Politik:
1. Sistem Interaksi: Dalam sistem politik pasti terjadi interaksi
antara aktor-aktor, yaitu: individu, kelompok, organisasi;
2. Alokasi nilai kpd masyarakat: Nilai-nilai itu antara lain:
kekuasaan, jabatan, peraturan, kemakmuran, keadilan,
keamanan, kebebasan. Setiap nilai dialokasikan ke masy. dng
sistem paksaan yg sedikit banyak bersifat sah
3. Paksaan yg bersifat sah: Sistem politik punya
kewenangan utk mrnggunakan paksaan yg
bersifat sah.
4. Jembatan antara negara dan masyarakat. Dapat
digambarkan sebagai berikut:
NEGARA
SISTEM
POLITIK
MASYARAK
AT
BAB II
PENDEKATAN ANALISIS SISTEM
TERHADAP SISTEM POLITIK
Umpan Balik
LINGKUNGAN LINGKUNGAN
Sistem interaksi
Masyarakat merdeka
Fungsi integrasi dan adaptasi
Paksaan fisik yg sedikit banyak bersifat sah
Hubungan sistem politik dengan lingkungannya
Fungsi-fungsi Input :
1.a. Sosialisasi politik dan rekrutmen politik
Sarana sosialisasi politik : keluarga, sekolah,
kelompok bergaul dan bermain, pekerjaan, media
massa, kontak-kontak politik langsung dan
organisasi politik.
Proses sosialisasi politik sering dikaitkan dengan
kebudayaan politik masyarakat.
Sosialisasi politik dapat mengubah dan atau
mempertahankan suatu kebudayaan politik.
Kebudayaan politik adalah orientasi individu-
individu dan masyarakat, meliputi sikap-sikap dan
nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat terhadap suatu sistem politik.
Klasifikasi budaya politik :
- Parokial : individu kurang mengadakan aktifitas
atau tidak mempunyai kesadaran terhadap sistem
politik nasional;
- Subjek : telah berorientasi terhadap sistem politik
(mis: dampak output,seperti: kesejahteraan sosial,
hukum dsb.) tetapi tdk berpartisipasi dlm
pembentukan input;
- Partisipan : individu berorientasi pada
struktur/lembaga dan proses pembentukan input.
Disinilah sosialisasi politik berperan dalam
pembentukan kebudayaan politik tersebut.
Proses sosialisasi politik tergantung dari penerimaan
individu terhadap nilai-nilai yg ditanamkan. Tingkat
penerimaan tsb ada tiga komponen : kognitif, afektif
dan evaluatif.
b. Rekrutmen politik
Proses penyeleksian individu untuk dapat mengisi
lowongan dalam jabatan-jabatan politik dan
pemerintahan.
Rekrutmen dengan cara terbuka dan tertutup
2. Artikulasi kepentingan
Lembaga yang mengartikulasikan kepentingan masy.
ke tingkat pengambilan keputusan disebut kelompok
kepentingan (interest group) yg terdiri dari:
a. Kelompok kepentingan institusional cirinya:
- bersifat formal;
- terorganisir secara rapi dan teratur;
- mempunyai fungsi-fungsi sosial politik lain
- dapat memperjuangkan kepentingan umum.
Misal: Parlemen, TNI/Polri, Birokrasi dsb.
b. Kelompok kepentingan asosiasional cirinya:
- bersifat formal;
- mempunyai struktur organisasi formal
- memperjuangkan kepentingan kelompoknya
Misal: HIPMI, IDI, IWAPI, PGRI dsb.
c. Kelompok kepentingan non-asosiasional ciri:
- kurang terorganisir;
- kegiatannya kadangkala saja;
- keanggotaannya krn kesamaan,mis: keluarga, status,
kelas, kedaerahan, keagamaan, keturunan dan etnis.
Misal: Trah, Marga, Lion’s Club, Jong Java dsb.
d. Kelompok kepentingan anomik cirinya:
- merupakan gerakan, bukan organisasi yang
teratur;
- gerakannya bersifat spontan;
- mengartikulasikannya melalui kerusuhan,
demonstrasi dsb.
