke bibir atas sel. Kestabilan gelembung, artinya tidak mudah
pecah sangat tergantung pada jenis dan jumlah frother yang dipakai.
4. Permukaan Partikel
Permukaan Partikel yang diapungkan harus bersifat hidrofobi sedangkan
yang tidak akan diapungkan harus bersifat hidrofil. Sifat ini dapat dicapai dengan
menambah reagen yang tepat.

6
5. pH pulp Dan Karakteristik Air
Secara umum nilai pH pulp dan jumlah garam terlarut dalam air yang
digunakan pada proses flotasi merupakan faktor yang penting. Sifat permukaan
mineral bisa berbeda pada harga pH yang berbeda sehingga sangat mempengaruhi
perolehan dari proses flotasi. Adanya lempung atau slimes dalam air dapat
mencegah pengapungan mineral. Hal ini dapat dikendalikan dengan penggunaan
reagen kimia yang cocok sehingga slime tersebut dapat digumpalkan kemudian
dikeluarkan, atau dengan penggunaan air bersih dalam sirkit flotasi.
6. Reagen flotasi
Reagen flotasi baik jenis maupun jumlah (dosisnya) seperti telah dijelaskan
sebelumnya akan sangat mempengaruhi keberhasilan proses flotasi. Jenis maupun
jumlah reagen flotasi baik itu kolektor, frother, maupun modifier harus betul-betul
sesuai penggunaannya untuk mendapatkan hasil yang optimal.
7. Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara
Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara pada proses flotasi akan
optimal pada harga-harga tertentu.

2.4. Reagen Kimia


Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa syarat utama berlangsungnya
flotasi dengan baik adalah adanya partikel yang bersifat hidrofobik (suka udara)
dan partikel lainnya bersifat hidrofilik (suka air). Mineral-mineral yang bersifat
suka udara (tidak dibasahi) terdapat di alam dalam jumlah yang sangat terbatas,
misalnya S (sulfur) dan batubara. Hampir semua mineral di alam ini dapat
dibasahi sehingga untuk memperoleh mineral yang tidak dapat dibasahi maka
perlu ditambahkan reagen kimia.
Reagen kimia digunakan dalam proses flotasi untuk menciptakan suatu kondisi
agar proses flotasi berlangsung dengan baik. Setiap reagen kimia yang
ditambahkan mempunyai fungsi yang spesifik. Ada tiga kelompok utama reagen
kimia yang biasa digunakan dalam proses flotasi yaitu kolektor, frother
(pembuih), dan modifier.

7
2.5. Jenis-jenis Proses Flotasi
Adapun proses flotasi terdiri dari beberapa jenis diantanya adalah:
1. Flotasi ruah (bulk flotation)
Flotasi ruah merupakan proses flotasi yang mengapungkan sekelompok
mineral. Produkta berupa konsentrat dan tailing. Sebagai contoh adalah bijih
kompleks Pb-Cu-Zn. Jika pada bijih kompleks ini dilakukan flotasi ruah maka
akan didapatkan konsentrat dan tailing. Konsentrat tetap mengandung Pb-Cu-Zn
tetapi dengan kadar yang lebih tinggi.
2. Differential flotation
Pada differential flotation, dilakukan proses flotasi secara bertahap terhadap
konsentrat dari flotasi ruah. Flotasi tahap pertama akan dihasilkan apungan berupa
misalnya konsentrat Pb dan endapan yang masih banyak mengandung Cu dan Zn.
Pada tahap kedua, endapan diolah (dilakukan proses flotasi) untuk menghasilkan
apungan berupa konsentrat Cu dan endapan yang masih banyak mengandung Zn.
Pada tahap ketiga dilakukan proses flotasi pada endapan yang masih banyak
mengandung Zn, dihasilkan apungan berupa konsentrat Zn dan endapan yang
merupakan tailing akhir.
3. Selective flotation
Pada selective flotation, dilakukan proses flotasi seperti pada proses
differential flotation tetapi tanpa dilakukan proses flotasi ruah terlebih dahulu.
Berbeda dengan differential flotation, pada selective flotation pada setiap
tahapnya dilakukan dalam jumlah yang besar sehingga peralatan yang dipakai
juga lebih banyak.

