Anda di halaman 1dari 112

SISTEM SOSIAL

POLITIK
Oleh : Muh. Firyal Akbar, S.IP,M.Si
Profil
 Nama : Muh. Firyal Akbar, S.IP.,M.Si
 TTL : Pare-Pare 31 Agustus 1989
 HP/Email : 085256265478/firyalakbar@umgo.ac.id

 Pekerjaan : Dosen Pengajar Bid. Administrasi UMGo

 Riwayat Pendidikan : 1. S1 Politik Pemerintahan


Universitas Hasanuddin
2. S2 Administrasi Pembangunan
Universitas Hasanuddin
3. S3 Administrasi Publik Universitas
Hasanuddin (On Going)
Jabatan Akademik : - Kepala Bidang Penelitian dan Publikasi
Ilmiah LPPM UMGo
Jabatan Non-Akademik : - Koordinator Relawan Jurnal
Indonesia (RJI) Gorontalo
- Wakil Koordinator Konsorsium PTM
Kawasan Timur Indonesia
DESKRIPSI MATA KULIAH
Mata Kuliah ini memberikan
penjelasan mengenai konsep
sistem politik, serta
perkembangan politik di
Indonesia.
 Melalui Mata Kuliah Sistem
Sosial Politik ini mahasiswa
diharapkan mampu menjelaskan
dinamika tentang konsep sistem
sosial politik serta
perkembangannya.
BAGIAN 1: Pengantar Sistem Politik
Indonesia
Sistem: Secara umum sistem dapat didefinisikan sebagai
suatu keseluruhan yang terdiri dari sub-sub sitem yang
berhubungan satu sama lain dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan tertentu.

Dibedakan menjadi dua Sistem Terbuka (dapat


dipengaruhi oleh unsur-unsur lain yang berada di luar
sistem), sistem tertutup (tidak dapat dipengaruhi oleh
unsur atau elemen lain)
Definisi Politik
Roger F. Soltau : Ilmu Politik adalah ilmu yang
mempelajari Negara, tujuan Negara dan lembaga yang
akan melaksanakan tujuan itu; serta hubungan antar
Negara dan warga Negaranya serta dengan Negara
lain.
Mirriam Budiardjo : Ilmu Politik merupakan ilmu
yang berhubungan dengan Negara, oleh karena
itu perlu mengetahui lebih dalam mengenai
konsep Negara.
Ilmu Politik : Sebagai ilmu yang mempelajari kekuasaan
dalam suatu Negara. Kekuasaan adalah kemampuan
seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku.
Definisi Sistem Politik MenurutPara
Pakar
David Easton : Sistem politik adalah alokasi nilai-nilai, dimana
pengalokasian dari nilai-nilai tersebut bersifat paksaan, atau
dengan kewenangan, dan hal tersebut kemudian mengikat
masyarakat secara keseluruhan.

Robert A. Dahl : Sistem


politik adalah pola yang tetap dari
hubungan-hubungan antar manusia yang saling
melibatkan---sampai pada tingkat yang berarti—
kontrol,pengaruh, kekuasaan ataupun wewenang
Gabriel A Almond : Sistem Politik adalah sistem interaksi yang
terjadi dalam masyarakat yang merdeka dimana
menyelenggarakan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi, dengan
memakai jabatan, atau ancaman dari jabatan, sedikit banyak
sah menggunakan paksaan fisik.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut
dapat ditarik 3 kesimpulan

1. Sistem Interaksi
2. Pengalokasian nilai-nilai kepada
masyarakat
(Power,Enlightentment,Wealth,Health,Skill,
Affection,Rectitude,Safety,and Freedom)
3. Paksaan fisik yang bersifat sah/legal.
CIRI-CIRI
SISTEM POLITIK
(Gabriel Almond)
1. Semua sistem politik pasti mempunyai
struktur politik
2. Semua sistem politik menjalankan
fungsinya yang sama walaupun
ferkwensinya berbeda
3. Semua sistem politik memiliki tingkat
perbandingan dan kekhususan fungsi
4. Semua sistem politik merupakan
perpaduan sistem (campuran)
BAGIAN 2: Struktur Sistem Politik
 Struktur Politik : Alokasi Nilai-nilai yang
bersifat otoritatif yang dipengaruhi oleh
distribusi serta penggunaan kekuasaan
 Almond dan Powell Jr : Struktur politik
dapat dibedakan kedalam sistem, proses,
dan aspek2 kebijakan.
 Almond dan colleman : Membedakan
struktur politik atas infrastruktur dan
supratsruktur
Struktur Politik Formal

 Pemerintahan dan Birokrasi : Dalam sistem


politik dan birokrasi merupakan struktur politik
penting karena menyangkut pembuatan
kebijakan dan implementasi kebijakan.

 Lembaga Parlemen : Mengesahkan kebijakan


yang dikeluarkan oleh lembaga eksekutif.

 Lembaga Peradilan : Memiliki peran yang sangat


krusial dikarenakan mempunyai kewenangan dalam
mengatasi banyak persoalan yang melibatkan lembaga-
lembaga Negara
Struktur Politik Informal

 Partai Politik : Melaksanakan Empat


Fungsi yakni Sarana Komunikasi Politik,
Sosialisasi Politik, Rekruitmen Politik dan
Sarana Pengatur Konflik

 Struktur Politik Informal di Luar Parpol :


Seperti Media massa, kelompok berbasis
Agama, LSM
BAGIAN 3: Fungsi Sistem Politik

Fungsi sistem politik dibutuhkan dalam rangka


pencapaian tujuan

Struktur dan Fungsi adalah hal yang saling terkait, saling


mengisi dalam memaksimalkan tercapainya tujuan

Fungsi dapat dilihat dari adanya aktifitas yang dilakukan


oleh para elit ataupun aktor politik
David Easton & Gabriel Almond
Membagi dua Fungsi sistim Politik,
yakni :
1. Fungsi Input (Tuntutan dan
Dukungan)
2. Fungsi Output (Keputusan dan
Tindakan)
Fungsi Input (Tuntutan)

 Fungsi input dibedakan menjadi dua yakni : Input dukungan


dan Input Tuntutan

 Input Tuntutan : Berasal dari tuntutan pribadi-pribadi


yang bersumber dari keinginan-keinginan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Tuntutan akan
kekayaan diperoleh dari sistem ekonomi, tuntutan
akan kekuasaan diperoleh dari jenjang pendidikan,
pergaulan atau bahkan organisasi.

 Jika tuntutan tersebut kemudian diusahakan


terwujud melalui suatu wadah/organisasi maka
tuntutan itu akan menjadi sebuah input bagi
sistem politik
Fungsi Input Dukungan
 Input dukungan diperlukan untuk
menjaga keberlangsungan sistem politik
 Input dukungan dapat berupa energi
positif, dalam bentuk pandangan-
pandangan, sikap dan tindakan nyata
maupun tidak nyata yang akan mengarah
pada pencapaian suatu tujuan.
 diperlukan komunitas politik, rejim,
wilayah kekuasaan dan aturan-aturan yang
mengikat dalam rang terwujudnya sistem
politik yang baik
Fungsi Output (Keputusan)

 Output : Hasil Kerja Sistem Politik


yang berasal dari tuntutan dan
dukungan masyarakat
 Keputusan adalah pemilihan satu
atau beberapa pilihan tindakan
sesuai dengan tuntutan atau
dukungan yang masuk.
Fungsi Output (Tindakan)

 Tindakan maupun Implementasi


adalah bentuk konkret pemerintah
atas keputusan yang dibuat
 Bentuk keputusan
dimanifestasikan kedalam program,
kebijakan, maupun produk-produk
peraturan perundang-undangan
Beberapa Klasifikasi Fungsi Input Sistem
Politik (1)
(Gabriel A Almond)
 Sosialisasi Politik
Diartikan sebagai proses, yang dilalui sesorang
dalam menentukan sikap dan orientasi terhadap
fenomena-fenomena yang berlaku pada
masyarakat tempat ia berada.

