2. Macam-macam potensimanusia 3. Potensi manusia menurut agama islam 4. Ciri-ciri orang berpotensi 5. Cara mengenali potensi diri 8 hambatan dalam pengembangan potensi diri Pengertian potensi manusia Wiyono. Menurutnya potensi memiliki arti kemampuan dasar dari seseorang yang masih terpendam dan menunggu untuk dimunculkan menjadi kekuatan yang nyata. Dari pendapat Wiyono tersebut potensi dapat diartikan sebagai kemampuan yang masih terpendam dan siap untuk diwujudkan dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan manusia itu sendiri
Endra K Pihadhi yang menjelaskan bahwa potensi adalah suatu energi
ataupun kekuatan yang masih belum digunakan secara optimal. Dalam hal ini potensi diartikan sebagai kekuatan yang masih terpendam yang dapat berupa kekuatan, minat, bakat, kecerdasan, dan lain-lain yang masih belum digunakan secara optimal, sehingga manfaatnya masih belum begitu terasa. Macam-macam potensi manusia Secara umum, Budiyanto (2006:3) menyebutkan bahwa potensi diri setiap manusia terdiri atas: 1. Potensi berpikir Manusia memiliki potensi berfikir. Sering kali Allah menyuruh manusia untuk berfikir, maka berfikir. Logikanya orang hanya disuruh berfikir karena ia memiliki potensi berfikir. Maka dapat dikatakan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk belajar informasi-informasi baru, menghubungkan berbagai informasi, serta menghasilkan pemikiran baru. Potensi Emosi Potensi yang lain ialah potensi dalam bidang afeksi/emosi. Setiap manusia memiliki potensi cita rasa, yang dengannya manusia dapat memahami orang lain, memahami suara alam, ingin mencintai dan dicintai, memperhatikan dan diperhatikan, menghargai dan dihargai, cenderung kepada keindahan. Potensi Fisik Potensi Fisik (Psychomotoric) adalah potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Misalnya mata untuk melihat, kaki untuk berjalan, telinga untuk mendengar dan lain-lain. Potensi Sosial Emosional (Emotional Quotient) adalah potensi kecerdasan yang ada pada otak manusia (terutama otak sebelah kanan). Fungsinya antara lain untuk mengendalikan amarah, bertanggungjawab, motivasi dan kesadaran diri. Potensi Mental Intelektual (Intellectual Quotient) Potensi Mental Intelektual (Intellectual Quotient) adalah potensi kecerdasan yang ada pada otak manusia (terutama otak sebelah kiri). Fungsi potensi tersebut adalah untuk merencanakan sesuatu, menghitung dan menganalisis. Potensi Mental Spiritual (Spiritual Quotient) Potensi Mental Spiritual (Spiritual Quotient) adalah potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan jiwa sadar atau kearifan di luar ego. Secara umum Spiritual Quotient merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan keimanan dan akhlak mulia. Potensi Daya Juang (Adversity Quotient) Potensi Daya Juang (Adversity Quotient) adalah potensi kecerdasan manusia yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia yang berhubungan dengan keuletan, ketangguhan dan daya juang tinggi. Melalui potensi ini, seseorang mampu mengubah rintangan dan tantangan menjadi peluang Potensi menurut agama islam Allah menciptakan manusia dengan memberikan kelebihan dan keutamaan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Kelebihan dan keutamaan itu berupa potensi dasar yang disertakan Allah atasnya, baik potensi internal (yang terdapat dalam dirinya) dan potensi eksternal (potensi yang disertakan Allah untuk membimbingnya). Potensi ini adalah modal utama bagi manusia untuk melaksanakn tugas dan memikul tanggung jawabnya. Oleh karena itu, ia harus diolah dan didayagunakan dengan sebaik-baiknya, sehingga ia dapat menunaikan tugas dan tanggung jawab dengan sempurna. Ciri-ciri orang berpotensi Ciri orang yang memahami potensi dirinya bisa diukur atau dilihat dalam sikap dan perilakunya sehari-hari dalam kehidupan keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut La Rose “Sugiharso dkk, 2009:126-127” menyebutkan bahwa orang yang berpotensi memiliki ciri-ciri: Suka belajar dan mau melihat kekurangan dirinya. Memiliki sikap yang luwes. Berani melakukan perubahan secara total untuk perbaikan. Tidak mau menyalahkan orang lain maupun keadaan. Memiliki sikap yang tulus bukan kelicikan. Memiliki rasa tanggung jawab. Menerima kiritik saran dari luar. Berjiwa optimis dan tidak mudah putus asa. Cara mengenali potensi diri Kenali Aktivitas Favorit Cari Tahu Kepandaian Anda Bertanya Pada Orang Lain Kenali Potensi Dominan Jangan Takut Berbeda Menghargai Diri Sendiri Dengarkan Orang Lain Lakukan Apapun Hal yang sering Dibicarakan Hal yang Paling Anda Ketahui Tingkat Kreatifitas Tinggi Introspeksi Cara mengembangkan potensi diri Coach Tom menurut: Mengenal Diri Sendiri Merumuskan Tujuan Hidup Menguatkan Niat Bersikap Terbuka terhadap Kritikan Membuang Pikiran Negatif Berada di Lingkungan Positif Mencoba Hal Baru dan Selalu Optimis Hambatan dalam pengembangan potensi diri Menurut Sugiharso, dkk (2009: 127-128) hambatan-hambatan yang sering muncul sebagai penghalang dalam pengembangan potensi diri adalah sebagai berikut: 1) Hambatan yang berasal dari diri sendiri Hambatan yang lahir dari diri sendiri seseorang meliputi tidak adanya tujuan yang jelas, adanya prasangka buruk, tidak mau mengenal diri sendiri, tidak memiliki sikap yang sabar, adanya perasaan takut gagal, kurang motivasi diri dan tertutup. 2) Hambatan dari luar diri sendiri Hambatan yang datangnya dari luar diri sendiri meliputi lingkungan keluarga, lingkungan kerja, lingkungan bermain, budaya masyarakat, sistem pendidikan, dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Kewajiban bekerjakeras dan tanggung jawab Kewajiban bekerja keras dan tanggung jawab Islam adalah agama yang mewajibkan kepada pemeluknya untuk berkarya. Bahkan Sayid Sabiq dalam bukunya ”Unsur-unsur Kekuatan dalam Islam” terjemahan Muhammad Abdai Rathomy mengatakan: “Islam adalah agama gerak dan membanting tulang dalam segala bidang kehidupan dan penghidupan manusia, sehingga dengan demikian ia dapat menunjukkan cara pembimbingan yang baik dan terpuji”. Dan Dr. Yusuf Al-Qardhamy dalam bukunya “Al-Imaanu Wal Hayaatu” mengatakan: yang diketahui dalam Islam hanyalah orang beriman itu bekerja, bersusah payah, menunaikan kewajibannnya dalam hidup ini, mengambil dan memberi, memperkenankan kehendak Allah Swt. terhadap manusia, mereka dijadikan khalifah di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan memanfaatkan isinya sebanyak mungkin, untuk kepentingan kemanusiaan. Islam telah memerintahkan/mewajibkan kepada pemeluknya untuk bekerja dan berkarya dengan berbagai cara, diantaranya adalah sebagai berikut. a. • Karya orang-orang beriman harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Swt. nanti di akhirat, sebagaimana tersebut dalam Q.S. an-Nahl/16:93 Diperintahkan untuk mencari karunia Allah Swt., sebagaimana tersebut dalam Q.S.al-Jum’at/62:10 dan ayat yang semakna dalam Q.S. al- Isra’/17:12, karena;Karunia Allah Swt. hanya dapat dicari dengan berusaha, kerja keras untuk berkarya. Tanpa berkarya mustahil karunia Allah Swt. itu akan diperoleh. • Sahabat Umar bin Khatab pernah melihat sekelompok orang disudut masjid sesudah shalat Jum’at. Umar bertanya; ”Siapakah kamu? Mereka menjawab; Kami orang-orang yang tawakal kepada Allah Swt. kemudian Umar mengusir mereka dan mengatakan: Janganlah seorang kamu berhenti mencari rizki dan hanya berdo’a: Ya Allah, berilah aku rizki, padahal dia mengetahui bahwa langit belum pernah menurunkan hujan emas, dan Allah Swt. telah berfirman; ”Dan apabila selesai mengerjakan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah Swt.” Diperintahkan untuk meneliti segala sesuatu yang ada di dalam alam ini, sebagaimana tersebut dalam Q.S.al-A’raf/7:185. • Perintah untuk meneliti alam ini banyak sekali ditemukan dalam al- Qurān, misalnya dalam Q.S.ar-Rum/30:8, Q.S.ali-Imran/3:190. • Penelitian itu harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga sampai kesimpulan, bahwa segala sesuatu yang ada di dalam alam ini adalah ciptaan Allah Swt. dan Allah Swt. menciptakannya tidaklah sia-sia. Diperintahkan untuk menanggulangi kemiskinan, kebodohan, penyakit dan kedzaliman. • Orang yang tidak berusaha untuk menanggulangi kemiskinan adalah pendusta agama. • Orang yang akan diangkat derajatnya hanyalah orang yang beriman dan mempunyai ilmu yang banyak. • Allah Swt. melarang untuk mencelakakan diri dan berbuat dzalim karena dzalim adalah sumber malapetaka atau kehancuran. Diperintahkan untuk memakan makanan yang baik, memakai pakaian yang bagus, membuat rumah yang luas dan punya kendaraan yang bagus, serta mendidik anak-anak menjadi shaleh. • Allah Swt. memerintahkan manusia untuk mencari rizki yang halal dan tayyib. • Allah Swt. memerintahkan untuk menjaga dirinya, anak isterinya dari api neraka. • Hanya orang-orang yang shalih yang akan masuk surga. Pengertian kerja keras dan tanggung jawab A. Kerja keras Bekerja Keras berarti berusaha atau berikhtiar secara sungguh- sungguh, dengan kata lain bekerja keras adalah bekerja dengan gigih dan sungguh- sungguh untuk mencapai suatu yang dicita-citakan. Orang yang bekerja keras tidak berarti harus “banting tulang” dengan mengeluarkan tenaga secara fisik, akan tetapi dapat dilakukan dengan berpikir sungguh- sungguh dalam melaksanakan pekerjaannya atau belajar sungguh-sungguh untuk mencari ilmu. Rasulullah saw. juga menganjurkan umatnya untuk bekerja keras. Beliau menegaskan bahwa makanan yang paling baik adalah yang berasal dari hasil keringat sendiri. Tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang melebihi makanan yang berasal dari buah tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud as. makan dari hasil tangannya sendiri (H.R.Bukhari) Al-Baihaqi dalam kitab ‘Syu’bul Iman’ ada empat prinsip kerja keras dan tanggung jawab atas bentuk pekerjaannya kepada Allah Swt. yang diajarkan Rasulullah saw. Keempat prinsip itu harus dimiliki oleh setiap mukmin jika ingin menghadap Allah Swt. dengan wajah berseri bak bulan purnama. Pertama, bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan). Halal dari segi jenis pekerjaan sekaligus cara menjalankannya. Antitesa dari halal adalah haram, yang dalam terminologi fiqih terbagi menjadi ‘haram lighairihi’ dan ‘haram lidzatihi’. Analoginya, menjadi pegawai negeri sipil adalah halal. Tetapi jika jabatan pegawai negeri sipil digunakan mengkorupsi uang rakyat, status hukumnya jelas menjadi haram. Jabatan yang semula halal menjadi haram karena ada faktor penyebabnya. Itulah ‘haram lighairihi’. Berbeda dengan perampok. Dimodifikasi bagaimanapun ia tetap haram. Keharamannya bukan karena faktor dari luar, melainkan jenis pekerjaan itu memang ‘haram lidzatihi’. Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an almas’alah). Orang beriman dilarang menjadi benalu bagi orang lain. Rasulullah saw. pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya meminta-minta (mengemis). Beliau kemudian bersabda; “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain. Tidak dapat diwakilkan, dan menunaikannya termasuk kategori jihad. Hadis Rasulullah saw. yang cukup populer, “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (H.R. Ibnu Majah). Tegasnya, seseorang yang memerah keringat dan membanting tulang demi keluarga akan dicintai Allah Swt. dan Rasulullah saw. Ketika berjabat tangan dengan Muadz bin Jabal, Rasulullah saw. bertanya soal tangan Muadz yang kasar. Setelah dijawab bahwa itu akibat setiap hari dipakai bekerja untuk keluarga, Rasulullah saw. memuji tangan Muadz seraya bersabda, “Tangan seperti inilah yang dicintai Allah Swt. dan Rasul-Nya”. Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Penting dicatat, Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas social dan tanggung jawab sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari jerit tangis lingkungan sekitar. “Hendaklah kamu beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah Swt. telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Q.S. al-Hadid/57: 7). Bertanggung jawab Tanggung Jawab secara bahasa artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus Bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, mananggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Secara istilah tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Bertanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Artinya bertanggung jawab itu sudah merupakan bagian kehidupan manusia, bahwa setiap manusia pasti dibebani dengan tanggung jawab. Apabila ia tidak mau bertanggung jawab, maka ada pihak lain yang memaksakan tanggung jawab itu. Dengan demikian tanggung jawab itu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pihak yang berbuat dan dari sisi kepentingan pihak lain. Korelasi antara perilaku kerja keras, jujur, tanggung jawab, adil, dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari Kenapa perilaku bekerja keras harus berperilaku jujur, tanggung jawab, adil dan toleransi dalam kehidupannya? Seorang yang bekerja tentu berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggung jawabnya, kejujurannnya, berprilaku adil dan toleran. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas perilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. A. Jujur Menurut ahli Mohammad Mustari, pengertian jujur adalah suatu perilaku manusia yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap dirinya maupun pihak lain. B. Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah- tengah, jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum adat) yang berlaku. Dengan demikian, orang yang adil selalu bersikap imparsial, suatu sikap yang tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama. Toleransi Secara etimologi, toleransi berasal dari bahasa latin, 'tolerare' yang artinya sabar dan menahan diri. Sedangkan secara terminologi, toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, menyampaikan pendapat, pandangan, kepercayaan kepada antarsesama manusia yang bertentangan dengan diri sendiri. dari jujur, berkeja keras, adil , tanggung jawab , dan toleransi itu semuanya ada kaitannya. karna dengan jujur dan kerja keras kita akan menggapai cita", setelah kita mendapatkan hasil dari tanggung jawab dan kerja keras kita harus bertanggung jawab atas apa yg telah kita dapat. maka terciptalah hidup yg toleransi sesama dan adil makmur sentosa