Anda di halaman 1dari 20

Modul - 6

KONSENTRASI FLOTASI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konsentrasi flotasi mendominasi proses pengolahan mineral pada tambang tembaga,


emas dan logam dasar skala besar. Hal ini di sebabkan karena proses ini tidak terg antung
pada densitas dan perbedaan gaya gravitasi serta mudah dikendalikan melalui reagen-
reagen tertentu dalam merubah sifat permukaan mineral.
Selain pada logam, flotasi juga dapat diterapkan pada instalasi pengolahan batubara
yang berkukuran halus. Di Indonesia, teknologi flotasi telah digunakan di PT. Freeport
dan PT. Newm ont Nusa Tenggara untuk konsentrasi logam sulfida, sedangkan untuk
pengolahan batubara yakni di PT. Arutmin dan PT. KPC di Kalimantan.

B. Ruang Lingkup Isi

Lingkup pembelajaran dalam modul ini m eliputi prinsip dasar operasi flotasi, tipe-tipe
reagen kim ia yang digunakan ( collector, frother, modifier ) dan tipe-tipe peralatan yang
digunakan.

C. Kaitan Modul

Modul ini erat kaitannya dengan Modul – 2 , Modul – 3 dan Modul – 7. Dalam industri
pengolahan mineral, umpan untuk proses flotasi terlebih dahulu m elalui penggerusan dan
pengayakan. Karena operasinya dalam kondisi basah, maka penanganan material hasil
pengolahan memerlukan perhatian khsusus.

D. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa dapat :

1. Menjelaskan prinsip dasar pemiahan menggunakan sifat prmukaan mineral.


2. Menjelaskan tipe-tipe reagen kimia yang digunakan berserta fungsinya.
3. Mengidenfikasi jenis peralatan yang digunakan.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 1


BAB II PEMBELAJARAN

Dalam pengolahan bahan galian, flotasi didefinisikan sebagai metoda fisika kimia
untuk memisahkan mineral berharga dari yang tidak berharga dengan cara mengapungkan
salah satu mineral ke permukaan pulp. Proses pemisahan m ineral berharga dari yang
tidak berharga dengan cara pengapungan ini di dasarkan pada sifat permukaan m ineral
apakah suka terhadap udara (takut air) atau s uka terhadap air (takut udara). Mineral yang
diapungkan adalah mineral yang tidak dibasahi (suka udara) disebut mineral hydrophobic,
sedangkan mineral yang tidak diapungkan adalah mineral yang dibasahi (suka air) disebut
mineral hidrophilic.

A. Proses Pengapungan

Kondisi utama agar proses flotasi berlangsung dengan baik yaitu adanya partikel-partikel
tertentu (yang akan diapungkan) menempel pada gelembung udara kemudian bersama-
sama naik ke permukaan. Syarat agar hal ini dipenuhi antara lain :
• Ukuran partikel harus cukup kecil.
Ukuran partikel untuk proses flotasi biasanya lebih kecil dari 65 m esh tetapi lebih
besar dari 10 mikron , kecuali untuk batubara ukuran terkecilnya bisa sampai 20 mesh.
• Gelembung harus cukup besar
• Sifat-sifat fisik yang m enentukan apakah partikel menempel pada gelembung atau
tidak.
Partikel yang akan diapungkan harus bersifat hidrophobic, sedangkan partikel yang
tidak diapungkan harus bersifat hidrophilic.

Keterapungan (floatability) dari suatu partikel ditentukan oleh kecenderungannya untuk


menempel pada permukaan gelembung udara, dan ini terutama tergantung pada sifat-sifat
permukaan partikel. Massa jenis dan sifat-sifat fisika lainnya memegang peranan yang
sangat kecil.

Perlekatan partikel pada gelembung udara dalam media air tergantung pada laju penipisan
air antara gelem bung dan perm ukaan partikel. P erlekatan partikel pada gelem bung udara
diperlihatkan pada Gambar 6.1.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 2


Gambar 6. 1 Perlekatan Partikel Pada Gelembung Udara

Proses perlekatan partikel pada gelembung udara dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu :
1) Partikel - gelembung udara saling mendekati, menghasilkan suatu lapis tipis
diantaranya. Di daerah ini partikel bergerak menurut hukum hidrodinamika.
2) Penipisan lapis tipis air. Daerah ini disebut lapis diffusion bonding.
3) Hilangnya lapis tipis air. Gerakan partikel dikendalikan oleh gaya interaksi lapis
rangkap dan gaya interaksi molekul. Perlekatan diawali dengan terbentuknya kontak
tiga fasa yang dengan cepat meluas.