 Agen-agen Sosialisasi Politik


Antara lain : Keluarga, Kelompok bermain atau
bergaul. Sekolah, Pekerjaan, Media Massa dan
Kontak-kontak politik secara langsung
Lanjutan

 Tujuan Sosialisasi Politik


1. Dimensi Psikologis
Sosialisasi politik yang terarah pada pembentukan
sikap politik dan kepribadian politik yang secara utuh
merupakan faktor2 kejiwaan
2. Dimensi Ideologis
Dimensi ini sebagai proses penerimaan terhadap
ideologi yang telah menjadi pola keyakinan
3. Dimensi Normatif
Menunjukkan kondisi terintegrasinya sikap mental
dan pola prilaku dalam sistim norma yang berlaku.
Fungsi Input Sistem Politik (2)

 Rekruitmen Politik
Pemilihan dan pengangkatan orang untuk
mengisi peran tertentu dalam sistim sosial
berdasarkan sifat status kedudukan, seperti
suku, kelahiran, kedudukan sosial, prestasi atau
kombinasi dari semuanya
 Tujuan Rekruitmen Politik
Terpilihnya penyelenggara politik dari tingkat pusat
hingga tingkat bawah yang sesuai dengan kriteria
yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan atau yang ditentukan
melalui konvensi, yang berlaku dalam masyarakat
Lanjutan

 Mekanisme Rekruitmen Politik

1. Pemilihan Umum
2. Fit and Propert Test
3. Seleksi CPNS
Fungsi Input Sistem Politik (3)

 Komunikasi Politik
Merupakan salah satu fungsi yang dijalankan
oleh Parpol, dengan segala struktur yang
tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu
dan gagasan politik

 Tujuan Komunikasi Politik


Sebagai alat mengkomunikasikan program kerja
partai, gagasan partai dan sebagainya.
Lanjutan

 Unsur-unsur Komunikasi Politik


1. Komunikasi Massa
Terdiri atas : Politikus, Komunikator Profesional,
aktivis
2. Pesan Komunikasi Politik
Berupa : Keputusan, Kebijakan dan Peraturan
3. Media
Berupa : #Media Massa seperti Koran, Radio,
Televisi, Majalah. #Interpersonal seperti face to face,
dialog dan Loby. #Organisasi seperti Komunikasi
sesama atasan dan bawahan
Fungsi Input Sistem Politik (4)

 Artikulasi Kepentingan
Terdapat berbagai macam kepentingan
masyrakat dimanapun berada yang notabene
merupakan kebutuhan-kebutuhan masyarakat itu
sendiri. Parpol lahir sebagai salah satu wadah
yang diharapkan mampu menampung artikulasi-
artikulasi kepentingan tersebut.
 Artikulasi kepentingan dari masyarakat tersebut
kemudian ditampung untuk kemudian direspon oleh
wadah atau lembaga-lembaga kepentingan untuk
diteruskan kepada tahap pengambilan keputusan
atau kebijakan.
Fungsi Input Sistem Politik (5)

 Agregasi Kepentingan
Merupakan lanjutan dari proses artikulasi
kepentingan yang telah ditampung dari
masyarakat, kelompok kepentingan, lembaga
dan organisasi-organisasi lainnya.
 Fungsi Agregasi adalah mengubah atau
mengkoversi tuntutan-tuntutan menjadi alternatif-
alternatif kebijakan umum, yang terlebih dahulu
didiskusikan, dirapatkan dan dikompromikan.
Fungsi Stratifikasi Sosial (6)

 Stratifikasi Sosial
Merupakan dimensi vertikal dari struktur
sosial masyarakat dalam arti melihat
perbedaan masyarakat berdasarkan
pelapisan yang ada, yakni kelas atas,
menengah dan bawah berdasarkan kriteria
tertentu
Fungsi Output Sistem Politik (1)

 Pembuatan Kebijakan (Rule Making)


Salah satu fungsi output ialah pembuatan
peraturan atau kebijakan. Pada umumnya
badan atau lembaga yang mempunyai
wewenang untuk membuat peraturan adalah
badan perwakilan rakyat dan pemerintah.
Dalam membuat suatu peraturan atau
kebijakan diperlukan kerjasama yang baik
antara Pemerintah dengan DPR.
Fungsi Output Sistem Politik (2)

 Penerapan Kebijakan (Rule


Aplication)
Fungsi penerapan
kebijakan/peraturan berada ditangan
pemerintah sesuai dengan amanat
UUD. Hal itu menunjukkan bahwa yang
menjalankan peraturan adalah
Pemerintah.
Fungsi Output Sistem Politik (3)

 Adjukasi Peraturan (Rule


Adjudication)
Fungsi output adjukasi peraturan
dijalankan oleh lembaga peradilan yang
ada di sebuah Negara dalam rangka
mengontrol dan mengawasi jalannya
program dan kebijakan yang
dilaksanakan oleh pihak Eksekutif
maupun Yudikatif.
BAGIAN 4: Lingkungan Sitem Politik
Lingkungan Internal

Lingkungan Internal Sistem Politik :


 Merupakan Lingkungan yang terdapat dalam suatu
Negara
 Meliputi lingkungan fisik, sosial dan ekonomi
domestik
 Menjadi sumber devisa dalam rangka
pembangunan Nasional dalam suatu Negara
Lingkungan Internal :
- Kondisi Geografis
- Kondisi Demografi
- Sumber Kekayaan Alam
- Lingkungan Sosial
- Kondisi Ekonomi
- Lingkungan Politik
- Lingkungan Sosial Budaya
- Lingkungan Pertahanan dan Keamanan
Lingkungan Eksternal

Lingkungan Eksternal Sistem Politik :


 Merupakan Lingkungan asing yang berasal dari
Luar
 Meliputi Sistem Sosial, Ekonomi dan Politik
 Menjadi Penyeimbang dalam perkembangan
sistem politik dalam sebuah Negara
BAGIAN 5: Birokrasi Politik
DEFINISI BIROKRASI

Secara Umum Birokrasi berasal dari bahasa Inggris,


Bereucracy, berasal dari kata bereau (berarti;meja) dan
cratein (berarti;kekuasaan), dimaksudkan adalah
kekuasaan berada pada orang-orang yang ada di
belakang meja
Asumsi Tentang Birokrasi

Birokrasi sering digambarkan sebagai sesuatu yang


berbelit-belit, dari meja satu ke meja lainnya, biayanya
kadang mahal.
Definisi Birokrasi Menurut Para
Ahli : Birokrasi dimaksudkan untuk
Bintoro
mengorganisasikan secara teratur suatu pekerjaan yang
harus dilakukan oleh banyak orang
Blau dan Page : Birokrasi merupakan tipe organisasi yang
dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar
dengan cara mengkoordinasikan secara sistematis pekerjaan dari
banyak orang
Fritz Morstein Marx : Birokrasi adalah tipe organisasi yang
dipergunakan Pemerintahan modern untuk pelaksanaan
berbagai tugas yang bersifat spesialisasi dilaksanakn dalam
sistem administrasi yang khususnya oleh Pemerintah

