Anda di halaman 1dari 13

HUKUM

SYARA’
MATERI PELAJARAN FIKIH
KELAS XII MA
MAN 1 KOTA PAYAKUMBUH

OLEH:
AGUS DARMAN, S.AG
Pengertian al-Hukmu/Hukum Syara’

Al-hukmu (hukum syara’) menurut bahasa berarti
menetapkan sesuatu terhadap sesuatu yang lain,
sedangkan menurut istilah ushul fiqih hukum berarti
: “Khithab (ketentuan) Allah yang mengatur
perbuatan orang mukallaf baik yang berupa
tuntutan (perintah dan larangan) atau takhyir (boleh
memilih antara mengerjakan atau meninggalkan
sesuatu amalan) atau berupa wadha’ (menetapkan
sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang
terhadap sesuatu yang lain.”
Kandungan Hukum Syara’

 Perintah untuk melakukan sesuatu, misalnya perintah untuk
melaksanakan puasa (Al-Baqarah : 183)
 Larangan untuk meninggalkan sesuatu, misalnya larangan berbuat
kerusakan di muka bumi (Al-Baqarah : 11)
 Kebolehan untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, misalnya
kebolehan makan dan minum (Al-A’raf : 31)
 Menjadikan sesuatu sebagai sebab, misalnya mencuri merupakan
sebab adanya hukum potong tangan (Al-Maidah : 38)
 Menjadikan sesuatu sebagai syarat, misalnya berwudhu’ merupakan
syarat sahnya shalat (Al-Maidah : 6)
 Menjadikan sesuatu sebagai penghalang, misalnya beda agama atau
membunuh menjadi penghalang untuk menerima harta warisan
(Hadits riwayat Jama’ah).
Hukum syar’i terbagi kepada dua
macam, yaitu:

(1) Hukum taklifi, yaitu “Hukum yang
menetapkan tuntutan terhadap orang
yang mukallaf untuk melakukan
sesuatu, atau tuntutan untuk
meninggalkan sesuatu, atau boleh
memilih antara melakukan dan
meninggalkan sesuatu.”
Macam-Macam Hukum Taklifi

1. Wajib
2. Sunnah
3. Mubah
4. Makruh
5. Haram
Hukum syar’i terbagi kepada dua

macam, yaitu: (lanjutan)

(2) Hukum wadh’i, yaitu:


“Hukum yang menetapkan
sesuatu sebagai sebab, syarat
atau penghalang bagi sesuatu
yang lain.
Macam-Macam Hukum Wadh’i

1. Sebab, suatu perbuatan hukum yang
menyebabkan diberlakukan hukum
yang lain sesudahnya, misalnya
perbuatan mencuri menjadi sebab
diberlakukannya hukum potong
tangan
Macam-Macam Hukum Wadh’I
(Lanjutan …)

2. Syarat, yaitu suatu perbuatan hukum
yang menjadi syarat penentu sah atau
tidaknya perbuatan hukum yang lain
sesudahnya, misalnya berwudhu’
menjadi syarat sahnya sholat. Jika tidak
berwudhu’ maka sholat tidak ada
artinya, atau jika wudhu’ tidak sah
maka sholat dianggap tidak sah pula.
Macam-Macam Hukum Wadh’I
(Lanjutan …)

3. Mani’, yaitu suatu perbuatan hukum
yang menjadi penghalang bagi hukum
yang lain sedudahnya, misalnya
perbuatan membunuh menjadi
penghalang bagi seorang ahli waris
menerima harta warisan dari orang yang
meninggal.
Al-Hakim

 Kata hakim secara etimilogi berarti “orang yang
memutuskan hukum”. Dalam kajian ushul fiqih
hakim adalah pihak penentu dan pembuat hukum
syar’i secara hakiki. Ulama ushul fiqih sepakat
bahwa pihak penentu dan pembuat hukum syar’i
secara hakiki tersebut adalah Allah SWT.
Mahkum ‘Alaih
Mahkum alaih berarti “orang mukallaf” yaitu orang yang layak
dibebani hukum taklifi. Seseorang baru dianggap layak dibebani

hukum taklifi apabila pada dirinya terdapat beberapa persyaratan:
1. Mampu memahami dalil-dalil hukum baik secara mandiri ataupun
dengan bantuan orang lain minimal sebatas memungkinkannya
untuk mengamalkan ayat al-Qur’an atau sunnah Rasulullah SAW.
Kemampuan pemahaman tersebut disebabkan oleh karena dia
mempunyai akal yang sempurna. Bila diukur dengan pertumbuhan
fisik, ini ditandai dengan datangnya haidh bagi wanita dan mimpi
melakukan hubungan badan bagi laki-laki. Apabila tanda-tanda
tersebut tidak ditemukan maka umur lima belas tahun dijadikan
sebagai batas baligh berakal.
2. Mempunyai ahliyat al-ada’ yaitu kemampuan untuk bertinda secara
hukum atau memikul beban taklif. Kemampuan ini mencakup
kemampuan mempertanggungjawabkan perbuatannya dan
kemampuan membedakan sesuatu dengan akalnya.
Mahkum fih

Mahkum fih adalah perbuatan orang mukallaf yang
berhubungan atau diatur oleh hukum syara’. Misalnya di
dalam surat al-baqarah ayat 183 tentang kewajiban puasa.
Maka dalam hal ini mahkum fih-nya adalah berpuasa pada
bulan Ramadhan
Sebuah perbuatan hukum baru dianggap sah apa bila
memenuhi persyaratan :
1. Perbuatan tersebut diketahui secara sempurna dan rinci oleh
orang mukallaf sehingga dapat dilaksanakan secara lengkap
seperti yang dikehendaki hukum syara’.
2. Diketahui secara pasti oleh orang mukallaf bahwa perintah
itu datangnya dari pihak yang berwenang membuat
perintah, yaitu Allah SWT dan Rasul-Nya.
SEKIAN

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai