Anda di halaman 1dari 13

WIDEBAND TYMPANOMETRY AND ABSORBANCE FOR

DIAGNOSING MIDDLE EAR FLUIDS IN


OTITIS MEDIA WITH EFFUSION

Disusun Oleh :
Irine Kurnianingtyas
(19.P1.0036)

Pembimbing : dr. Ardhian Noor Wicaksono, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN ILMU KLINIK THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 4 SEPTEMBER – 7 OKTOBER 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
IDENTITAS JURNAL

jurnal penerbit

tahun publish

judul artikel jurnal

penulis jurnal
ABSTRAK

LATAR BELAKANG
Pemasangan selang timpanostomi adalah prosedur standar pada otitis media efusi setelah
tindak lanjut yang tepat, dengan melihat kondisi telinga terlebih dahulu apakah terdapat
cairan serosa atau mukoid, membran timpani atelektasis, atau telinga kosong.

TUJUAN
Penelitian ini untuk membandingkan otitis media efusi yang dikonfirmasi melalui
pembedahan dengan timpanometri pita lebar (WBT) dan uji serapan (absorbansi).

METODE
Sebanyak 122 anak yang di diagnosis otitis media dengan efusi dan 80 anak sebagai
kontrol dilibatkan dalam penelitian ini. Telinga dibagi menjadi 4 kelompok: serosa, mukoid,
atelektasis, dan kosong. Frekuensi resonansi, kepatuhan 226 Hz dan 1000 Hz, tekanan
puncak pita lebar, dan data serapan digunakan sebagai perbandingan.
ABSTRAK

HASIL
Uji yang paling praktis adalah rata-rata serapan 500, 1000, dan 2000 Hz menurut rasio
kemungkinan positif (4,8) dan menurut rasio kemungkinan negatif (0,11). Ini lebih baik
daripada uji kepatuhan standar 226 Hz dan 1000 Hz. Meskipun beberapa parameter
signifikan secara statistik diamati antara cairan serosa dan telinga kosong, parameter
tersebut tidak cukup berdampak untuk diagnosis banding. Tidak ada parameter yang dapat
membantu membedakan antara cairan serosa dan mukosa.

KESIMPULAN
Menurut rasio kemungkinan negatif (0,11), seseorang dengan telinga tengah normal
memiliki kemungkinan 9 kali lebih besar untuk mendapatkan hasil tes negatif dengan
menggunakan frekuensi resonansi, timpanometri pita lebar, dan serapan rata-rata secara
bersamaan. Jika membedakan cairan serosa dari telinga kosong, hanya menggunakan
kepatuhan 226 Hz atau 1000 Hz untuk indikasi bedah berpotensi menyebabkan keputusan
yang salah berdasarkan rasio kemungkinan negatif.
PENDAHULUAN
• Otitis media efusi adalah salah satu masalah yang paling sering terjadi pada usia
anak. Hampir 50% anak-anak dengan otitis media efusi mengalami gangguan
pendengaran minimal 20 dB.
• Pemeriksaan telinga, otoskopi pneumatik, dan timpanometri diusulkan untuk diagnosis
otitis media efusi.
• Miringotomi diterima sebagai gold standard sebagai teknik invasif.
• Salah satu faktor yang mempengaruhi prognosis adalah karakteristik cairan telinga
tengah. Seringkali diyakini bahwa efusi serosa memberikan hasil yang lebih baik
daripada cairan mukoid. Selain itu, telah terbukti bahwa durasi penyakit merupakan
faktor yang mempengaruhi viskositas cairan. Oleh karena itu, waktu tunggu sebelum
pemasangan selang ventilasi mungkin efektif untuk prognosis.
• Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dan membedakan jenis
efusi telinga tengah yang dikonfirmasi melalui pembedahan dengan menggunakan
timpanometri pita lebar dan tes serapan sebelum operasi dan non-invasive.
SAMPLING

• Total sebanyak 202 anak dilibatkan dalam penelitian ini.


• 122 anak (244 telinga) yaitu 49 perempuan dan 73 laki-laki, didiagnosis dengan otitis
media efusi, ditindaklanjuti selama 3 bulan, dan diobati dengan pembedahan.
• 80 anak (160 telinga) yaitu 33 perempuan dan 47 laki-laki, dimasukkan dalam
kelompok kontrol dengan syarat memiliki membran timpani yang normal, hasil otoskopi
pneumatik, dan kepatuhan normal pada timpanometri 226 Hz.
METODE
• Semua pasien di diagnosis melalui pemeriksaan telinga, otoskopi pneumatik, dan timpanogram tipe
B (tidak ada puncak kurva kepatuhan) menggunakan timpanometri 226 Hz.
• Setelah tindak lanjut 3 bulan, pemasangan selang ventilasi bedah ditawarkan, WBT dilakukan pada
hari yang sama, sebelum operasi.
• Setelah parasentesis membran timpani, dilakukan aspirasi cairan. Jika cairannya encer dan mudah
diaspirasi, maka dianggap serous. Jika cairan tersebut lengket, berlendir, dan memanjang melalui
saluran telinga selama aspirasi, maka dianggap mukoid.
• Jika membran timpani pasien lebih tipis, tertarik ke rongga telinga tengah, menempel pada dinding
medial tanpa menempel pada mukosa telinga tengah, dan tidak terdapat cairan saat aspirasi, maka
pasien dimasukkan ke dalam kelompok atelektasis.
• Jika tidak ada cairan di balik membran timpani normal di telinga tengah pada saat operasi, pasien
dianggap telinga kosong.
PARAMETER
• Para peserta diinstruksikan untuk
tidak berbicara, batuk, menguap,
atau menelan selama prosedur Pengukuran WBT pada frekuensi berkisar antara 226 dan
WBT. 8000 Hz, sedangkan tekanan berubah dari +200 hingga
• Setelah probe dimasukkan, posisi −400 daPa. Parameternya antara lain :
yang benar diperiksa secara • Frekuensi resonansi (RF; Hz).
otomatis. Jika hasilnya tidak • Tekanan puncak pita lebar (WPP; juga dikenal sebagai
sesuai dengan kurva yang WBT; rata-rata timpanogram 375–2000 Hz; daPa).
diharapkan, maka dilakukan • Volume saluran telinga yang setara (ECV; mL).
pengecekan berulang kali hingga • Kepatuhan pada 226 Hz dan 1000 Hz
audiolog yakin dengan hasilnya. • Nilai serapan (Abs) (%) sebesar 250 Hz, 500 Hz, 1000
• Pengukuran WBT dilakukan Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, dan 8000 Hz dicatat sebagai
dengan menggunakan perbandingan.
timpanometri klinis Titan
(perangkat lunak Titan Suite,
Interacoustics, Denmark).
HASIL
Setelah pengukuran WBT, pasien menjalani pemasangan tabung ventilasi. Cairan serosa diamati pada 57 telinga, cairan
mukoid pada 103 telinga, atelektasis pada 42 telinga, dan tidak ada cairan atau kosong pada 41 telinga.