Blau dan Mayer: Birokrasi adalah Lembaga yang


sangat kuat dengan kemampuan untuk meningkatkan
kapasitas potensial terhadap hal-hal yang baik dan
buruk dalam keberadaannya sebagai instrumen
administrasi rasional yang netral pada skala yang besar
Tipe Ideal Birokrasi
(Max Webber)

 Prinsip Pembagian Kerja : Prinsip


Pembagian kerja diperlukan agar tercipta
kinerja yang baik di segala bidang atau bagian
suatu sistem birokrasi, dengan kata lain ada
pembagian yang jelas antar unit-unit kerja
dalam suatu sistem birokrasi
 Struktur Hierarkis : Pengorganisasian
jabatan mengikuti prinsip hierarkis, yaitu
jabatan yang lebih rendah berada di bawah
pengawasan atau pimpinan dari jabatan yang
lebih di atas.
 Aturan dan Prosedur : Pelaksanaan kegiatan
didasarkan pada suatu sistem peraturan yang
konsisten. Sistem standar tersebut
dimaksudkan untuk menjamin keragaman
pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan tanpa
melihat jumlah orang yang terlibat di
dalamnya.
 Prinsip Netral : Pejabat yang ideal dalam
suatu birokrasi melaksanakan kewajiban di
dalam semangat “formalistic impersonality”
(formal nonpribadi), artinya para pejabat
maupun aparat yang melaksanakan tugasnya
harus melepaskan kepentingan pribadinya.
 Merit System ( Penempatan didasarkan atas
karir) : Penempatan kerja semestinya
didasarkan atas kualifikasi teknis. Dalam suatu
organisasi birokrasi, penempatan kerja
seseorang pegawai didasarkan atas karir,
kualifikasi pendidikan, dan kompetensi yang
dimiliki.
Patologi Birokrasi :
 Indisipliner
 Bersikap Malas
 Bersikap Arogan
 Kurang Efektif
 Kurang Efisien
 Perilaku Korupsi
 Perilaku Kolusi
 Perilaku Nepotisme
 Kurang Transparan
 Kurang Akuntabel
 Kadang tidak mengerti Tupoksi
 Berbelit-belit
BAGIAN 6: Kapabilitas Sistem
Politik
KAPABILITAS EKSTRAKTIF

Sumber daya alam dan sumber daya manusia (


Material and Human resources) merupakan unsur
pokok yang penting dalam kemampuan sistem
politik suatu Negara
KAPABILITAS DISTRIBUTIF

Sumber daya alam yang diolah oleh Pemerintah harus


didistribusikan secara adil dan merata kepada
masyarakat sehingga akan mencerminkan
kemampuan sistem politik suatu Negara.
KAPABILITAS REGULATIF

Pengaturan sangat dibutuhkan dalam suatu Negara


sebagai instrument dalam mempertahankan sustu
sistem politik pemerintahan. Peraturan atau regulasi
yang dimanifestasikan kedalam produk hukum akan
mengikat publik atau masyarakat agar teratur dalam
memanfaatkan segala aspek dalam rangka kaitannya
dengan keberlasngsungan hidupnya.
KAPABILITAS SIMBOLIK

Keberadaan aktor/elite dalam hal ini mereka yang


tergabung dalam lembaga pemerintahan merupakan
suatu kebanggaan yang diharapkan masyarakat.
Keberadaan mereka sangat dinantikan dalam rangka
memberikan pelayanan yang maksimal kepada publik,
sehingga kemampuan sistem politik dalam suatu
Negara akan terlihat jika tingkat penghargaan akan
adanya aparat atau elite maupun pejabat di tengah-
tengah masyarakat sangat tinggi.
KAPABILITAS RESPONSIF

Daya tanggap suatu sistem politik dapat dilihat


atau ditentukan oleh hubungan antara pemerintah
dengan yang diperintah. Sistem politik hendaknya
selalu tanggap terhadap setiap tekanan yang
timbul dari intra masyarakat maupun ekstra
masyrakat berupa berbagai tuntutan.
KAPABILITAS DALAM NEGRI DAN
INTERNASIONAL

Suatu sistem politik selalu berinteraksi dengan


lingkungan dalam Negeri dan Luar Negeri. Kapabilitas
sistem politik domestik akan berpengaruh dengan
pandangan internasional. Sistem poltik pemerintahan
yang kuat akan mendapat pengakuan kedaulatan dari
Negara lain sebaliknya sistem politik yang lemah akan
gampang dimanfaatkan oleh Negara luar untuk
mengambil keuntungan pada sebuah Negara.
BAGIAN 7: Sistem Kepartaian
Giovani Sartori mengklasifikasikan sistem
kepartaian menjadi 4 macam, yaitu Sistem 2
Partai, Pluralisme Moderat, Pluralisme
Terpolarisasi dan Sistem Partai Berkuasa.
Sartori membagi keempat sistem kepartaian
tersebut berdasarkan ideologi yang dianut
masing-masing partai serta banyaknya partai
yang diakui dan ikut dalam setiap pemilihan
umum.
Sistem 2 partai ditandai oleh adanya 2 partai yang terus
bersaing di dalam setiap pemilu serta paling memiliki
pendukung luas. Kedua partai tersebut dapat saja memiliki
ideologi yang berbeda ataupun isu-isu politik yang kontras.
Contohnya di Amerika Serikat di mana Partai Republik dan
Partai Demokrat yang bersaing. Partai Republik
membawakan kepentingan pengusaha, kalangan militer,
dan golongan konservatif. Partai Demokrat, kerap
dicitrakan sebagai lebih dekat ke kalangan pekerja, gerakan
sosial bernuansa hak asasi manusia, dan kesejahteraan
sosial
Pluralisme Moderat adalah sistem kepartaian suatu
negara di mana partai-partai politik yang ada di dalamnya
memiliki ideologi yang berbeda-beda. Namun, perbedaan
ideologi tersebut tidak begitu tajam sehingga dapat saja
para pemilih suatu partai dapat “berpindah” dari partai
yang satu ke partai lainnya. Demikian pula, di tingkatan
parlemen, partai-partai yang memiliki perbedaan ideologi
tetap dapat menjalin koalisi jika memang diperlukan guna
”menggolkan” suatu kebijakan.
Pluralisme Terpolarisasi adalah sistem kepartaian suatu
negara di mana partai-partai politik yang ada di dalamnya
memiliki ideologi yang berbeda-beda. Perbedaan ideologi
tersebut terkadang cukup fundamental sehingga sulit bagi
pemilih partai yang satu untuk berpindah ke partai lainnya.
Demikian pula, di tingkatan parlemen, perbedaan ideologi
tersebut membuat sulitnya tercipta koalisi akibat
perbedaan ideologi yang cukup tajam tersebut.
Sistem Partai Berkuasa adalah sistem kepartaian di mana di
suatu negara terdapat sejumlah partai, tetapi ada sebuah
partai yang selalu memenangkan pemilihan umum dari satu
periode ke periode lain. Partai yang selalu menang tersebut
menjadi dominan di antara partai-partai lainnya, dilihat dari
sisi basis massa, dukungan pemerintah, maupun
kemenangkan kursi mereka di setiap pemilihan umum.
Contoh dari satu Sistem Partai Berkuasa ini adalah Malaysia,
Indonesia di era Orde Baru, ataupun India. Di Malaysia,
UMNO merupakan partai yang kerap memenangkan pemilu
dari periode ke periode. Di Indonesia era Orde Baru, Golkar
selalu memimpin suara di tiap pemilu 1971, 1982, 1987, 1992
dan 1997. Di India, Partai Kongres adalah partai berkuasa
yang di setiap pemilu mereka seringkali memenagkan kursi
terbanyak untuk parlemen.
BAGIAN 8: Sejarah Sistem Kepartaian
Indonesia
Di Indonesia, sistem kepartaian mengalami sejumlah
perbedaan jika dilihat secara kesejarahan. Perbedaan ini di
antaranya diakibatkan oleh perbedaan tipikal sistem politik
yang berlaku. Di Indonesia, secara bergantian, sistem politik
mengalami sejumlah perubahan dari Demokrasi Liberal
tahun 1950 awal hingga 1955, Rezim Politik Otoritarian
dari 1959 hingga 1965, Rezim Kediktatoran Militer dari
1966 hingga 1971, Rezim Otoritarian Kontempore dari
1971 hingga 1998 dan kembali menjadi Demokrasi Liberal
dari 1998 hingga sekarang.
Sistem kepartaian di Indonesia mengalami
perubahan sesuai dengan pergantian tipe sistem
politik. Tipikal sistem kepartaian apa yang berlaku
di suatu negara, secara sederhana dapat diukur
melalui fenomena pemilihan umum. Dari sisi jumlah
misalnya, suatu negara dapat disebut sebagai
bersistem satu partai, dua partai, atau multipartai,
dilihat saja dari berapa banyak partai yang ikut
serta dalam pemilu.
Demokrasi Liberal Pertama
Demokrasi Liberal Pertama di Indonesia ditandai
dengan keluarnya Maklumat No.X Oktober 1945.
Maklumat yang ditandatangani oleh Drs. Moh. Hatta
(wakil presiden RI saat itu) mempersilakan publik
Indonesia untuk mendirikan partai-partai politik.
Mulai saat itu, berdirilah beragam partai politik
yang sebagian besar berbasiskan ideologi dan
massa pemilih di Indonesia. Oleh sebab masih
banyaknya peperangan (revolusi fisik berupa
pemberontakan dan hendak kembalinya kekuasaan
asing), pemilu belum kunjung dilaksanakan hingga
tahun 1955.
Pemilu 1955 menandai “resminya” era
sistem politik demokrasi liberal di Indonesia.
Aneka partai politik diberi kebebasan untuk
memperkuat organisasi, meluaskan basis
massa, dan sejenisnya. Saat itu, sistem
kepartaian yang berlaku di Indonesia adalah
Pluralisme Terpolarisasi. Cukup banyak
partai politik yang ikut serta di dalam pemilu
pertama dalam sejarah kemerdekaan
Indonesia ini. Namun, partai-partai yang
memperoleh suara besar (4 partai) memiliki
garis ideologi yang cukup berseberangan
antara satu sama lain.
Pemilu 1971 diikuti lebih dari 27 partai politik. Komposisi
hasil peroleh suara partai-partai politik pada pemilu tahun
1955 menunjukkan PNI (Partai Nasional Indonesia) meraih
22,32% suara dan mengantongi 57 kursi di parlemen.
Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) meraih 20,92%
suara dan mengantongi 57% suara di parlemen. NU
(Nahdlatul Ulama) meraih 18,41% suara dan 45% suara di
parlemen. PKI (Partai Komunis Indonesia) meraih 16,36%
suara dan meraih 39 kursi di parlemen. PSII (Partai Sarekat
Islam Indonesia) mengantongi 2,9% suara dan meraih 8 kursi
di parlemen. Parkindo (Partai Kristen Indonesia) mengantongi
2,6% suara dan meraih 8 kursi di parlemen. Partai Katolik
mengantongi 2,0% suara dan meraih 6 kursi di parlemen. PSI
(Partai Sosialis Indonesia) mengantongi 2,0% suara dan
meraih 5 kursi di parlemen.
Sistem kepartaian Indonesia di era demokrasi liberal,
bercorak Pluralisme Terpolarisasi. Masing-masing
partai memiliki ideologi yang satu sama lain punya
perbedaan tajam yang tercermin dalam perolehan
suara 4 besar pemilu 1955. Kondisi ini memiliki
kelemahannya sendiri yaitu sulitnya mencapai
konsensus antar partai dalam melakukan
kesepakatan di tingkat parlemen. Bukti sulitnya
konsensus ini adalah perdebatan yang berlarut-larut
di Dewan Konstituante untuk merumuskan UUD baru
bagi Indonesia. Selain itu, di tingkat massa kerap
terjadi persinggungan antar simpatisan partai. Situasi
ini berujung pada lahirnya Demokrasi Terpimpin,
suatu era sistem politik Otoritarian Kontemporer
yang diawali tahun1959.
Rezim otoritarian (1971-1998)
Di masa Demokrasi Terpimpin Sukarno, partai-partai
besar yang masih legal adalah PNI, NU, dan PKI.
Kendati demikian, di masa ini tidak ada Pemilihan
Umum. Ketiga partai tersebut tetap bertahan oleh
sebab menjadi sokoguru dukungan politik Sukarno
bagi kebijakan-kebijakannya. Sukarno, saat itu,
membangun sokoguru dukungan politik melalui 3
unsur mayoritas yang ada di Indonesia yaitu aliran
Marxisme (PKI), Islam (NU), dan Nasionalis (PNI).
Sukarno melihat ketiga aliran ini merupakan loyalis
ditinjau dari sejarah perjuangan kemerdekaan
Indonesia dan memiliki basis massa yang besar.
Era sistem politik rezim Otoritarian
Kontemporer , sesungguhnya
diawali mulai 1971, ketika diadakan
pemilu pertama setelah kekuasaan
Kediktatoran Militer 1966. Dalam
masa ini, partai-partai politik yang
dahulu dilarang Sukarno pun
kembali ikut serta
mengorganisasikan diri, dan salah
satunya Masyumi
Sistem kepartaian yang berkembang di era ini seolah
serupa dengan yang terjadi di era Demokrasi Liberal.
Namun, di era ini pemerintah melibatkan diri dalam
politik dengan terbentuknya Golkar. Beberapa partai
seperti PSI dan PKI tidak tampak ikut serta, demikian
pula Masyumi, yang baru diperkenankan ikut serta
setelah berganti nama menjadi Parmusi (Partai
Muslimin Indonesia). Hasil perolehan suara pun