3. Agregasi kepentingan
- memadukan semua kepentingan masyarakat
yang telah diartikulasikan;
- mengubah tuntutan (input) menjadi alternatif
kebijakan.
4. Komunikasi Politik
- merupakan proses penyampaian informasi
politik
- dilakukan secara formal melalui radio, TV,
media cetak, media sosial;
- dilakukan secara informal melalui tatap muka.
Fungsi-fungsi output:
1. Pembuatan Keputusan:
- proses mengubah tuntutan menjadi keputusan yang
mengikat masyarakat;
- tahapan-tahapannya: diartikulasikan menjadi tuntutan
dan diagregasikan menjadi alternatif kebijakan
umum, kemudian dikonversikan menjadi kebijakan
umum;
- pembuat peraturan : legislatif dan
pemerintah/eksekutif, di negara komunis dilakukan
oleh partai komunis.
2. Penerapan Peraturan
- melaksanakan keputusan berupa peraturan-
peraturan yang telah dibuat oleh lembaga
pembuat keputusan;
- lembaga yang melaksanakan peraturan disebut
eksekutif;
- pada sistem presidensial oleh Presiden dan
Menteri-menteri;
- pada sistem parlementer oleh Perdana Menteri.
3. Penghakiman Keputusan
- menghakimi dan mencegah terjadinya
penyimpangan terhadap peraturan-peraturan yang
dilaksanakan di dalam kehidupan masyarakat;
- pelaksana penghakiman adalah badan-badan
pengadilan (yudikatif).
Menurut Gabriel Almond ada empat ciri sistem
politik baik yang bersifat modern maupun
primitif:
a. Semua sistem politik memiliki struktur/lembaga
politik;
b. Semua sistem politik menjalankan fungsi-fungsi
yang sama walaupun frekwensinya berbeda-beda;
c. Semua struktur politik menjalankan fungsi-fungsi
tertentu, walaupun demikian tetap bersifat multi-
fungsi, yaitu melaksanakan beberapa fungsi
sekaligus;
d. Semua sistem politik mempunyai sistem
campuran bila ditinjau dari segi kebudayaan.
Menurut Almond di dalam suatu sistem politik
paling tidak terdapat enam struktur/lembaga
politik, yaitu kelompok kepentingan, partai
politik , badan legislatif, eksekutif, yudikatif dan
birokrasi.
Bila membandingkan sistem politik yang satu
dengan yang lain hanya menggunakan enam
struktur/lembaga politik tersebut, maka yang kita
peroleh, misal: berapa jumlah parpol, bentuk
sistem pemerintahannya, apakah federal atau
kesatuan dsb. Oleh karena itu Almond
berpendapat dalam membandingkan perlu
memberi gambaran bagaimana hubungan antara
struktur dan fungsi . Sehingga keduanya tidak
dapat dipisahkan.
Ada tiga tipe sistem politik, demokrasi,
otokrasi/otoritarian dan totalitarian.
Apakah demokrasi itu?
Berasal dari kata “demos”= rakyat, “kratos” =
pemerintah atau kedaulatan. Jadi demokrasi adalah
kedaulatan rakyat atau pemerintahan rakyat.
Lebih tegas lagi demokrasi adalah pemerintahan “dari”,
“oleh” dan “untuk” rakyat
Untuk memahami apakah sebuah sistem politik
demokratis ataukah tidak, ada dua kategori
demokrasi:
a. demokrasi normatif, yaitu nilai-nilai, aturan-
aturan formal dan norma-norma yang
dilembagakan dalam konstitusi, misal di
Indonesia UUD 45
b. demokrasi empirik, yaitu perwujudan demokrasi
normatif yang ada dalam konstitusi untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan
politik sehari-hari.
Demokrasi empirik kriterianya:
Menurut Robert Dahl (1971):
1. kebebasan membentuk dan bergabung dlm organisasi
2. kebebasan menyampaikan pendapat
3. hak memilih dalam pemilu
4. hak untuk menduduki jabatan politik
5. hak para pemimpin untuk bersaing memperoleh dukungan dan
suara rakyat
6. terselenggaranya pemilu yang jujur
7. tersedianya sumber informasi alternatif
8. adanya lembaga yg menjamin kebijakan publik tergantung pd
suara pemilu dan pd cara penyampaian preferensi lain.
Menurut Samuel Huntington (1991)
1. para pembuat keputusan dipilih melalui pemilu
yang jujur, adil dan berkala;
2. para calon bebas bersaing untuk memperoleh
suara;
3. hampir semua penduduk dewasa berhak
memberikan suara;
4. adanya kebebasan untuk berbicara, pers,
berkumpul dan berorganisasi.
Larry Diamond, Juan Linz dan Seymour M. Lipset
(1989,1990) menyederhanakan kriteria Dahl menjadi
tiga kriteria:
1. Kompetisi di antara individu dan kelompok organisasi
utk memperebutkan jabatan pemerintah yg mempunyai
kekuasaan efektif pada jangka waktu yg teratur dan tak
menggunakan daya paksa;
2. Partisipasi dlm pemilu yg diselenggarakan secara teratur
dan adil;
3. Tingkat kebebasan sipil dan politik, yaitu kebebasan utk
berbicara, pers, membentuk dan bergabung dlm
organisasi.
Diamond dkk. memilah demokrasi menjadi demokrasi penuh,
semi demokrasi dan non-demokrasi.
Tiga kriteria di atas termasuk demokrasi penuh, sedang semi
demokrasi ditandai:
1. Tingkatan substansial kompetisi dan kebebasan politik
terbatas, misal kompetisi antar parpol sangat dibatasi,
kebebasan dan kejujuran pemilu hanya berdasarkan
kompromi;
2. Kebebasan sipil sangat terbatas.
Non-demokrasi ditandai dengan adanya rejim yang tidak
memberi kesempatan kompetisi dan partisipasi secara
bebas.
Apakah otokrasi/otoritarian itu?
Sebuah tipe sistem politik yang dikendalikan
sendiri oleh penguasa dan tidak melibatkan
pertisipasi masyarakat
Ciri-cirinya:
1. Kekuasaan terpusat ditangan oligarki elit yang
dikendalikan oleh penguasa;
2. Militer adalah penyangga utama sistem politik
dan beraliansi dengan birokrasi dan teknokrat
sipil;
3. Lembaga-lembaga politik seperti parlemen,
parpol dan kelompok kepentingan lemah,
sehingga tidak mampu mengontrol aliansi
militer-birokrasi-teknokrat;
4. Partai oposisi dibiarkan tumbuh tetapi ruang
geraknya dibatasi;
5. Kompetisi antar partai tidak dibiarkan
berlangsung secara terbuka. Partai penguasa
selalu memenangkan pemilu;
6. Mekanisme pembuatan keputusan selalu top-
down;
7. Perangkat hukum tidak independen
8. Pemilu dielenggarakan tidak untuk mewujudkan
demokrasi tetapi hanya untuk melegitimasikan
sistem politik otokratis;
9. Lebih banyak mobilisasi dari pada partisipasi;
10.Masyarakat tidak bebas untuk berbicara,
berkumpul dan berorganisasi.
Apakah Totalitarian itu?
Ciri-cirinya:
1. merupakan sistem politik yg totalistik, bidang
kehidupan ekososbudpol terpusat ditangan negara,
diatur secara terpusat dan seragam;
2. Kekuasaan negara menyeluruh;
3. Masyarakat merupakan kesatuan total sedang bagian-
bagian dan kelompok-kelompok sosial tidak berarti
apa-apa. Jadi tidak mengenal perbedaan ideologi;
4. Biasanya hanya ada satu partai yg mengemban ideologi
totaliter resmi.
Bentuk negara biasanya ditinjau berdasarkan siapa
kepala negaranya. Ada dua:
1. Republik: kepala negaranya adalah Presiden, dan
dipilih setiap periode tertentu;
2. Monarki: kepala negaranya adalah Raja, dan
berkuasa secara turun temurun.
