Relasi Agama Adat
Relasi Agama Adat
Pertemuan agama dan tradisi yang sudah mengakar kuat pada masyarakat terkadang
melahirkan ketegangan (konfrontasi)
Kontestasi agama dan tradisi masyarakat terkadang melahirkan distingsi antara golongan
mayoritas dan minoritas
Das Sein
Model adaptasi melalui proses akulturasi budaya memberikan ruang atas akomodasi budaya
yang baru (nilai-nilai Islam) terhadap tradisi masyarakat yang telah ada (tradisi masyarakat
Sunda dan tradisi masyarakat Jawa), Islam mewarnai dan memperkuat tradisi masyarakat yang
telah ada
Transformasi budaya melalui dialog nilai-nilai Islam dalam tradisi masyarakat Sunda-
Sumedang dan Masyarakat Jawa-Tegal, mampu melahirkan wujud budaya aktif yang khas
sebagai khazanah budaya di Nusantara
Komparatif
Statement of The Problem
relasi agama
dan tradisi
masyarakat
RelasiSunda-
agama
Sumedang dan
dan tradisi
Masyarakat
masyarakat
Relasi agama
Jawa-Kab.
dan tradisi
TegalTegal
Jawa
masyarakat
Tengah
Sunda-
Sumedang Jawa
Barat
Benefits of Research
Sumber Data: Tokoh adat, tokoh agama, pemerintah daerah, serta masyarkat
yang ada di wilayah yang menjadu locus penelitian (Sumedang dan Kab. Tegal)
1 Tradisi perkawinan lokal dan dalam Masthuriyah Sa’dan (2016) Tradisi Perkawinan Matrilokal Madura (Akulturasi Adat &
pandangan hukum Islam Hukum Islam) Penelitian relasi agama dan adat
dalam masyarakat Nusantara
dengan memakai pemetaan
Ahmad Isnaeni & Kiki Muhamad Simbol Islam dan Adat dalam Perkawinan Adat Lampung transformasi budaya sebagai
Hakiki (2016) Pepandun paradigma keilmuan Agama,
Sosial, dan Humaniora sebagai
Febi Syaepul Fikri (2021) Penerapan Nilai-Nilai Keislamanan dalam Upacara Adat perspektif kajian keilmuan
Pernikahan Sunda interdisipliner.
Sintesa kebudayaan di nusantara
2 Kajian pembauran Islam dan adat Ismail Suardi Wekke (2013) Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama
dalam kaitannya dengan relasi
secara umum atau tidak diperinci dalam Masyarakat Bugis
agama dan adat kebudayaan di
dalam satu tradis
Nusantara, bagaimana dialog
Sumper Mulia Harahap (2015) Islam dan Budaya Lokal: Studi Terhadap Pemahaman, dan pergumulan budaya agama
Keyakinan, dan Praktik Keberagamaan Masyarakat Batak samawi dan agama ardhi yang
Angkola di Padangsidimpuan Perspektif Antropologi mewarnai tatanan kehidupan
masyarakat dalam melestarikan
nilai-nilai adat kebudayaan di
Mahli Zainuddin dan Ahmad- Agama dalam Proses Kebangkitan Adat di Indonesia: Studi suatu tempat
Norma Permata (2021) Masyarakat Rencong Telang, Kerinci, Jambi
3 Kajian pembauran Islam dan Budaya Lebba Kadorre Pongsibanne (2017) Buku: Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama
Islam secara menyeluruh dalam adat
di Nusantara
Theoritical Review
Transformasi Kebudayaa:
Kayam, Umar. (1989). “Transformasi Budaya Kita”. Teks Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Sastra. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Relasi Agama-Adat:
Maarif, Samsul. (2017). Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur dalam Politik Agama di Indonesia.
Yogyakarta: CRCS.