memperlihatkan Golkar menjadi pemenang (suara
34.348.673 atau 62,82%) sehingga memperoleh 236
kursi parlemen. Saingan terdekatnya adalah NU
(10.213.650 atau 18,68%) dan hanya mengantungi 58
kursi di parlemen.
Hasil tersebut menunjukkan mulai berlakunya sistem kepartaian Satu
Partai Berkuasa. Bagaimana tidak, dengan total 360 kursi yang
tersedia di dewan perwakilan rakyat, Golkar meraih 236 kursi
sehingga menguasai 62,82% suara di parlemen. Ini lebih dari cukup
untuk meloloskan aneka rancangan undang-undang yang dikeluarkan
oleh partai politik.
Undang-undang yang berhasil diloloskan, salah satunya adalah
sehubungan dengan pemfusian (penggabungan) partai-partai politik
ke dalam kedekatan garis ideologi tahun 1973. Ke-9 partai non Golkar
dikelompokkan ke dalam 2 partai baru: Partai Persatuan
Pembangunan (terdiri atas partai-partai berasaskan Islam seperti NU,
Parmusi, PSII, dan Perti) serta Partai Demokrasi Indonesia (terdiri
atas partai-partai berasaskan nasionalisme dan agama non Islam
seperti PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI, dan Murba). Sehingga
pemilu selanjutnya (1977) praktis hanya diikuti oleh 3 partai yaitu
Golkar, PPP, dan PDI.
Pemfusian partai-partai politik tahun 1973 ternyata tidak secara
otomatis menaikkan suara Golkar. Tahun 1977 menunjukkan peroleh
suara Golkar turun 0,69% ketimbang pemilu sebelumnya, termasuk
penurunan jumlah kursi dari 236 menjadi hanya 232. Meskipun
demikian, Golkar tetap merupakan mayoritas dan dominan dalam
pengambilan keputusan di tingkat parlemen.
Trend yang muncul adalah, terjadinya kenaikan suara partai-partai
berasaskan Islam yang tergabung di dalam PPP. Partai ini (yang
merupakan gabungan NU, Parmusi, PSII, dan Perti) mengalami
kenaikan 2,17% suara ketimbang pemilu 1971. Kursi yang diperoleh
PPP adalah 99. Trend kebalikannya terjadi di PDI, di mana perolehan
suara menurun 1,48% sehingga hanya mendapat 29 kursi parlemen.
Jika pun PPP dan PDI berkoalisi, maka suara total keduanya hanya 128
kursi. Ini tidaklah cukup untuk menentang suara Golkar yang
menguasai 62,11% di tingkat parlemen.
Kecenderungan sistem kepartaian Satu Partai Berkuasa
pun tetap terjadi di Pemilu 1982 sebagai berikut:
Golkar memenangkan 64,34% suara pemilu 1982, meraih
242 dari 364 kursi yang diperebutkan sehingga menguasai
66,48% suara di parlemen. Perolehan suara Golkar
mengalami kenaikan 2,23% dari pemilu 1977. Sementara
itu, PPP dan PDI mengalami penurunan jumlah suara
ketimbang pemilu sebelumnya. PPP turun 1,51% dan
memperoleh 94 kursi parlemen (25,82% suara di parlemen)
sementara PDI turun 0.72 sehingga hanya memperoleh 24
kursi (6,60% suara di parlemen).
Kondisi yang sama, di mana sistem Satu Partai Berkuasa
juga terjadi di pemilu 1987. Golkar kembali memenangkan
pemilu dengan jumlah suara cukup signifikan
Hasil pemilu 1992 tetap memposisikan Golkar sebagai
pemenang pemilu. Namun, suaranya menurun 5,06%
ketimbang pemilu sebelumnya. Dari total 400 kursi yang
diperebutkan di parlemen, Golkar memperoleh 282 kursi
atau 70,50%. Sementara itu, dua partai lain seperti PPP
dan PDI justru mengalami kenaikan jumlah suara. PPP
mengalami kenaikan 1,04% suara sehingga memperoleh
62 kursi di parlemen, sementara PDI memperoleh 56 kursi.
PDI mulai mendekati PPP dalam rata-rata perolehan kursi
di parlemen (kurang 6 kursi saja dari PPP).
Kenaikan suara PDI ditengarai bergabungnya Megawati
Sukarnoputri, putri mantan presiden Sukarno, selaku
pimpinan partai. Sejumlah emosi dan kekecewaan atas
pemerintahan Orde Baru mulai diarahkan pada upaya
pendukungan masyarakat atas partai ini.
Pemilu 1997, Golkar masih memenangkan suara mayoritas, dengan menguasai
76,48% kursi di parlemen. Mulai dekatnya jarak antara presiden Suharto dengan
kelompok Islam menimbulkan sejumlah kepercayaan publik pemilih PPP,
sehingga peroleh suara partai ini meningkat 5,43%. PPP memperoleh 89 kursi di
parlemen atau 20,94% persentase suara di parlemen. Perolehan suara PDI
menunjukkan penurunan yang cukup tajam yaitu 11,84% ketimbang pemilu
sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah, intimidasi yang dilakukan
pemerintah atas kepemimpinan PDI Megawati Sukarnoputri berikut
pendukungnya. Seperti diketahui, saat itu PDI mengalami dualisme
kepemimpinan, satu PDI versi Suryadi/Fatimah Ahmad, dan PDI versi Megawati
Sukarnoputri.
Perseteruan internal di dalam PDI ini justru merugikan partai secara
keseluruhan. Perseteruan pun tidak hanya melibatkan pihak internal melainkan
juga pihak luar yang didukung oleh pemerintah saat itu. Untuk selanjutnya, PDI
versi Megawati Sukarnoputri ini mendeklarasikan berdirinya PDI Perjuangan.
Pemilu 1997 ini merupakan pemilu terakhir dalam pola sistem kepartaian Satu
Partai Berkuasa. Sistem yang berlaku di bawah sistem politik Rezim Otoritarian
Kontemporer ini berakhir, dan berubah pada pemilu 1999. Pemilu 1999
merupakan era sistem politik baru di Indonesia : Demokrasi Liberal.
Demokrasi Liberal 2/Reformasi (1998 - )
Era Demokrasi Liberal 2 diawali pengunduran diri Presiden Suharto
Tahun 1998. Setelah pengunduran dirinya, jabatan presiden Republik
Indonesia berada di tangan B.J. Habibie. Meskipun banyak dipandang
sebagai “anak asuh” Suharto, dalam paradigma politik dan demokrasi,
Habibie jauh berbeda dengan pendahulunya. Di masa Habibie, era
demokrasi pun sungguh-sungguh dimulai.
Beberapa keputusan populer dilakukan, diantaranya pembebasan
tahanan politik, perizinan pendirian partai-partai politik baru, dan
referendum bagi rakyat Timor Timur (berujung pada pilihan merdeka
Timor Timur atas Republik Indonesia). Habibie menyetujui pemilu
yang dipercepat, yang dijadualkan berlangsung tahun 1999. Masa
yang disebut sebagai “euphoria” demokrasi ini benar-benar mewujud
di dalam kenyataan: 48 partai politik ikut serta di dalam pemilu dari
total 148 yang terdaftar.
Hasil pemilu 1999 menunjukkan pola
sistem kepartaian yang berubah dari Satu
Partai Berkuasa menjadi Pluralisme
Moderat.
Partai-partai 10 besar seperti PDI
Perjuangan, Golkar, PPP, PKB, PAN, PBB,
PK, PKP, PNU, dan PDKB memiliki jarak
ideologi yang cukup berdekatan. Misalnya,
antara Golkar, PDI Perjuangan, PKP, dan
PDKB . Kemudian, antara PPP, PKB, PAN,
PBB, PK, PNU, yang sesungguhnya partai-
partai politik berbasiskan Islam
Persentase suara masing-masing partai di parlemen hasil
pemilu 1999. PDI Perjuangan, selaku pemenang pemilu 1999,
menguasai 33,33% suara di tingkat parlemen. Golkar yang
peringkat 2 menguasai 25,97% suara. PPP, partai berbasis
Islam menguasai 12,77%. PKB, partai berbasis kelompok
tradisional Islam menguasai 11,03%. PAN, partai yang
berbasiskan modernis Islam menguasai 7,58% suara. PBB,
partai yang berbasiskas Islam modernis dan formalisme
menguasai 2,81% suara. Partai Keadilan, partai Islam
modernis baru dan memiliki tipikal kelompok Ikhwanul
Muslimin memperoleh suara 1,30%. PKP, partai para
fungsionaris militer nasionalis memperoleh 1,30%. PNU
(partai ”pecahan” dari PKB) serta PDKB (partai berbasis
agama Kristen Protestan) memperoleh suara 0,65%.
Pemilu 2004 menandai lahirnya pemilihan
langsung Presiden oleh rakyat,
memperebutkan 550 kursi di parlemen. Golkar
keluar sebagai pemenang dengan
mengantungi perolehan 24.461.104 suara atau
21,62% total suara pemilih. Hasil ini membuat
Golkar menguasai 23,27% suara di parlemen.
PDI Perjuangan menguasai 19,82% suara
parlemen, PPP menguasai 10,55% suara
parlemen, Partai Demokrat menguasai 10%
kursi parlemen, PAN menguasai 9,64% suara
parlemen, PKB menguasai 52% suara
parlemen, PKS (nama baru Partai Keadilan)
menguasai 8,18% suara parlemen, PBR
menguasai 2,55% suara parlemen.
Pemilu 2009 : Demokrat 20,85%,
Golkar 14,45%, PDIP 14,03%, PKS,
7,88%, PAN 6,01%, PPP 5,32%,
PKB 4,94%, Gerindra 4,46%,
Hanura 3,77% dan PBB 1,79%
(Perolehan 10 Besar Partai
Pemenang)
Pemilu 2014 : Partai Nasdem
(6,72%), PKB (9,04%), PKS
(6,79%), PDIP (18,95%), Golkar
(14,75%), Gerindra (11,81%),
Demokrat (10,19%), PAN (7,59%),
PPP (6,53%) Hanura (5,26%).
BAGIAN 9: Badan Legislatif
Indonesia