Bangunan negara adalah pembedaan berdasarkan
pembagian kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah:
1. Negara kesatuan (unity state): negara yg memiliki satu
otoritas pembuat undang-undang, yaitu pemerintah
pusat;
2. Negara serikat/federasi (federation state): pemerintah
pusat mempunyai otoritas yg sama dengan pemerintah
di negara bagian utk membuat undang-undang;
3. Serikat negara-negara: gabungan beberapa negara
berdaulat tetapi masing-masing negara tetap berdaulat
Bentuk atau Sistem pemerintahan adalah suatu sistem yg
berlaku menentukan bagaimana hubungan antar alat
perlengkapan negara yg diatur dlm konstitusinya:
1. Sistem presidensiil yg menjadi kepala pemerintahan adl
Presiden, sekaligus sebagai kepala negara, Presiden tdk
bertanggungjawab kpd Parlemen;
2. Sistem parlementer: kepala pemerintahannya adl Perdana
Menteri yg dipilih Parlemen (di Jerman disebut Konselir),
bertanggungjawab kpd Parlemen. Kepala negaranya dpt
Kaisar, Ratu, Yang Dipertuan Agong, Raja dsb.
Beberapa negara di dunia dpt dikelompokkan:
1. Negara Kesatuan:
a. Bentuk republik, sistem presidensiil, mis:
Indonesia, Filipina, Korsel;
b. Bentuk republik, sistem parlementer, mis:
Singapura, Iran, Pakistan, Israel, Vietnam
c. Bentuk monarki absolut (raja menjadi kepala
negara dan kepala pemerintahan), mis: Arab Saudi
dan Yordania;
d. Bentuk monarki, sistem parlementer, mis:
Inggris, Thailand.
2. Negara Federasi:
a. Bentuk republik, sistem presidensiil, mis:
Amerika Serikat;
b. Bentuk republik, sistem parlementer, mis:
Jerman, India;
c. Bentuk monarki, sistem parlementer, mis:
Malaysia;
d. Bentuk monarki absolut, mis: Uni Emirat
Arab
Bagan Bangunan Negara, Bentuk Negara dan Bentuk
atau Sistem Pemerintahan:
ABSOLUT
MONARKI
PARLEMENTER
KESATUAN
PRESIDENSIIL
REPUBLIK
PARLEMENTER
NEGARA
ABSOLUT
MONARKI
PARLEMENTER
FEDERASI
PRESIDENSIIL
REPUBLIK
PARLEMENTER
1. Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut UUD
45 (17-8-1945 s.d. 27-12-1949)
Pada masa ini menganut quasi presidensiil, karena
Presiden juga mempunyai kekuasaan legislatif
bersama DPR.
Presiden bertanggungjawab kpd MPR
MPR terdiri dari anggota DPR dan Utusan
Golongan dan Daerah.
Setelah merdeka, UUD 45 belum dpt dilaksanakan
sehingga diatur melalui Pasal IV Aturan
Peralihan UUD 45, yaitu utk sementara
(Agustus-Oktober 1945) fungsi MPR, DPR dan
DPA dijalankan oleh Presiden dng bantuan
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Saat itu Presiden didudukkan sebagai Diktator
Konstitusional, kekuasaannya mutlak.
Tanggal 16 Oktober 1945 keluar Maklumat Wakil
Presiden yg menetapkan KNIP sebagai pengganti
MPR. KNIP dpt mengontrol dan meminta
pertanggungjawaban Presiden.
Tanggal 11 Nopember 1945 keluar Pengumuman
Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) mengusulkan
agar Presiden bertanggungjawab kpd BP-KNIP
(bersifat parlementer). Hal ini berlaku sejak
Oktober 1945 hingga 1949.
2. Sistem Pemerintahan Menurut Konstitusi RIS (29
Des. 1949 s.d. 17 Agustus 1950)
Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) merubah
bentuk negara Kesatuan menjadi negara Serikat
dng Konstitusi RIS.
Konstitusi RIS menganut sistem parlementer,
walaupun ada beberapa ketidakjelasan, misal: ada
istilah Pemerintah dan Kabinet. Biasanya kedua
istilah tersebut menjadi satu, yaitu Pemerintah yg
dipimpin oleh Presiden (presidensiil), atau oleh
PM (parlementer).