2.6. Proses Flotasi


Untuk mengoptimalkan tingkat perolehan dan kadar mineral berharga, maka
proses flotasi terdiri dari tiga (3) tahap yaitu:
1. Tahap rougher bertujuan untuk mengambil sebanyak mungkin mineral
berharga, artinya perolehan harus setinggi mungkin dan kadar mineral
harganya tidak perlu terlalu tinggi

8
2. Tahap cleaner bertujuan untuk meningkatkan kadar mineral berharga, artinya
perolehan dapat dibuat menjadi rendah, tetapi kadar mineral berharga harus
diusahakan tinggi. Pada tahap ini dapat dilakuan beberapa kali sehingga bias
disebut Cleaner I, Cleaner II, dan seterunya.
3. Tahap Svavenger bertujuan untuk memperoleh kembali mineral berharga
yang terbawa bersma tailing.

2.7. Rumus Perhitungan Flotasi


Untuk melihat keberhasilan dari proses flotasi yang telah dilakukan dapat
dilihat dari kadar dan perolehan mieral tertinggi. Rumus-rumus perhitungan yang
digunakan pada percobaaan flotasi adalah:

a. Material Balance
F=C+T

b. Metallurgical Balance
Ff= Cc + Tt

c. Perhitungan Persen Perolehan (Recovery)


R=C/F

Keterangan:
C= Berat Konsentrat (gram) c = Kadar konsentrat (%) R= Recovery (%)
F= Berat Feed (gram) f = Kadar Feed (%)
T= Berat tailing (gram) t = Kadar Tailing (%)

9
BAB III
DATA HASIL PENELITIAN

3.1 Hasil Preparasi Sampel


Hasil analisis komposisi kimia sampel bijih galena

Unsur % Berat

Pb 35,75

Si 10,11

S 14,75

Zn 10,29

Fe 6,14

Al 0,921

Cu 0,504

Na 0,214

K 0,175

Ca 0,143

Mg 0,117

Mn 0,0738

Ti 0,0324

Co 0,0075

Cr 0,0038
Tabel 3.1. Hasil analisis komposisi kimia sampel bijih galena dari Nanggung, Bogor yang
digunakan dalam penelitian

10
3.2 pengaruh konsentrasi asam asetat

Gambar 3.1. Persen ekstraksi Pb sebagai fungsi waktu pada konsentrasi asam asetat yang
bervariasi (H2O2 0,5 M, temperatur 50 °C)

3.3 Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Peroksida

Gambar 3.2. Profil Persen ekstraksi Pb sebagai fungsi waktu pada berbagai konsentrasi H 2O2
(temperatur 50 °C, konsentrasi asam asetat 3 molar, kecepatan pengadukan 200 rpm)

3.4 Pengaruh Hasil Pelindian

Gambar 3.3. Profil persen ekstraksi Pb sebagai fungsi waktu pada berbagai temperatur pelindian

11
3.5 Pengaruh Kecepatan Pengadukan

Gambar 3.4. Profil persen ekstraksi Pb sebagai fungsi waktu dan kecepatan pengadukan
(konsentrasi asam asetat 3M, H2O2 0,5 M, temperatur 50 °C)

12
BAB IV
PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat


Hasil percobaan dengan variasi konsentrasi asam asetat yang disajikan pada
Gambar 2 menunjukkan bahwa persen ekstraksi Pb meningkat dengan cepat
selama 30 menit pertama pelindian untuk semua konsentrasi asama asetat. Laju
pelindian cenderung menurun dengan meningkatnya waktu pelindian dari 60
hingga 90 menit. Pada konsentrasi asam asetat 0,5 dan 1 molar persen ekstraksi
Pb tidak lagi meningkat sesudah 60 menit, sementara pada konsentrasi asetat 3
dan 5 molar masih mengalami peningkatan. Semakin tinggi konsentrasi asam
asetat, yang digunakan semakin meningkat pula persen ekstraksi Pb kecuali pada
peningkatan konsentrasi asam asetat dari 3 molar menuju 5 molar. Hal ini
disebabkan meningkatnya viskositas larutan sehingga menurunkan laju
perpindahan massa hidrogen peroksida menuju permukaan partikel bijih. Persen
ekstraksi Pb paling tinggi, yaitu 90,5%, diperoleh dari percobaan dengan
konsentrasi asam asetat 3 molar (180 gpl).