Badan legislatif di Indonesia atau representatives


bodies adalah struktur politik yang mewakili rakyat
Indonesia dalam menyusun undang-undang serta
melakukan pengawasan atas implementasi undang-
undang oleh badan eksekutif di mana para
anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum.
STRUKTUR LEGISLATIF

Struktur-struktur politik yang termasuk


ke dalam Legislatif adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat Tingkat I dan Tingkat
II, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan
Perwakilan Daerah. Selain badan legislatif
MPR (Majelis Permusyawaratan
Rakyat)
Dalam perspektif historis, cikal bakal MPR kini
adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
yang beroperasi tahun 1945 hingga 1949

Anggota MPR tidak dipilih secara satu persatu secara


langsung karena anggota MPR adalah kolektivitas dari
seluruh anggota DPR-RI ditambah seluruh anggota DPD.
Hanya anggota DPR-RI dan DPD saja yang dipilih rakyat
secara langsung. MPR merupakan struktur legislatif yang
cuma berkedudukan di tingkat pusat. MPR bersidang
sedikitnya 5 (lima) tahun sekali dan setiap keputusannya
diambil dengan suara terbanyak.
 Tugas dan wewenang MPR digariskan
oleh Pasal 2 UUD 1945 yang meliputi tiga
hal yaitu: (1) Mengubah dan menetapkan
Undang-undang Dasar; (2) Melantik
Presiden dan Wakil Presiden; dan (3)
Memberhentikan Presiden dan Wakil
Presiden dalam masa jabatan menurut
Undang-undang Dasar.
DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat)

Dewan Perwakilan Rakyat (seterusnya


disingkat DPR) adalah suatu struktur
legislatif yang punya kewenangan
membentuk undang-undang. Dalam
membentuk undang-undang tersebut, DPR
harus melakukan pembahasan serta
persetujuan bersama Presiden.
 Anggota DPR seluruhnya dipilih lewat
pemilihan umum dan setiap calonnya
berasal dari partai-partai politik. Secara
substansial, struktur dan fungsi DPRD I
serta DPRD II adalah sama dengan DPR
pusat. Hanya saja, lingkup kewenangan
DPRD I adalah di tingkat Provinsi
sementara DPRD II di tingkat Kabupaten
atau Kota.
DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan. Fungsi
legislasi adalah fungsi membentuk undang-
undang bersama dengan Presiden. Fungsi
anggaran adalah menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara bersama
Presiden. Fungsi pengawasan adalah
mengawasi jalannya pemberlakuan suatu
undang-undang oleh DPR berikut aktivitas
yang dijalankan Presiden.
 Untuk melaksakan fungsi-fungsinya, DPR
memiliki serangkaian hak. Hak-hak tersebut
dibedakan menjadi Hak DPR selaku Lembaga
dan Hak DPR selaku Perseorangan. Hak DPR
selaku Lembaga meliputi: (1) hak interpelasi;
(2) hak angket; (3) hak menyatakan pendapat;
(4) hak mengajukan pertanyaan; (5) hak
Amandemen
(6) hak/Mosi tidak percaya
 Anggota DPR juga punya kewajiban yang harus ia
penuhi selama masa jabatannya (5 tahun). Kewajiban-
kewajiban tersebut adalah: (1) Mengamalkan Pancasila;
(2) Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala
peraturan perundang-undangan; (3) Melaksanakan
kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan; (4) Mempertahankan dan memelihara
kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan
Republik Indonesia; (5) memperhatikan upaya
peningkatan kesejahteraan rakyat;
(6) Menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat; (7)
Mendahulukan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
(8) Memberikan pertanggungjawaban secara
moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya; (9) Menaati kode etik dan
Peraturan Tata Tertib DPR; dan (10) Menjaga
etika dan norma dalam hubungan kerja dengan
lembaga yang terkait.
Untuk melaksanakan tugas dan
wewenangnya, DPR membentuk Alat
Kelengkapan DPR yang terdiri atas: (1)
Pimpinan DPR; (2) Badan Musyawarah;
(3) Komisi; (4) Badan Legislasi; (5) Panitia
Anggaran; (6) Badan Urusan Rumah
Tangga; (7) Badan Kerja Sama Antar-
Parlemen; (8) Badan Kehormatan; dan (9)
Panitia Khusus.
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
(DPD)

Dewan Perwakilan Daerah (selanjutnya disebut


DPD) adalah struktur legislatif yang relatif baru
dalam sistem politik Indonesia. Anggota DPD
dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan
umum, dan jumlah anggota DPD di setiap provinsi
adalah sama. Namun, Undang-undang Dasar 1945
mengatur bahwa jumlah total anggota DPD ini
tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) jumlah anggota
DPR. DPD bersidang sedikitnya satu kali dalam
setahun.
Fungsi DPD adalah mengajukan rancangan undang-
undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
alam dan sumber daya ekonomi daerah, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah. Selain mengajukan rancangan undang-undang
dalam konteks yang telah disebut, DPD juga ikut serta
dalam membahas rancangan undang-undang yang
mereka ajukan ke DPR. Juga, DPD dapat memberikan
pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-
undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH
PROVINSI