3. Sistem Pemerintahan Menurut UUDS 50 (17
Agustus 1950 s.d. 5 Juli 1959)
Menganut Sistem Parlementer, namun ada
keanehan, karena Presiden dapat membubarkan
DPR, sedang DPR tidak dapat menjatuhkan
Presiden, sehingga prinsip cheks and balances
tidak dapat berjalan.
Pada masa ini terjadi peristiwa jatuh bangunnya
Perdana Menteri (PM)
4. a. Sistem Pemerintahan Setelah Berlakunya
Kembali UUD 1945 Berdasar Dekrit Presiden
5 Juli 1959 (5 Juli 1959 s.d. 11 Maret 1966 di
bawah Soekarno)
Ada beberapa penyimpangan thd UUD 45
a. MPRS dibentuk oleh Presiden melalui Penetapan
Presiden yg tdk dikenal dlm UUD 45;
b. Pimpinan MPRS, DPRS dan DPAS diberi
kedudukan setingkat Menteri.
Akibatnya terjadi pemerintahan diktator oleh
Presiden.
4. b. Sistem Pemerintahan Masa Orde Baru.
Pada masa ini juga berdasar UUD 1945 dan telah
dilaksanakan, MPR, DPR, MA, BPK, DPA telah
dibentuk sesuai dng UUD 45. Tetapi mengapa
pemerintahan Orba otoriter? Ada beberapa hal:
1. UUD 45 memang mengkonstruksikan Presiden
menjadi diktator;
2. Pembuatan keputusan (UU, Perpu dll) didominasi
kepentingan penguasa melalui partai Golkar dan
wakil-wakilnya di DPR;
3. Pengekangan hak-hak rakyat melalui alat
keamanan ( militer, polisi dan intelejen)
4. Pengangkatan dan pemberhentian anggota MPR
dan DPR melalui SK Pres.
5. Penyederhanaan partai;
6. Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali tetapi hanya
utk melegitimasi Suharto sebagai Presiden
7. Penguasa mengendalikan lembaga negara lainnya
(MPR, DPR, MA, BPK) dan lembaga masyarakat
spt LSM
5. Sistem Pemerintahan Menurut UUD 45 Pasca
Amandemen
Pokok-pokok perubahan antara lain:
Merubah posisi kekuasaan pembuatan UU ke
DPR dan pembatasan masa jabatan Presiden;
Melarang Presiden membekukan dan atau
membubarkan DPR dan memperbarui tata cara
impeachment terhadap Presiden;
MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara;
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung.
Ada empat periode:
1. Demokrasi Parlementer/Liberal
(17-8-1945 sampai dengan 5-7-1959);
2. Demokrasi Terpimpin
(5-7-1959 sampai dengan 11-3-1966);
3. Demokrasi Pancasila
(11-3-1966 sampai dengan 21-5-1998)
4. Era Reformasi
(21-5-1998 sampai dengan sekarang)
1. Periode Demokrasi Parlementer/Liberal
a. Penyaluran tuntutan:
Tuntutan sangat tinggi dan intensif, melebihi
kapasitas sistem politik;
b. Pemeliharaan dan kontinuitas nilai:
- merebaknya ide liberal;
- pengakuan HAM sangat tinggi;
- terjadi perbedaan ideologis dan pragmatis.
c. Kapabilitas sistem politik
- Kapabilitas simbolik tinggi, kapabilitas
ekstraktif rendah karena iptek rendah
d. Integrasi bangsa
- hubungan elit-massa berdasar aliran, budaya
patrimonial tumbuh subur;
- hubungan horisontal antar elit terjadi persaingan yg
menjurus perpecahan dan terjadi kesenjangan antar
wilayah dan antar kelompok
- stabilitas nasional sangat rapuh.
e. Gaya politik dan kepemimpinan
- gaya politik bersifat ideologis;
- kepemimpinan karismatis, dukungan massa
berdasar emosi bukan rasional;
- terdapat pemimpin pembentuk solidaritas dan yg
bersifat administrator.