B. Reagen Kimia

Seperti telah disebutkan sebelum nya bahwa syarat utama berlangsungnya flotasi dengan
baik ad alah adanya partikel yang b ersifat hidrofobik (suka udara) dan partikel lainnya
bersifat h idrofilik (suk a air). Mine ral-mineral y ang bersif at suka udara (tid ak diba sahi)
terdapat di alam dalam jum lah yang sangat terbatas, m isalnya S (sulfur) dan batubara.
Hampir semua mineral di alam ini dapat dibasahi sehingga untuk memperoleh m ineral
yang tidak dapat dibasahi maka perlu ditambahkan reagen kimia.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 3


Reagen kimia digunakan dalam proses flotasi untuk menciptakan suatu kondisi agar
proses flotasi berlangsung dengan baik. Setiap reagen kimia yang ditambahkan
mempunyai fungsi yang spesifik. Ada tiga kelompok uta ma reagen kimia yang biasa
digunakan dalam proses flotasi yaitu kolektor, frother (pembuih), dan modifier.

B.1 Kolektor

Kolektor merupakan reagen kimia yang dapat mengubah permukaan mineral yang semula
hidrofilik (dapat dibasahi) menjadi hidrofobi k (tidak dapat dibasahi). Beberapa contoh
kolektor yang sering dipakai dalam proses flotasi dapat dilihat pada Gambar 6.2.

Banyaknya pemakaian (dosis) kolektor yang dipakai tergantung pada faktor-faktor berikut:

1) Total luas permukaan partikel yang akan diselimuti (merupakan fungsi dari kadar dan
ukuran partikel). Sem akin besar kadar m aka pem akaian akan sem akin banyak dan
semakin halus ukuran partikel maka pemakaian juga semakin banyak.

2) Ion-ion yang ada dalam pulp yang berinteraksi dengan kolektor. Ion-ion ini
mengganggu sehingga perlu dihilangkan terlebih dulu sebelum penambahan kolektor.
Ion-ion ini disebut ion-ion pengganggu.

3) Tingkat oksidasi perm ukaan m ineral. Jika seluruh perm ukaan m ineral teroksidasi
maka kolektor tidak lagi bekerja dengan baik (tidak berfungsi). Jadi b ijih sulfida
yang masih segar harus disimpan dengan baik agar tidak teroksidasi.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 4


Gambar 6.2
Kolektor Yang Umum Digunakan Dalam Proses Flotasi
Rectangular Suspended Magnet

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 5


B. 2 Frother (Pembuih)

Frother merupakan reagen kimia yang digunakan dalam proses flotasi yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga mudah membentuk gelembung
yang relatif stabil. Beberapa contoh frother yang banyak digunakan dalam proses flotasi
dapat dilihat pada Gambar 6.3.

Gambar 6.3
Frother Yang Umum Digunakan Dalam Proses Flotasi

Selama masa pengapungan, gelembung yang terbentuk harus stabil / tidak pecah dan
setelah kelu ar dari sel flotasi gelembung ters ebut pecah sehingga partikel-partikel yang
menempel pada gelembung tersebut bisa ditampung. Jika setelah keluar dari sel flotasi
gelembung masih tetap stabil atau gelembung belum pecah maka akan menyulitkan dalam
penanganan material yang diapungkan maupun penanganan untuk proses berikutnya
seperti drying (pengeringan), filtering, dan lain-lain.

Disamping dapat m enstabilkan gelem bung, frother yang baik harus dapat larut
dalam air (mempunyai daya larut yang tinggi).

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 6


B. 3 Modifier

Modifier atau regulator merupakan reagen kim ia lain (selain kolektor dan frother)
yang ditambahkan dalam proses flotasi ya ng berfungsi m engatur lingkungan yang sesuai
dengan lingkungan flotasi sehingga selektifitas kolektor menjadi bertambah baik dan
dengan demikian dapat memperbaiki recovery (perolehan) proses flotasi. Modifier terdiri
dari macam-macam reagen, yaitu: pH regulator, depresant, activator, dan dispersant.

pH Regulator

pH regulator merupakan reagen kimia yang berfungsi untuk mengatur pH


lingkungan flotasi. pH regulator perlu ditam bahkan dalam proses flotasi karena mineral
mengapung dengan baik pada pH tertentu, reagen lebih stabil pada pH tertentu, dan
kolektor juga bekerja dengan baik pada pH tertentu. pH dimana mineral-mineral dapat
mengapung dengan baik disebut pH kritis. pH kritis dari su atu mineral tergantung pada
macam kolektor yang dipakai dan konsentrasi (jumlah pemakaian) dari kolektor.