Pertama, hasil kajian relasi agama dan adat pada masyarakat Sunda Sumedang dan masyarakat Jawa
Kabupaten Tegal mengindikasikan pada 4 (empat) fungsi universal dalam setiap tradisi yang dilakukan,
(a) fungsi spiritual, tradisi nyang dilakukan ke dua masyarakat itu merupakan ejawantah dari rasa syukur
pada Allah SWT., sekaligus panjatan do’a keselamaten atas segala marabahaya; (b) fungsi pelestarian
nilai kebudayaan, tradisi yang dilaksanakan sebagai wujud pelestarian nilai kebudayaan secara turun-
temurun dan generasi mendatang; (c) fungsi sosialkemasyarakatan, tradisi yang dilaksanakan dalam
upaya menjaga kerukunan, gotong royong, dan saling kebersamaan; dan (d) fungsi hiburan (performing
art), tradisi yang dilaksanakan sebagai hiburan bagi masyarakat sekitar dan sebagai destinasi wisata bagi
pengunjung.
Lanjutan...
Kedua, dialog budaya Islam dan budaya Sunda Semedang dan budaya Jawa Kabupaten Tegal
mengindikasikan kesamaan tradisi baik dalam hal upacara muharam/ bubur suro, muludan, aqiqah, hajat
lembur dan sedekah bumi, hajat uar dan ruwat desa, dan lain sebagainya, persamaan ini mengindikasikan
bagaimana pertemuan budaya Jawa pada budaya Sunda, dalam artian budaya Jawa merupakan budaya
tua.
Lanjutan...
Ketiga, dalam kaitan prosesi upacara tradisi dari kedua kebudayaan, budaya Sunda Sumedang
dipengaruhi oleh budaya karuhun/ tardisi warisan Nenek Moyang dan tradisi Jawa-HinduBudha lebih
egaliter, dalam artian dialog budaya sangat mudah terjadi dan corak Islam sangat mewarnai, seperti dalam
prosesi tradisi ngalaksa, sesajian untuk Dewi Sri dalam upacara Ampih Pare mengalami perubahan, yaitu
diganti dengan hidangan tumpeng dan makanan khas sunda sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.,
Pangrajah atau mantera dengan do’a-do’a sesuai dengan ajaran dalam melakukan tarawangsa,
jangjawokan atau pembacaan mantra sebagian diganti dengan do’a Islam, dan upacara kasumpingan atau
nyamabat untuk karuhun atau roh dilakukan pada waktu-waktu tertentu, meskipun sebagian orang masih
melakukannya.
Lanjutan...
Keempat, dalam prosesi upacara tradisi ruwat bumi pada masyarakat Jawa Kabupaten Tegal, masih
menggunakan lambang yang digunakan untuk memandikan kambing Kendit dalam tradisi Ruwat Bumi,
Kembang Setaman terbuat dari bunga mawar, melati, kenanga, kanthil, jajanan pasar Juada, dan irisan daun
pandan. Ada juga 7 jenis pisang, 7 jenis minuman, 7 jenis rokok. Semua itu harus lengkap dan dijumlahkan
menjadi 7. Pancuran 13, Bahasa kuna orang tua bilang angka 13 itu angka sial. Dalam kaitan dengan
eksistensi tradisi, di mana dalam tradisi budaya masyarakat Jawa Kabupaten Tegal memiliki kekayaan atau
multi-tradisi mulai dari kaitan dengan lingkaran kehidupan (perkawinan, kelahiran, kematian), pertanian,
peringatan keagamaan, syukuran dan pembersihan desa. Sementara dalam tradisi masyarakat Sunda
Sumedang tidak sebanyak atau semulti-tradisi pada budaya Jawa, hal ini mengindikasikan bahwa budaya
masyarakat Jawa pada umumnya merupakan budaya yang tua dan kuat, dalam istilah masyarakat Sunda,
Jawa merupakan orang tua atau laksana Ibu bagi mereka.
Knowledge Statement