3.2 Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Peroksida


Hidrogen peroksida dipilih karena merupakan jenis oksidator kuat, ramah
lingkungan dan tidak menghasilkan produk samping bila digunakan dalam proses
pelarutan mineral-mineral sulfida[6]. Selain berfungsi sebagai oksidator yang
menjaga timbal tetap berada dalam bentuk ionnya, penambahan H2O2 dalam
proses pelindian galena juga berfungsi menjaga keasaman larutan dengan
mengkonversi sulfur menjadi ion sulfat. Pengaruh konsentrasi H2O2 terhadap
persen ekstraksi Pb pada temperatur 50 °C, konsentrasi asam asetat 3 molar
dengan kecepatan pengadukan 200 rpm ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Persen ekstraksi Pb meningkat dengan peningkatan konsentrasi H2O2 dan
peningkatan waktu pelindian, kecuali pada konsentrasi H2O2 1 dan 2 molar.

13
Konsentrasi H2O2 0,1 molar tidak cukup memadai untuk melarutkan Pb dari PbS
terlihat dari persen ekstraksi yang lebih rendah dari 50% selama 90 menit
pelindian. Pada konsentrasi hidrogen peroksida 0,5 M, sebanyak 80,6 % Pb
terlarutkan hanya dalam waktu 30 menit. Setelah menit ke-30, persen ekstraksi Pb
terus meningkat secara perlahan dengan berjalannya waktu hingga 90 menit. Pada
menit ke-90, persen ekstraksi Pb mencapai harga maksimal yaitu 92,65%. Pada
konsentrasi hidrogen peroksida sebesar 1 M dan 2 M terjadi fenomena yang
menarik. Persen ekstraksi Pb pada masing-masing percobaan tersebut meningkat
dengan berjalannya waktu hingga periode tertentu dimana sesudahnya mengalami
penurunan. Pada konsentrasi hidrogen peroksida sebesar 1M, peningkatan persen
ekstraksi Pb (hingga 79,71 %) hanya berlangsung hingga menit ke-30, sementara
pada konsentrasi H2O2 2M peningkatan persen ekstraksi Pb (hingga 70%) terjadi
hanya dalam waktu 15 menit dimana sesudahnya mengalami penurunan.
Dari data percobaan yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa kondisi yang
memberikan persen ekstraksi Pb paling tinggi adalah pada konsentrasi hidrogen
peroksida sebesar 0,5 M yaitu sebesar 92,65%. Konsentrasi H2O2 0,5 molar ini
merupakan konsentrasi yang terbaik dimana apabila ditingkatkan lebih lanjut
justru akan menurunkan persen ekstraksi Pb akibat mekanisme-mekanisme yang
telah diuraikan di atas.

3.3 Pengaruh Temperatur Pelindian


Efek temperatur terhadap pelindian dipelajari dengan cara melakukan
beberapa percobaan pelindian pada selang temperatur 30 – 70 °C (kenaikan tiap
10 °C). Profil persen ekstraksi Pb sebagai fungsi waktu pada berbagai temperatur
pelindian ditunjukkan pada Gambar 3.3.
Berdasarkan profil persen ekstraksi Pb sebagai fungsi waktu pada Gambar 4,
terlihat bahwa persen ekstraksi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
temperatur pelindian. Temperatur larutan pelindian menentukan kelarutan
komplekskompleks Pb-asetat. Persen ekstraksi Pb paling tinggi yaitu 92,3%
diperoleh pada temperatur 50 °C dengan kondisi konsentrasi asam asetat 3M,
konsentrasi H2O2 0,5 M dan kecepatan pengadukan 200 rpm. Pada temperatur

14
pelindian 30 °C dan 40 °C, persen ekstraksi Pb terus meningkat dengan signifikan
seiring dengan lamanya waktu pelindian namun hanya mencapai maksimal
49,72% dan 77,07% sesudah 90 menit. Pada selang temperatur 60-70 °C proses
pelindian berlangsung dengan cepat pada awal pelindian sampai sekitar 30 menit
dimana sesudah periode waktu tersebut proses pelarutan Pb berlangsung dengan
lambat atau terhenti.