Ada dua jenis pH regulator, yaitu :

1) pH regulator asam, yaitu pH regulator dalam lingkungan asam.


Contoh : H2SO4
2) pH regulator basa, yaitu pH regulator dalam lingkungan basa.
Contoh : lime (CaO), soda abu (Na2CO3), NaOH.

Depresant

Depresant m erupakan reagen kim ia yang berfungsi untuk mencegah interaksi


kolektor terhadap m ineral tertentu s ehingga mineral tersebut tetap bersifat hidrofilik agar
tidak terapungkan. Beberapa contoh depresant adalah :

• ZnSO4 → untuk mendepress sphalerit (ZnS) pada pH cukup ti nggi (sekitar pH = 9 -


11)
• NaCN → untuk mendepress sphalerit, pirit, Au, Ag.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 7


Activator

Activa tor merupakan reagen yang berfungsi membantu kolektor agar interaksi
kolektor dengan mineral tersebut bekerja dengan baik. Contoh activator adalah:
++
• CuSO4 → ion-ion Cu diadsorpsi (diserap) oleh permukaan mineral yang
sebelumnya bekerja kurang baik dengan kolektor. Dengan di serapnya ion-ion Cu ++
pada permukaan mineral akhirnya mineral tersebut menjadi hidrofobik (suka udara).
2-
• Na2S.9H2O → ion-ion S diadsorpsi oleh permukaan m ineral sulfida yang berubah
menjadi oksida sehingga permukaan mineral menjadi sulfida lagi.

Dispersant

Dispersant m erupakan reagen kimia yang berfungsi untuk melepas penempelan


partikel-partikel halus (slimes coatin g) pada permukaan mineral yang akan diapungkan.
Contoh: sodium silikat (mNa2O.nSiO2) → penambahan sodium silikat tidak boleh
berlebihan karena mempunyai efek terhadap gelembung udara (gelem bung udara cepat
pecah).

C. Operasi Flotasi

C.1 Conditioning dan Aerasi

Operasi atau proses flotasi sebenarnya terdiri dari dua tahap, yaitu :

1) Conditioning

Conditioning merupakan tahapan dari flotasi dimana permukaan mineral yang berada
dalam pulp diolah dengan reagen kimia sedem ikian rupa sehingga apabila diberi
udara m aka m ineral tertentu akan mengapung dan mineral lainnya akan tenggelam
agar proses flotasi berla ngsung dengan baik. Proses conditioning dilakukan dalam
alat yang disebut conditioner.

Mekanisme yang diperlukan pada conditioning yaitu :


• Pengadukan

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 8


- reagen terdispersi (tersebar) ke seluruh pulp.
- kontak berulang-ulang antara molekul-molekul reagen dengan partikel-partikel
mineral.
- harus cukup waktu kontak agar interaksi reagen dengan partikel berlangsung
baik. Waktu yang diperlukan di sini disebut waktu conditioning.
• Tidak ada udara yang masuk

2) Proses aerasi
Proses aerasi m erupakan tahapan proses flotasi dengan memasukkan aliran udara ke
dalam pulp yang telah mengalami conditioning, sehingga timbul gelembung-
gelembung udara dalam pulp. Pada proses aerasi ini partikel-partikel m ineral yang
bersifat hidrofobik (suka udara) akan menempel pada gelembung udara kemudian
naik ke atas dan keluar bersama-sama. Apungan ini selanjutnya ditampung,
gelembung udara pecah dan tinggal padatannya. Partikel-partikel mineral yang
bersifat hidrofilik (suka air) akan tetap tenggelam dan menjadi produkta berupa
endapan. Dengan demikian dapat dipisahkan antara apungan (froth) dan endapan
(sink).