Pada prinsipnya, posisi DPRD Provinsi


sama dengan DPR, tetapi diarahkan ke
pembuatan perundang-undangan di tingkat
Provinsi. Eksekutif mitra kerjanya adalah
Gubernur. Fungsi DPRD Provinsi adalah
legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Tugas dan wewenang DPRD Provinsi adalah sebagai berikut:
1. Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan gubernur
untuk mendapat persetujuan bersama;
2. Menetapkan APBD bersama dengan gubernur;
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan
gubernur, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama
internasional di daerah;
4. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur/wakil
gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
5. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah provinsi terhadap rencana perjanjian internasional yang
menyangkut kepentingan daerah; dan
6. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur
dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.
DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT DAERAH
KAB/KOTA

Peresmian keanggotaan DPRD Kabupaten atau Kota


dilakukan melalui Keputusan Gubernur. Jumlah
anggota DPRD Kabupaten atau Kota sekurang-
kurangnya adalah 20 dan sebanyak-banyaknya 45
orang. Setiap anggota DPRD Kabupaten atau Kota
harus berdomisili di Kabupaten atau Kota tersebut.
Untuk hak, kewajiban, dan kewenangan lainnya
adalah mirip dengan DPRD Provinsi. Hanya saja,
diterapkan di lingkup Kabupaten atau Kota dengan
mitra kerjanya yaitu Bupati atau Walikota.
BAGIAN 11: Badan eksekutif
Indonesia

 Badan eksekutif di Indonesia terdiri atas governing


bodies dan support bodies. Eksekutif adalah struktur politik
yang melaksanakan substansi undang-undang yang telah
disahkan oleh lembaga legislatif. Governing Bodies adalah
struktur politik yang menjalankan fungsi pemerintahan
harian negara secara langsung. Sementara itu Support
Bodies, berada di bawah lembaga Presiden, dan menjalankan
fungsi dukungan terhadap Governing Bodies.
 Governing Bodies terdiri atas Presiden/Wakil Presiden,
Dewan Pertimbangan Presiden, Kementerian Negara, dan
Pemerintah Daerah. Sementara itu, Support Bodies terdiri
atas elemen militer (Tentara Nasional Indonesia) yang
meliputi Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara serta lembaga Kepolisian Negara. Support Bodies
tidak melakukan fungsi pemerintahan.
Presiden dan Wakil
Presiden

 Undang-undang Dasar 1945 yang telah


diamandemen, membatasi masa jabatan
presiden/wakil presiden selama 2 periode. Presiden
memegang kekuasaan pemerintahan (eksekutif)
berdasarkan konstitusi. Dalam melakukan tugas
tersebut, presiden dibantu wakil presiden. Presiden
juga berhak mengajukan rancangan Undang-
undang kepada DPR. Selain itu, Presiden juga
memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan
pemerintah untuk menjalankan Undang-undang.
Fungsi Presiden Sebagai
Kepala Pemerintahan
 Memegang kekuasaan pemerintahan
 Mengajukan rancangan UU kepada
DPR
 Menetapkan PP dan PERPU
 Mengangkat dan memberhentikan
Menteri-menteri
 Mengajukan RUU APBN
 Menetapkan Hakim agung, meresmikan
keangggotaan BPK, Mengangkat dan
memberhentikan anggota KY
Fungsi Presiden Sebagai
Kepala Negara

 Memegang Kekuasaan tertinggi atas AD,AL


dan AU
 Menyatakan perang, membuat perdamaian
dan perjanjian dengan Negara lain dengan
persetujuan DPR
 Menyatakan keadaan bahaya
 Memberi Grasi, rehabilitasi, dengan
memperhatikan pertimbangan MA
 Memberi amnesti dan abolisi dengan
memperhatikan pertimbangan DPR
 Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain
tanda kehormatan yang diatur dalam UU
Kementrian Republik
Indonesia

Menteri adalah pembantu presiden. Ia diangkat dan


diberhentikan oleh presiden untuk suatu tugas
tertentu. Kementrian di Indonesia dibagi ke dalam 3
kategori yaitu Kementerian Koordinator,
Kementrian Departemen, dan Kementrian Negara.
Kementrian Koordinator bertugas membantu
presiden dalam suatu bidang tugas. Di Indonesia,
menteri koordinator terdiri atas 3 bagian, yaitu:
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan; Menteri Koordinator bidang
Perekonomian; Menteri Koordinator bidang
Kesejahteraan Rakyat.
Kementrian Republik
Indonesia

Menteri Negara bertugas membantu presiden dalam merumuskan


kebijakan dan koordinasi terhadap kebijakan seputar bidang
yang diembannya. Menteri Negara RI terdiri atas 10 bidang
strategis yang harus dipimpin seorang menteri negara. Ke-10
bidang tersebut adalah:
Menteri Negara Riset dan Teknologi,
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
Menteri Negara Lingkungan Hidup,
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal,
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara,
Menteri Negara Perumahan Rakyat, dan
Menteri Negara Pemuda dan Olahraga.
Kementrian Republik
Indonesia

Menteri Departemen, adalah para menteri yang


diangkat presiden dan mengatur bidang kerja
spesifik. Menteri Departemen mengepalai satu
departemen. Di Indonesia kini dikenal ada 21
Kementerian yang dipimpin seorang menteri.
Sesuai UU No 39/2008 dan Perpres
No.47/2009 yang dikeluarkan pada 3
November 2009, penyebutan "Departemen"
diubah menjadi "Kementerian."
Kementrian Republik
Indonesia
Perhubungan
Sekretaris Negara Kelautan dan Perikanan
Tenaga Kerja dan
Dalam Negeri Transmigrasi
Luar Negeri Pekerjaan Umum
Pertahanan Kesehatan
Hukum dan HAM Pendidikan dan
Keuangan Kebudayaan
Energi dan Sumber Daya Sosial
Mineral Agama
Perindustrian Pariwisata dan
Perdagangan Pengembangan Ekonomi
Pertanian Kreatif
Komunikasi dan
Kehutanan Infomatika
Lembaga Setingkat Menteri

Lembaga Setingkat Menteri adalah lembaga-


lembaga yang secara hukum berada di bawah
Presiden. Namun, lembaga ini memiliki
karakteristik tugas khas yang membutuhkan
tata cara pengurusan tersendiri. Di Indonesia,
lembaga setingkat menteri terdiri atas:
-Sekretaris Kabinet
-Kejaksaan Agung
-Tentara Nasional Republik Indonesia
-Kepolisian Negara Republik Indonesia
LPND (Lembaga Pemerintah Non
Departemen)

LPND mirip dengan kementrian departemen, akan


tetapi lebih sempit wilayah yang dibidangi dan
biasanya dikepalai oleh seorang Kepala. LPND
yang dikenal di Indonesia adalah :
Arsip Nasional Republik Indonesia
Badan Intelijen Negara
Badan Kepegawaian Negara
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
Badan Koordinasi Penanaman Modal
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
Badan Metereologi dan Geofisika
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka
Komoditi
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
LPND (Lembaga Pemerintah Non
Departemen)