2. Periode Demokrasi Terpimpin
Dicirikan asas Nasakom.
a. Penyaluran tuntutan
- sangat dibatasi;
- harus melalui dan sesuai kehendak Front
Nasional
b. Pemeliharaan dan kontinuitas nilai
- begitu besarnya pengaruh Soekarno;
- Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi;
c. Kapabilitas sistem politik
- menonjolnya kapabilitas simbolik
d. Integrasi bangsa
- dikendalikan elit nasional;
- hubungan elit-massa dikendalikan politik aliran;
- hubungan horisontal antar elit: adanya isolasi elit
tertentu.
e. Gaya politik dan kepemimpinan
- gaya politik bersifat ideologis;
- kepemimpinan karismatis;
- dukungan massa bersifat emosi bukan rasionalitas.
3. Periode Demokrasi Pancasila
a. Penyaluran tuntutan
- aspirasi yg selaras dng keinginan rejim akan
mampu menjadi isu politik dan ditindak lanjuti
menjadi kebijakan publik;
- aspirasi hanya efektif bila melalui Golkar.
b. Pemeliharaan dan kontinuitas nilai
- asas “integralistik” dikembangkan;
- sering mengatasnamakan kepentingan nasional.
c. Kapabilitas sistem politik
- kapabilitas ekstraktif menonjol, wujud dari
pragmatisme;
- hukum hanya mampu menjerat rakyat kecil.
d. Integrasi nasional
- terjadi stabilitas semu;
- integrasi elit-massa (vertikal) dilakukan dengan
asas tunggal;
- integrasi horisontal diperkenalkan istilah SARA
e. Gaya politik dan kepemimpinan
- gaya politik dicerminkan dari kuatnya
intelektual pragmatis;
- kepeimpinan tidak memberi peluang sikap kritis
dan cenderung bersifat normatif konstitusional;
- munculnya “budaya petunjuk”
MPR
MPR
MK DPR
UUD 45 DPD
PRES.
MA Wk.PRE
S
BPK
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
(MPR)
1. Bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara;
2. Komposisi MPR terdiri dari Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD);
3. Kewenangan MPR: (a) merubah UUD, (b)
melantik presiden dan atau wakil presiden, (c)
memberhentikan presiden dan wakil presiden
dalam masa jabatannya menurut UUD
PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
1. Dipilih secara langsung oleh rakyat secara paket;
2. Masa jabatan lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan;
3. Presiden memegang kekuasaan menurut UU,
menetapkan PP untuk menjalankan UU, berhak
mengajukan RUU, tidak boleh membubarkan
DPR, mengesahkan RUU, dalam keadaan
tertentu dapat mengeluarkan Perpu.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR)
1. Anggota DPR berasal dari parpol melalui
pemilihan dan tidak ada yang diangkat;
2. Kewenangannya: bersidang sedikitnya sekali
setahun, memegang kekuasaan membentuk UU,
setiap RUU dibahas DPR bersama Presiden
untuk memperoleh persetujuan bersama, bila
RUU dalam jangka waktu tertentu tidak disahkan
Presiden tetap dapat menjadi UU dan wajib
diundangkan, anggota DPR dapat di “recall”
DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD)
1. Lembaga perwakilan daerah semacam “senat” di
negara federal;
2. Anggota DPD dipilih dari setiap propinsi dng
jumlah sama, melalui pemilu scr perorangan;
bersidang min.1x setahun;
3. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari
sepertiga jumlah DPR;
4. Berhak mengajukan RUU dlm bidang otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran daerah,
hubungan dan perimbangan keuangan pusat-
daerah yang dibahas bersama DPR.
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)
1. Anggotanya dipilih DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD dan diresmikan Presiden;
2. Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR,
DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
MAHKAMAH AGUNG (MA)
1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi;
2. Menguji peraturan perundang-undangan di
bawah UU;
3. Calon hakim agung diajukan oleh Komisi
Yudisial kepada DPR untuk memperoleh
persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung
oleh Presiden.
MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yg putusannya bersifat final untuk
menguji UU terhadap UUD;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yg kewenangannya diberikan UUD;
3. Mempunyai kekuasaan memeriksa secara logika
hukum pelanggaran presiden dan
memutuskannya layak atau tidak layak untuk
sidang Istimewa MPR
4. Memutuskan pembubaran parpol;
5. Memutuskan perselisihan hasil pemilu.