Mekanisme operasi flotasi dan zona-zona yang terjadi dalam proses flotasi dapat
digambarkan seperti pada Gambar 6.4.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 9


Keterangan :
1. Aliran udara masuk 2. Zona-zona :
a. Zona apungan
b. Zona benturan partikel - gelembung udara
c. Zona pengadukan
3. Impeller 4. Arah aliran gelembung udara

Gambar 6.4 Mekanisme Flotasi Dan Zona-Zona Dalam Proses Flotasi


(Contoh Pada Mesin Flotasi Denver Sub-A)

C.2 Jenis-jenis Proses Flotasi

Jenis-jenis proses flotasi antara lain :

1) Flotasi ruah (bulk flotation)


Flotasi ruah merupakan proses flotasi yang mengapungkan sekelompok mineral.
Produkta berupa konsentrat dan tailing. Sebagai contoh adalah bijih kompleks Pb-Cu-
Zn. Jika pada bijih kompleks ini dilakukan flotasi ruah maka akan didapatkan
konsentrat dan tailing. Konsentrat tetap mengandung Pb-Cu-Zn tetapi dengan kadar
yang lebih tinggi.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 10


2) Differential flotation
Pada differential flo tation, dilakukan proses flotasi secara bertahap terhadap
konsentrat dari flotasi ruah. Flotasi tahap pertam a akan dihasilkan apungan berupa
misalnya konsentrat Pb dan endapan yang m asih banyak mengandung Cu dan Zn.
Pada tahap kedua, endapan diolah (dilakukan proses flotasi) untuk menghasilkan
apungan berupa konsentrat Cu dan endapan yang masih banyak mengandung Zn.
Pada tahap ketiga dilakukan proses flotasi pada endapan yang masih banyak
mengandung Zn, dihasilkan apungan berupa konsentrat Zn dan endapan yang
merupakan tailing akhir.

3) Selective flotation
Pada selective flotation, dilakukan proses flotasi seperti pada proses differential
flotation tetapi tanpa dilakukan proses flotasi ruah terlebih dahulu. Berbeda dengan
differential flotation, pada selective flotation pada setiap tahapnya dilakukan dalam
jumlah yang besar sehingga peralatan yang dipakai juga lebih banyak.

Beberapa proses flotasi yang lain, secara skematik dapat dilihat pada Gambar 6.5.

Gambar 6.5 Gambar Skematik Beberapa Proses Flotasi


(a) Froth flotation
(b) Ultraflotation
(c) Oil atau emultion flotation
(d) Agglomerate atau floc flotation
(e) Liquid-liquid atau ekstraksi 2-liquid

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 11


C.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Proses Flotasi

Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses flotasi adalah sebagai berikut :

1) Ukuran partikel
Ukuran partikel sangat berpengaruh dalam proses flotasi. Jika ukuran partikel terlalu
besar maka partikel sulit untuk tertempel dan terbawa ke atas oleh gelembung udara,
sedangkan kalau partikel terlalu halus maka sifat permukaan memberikan efek atau
pengaruh yang ha mpir sama antara partikel yang akan diapungkan dan partikel yang
tidak diapungkan. Dengan demikian jika ukuran partikel mineral terlalu besar atau
terlalu kecil maka recovery (perolehan) akan lebih kecil. Ukuran partikel untuk
proses flotasi biasanya lebih kecil dari 65 mesh tetapi lebih besar dari 10 mikron, kecuali
untuk batubara ukuran terkecilnya bisa sampai 20 mesh.

2) Persen padatan
Persen padatan pulp yang optimum untuk flotasi mineral um umnya adalah 25%.
Untuk flotasi batubara persen padatan sebesar 25% ini terlalu tinggi. Umumnya
persen padatan untuk flotasi batubara berkisar antara 3-20%, dengan rata-rata sekitar
7%. Bilamana ukuran partikel lebih kasar, maka persen padatan juga tinggi, dan
sebaliknya jika ukuran partikel lebih halus m aka persen padatan juga harus lebih
rendah.

3) Derajat oksidasi
Derajat oksidasi mineral akan mempengaruhi sifat keterapungan mineral tersebut.
Sifat keterapungan akan m enurun dengan adanya pengaruh oksidasi pada permukaan
mineral. Tingkat oksidasi akan semakin besar dengan semakin meningkatnya dan
lamanya mineral berada di udara terbuka.