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan


Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Badan Pertanahan Nasional
Badan Pusat Statistik
Badan Standarisasi Nasional
Badan Tenaga Atom Nasional
Badan Urusan Logistik
Lembaga Administrasi Negara
Lembaga Ilmu Pengetahuan Nasional
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
BAGIAN 12: Badan Yudikatif
Indonesia
Badan Yudikatif Indonesia berfungsi
menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman dengan tujuan menegakkan
hukum dan keadilan. Kekuasaan
kehakiman di Indonesia, menurut
konstitusi, berada di tangan Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada
di bawahnya (peradilan umum, peradilan
agama, peradilan militer, peradilan
tatausaha negara) serta sebuah
Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung – sesuai Pasal
24A UUD 1945 – memiliki kewenangan
mengadili kasus hukum pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lain yang
diberikan oleh undang-undang
Fungsi Mahkamah Agung

 Fungsi Peradilan. Pertama, membina


keseragaman dalam penerapan hukum melalui
putusan kasasi dan peninjauan kembali. Kedua,
memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama
dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan
mengadili, permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sengketa
akibat perampasan kapal asing dan muatannya oleh
kapal perang RI. Ketiga, memegang hak uji materiil,
yaitu menguji ataupun menilai peraturan perundangan
di bawah undang-undang apakah bertentangan dengan
peraturan dari tingkat yang lebih tinggi.
 Fungsi Pengawasan. Pertama, Mahkamah Agung
adalah pengawas tertinggi terhadap jalannya peradilan di
semua lingkungan peradilan. Kedua, Mahkamah Agung
adalah pengawas pekerjaan pengadilan dan tingkah laku
para hakim dan perbuatan pejabat pengadilan dalam
menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas pokok kekuasaan kehakiman, yaitu menerima,
memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan. Ketiga, Mahkamah Agung adalah pengawas
Penasehat Hukum (Advokat) dan Notaris sepanjang yang
menyangkut peradilan, sesuai Pasal 36 Undang-undang
nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Fungsi Mengatur. Dalam fungsi ini, Mahkamah Agung
mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila
terdapat hal-hal yang belum diatur dalam Undang-
undang tentang Mahkamah Agung.

Fungsi Nasehat. Pertama, Mahkamah Agung


memberikan nasehat ataupun pertimbangan dalam
bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain.
Kedua, Mahkamah Agung memberi nasehat kepada
Presiden sebagai kepala Negara, dalam rangka
pemberian/penolakan Grasi dan Rehabilitasi.
Fungsi Administratif. Pertama, mengatur
badan-badan Peradilan (Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan
Peradilan Tata Usaha Negara) sesuai pasal 11
ayat 1 Undang-undang nomor 35 tahun 1999.
Kedua, mengatur tugas dan tanggung jawab,
susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan
Pengadilan.
Mahkamah Agung memiliki pimpinan-pimpinan yang masing-
masing memegang tugas tertentu. Daftar tugas pimpinan
tersebut tergambar melalui jabatan yang diembannya yaitu: (1)
Ketua; (2) wakil ketua bidang yudisial; (3) wakil ketua bidang
non yudisial; (4) ketua muda urusan lingkungan peradilan
militer/TNI; (5) ketua muda urusan lingkungan peradilan tata
usaha negara; (6) ketua muda pidana mahkamah agung RI; (7)
ketua muda pembinaan mahkamah agung RI; (8) ketua muda
perdata niaga mahkamah agung RI; (9) ketua muda pidana
khusus mahkamah agung RI, dan; (10) ketua muda perdata
mahkamah agung RI. Selain para pimpinan, kini Mahkamah
Agung memiliki 37 orang Hakim Agung sementara menurut
Undang-undang Nomor 5 tahun 2004 Mahkamah Agung
diperkenankan untuk memiliki Hakim Agung sebanyak-
banyaknya enam puluh (60) orang.
Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada


tingkat pertama dan terakhir (sifatnya final) atas
pengujian undang-undang terhadap UUD 1945,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum.
Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas
pendapat DPR bahwa Presiden/Wapres diduga telah
melakukan pelanggaran hukum berupa penkhianatan
terhadap negara, korupsi, tindak penyuapan, tindak pidana
berat atau perbuatan tercela. Atau, seputar
Presiden/Wapres tidak lagi memenuhi syarat untuk
melanjutkan jabatannya. Mahkamah Konstitusi hanya dapat
memproses permintaan DPR untuk memecat Presiden dan
atau Wakil Presiden jika terdapat dukungan sekurang-
kuranya dua per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir
dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya dua per tiga dari jumlah anggota DPR.
Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas 9 orang anggota
hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden. Dari 9 orang tersebut, 1 orang menjabat Ketua
sekaligus anggota, dan 1 orang menjabat wakil ketua
merangkap anggota. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah
Konstitusi masing-masing menjabat selama 3 tahun. Selama
menjabat sebagai anggota Mahkamah Konstitusi, para
hakim tidak diperkenankan merangkap profesi sebagai
pejabat negara, anggota partai politik, pengusaha, advokat,
ataupun pegawai negeri. Hakim Konstitusi diajukan 3 oleh
Mahkamah Agung, 3 oleh DPR, dan 3 oleh Presiden. Seorang
hakim konstitusi menjabat selama 5 tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan lagi.
Komisi Yudisial

Komisi Yudisial tidak memiliki kekuasaan yudikatif. Kendati


Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 menempatkan pembahasan mengenai Komisi Yudisial
pada Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi komisi
ini tidak memiliki kekuasaan kehakiman, dalam arti
menegakkan hukum dan keadilan serta memutus perkara.
Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat
mandiri dan berwenang mengusulkan personalia hakim
berupa pengajuan calon hakim agung kepada DPR
sehubungan dengan pengangkatan hakim agung.
Komisi Yudisial memiliki wewenang mengusulkan
pengangkatan Hakim Agung kepada DPR dan
menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta
menjaga perilaku hakim. Dalam melakukan tugasnya,
Komisi Yudisial bekerja dengan cara: (1) melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung; (2) melakukan seleksi
terhadap calon Hakim Agung; (3) menetapkan calon
Hakim Agung, dan; (4) mengajukan calon Hakim Agung
ke DPR. Pada pihak lain, Mahkamah Agung,
Pemerintah, dan masyarakat juga mengajukan calon
Hakim Agung, tetapi harus melalui Komisi Yudisial.
Dalam melakukan pengawasan terhadap Hakim
Agung, Komisi Yudisial dapat menerima laporan
masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan
berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan
perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan
meminta keterangan dari hakim yang diduga
melanggar kode etik perilaku hakim, dan membuat
laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi
dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau
Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan
kepada Presiden dan DPR.
Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh Presiden
dengan persetujuan DPR. Sebelum mengangkat,
Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan
Anggota Komisi Yudisial yang terdiri atas unsur
pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan
anggota masyarakat. Seorang anggota Komisi Yudisial
yang terpilih, bertugas selama 5 tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 periode. Selama
melaksanakan tugasnya, anggota Komisi Yudisial
tidak boleh merangkap pekerjaan sebagai pejabat
negara lain, hakim, advokat, notaris/PPAT,
pengusaha/pengurus/karyawan BUMN atau BUMS,
pegawai negeri, ataupun pengurus partai politik.
firyalakbar@yahoo.co.id

firyalakbar89@gmail.co
m
 firyalakbar@umgo.ac.id

Anda mungkin juga menyukai