4.4. Pengaruh Kecepatan Pengadukan


Pengadukan di dalam proses pelindian berfungsi untuk mendistribusikan
partikelpartikel bijih galena di seluruh larutan pelindi sehingga terjadi kontak
yang intensif dengan larutan pelindi. Jika partikel-partikel bijih tersebar merata
maka luas permukaan partikel yang melakukan kontak dengan larutan pelindi
akan semakin besar. Semakin besar luas permukaan partikel yang kontak dengan
larutan pelindi mengakibatkan laju pelindian juga meningkat. Pada penelitian ini,
dilakukan beberapa percobaan pelindian dengan kecepatan pengadukan yang
variasi yaitu 200 rpm, 400 rpm, dan 600 rpm. Hasil-hasil percobaan dengan
variasi kecepatan pengadukan pada konsentrasi asam asetat 3M, konsentrasi H2O2
0,5 M dan temperatur 50 °C ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Hasil-hasil percobaan pada berbagai kecepatan pengadukan yang bervariasi
yang disajikan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan
pengadukan dari 200 hingga 600 rpm tidak mempengaruhi persen ekstraksi Pb.
Dengan kata lain, pengadukan dengan kecepatan 200 rpm pada konsentrasi asam
asetat 3M, H2O2 0,5M pada temperatur 50 °C, selama 90 menit sudah cukup
memadai untuk mendapatkan persen ekstraksi Pb lebih dari 90%. Hasil
percobaan dengan variasi kecepatan pengadukan ini mengindikasikan bahwa
proses perpindahan massa menuju permukaan bijih bukan merupakan tahap yang
paling lambat yang menentukan laju proses secara keseluruhan yang ditunjukkan
oleh tidak meningkatnya persen ekstraksi Pb dengan peningkatan kecepatan
pengadukan

15
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Ekstraksi Pb dari bijih galena dapat dilakukan dengan pelindian secara
langsung pada tekanan atmosfer dalam larutan asam asetat dan H2O2.
2. Persen ekstraksi Pb tertinggi yaitu 92,3% diperoleh dari percobaan dengan
konsentrasi asam asetat 3 molar, H2O2 0,5 molar, temperatur 50 °C dengan
kecepatan pengadukan 200 rpm serta ukuran bijih -200 mesh
3. Penurunan persen ekstraksi Pb dengan waktu terjadi pada peningkatan
konsentrasi H2O2 lebih dari 1 molar dan temperatur pelindian lebih dari 50 °C.
4. Dengan adanya proses flotasi ini target produksi dapat tercapai karena dapat
meningkatkan angka recovery dari bahan galian itu sendiri.

5.2 Saran
1. Menggunakan reagen yang ramah lingkungan
2. Apabila didiamkan terus menerus akan menimbulkan bau di dalam tabung
sehinggga perlu perawatan yang intensif
3. Perlu disiapkan tambahan alat apabila terjadi kebocoraan saat proses flotasi

16
DAFTAR PUSTAKA

Ardha, N., Nuryadi, S., dan Retno, D. 2014 Konsep Desain Custom Plant
Flotasi Untuk
Mengolah Bijih Sulfida Marjinal Mengandung Emas/Perak. Puslitbang
Teknologi Mineral dan Batubara. Bandung.
Farrah, Dibba.2014.Unit Operasi “Flotasi”.Universitas Andalas.Padang
Widyaningrum, D., Setijo, B., dan Eva F. K. 2006, Pengaruh Waktu Flotasi dan
Konsentrasi Logam Awal Terhadap Kinerja Proses Pengolahan Limbah
Cair yang Mengandung logam Besi, Tembaga, dan Nikel Dengan Flotasi
Ozon. Universitas Indonesia. Depok.
Zaki Mubarok, Yahya.2014.Studi Perilaku Pelindian Timbal dari Bijih Galena
Nanggung Kabupaten Bogor dalam Larutan Asam Asetat dan
Oksidator Hidrogen Peroksida. Fttm-Itb. Bandung

17

Anda mungkin juga menyukai