Tidak ada parameter yang dapat menemukan perbedaan signifikan antara


cairan serosa dan mukoid serta atelektasis dan telinga kosong.
HASIL

• Namun beberapa konvergensi kurva terlihat


berbeda sehingga mendistribusikan kembali
menjadi 3 kelompok (kontrol,
atelektasis+kosong, serosa+mukoid).
• Berdasarkan hasil, antara rata-rata serapan
29 dan 42 terdapat zona abu-abu. Di zona
ini, telinga mungkin tidak mengeluarkan
cairan tetapi tampak seperti otitis media
efusi. Namun tidak ada kesimpulan yang
jelas tentang diagnosis banding antara
telinga kosong+atelektasis dan telinga
serosa+mukoid. Jika rata-rata serapan
berada pada zona abu-abu, disarankan
untuk curiga terhadap atelektasis atau
rasio kemungkinan positif dan negatif (LR+,LR−) untuk
telinga kosong. mengklasifikasikan kekuatan diagnostik berdasarkan kriteria berikut:
• Rata-rata serapan 500, 1000, dan 2000 Hz • informative (LR+ ≥10 atau LR– ≤0,1)
menurut rasio kemungkinan positif (4,8) dan • suggestive (LR+ ≥3 dan <10 atau LR– ≤0,3 dan >0,1)
• uninformative (LR+ <3 atau LR– >0,3)
menurut rasio kemungkinan negatif (0,11).
DISKUSI
• Otitis media efusi merupakan kondisi ini terjadi karena cairan dan lendir menumpuk di telinga bagian tengah saat
infeksi mereda. Jenis otitis media ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan telinga terasa penuh. Namun,
bisa juga tidak disertai gejala.
• Otitis media efusi lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Hal ini dikarenakan tuba
eustachius pada anak-anak belum terbentuk dengan sempurna. Kondisi ini umumnya bisa sembuh dengan
sendirinya, namun jika terus berlanjut berpotensi menyebabkan komplikasi.
• Salah satu penyebab adalah infeksi virus atau bakteri biasanya dipicu oleh flu atau batuk pilek yang menyebabkan
produksi lendir meningkat. Meningkatnya produksi lendir dan cairan di dalam sinus akan menumpuk dan berujung
menghambat saluran eustachius.

Dalam penelitian ini :


• Telinga kosong+atelektasis dan telinga cairan serosa+mukoid merupakan dua perjalanan klinis yang berbeda.
Telinga kosong bisa jadi merupakan telinga preatelektasis yang tidak dapat dilihat dengan otomikroskopi.
• Hanya terdapat parameter yang signifikan secara statistik antara cairan serosa dengan telinga kosong, tetapi ketika
mengevaluasi parameter ini dengan metode pengujian terpisah, parameter tersebut tidak cukup kuat untuk diagnosis
banding sehingga penggunaan RF, WBT, dan Abs rata-rata harus dilakukan secara bersamaan.
• Keterbatasan dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan ambang pendengaran atau celah udara-tulang.
KESIMPULAN
• Tidak ada parameter apa pun yang dapat membantu membedakan dalam diagnosis non invasif
cairan serosa atau mukoid. Namun, untuk membedakan cairan serosa dari telinga tengah yang
kosong, penggunaan RF, WBT, dan Abs rata-rata secara bersamaan terbukti membantu.
• Ketika ketiga tes ini dievaluasi bersama-sama dan menghitung rasio kemungkinan negatif sebesar
0,11 yang berarti bahwa seseorang dengan telinga tengah normal memiliki kemungkinan 9 kali lebih
besar untuk mendapatkan hasil tes negatif.
• Sedangkan rasio ini hanya 1,5 untuk kepatuhan 226 Hz (LR–: 0,66) dan 3,3 untuk kepatuhan 1000
Hz (LR–: 0,53). Penggunaan kepatuhan 226 Hz atau 1000 Hz saja untuk indikasi bedah berpotensi
menyebabkan keputusan yang salah berdasarkan rasio kemungkinan negatif.

Anda mungkin juga menyukai