4) pH pulp dan karakteristik air


Secara umum nilai pH pulp dan jumlah garam terlarut dalam air yang digunakan pada
proses flotasi m erupakan faktor yang penting. Sifat permukaan mineral bisa berbeda
pada harga pH yang beebeda sehingga sangat m empengaruhi perolehan dari proses
flotasi. Adanya lempung atau slimes dalam air dapat mencegah pengapungan
mineral. Hal ini dapat dikendalikan dengan penggunaan reagen kimia yang cocok

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 12


sehingga slime tersebut dapat digumpalkan kemudian dikeluarkan, atau dengan
penggunaan air bersih dalam sirkit flotasi.

5) Reagen flotasi
Reagen flotasi baik jenis maupun jumlah (dosisnya) seperti telah dijelaskan
sebelumnya akan sangat mempengaruhi kebe rhasilan proses flotasi. Jenis maupun
jumlah reagen f lotasi baik itu kolektor, frother, maupun modifier harus betul-betul
sesuai penggunaannya untuk mendapatkan hasil yang optimal.

6) Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara


Kecepatan putaran pengaduk dan laju pengaliran udara pada proses flotasi akan
optimal pada harga-harga tertentu.

D. Mesin (Sel) Flotasi

D.1 Persyaratan Sel Flotasi

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu sel flotasi, antara lain adalah
sebagai berikut :

1) Semua partikel harus tetap berada dalam bentuk suspensi. Oleh karena itu sel flotasi
harus ada pengaduknya.

2) Semua partikel m empunyai kesempatan yang sam a untuk di apungkan atau dengan
perkataan lain mempunyai kesempatan yang sama untuk bertemu dengan gelembung
udara.

3) Gelembung yang terbentuk harus tersebar ke seluruh pulp.

4) Harus dapat menciptakan antukan/benturan antara partikel dan gelembung udara.

5) Harus ada daerah yang relatif tenang di bagian atas agar pulp tidak terjebak dan
keluar bersama gelembung.

6) Tercipta ketebalan buih (froth) tertentu di atas pulp.

7) Ada cara atau tempat terbaik untuk memasukkan umpan.

8) Ada tempat untuk mengeluarkan konsentrat atau tailing.

9) Ada tempat untuk memasukkan udara.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 13


D.2 Mesin Flotasi Mekanikal

Mesin-mesin flotasi mekanikal yang populer antara lain adalah sel flotasi Agitair, Denver,
Outokumpu, Wemco-Fagergren, dan lain-lain seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.6
sampai Gambar 6.10.

Gambar 6.6 Sel Flotasi Agitair

Gambar 6.7 Sel Flotasi Denver

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 14


Gambar 6.8
Sel Flotasi Outokumpu

Gambar 6.9
Sel flotasi Wemco-Fagergren

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 15


Gambar 6.10
Sel Flotasi Skala Laboratorium

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 16


D.3 Mesin Flotasi Non-Mekanikal (Pneumatik)

Mesin flotasi non-mekanikal (pneumatik) yang populer digunakan adalah sel flotasi
kolom yang secara skematik digambarkan seperti terlihat dalam Gambar 6.11. Contoh-
contoh lainnya dapat dilihat pada Gambar 6.12 sampai 6.15.

Gambar 6.11
Skematik Sel Flotasi Kolom

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 17


Gambar 6.12
Skematik : (a) Sel flotasi kolom, (b) Mesin flotasi davcra

Gambar 6.13
Gambar Skematik Sel Flotasi Mikro
(a) Hallimound tube
(b) Microflotation cell

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 18


Gambar 6.14 Skematik sel flotasi ”Jameson Cell”.

Gambar 6. 15 Skematik ”microcell” dan bagian-bagiannya

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 19


BAB III PENUTUP

Pada akhir sesi pembelajaran diadakan umpan balik terhadap materi yang diberikan.
Tugas Kelompok yakni membuat paper tentang teknologi Flotasi yang bahan-bahannya
dapat diperoleh di internet.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fuerstanau, M,C., & Han, K.N., 2003., "Principles of Mineral Processing"., SME,
Littletown, Colorado.
2. Kelly, E.G & Spottiwood, D.J., 1982., “Introduction to Mineral Processing”., John
Wiley & Sons, New York.
3. Priyor, E.J, 1965., “Mineral Processing”., Elsevier, Amsterdam.

Modul – 6 : Pengolahan Bahan Galian – 6. 20

Anda mungkin juga menyukai